"Jangan bunuh diri!" ujar gadis itu sambil memelototi Varsha.
Varsha tertegun menatap seorang gadis cantik berbalut kemeja dengan tangan terkepal."Siapa kau?!" tanya Varsha dengan mata terbelalak.Gadis itu melayangkan jitakan di kepala Varsha secara spontan. Varsha benar-benar kaget atas perlakuan gadis pemberani itu."Selelah apapun hidupmu, tidak sepatutnya kau bunuh diri! Berapa banyak orang yang memohon untuk hidup dibawah sini, sedangkan kau malah ingin mengakhiri hidup!" bentak gadis itu lagi.Varsha menarik napas dan berdecak lidah."Apa urusannya denganmu? Memang kau tahu aku siapa?!" bentak Varsha tak kalah sengit.Gadis itu terdiam. Ia menarik napas. Varsha berharap gadis itu pergi dan meninggalkannya agar ia bisa mati."Aku tidak peduli kau siapa, tapi jika kau butuh teman bicara... kau... kau bisa bicara padaku! Aku akan mendengarkanmu!" Gadis itu berapi-api.Varsha mengusap wajahnya dengan resah. Ia memang butuh seseorang untuk tempatnya mengeluh.Tapi apakah ia harus bercerita pada seseorang yang baru dikenalnya? Terlebih lagi, ia seorang wanita!"Pergilah, atau aku membunuhmu!" bentak Varsha.Gadis itu malah mengeluarkan lima butir permen dari saku pakaiannya. Varsha mengkerutkan kening."Ambil!" titah gadis itu tanpa takut sedikitpun.Varsha enggan menerima benda konyol semacam itu. Namun gadis itu malah membuka cokelat itu dan memasukannya ke dalam mulut Varsha."Itu agar kau tidak perlu bicara omong kosong!" Varsha mengunyah permen cokelat tersebut dengan terpaksa.Siapa sebenarnya gadis ini?Gadis itu duduk di sebelah Varsha begitu saja, mendongak ke atas langit sambil tersenyum."Aku Syahna... siapa namamu?" Gadis itu mengulurkan tangannya tanpa takut.Varsha ragu untuk menerima jabat tangan tersebut. Namun, melihat sosok gadis bernama Syahna itu membuat perasaan Varsha yakin bila ia bukan orang yang berbahaya."Varsha." Varsha menerima jabatan tangan Syahna dengan cepat.Syahna tersenyum manis. Entah kenapa senyuman Syahna meneduhkan meskipun Varsha melihatnya dari langit gelap dan penerangan yang seadanya."Haah... hidup sangat melelahkan bukan? Terkadang aku juga ingin berhenti dan melupakan semuanya...," ujar Syahna tiba-tiba.Varsha mengernyitkan keningnya."Apa yang tengah kau bicarakan?""Aku sudah belajar keras, tapi tetap saja aku tertinggal oleh orang lain. Selalu kena omel notulen, selalu saja salah mendiagnosa. Padahal menjadi Dokter adalah pilihanku sendiri, tapi kenapa aku tidak bisa lebih pintar dari orang lain?" keluh Syahna."Kau seorang Dokter?" tanya Varsha.Syahna tertawa kecil."Aku masih koas sekarang... aku jadi tidak yakin bila dengan kemampuanku yang seperti ini... aku bisa menjadi seorang Dokter...."Varsha mendengus sambil menggosok hidungnya yang tidak gatal."Setidaknya... kau bisa berkuliah, bisa makan dengan enak, bisa tidur dengan nyaman tanpa memikirkan darimana mendapatkan uang, dan... kau tidak akan mengalami penghinaan dari orang-orang sekitarmu."Syahna menatap Varsha lekat-lekat. Varsha baru menyadari, ia begitu banyak bicara pada gadis itu. Sementara itu, Syahna langsung memandang Varsha dengan teduh."Mungkin, orang-orang seperti kita bukan ingin sesuatu yang lebih. Melainkan sebuah pengakuan... pengakuan bahwa kita telah melakukan yang terbaik sekuat tenaga...," mata Syahna berkaca-kaca.Varsha hanya menghela napas. Merasakan sakit di dalam dadanya. Rasa sakit yang di dera sejak ia masih kecil hingga dewasa.Varsha hanya merasa, dirinya adalah kegagalan."Pergilah Syahna, anggap kita tidak pernah bertemu. Aku adalah