Hari berganti hari dan waktu terus bergulir, dan malam itu tepat dua pekan ketidak hadiran CEO Zain Abraham di sisi Kinanti. Seperti biasanya Kinanti dan para pekerja lainnya, mulai bersiap untuk bekerja. Meski sebenarnya bagi Kinanti hari-hari yang dijalaninya tanpa kehadiran CEO Zain Abraham di klub tersebut, terasa hampa.
Setiap kali ia menoleh ke arah pintu dan berharap wajah sang kekasih lah yang muncul di sana. Tapi sayangnya tidak begitu, gadis itu kembali kecewa karena bukan Zain yang datang.
"Sudah jangan manyun gitu wajahnya, Kin. Semangat dong, masa iya kekasih CEO Zain Abraham wajahnya ditekuk begitu." goda Lala, menepuk pundak Kinanti yang berdiri mematung, menatap arah pintu.
"Eh, Kak Lala ngagetin saja," jawab Kinanti tersipu. Kemudian kembali berjalan ke arah meja bartender. Di mana tamu pertama baru saja memasuki Klub malam tersebut.
Satu per satu pengunjung mulai berdatangan. Suara jedak jeduk alunan musik DJ terdengar kencan
"Brukk....!"Sebuah tinju dari dua orang pria tiba-tiba menghampiri wajah Danil dan Mikal secara terpisah. Saat kedua pria ini baru turun dari mobil yang ditumpanginya. Sementara tubuh lemah Kinanti akibat pengaruh obat bius, masih tergolek di bangku belakang mobil Danil."Dasar, Bajingan!""Berani-beraninya kalian mengusik dan menyentuh wanitaku. Di saat aku tidak ada."Zain mengumpat sembari terus melayangkan tinju ke wajah Danil. Sementara Alex memberi andil pada Mikal juga memukulinya hingga babak belur."Milikmu? Ha ha ha ha....""Tuan, Zain yang terhormat. Tolong Anda catat baik-baik! Seliruh wanita yang bekerja di tempat itu, semuanya adalah sampah!"Ujar Danil yang mulai terhuyung karena menahan sakit di perutnya. Akibat tinju yang Zain berikan. Dan menatap CEO Zain dengan tatapan nanar."Brukk..., Brukk...., Brukk....!"Mendengar ucapan Danil, pria yang pernah memberinya luka di punggung beberapa waktu lalu. Emo
Flashback on....Setelah hampir dua pekan di London. Kerinduan Zain untuk sang kekasih sudah tak bisa lagi dibendung. Tanpa berpamit lagi, karena merasa seluruh tugasnya di sana sudah selesai. Maka siang itu juga Zain melakukan penerbangan dengan jet pribadinya, kembali ke tanah air. Orang pertama yang ingin dilihatnya adalah wajah sang kekasih."Honey, aku kembali," batin Zain, tersenyum sendiri seraya menatap layar ponselnya yang terpampang wajah dirinya dan Kinanti saat foto bersama di pulau 'Kaledupa."Pastikan kita tiba di sana malam hari. Aku ingin memberi kejutan kepada kekasihku."Perintah Zain kepada Co-pilot yang sedang membawa jet pribadi miliknya."Pasti Nona Kinanti akan senang sekali, Tuan," sahut Co-pilot yang tengah fokus dengan pandangannya ke depan."Entah, sengaja dua pekan ini aku tidak memberinya kabar, bahkan kepulangan ku ini."Lama keduanya berbincang di atas ketinggian awan. Dan setelah menem
Setelah berhasil membuat kedua pria yang telah berani membawa Kinanti pergi dari tempatnya bekerja. Kini, Zain menghampiri mobil Danil. Di mana Kinanti tergolek lemah di sana. Akibat obat bius yang diberikan oleh Danil."Honey, bangun, Honey!"Zain terlihat cemas dengan keadaan sang kekasih, malam itu. Berkali-kali iaenepik pipi Kinanti. Berharap segera sadar. Sementara Alex juga menghampiri majikannya, seusai menggebuki Mikal."Apa sebaiknya kita bawa Nona ke rumah sakit, Tua" tanya Alex yang terlihat khawatir."Tidak usah, cepat nyalakan mobil. Aku akan membawanya pulang. Biar aku yang merawat nya."Balas Zain, seraya membopong tubuh kekasihnya menuju mobil yang sudah dinyalakan oleh Alex. Dan Zain menidurkan tubuh Kinanti di jok belakang, tepat di sampingnya, ia duduk.Alex mengemudikan mobil sport warna biru itu menuju mansion sang Chairman. Jalanan malam itu mulai diguyur oleh rintik gerimis yang membasahi bu