buronan, tidak pantas seorang Dokter berbicara pada penjahat sepertiku...." Varsha beranjak.Syahna merogoh saku, mengeluarkan sebuah kartu nama."Ini kartu namaku, jika kau tengah sakit. Hubungi saja aku!" ujar Syahna.Varsha meremas kartu nama itu."Kita tidak akan pernah bertemu lagi."Syahna hanya menghela napas, kemudian ia berbalik meninggalkan Varsha yang tengah memandanginya.Varsha memasukan kartu nama itu ke dalam tasnya. Entah mengapa ia tiba-tiba mengungkapkan semua perasaan sakitnya itu pada seseorang yang sama sekali tidak ia kenal.Varsha, tidak percaya ada orang pengertian ketika keluarganya sendiri saja menganggap Varsha tidak berguna.Apa yang akan terjadi selanjutnya setelah Varsha mengalami semua ini?Drrrttt!!!Ponsel Varsha bergetar. Varsha bergegas meraih ponselnya dan melihat layar ponsel tersebut."Halo." Varsha menempelkan ponsel di telinganya."Dimana kau?"**Ruangan rumah mewah, tempat dimana Varsha berada saat itu. Ia dijemput oleh beberapa orang yang Fabian perintahkan.Fabian menatap Varsha yang tengah duduk dalam keadaan menunduk. Ia menyesap rokoknya sambil memandangi Varsha seksama."Kau membunuh seseorang kemudian pergi begitu saja. Apakah kau pikir Polisi tidak akan mencari? Astaga...," Fabian berdecak lidah.Varsha diam seribu bahasa. Ia perlahan mengangkat dagu dan menatap Fabian."Aku punya alasan."Fabian tertawa kecil sambil menuangkan whiski. Perlahan tangannya terulur ke arah mulut, membiarkan sloki berisi minuman itu membasahi tenggorokannya."Aku sudah membereskan semua itu bersama team forensik. Namamu akan tetap bersih."Varsha mengernyitkan dahi. Ia cukup terkejut bahwa Fabian juga punya kuasa mengenai hukum. Apakah semua pebisnis memiliki team forensik sendiri?Itu berarti...?
"Aku tahu, kau melakukannya karena adikmu diperkosa. Tapi, sepertinya ia tidak benar-benar menghargaimu ya?"Varsha hanya diam seribu bahasa. Fabian memerintahkan pengawalnya untuk membawa sesuatu. Perlahan Fabian membuka kotak itu dan menunjukannya pada Varsha."Kau bisa menggunakan ini?"Varsha tertegun memperhatikan senjata api yang Fabian tunjukan."Bisa, tapi itu ilegal...," Varsha memalingkan wajah."Jika kau mau membantuku, senjata ini akan legal saat kau pergunakan."Varsha memandang lekat-lekat Fabian, sepertinya ia menginginkan sesuatu dari Varsha."Jika kau sekuat itu, kenapa bersembunyi saat gangster Warewolf menyerangmu?!" tanya Varsha.Fabian tertawa kecil."Aku selalu bertarung dengan senjata. Aku tidak mau tanganku kotor! Untuk apa aku turun tangan jika orang lain bisa melakukannya?" Fabian menyeringai.Varsha menandangi Fabian yang beranjak kemudian menghampiri Varsha. Fabian duduk di ujung meja, tepat di hadapan Varsha."Aku ingin menguasai dua kerajaan bisnis keluarga. Triasono Group dan juga Suryakancana Group. Namun untuk membuat semua itu terwujud, aku butuh seseorang yang kuat dan pemberani sepertimu. Kau bisa berpura-pura menjadi diriku dan membunuh Nyonya Keiyona."Varsha membelalakan matanya. Jadi, Fabian memperalatnya?!"Kau gila? Bukankah Suryakancana Group akan dikuasai oleh Keyhan?!" tanya Varsha.Fabian tertawa kecil."Keyhan tidak pernah tertarik pada bisnis. Kau tahu? Nyonya Keiyona adalah seorang wanita yang mendapatkan warisan dari mendiang mantan suaminya. Kekayaan keluarga yang dimilikinya tidak murni. Ia tidak punya kaitan apapun dengan Suryakancana Group. Sementara dalam darahku mengalir deras keturunan dari Suryakancana Group. Wanita itu tidak pantas duduk disana."Varsha sadar. Fabian diam-diam adalah pengkhianat di dalam dua kerajaan bisnis itu. Kini, Varsha yang sangat mirip dengan Fabian diperalat agar bisa diam-diam mengkudeta sang Raja.Cara yang sangat licik. Varsha yakin bahwa Fabian sudah mengincarnya sejak lama."Aku tidak bisa...," Varsha menghela napasnya.Fabian menatap lekat-lekat Varsha."Bukankah, kau sudah lelah dengan hidupmu? Yakin kau tidak mau kekayaan setelah dihina keluarga sendiri? Aku akan memberikanmu segalanya saat nanti dua kerajaan bisnis ini jadi milikku...," Fabian mengangkat alisnya.Varsha tidak tahu, apakah ini jalan yang terbaik untuk dirinya atau bukan. Namun, rasa sakit hati dan kecewa Varsha tak terelakan. Terlebih lagi, ia memang berhutang budi karena banyak ditolong oleh Fabian."Mulai besok, kau akan menjadi diriku, dan aku akan bersembunyi sambil memantau bagaimana pekerjaanmu. Setuju?"Fabian mengulurkan tangan, meminta Varsha menyetujui semua perintah dan keinginannya itu.Hanya membunuh bukan? Varsha sepertinya telah mengambil pilihan yang akan sangat beresiko. Berpura-pura menjadi Fabian, lalu membunuh Nyonya Keiyona. Apakah Varsha sanggup melakukannya?"Mulai besok, kau adalah aku." Fabian tersenyum licik.Varsha tidak punya pilihan. Ia menerima jabatan tangan Fabian. Kesepakatan yang akan benar-benar mengubah segalanya mulai hari itu.**Varsha menatap salah seorang ajudan Fabian yang menyerahkan sebuah dokumen diatas meja. Disamping dokumen tersebut, terdapat sebuah bolpoin mahal dengan ukiran nama Fabian."Ini surat perjanjian kontrak, bahwa kau bersedia untuk menjadi Fabian Suryakancana dengan kontrak selama satu tahun. Jika misi yang ditentukan itu gagal, maka dengan sukarela anda harus menyerahkan nyawa." Ujar ajudan Fabian.Varsha menelan saliva.Bukankah hal ini sangat berat? Apakah ia harus benar-benar menjadi alat Fabian? Sebenarnya hati Varsha bertolak belakang, namun jika ia mendekam di penjara pun hidupnya akan semakin sengsara. Ia tidak punya banyak pilihan untuk hidup."Baik."Varsha meraih bolpoin itu, menandatangan perjanjian diatas materai dan juga meninggalkan sidik jarinya diatas sana. Fabian tersenyum licik sambil meneguk whiski dengan sekali tegak."Menjadi diriku, kau akan belajar juga seperti apa sifatku, sikapku, dan kebiasaan
"Varsha!"Varsha menyadari panggilan itu untuknya. Namun ia melengos, berpura-pura tidak mendengarnya."Varsha, masa kau lupa aku?!" Syahna menghampiri Varsha sambil menunjuk mukanya sendiri.Varsha menatap Syahna seksama hingga akhirnya Frans menghampiri."Nona Syahna, senang bertemu dengan anda." Frans membungkukan tubuhnya.Syahna menatap Frans seksama kemudian ia ikut membungkukkan badan."Maaf sepertinya saya salah orang, ia mirip dengan temanku." Syahna mengusapi lengannya dengan perasaan bersalah.Teman? Sejak kapan Varsha berteman dengan Syahna?"Namaku Fabian, mungkin... kita belum pernah bertemu?" Varsha berakting seramah mungkin dan mengulurkan tangannya.Syahna tertegun. Terasa ada yang aneh. Ia sudah pernah bertemu dengan Fabian. Tapi, ada yang berbeda dengan Fabian."Ah, mungkin kau melupakanku. Kita pernah bertemu, saat peresmian Rumah Sakit cabang ke tiga di Jaka
Fabian menyambut kedatangan Alindra dengan seringai penuh arti. Ia menatap Alindra dari atas sampai bawah dengan tatapan layaknya serigala yang siap menerkam."Fabian!" seru Alindra.Gadis itu berhambur ke pelukan Fabian, bibirnya tertaut di bibir Fabian dengan lengan melingkar di leher. Bahkan Fabian memagutnya tanpa peduli para pelayan berada disana memperhatikan.Varsha gemetar. Tidak mungkin ia harus meniru perilaku berengsek semacam itu!!!"Aku merindukanmu, sejak pesta kemarin, aku tidak bisa berhenti memikirkanmu Fabian... aku tidak bisa menikah dengan seorang lelaki yang sudah kuanggap adik sendiri!" Alindra terlihat dramatis.Fabian mengacungkan telunjuknya, menempelkannya di bibir Alindra yang terulas lipstick berwarna nude."It's okay baby, ceritakan padaku disini... aku selalu ada... menyediakan waktu untukmu." Fabian mengulurkan tangannya, mengusapi wajah Alindra.Varsha tak karuan memandangi pe
Varsha merasakan tangannya gemetar. Ia tidak percaya dengan apa yang sudah dilakukannya, apa yang sudah tubuhnya kerjakan.Ia kotor.Varsha telah menjaga prinsip itu seumur hidup. Namun pada akhirnya ia melanggar semua prinsip itu dengan tindakan yang sangat buruk. Ia tidak dapat memilih ingin hidup seperti apa, ia hanya bisa menjalani waktu ke waktu dengan naluri."Brak!"Lima gepok uang jatuh di pangkuan Varsha. Kepulan asap rokok mengenai wajah Varsha, berasal dari mulut yang tengah menyeringai padanya."Wanita adalah barang terbaik untuk meredakan stress. Keluarkan semuanya jika kau merasa penat. Wanita tidak akan menolakmu." Fabian terkekeh.Varsha mengepalkan tangan kuat-kuat. Entah kenapa, baru kali ini ia tidak selera dengan jumlah uang yang Fabian berikan. Ia melakukan hal kotor pertama yang luar biasa menyiksa batinnya."Ayolah, kau seperti anak gadis yang baru saja diperawani." Fabian terkekeh, "Kau aka
Varsha dibangunkan pada pukul enam pagi. Ia yang lemas dan habis mabuk itu sontak mengerjapkan mata. Tubuhnya menggeliat dengan sedikit kesulitan. Seluruh tubuhnya kaku dan linu."Selamat pagi Tuan, hari ini jadwal anda ke kantor Triasono Group." Frans menganggukkan badannya sembilan puluh derajat.Varsha mengangguk. Ia berusaha bangkit dari posisinya dan duduk sambil menggosok mata.Astaga, tidak terasa setelah banyak pelatihan bisnis ia masuk ke kantor untuk pertama kali. Varsha sedikit gugup. Apakah ia bisa menjalani semua itu?Varsha bergegas mandi menggunakan sabun yang benilai cukup fantastis. Penampilan Varsha yang sangat sederhana itu berubah menjadi sosok pria yang lebih dari sekedar tampan! Uang telah mengubahnya menjadi seseorang yang memiliki sebuah kharisma mewah.Tubuh tegap dan tinggi itu dibalut dengan pakaian dari merk ternama. Rambutnya segera ditata oleh asisten kamar, wajahnya turut diolesi skincare mahal yang mem
Beberapa waktu ke belakang.Nyonya Keiyona menghentikan mobilnya di sebuah daerah yang terletak di sudut kota Jakarta. Kemudian, ia menurunkan kaca mobil yang dinaikinya itu perlahan."Apa, ini daerah tempat Varsha tinggal?" tanya Nyonya Keiyona.Ajudan Nyonya Keiyona mengangguk."Iya Nyonya, Varsha bekerja di sebuah Mall sebagai sales dan menghidupi keluarga yang sudah mengurusnya...." tutur ajudan tersebut.Nyonya Keiyona memperhatikan langkah seorang anak laki-laki yang tengah memakai tas selempang dan seragam kerja.Luar biasa! Sosok anak lelaki itu sungguh tampan dan mempesona sehingga setiap orang yang dilewatinya terperangah."Apakah, itu Varsha?!" tanya Nyonya Keiyona terkejut.Ajudan itu mengangguk."Iya, itu Tuan Varsha... usianya 21 tahun sekarang..." jawab Ajudan.Nyonya Keiyona tak percaya bahwasanya 20 tahun sudah berlalu sejak kejadia
(Peringatan: Episode ini diperuntukan untuk usia 25+ dikarenakan adegan yang tidak pantas dibaca anak dibawah umur. Harap bijak dalam membaca.)Syahna membelalakan mata ketika Varsha mengatakan kalimat tersebut."Kau sakit, beristirahatlah!" Syahna melepaskan cengkraman tangan itu kemudian berlalu.Varsha hanya menghela napas. Kemudian, ia menatap langit-langit kamar Rumah Sakit dengan perasaan bertanya-tanya.Kenapa Nyonya Keiyona mengatakan bila Fabian merupakan anak pungut? Apa yang sebenarnya tidak diketahui Fabian selama ini?Varsha memutuskan untuk kembali ke kediaman Fabian. Mengingat bahwa tugasnya mempelajari bisnis Triasono group masih banyak. Rasa sakit akibat pukulan itu tidak seberapa untuk Varsha. Ia harus belajar lebih keras agar Fabian tidak kecewa digantikan olehnya."Tuan, Tuan Fabian ada di ruangan." Frans memberitahu Varsha yang baru saja tiba.Varsha tertegun sejenak, kemudian ia berjalan meng
Varsha yang tengah berdiri di ruang bilas itu menyambar sabun, membersihkan tubuh dari banyaknya hal kotor yang hampir sepanjang malam itu dilakukan.Sisa-sisa peluh dan cairan tak senonoh yang kini menjadi bagian dari hidupnya.Ia menyikat gigi kuat-kuat. Membersihkannya dari mulut yang sudah meraup bagian intim wanita dengan serakah. Tanpa terasa bagian gusinya berdarah karena terlalu kuat menyikat. Varsha meludah, menarik napas panjang karena semua bertentangan di dalam personanya.Perangai Varsha kini perlahan-lahan berubah, ia benar-benar seperti nyawa yang hidup dalam raga lain. Tatapan matanya yang dulu penuh kesedihan, kini berubah menjadi tatapan yang tajam dan siap memangsa siapapun di hadapannya.Benaknya teralih pada kenangan masa lalu. Kenangan yang mungkin tidak ingin diingatnya. Masa dimana ia benar-benar berada di titik terlemah.Masa-masa profesinya menjadi sales parfum. Sebenarnya itu bukan profesi rendahan ji
Han berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke halaman belakang rumah besar yang dulunya merupakan milik ayahnya, Tuan Giri. Taman itu, yang dulu dipenuhi dengan bunga-bunga eksotis dan air mancur yang gemericik, kini tampak layu dan tidak terurus. Begitulah kondisinya, sama seperti bisnis keluarga mereka, Suryakancana Group, yang jatuh ke tangan orang lain. Meskipun Varsha adalah sepupunya, akan tetapi tetap saja semuanya terasa menyedihkan karena perusahaan tidak jatuh di tangannya sebagai pewaris utama.Langkah kaki terdengar di belakangnya, lembut namun berwibawa. Han tahu siapa yang datang bahkan tanpa berbalik. Nyonya Keiyona, istri kedua almarhum ayahnya, berjalan masuk dengan anggun. Wanita itu masih tampak mempesona meskipun usianya sudah tidak lagi muda, wajahnya yang selalu tampak tenang kini terlihat lebih serius."Han," panggil Nyonya Keiyona lembut namun tegas, menghentikan Han dari lamunannya.Han berbalik, menatap wanita yang sudah lama dianggap sebagai bagian da
Di sebuah gedung pertemuan megah di tengah kota, para eksekutif dan tokoh-tokoh penting berkumpul dengan penuh antusias. Ruangan itu dipenuhi oleh suara bisik-bisik tentang berita besar yang akan disampaikan hari ini. Di depan mereka, berdiri seorang pria muda dengan tatapan penuh keyakinan, Varsha Suryakancana. Ia adalah pemimpin baru yang akan mengubah wajah bisnis di negeri ini.“Terima kasih atas kehadiran kalian semua,” suara Varsha mengalun tegas di mikrofon. "Hari ini, saya dengan bangga mengumumkan penggabungan antara dua kekuatan besar, Triasono Group dan Suryakancana Group, menjadi satu entitas yang akan kami sebut Suryakancana Group. Dengan ini, kita menjadi salah satu perusahaan terbesar yang membawahi banyak sektor, mulai dari energi, infrastruktur, hingga teknologi.”Suara tepuk tangan menggema di ruangan, tapi di antara tepukan tangan itu, ada juga wajah-wajah yang penuh keterkejutan. Pasalnya, yang ia rebut adalah perusahaan milik sang Paman dan jelas-jelas masih ada k
Han duduk di kursi ruang kerjanya, matanya terpaku pada jendela yang memandang keluar gedung Suryakancana Group. Di luar, langit mendung seolah mencerminkan kekacauan yang sedang ia alami. Perusahaan ini bukan hanya sekadar bisnis baginya, tapi warisan keluarga yang telah dibangun dengan darah, keringat, dan air mata oleh kakek dan ayahnya. Suryakancana Group telah menjadi simbol kejayaan keluarga mereka, sesuatu yang tak ternilai harganya.Namun kini, semuanya perlahan-lahan runtuh. Skandal perselingkuhan, krisis ekonomi perusahaan, dan ketidakmampuan Han mengendalikan situasi telah membuat posisinya semakin terancam. Setiap hari, ia merasakan tekanan yang semakin berat. Divisi-divisi perusahaan mulai kehilangan arah, bahkan beberapa telah melakukan pemutihan karyawan besar-besaran, membuat para pekerja marah dan menggelar demonstrasi di depan kantor pusat.“Han, kita tidak bisa terus seperti ini,” ujar Mona, istrinya, yang tiba-tiba masuk ke ruang kerjanya. Wajahnya yang cantik tamp
Suryakancana Group, yang dulu merupakan salah satu perusahaan terkuat di industri, kini perlahan-lahan runtuh dari dalam. Frans, yang selama ini bergerak di balik layar, dengan hati-hati meluncurkan rencananya. Ia mulai mendekati bawahan-bawahan Han, sang CEO, dengan janji manis dan iming-iming keuntungan. Beberapa di antara mereka, yang telah lama merasa kurang puas dengan kepemimpinan Han, perlahan-lahan mulai beralih kesetiaan mereka kepada Frans.Di ruang rapat utama perusahaan, suasana tegang menggantung di udara. Beberapa eksekutif saling bertukar pandang dengan raut cemas, sementara yang lain berbisik-bisik, membicarakan gosip yang mulai menyebar. Di tengah-tengah kekacauan ini, Han tetap berdiri tegar, meskipun ia tahu ada sesuatu yang salah. Suryakancana mulai kehilangan arah, dan divisi-divisi kunci dalam perusahaan mulai berantakan."Han, kita harus bicara," suara berat Nyonya Keiyona, menggema di ruangan itu. Dia melangkah maju, matanya menatap tajam ke arah Han. "Apa yan
Setelah mengetahui bahwa Archy Prameswari akan menjadi adik iparnya, Varsha merasakan kecemasan yang semakin mendalam. Dia duduk di ruang kerjanya, memandang ke luar jendela dengan pikiran yang berputar tak menentu. Kehadiran Archy di dalam keluarga akan mengubah segala perhitungan yang telah ia buat. Archy bukanlah orang sembarangan—dia adalah pewaris sah Suryakancana Group, dan pernikahannya dengan Reyhan akan semakin memperkuat posisi Archy dalam keluarga. Hal ini membuat Varsha merasa terancam, dan setiap langkah ke depan harus diperhitungkan dengan cermat.Ia harus mendapatkan Archy apapun caranya.Suara lembut namun tegas dari Frans, ajudannya, memecah kesunyian ruangan. "Tuan Varsha," kata Frans, sambil menundukkan kepala sedikit, "Saya rasa kita harus mulai mempertimbangkan langkah-langkah untuk mengamankan posisi Anda."Varsha menoleh, matanya menyipit sedikit. Kira-kira apa yang akan Frans katakan?"Kau pikir aku belum mempertimbangkannya? Archy akan menjadi adik iparku. In
Enam bulan berlalu.Varsha menatap kosong berkas-berkas di hadapannya, tangannya bergetar halus saat merapikan kertas-kertas itu. Suryakancana Group, perusahaan besar yang sekarang berada di bawah kendalinya, terasa semakin jauh dari prediksinya. Dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk menaklukkan dewan direksi, tetapi semua itu terasa sia-sia.Sejak menikahi Syahna, putri pemilik saham terbesar, Varsha berharap posisinya di perusahaan akan lebih kuat. Namun kenyataannya, pernikahannya dengan Syahna tidak membawa pengaruh besar. Han sekarang jauh lebih gemilang dalam mengelola perusahaan dibanding sebelumnya.“Bagaimana mungkin aku bisa menguasai Suryakancana Group kalau setiap langkahku terus-menerus ditolak oleh mereka?" gumam Varsha, mengacak-acak rambutnya frustrasi.Syahna, istrinya, tampak masuk ke dalam ruang kerja dengan langkah tenang. Dia bisa melihat tekanan yang dirasakan suaminya dari tatapannya yang lesu."Varsha, kamu tidak bisa terus-menerus memaksakan kehendakmu. Dewan
"Pernikahan antara Tuan Varsha Suryakancana dengan putri Direktur Rumah Sakit Suryakancana resmi digelar."Pemberitaan media massa telah menyebarkan berita bahagia itu ke seluruh penjuru. Varsha nampak sangat tampan dengan tuxedo hitam serta kemeja putih sebagai dalamannya. Lelaki itu menyambut Syahna di atas altar, meminta gadis itu berjanji supaya mau menemaninya sepanjang hidup. Syahna yang tengah mengandung delapan minggu itu datang kepada Varsha dengan gaun pengantin cantik hingga menambah kecantikan dirinya yang menonjol. Walau Varsha sudah tidak memiliki perasaan terhadap Syahna, akan tetapi ia harus menghormati Syahna sebagai istrinya."Tuan Varsha, selamat atas pernikahan anda!" Seluruh orang bersuka cita dengan acara pernikahan sang penguasa tersebut. Akan tetapi, sudut hati Varsha tetap merasakan kesunyian dan kepedihan yang masih membekas dalam ingatannya. Ada rasa trauma acapkali melihat altar pernikahan, ia selalu teringat peristiwa berdarah di mana ia kehilangan sosok
"Apa kabar Tuan? Sudah lama rasanya saya tidak mengunjungi Tuan. Maaf atas kesombongan saya." Varsha menyesap teh yang disajikan kemudian menaruh kembali cangkir itu di atas meja.Tuan Diran yang duduk di hadapan Varsha itu terlihat pucat. Beliau nampak menghela napas panjang kemudian memandangi Varsha seksama."Ah, kau sangat sibuk. Tidak usah repot dengan pria tua di hadapanmu ini." Tuan Diran tersenyum.Varsha tertawa kecil menanggapi itu semua, ia mendesah pelan kemudian melirik ke arah Reyhan yang juga menghampiri dirinya di ruang tamu."Apa kabar? Lama sekali tidak berjumpa." Reyhan menyalami Varsha dengan senyuman ramah."Ah, kau juga tengah sibuk dengan Rumah Sakit Hewan yang kau kelola bukan? Aku dengar banyak sekali pasien menengah ke atas yang datang ke sana." "Klinik, tidak usah dilebih-lebihkan sebagai Rumah Sakit." Reyhan tertawa kecil. "Kebanyakan orang datang ke Pet Shop. Namun, aku bersyukur orang mempercayakan semuanya pada klinik kami.""Ya, kau sangat apik dalam m
"Pilihlah apa yang kau inginkan, tidak usah bertanya padaku. Karena aku bukan kekasihmu." Varsha mempersilakan Gadis itu mencari sepatunya sendiri.Gadis itu tertegun, entah karena bagi dirinya mahal ataukah memang tidak tahu harus memilih yang mana. Nampak pelayan Toko tersebut menunggu Gadis itu memilih dan Varsha memilih untuk menunggu. Nampak beberapa pengawalnya ada di depan Toko tanpa mengganggu Varsha sama sekali.Varsha menatap Gadis itu dari cermin toko. Gadis tersebut sangat cantik, ia jadi penasaran kira-kira seperti apa pekerjaan yang akan ia lakukan?"Aku hanya butuh sepatu kets biasa, jangan yang mahal, ukuran 40." Gadis itu mendeskripsikan apa yang ia cari."Belilah dua pasang, atau tiga. Manusia tidak bisa hidup dengan satu sepatu saja." Varsha memberi saran."Saya akan membelinya dengan gaji saya nanti, untuk saat ini saya hanya akan mengenakan satu saja." Gadis itu tersenyum. "Mbak yang ini saja."Bahkan sepatu yang dipilih Gadis itu cukup sederhana. Mengapa ia tidak