Sesampainya di dalam kamar, Zain meminta kepada pelayan untuk membawakan makan malam. Sambil menunggu makan malam yang dipesannya datang, Zain terus menatap dan mengusap wajah Kinanti dengan perasaan sedih. "Aku harus membuat perhitungan dengan mereka. Tidak akan kubiarkan mereka tertawa dengan bebas, Honey. Itu janjiku." Batin Zain yang masih dengan setia duduk di samping Kinanti. Tangan Zain kini beralih menggenggam tangan kekasihnya yang masih terbaring tersebut. Dan tak lama kemudian si pemilik tangan itu pun mulai tersadar. Perlahan Kinanti mulai membuka mata, mengedarkan pandangan pada langit-langit kamar dan dinding bercat abu-abu. Kini pandangannya beralih pada sosok pria yang duduk di sampingnya. "Sayang!" Ujar Kinanti lirih, tangannya memegang pergelangan tangan Zain. Seketika membuat wajah Zain berubah gembira. "Honey!" Kini Zain menghadiahi kening wanita yang baru tersadar dari pingsannya karena pengaruh obat dengan k
Tubuh Alan masih terlihat gemetar, bahkan wajahnya kini berubah pias. Keringat dingin juga mulai bercucuran. Berkali-kali pria ini mengambil tisu yang ada di atas mejanya untuk mengusap wajahnya yang penuh dengan keringat.Sembari mendengarkan cibiran-cibiran pedas dari pria di depannya. Alan berusaha menghidupkan layar komputer yang ada di atas mejanya. Kemudian mulai menyambungkan dengan saluran dari kamera CCTV. Dengan seksama Alan melihat semua kejadian beberapa waktu lalu yang terjadi di klub. Saat ia tidak ada.Sungguh kaget yang tak bisa diungkap lagi bagi Alan saat itu. Kedua netranya menyaksikan bagaimana detik-detik kedatangan kedua pria yang akhir-akhir ini berusaha mencari masalah dengan kekasih CEO Zain tersebut. Dimana salah satunya tampak sedang membekap mulut Kinanti dengan sebuah sapu tangan yang sepertinya sudah diberi cairan obat bius. Karena terlihat jelas Kinanti saat itu langsung pingsan dalam pelukan Danil."Apa? Tuan Danil?"
Pagi itu Zain terlebih dulu bangun sebelum sang kekasih terjaga. Pria ini menemui pelayan rumahnya yang kebetulan sudah berjibaku di dapur."Eh, Tuan muda, selamat pagi, Tuan!"Sapa seorang wanita paruh baya yang tengah memotong sayuran sembari menoleh ke arah Zain yang berdiri di depan pintu dapur."Tolong Bibi jaga Kinanti, selama Saya pergi nanti. Layani semua kebutuhan dia, jangan biarkan dia melakukan pekerjaan rumah apa pun. Jika Mama memaksa dia melakukan pekerjaan rumah, tolong Bibi segera hubungi Saya."Titah tuan muda putra sang Chairman tersebut. Yang dibalas anggukan dan jawaban iya oleh sang pelayan. Kemudian Zain pun kembali ke kamar. Tanpa sengaja Retno yang hendak keluar dari kamar melihatnya, kemudian masuk kembali sembari mengintip dari balik pintu."Sedang apa Zain pagi-pagi pergi ke dapur. Pasti gara-gara wanita malam itu, sehingga dia harus melayaninya. Dasar, wanita murahan, mau sampai kapan dia menjadikan putra ku bonekanya!"
Di dalam kamar yang bercat nuansa abu, sepasang kekasih tengah menikmati sarapan pagi bersama dengan begitu bahagia. Yang sesekali diiringi oleh canda tawa serta kekehan manja dari bibir Kinanti. Bahkan suara tawanya terdengar hingga kamar Retno yang ada di lantai bawah. Dan hal itu semakin membuat istri dari sang Chairman tersulut emosi nya hingga meletup-letup. Seolah ingin menendang Kinanti sejauh mungkin dari kediamannya saat itu juga."Puaskan saja tawamu wanita malam kampungan, aku akan membuatmu menyesal telah berani mencintai putraku." Gerutu Retno dengan wajah yang kian dipenuhi oleh amarah yang sudah membuncah, karena kesal."Honey, aku pergi dulu ya! Baik-baik dan ingat, patuh, jangan keluar kamar. Jika butuh sesuatu telepon saja Bibi dari telepon itu." Ujar Zain sebelum berangkat bekerja, sembari tangannya menunjuk pada telepon yang ada di atas laci kamarnya.Kinanti mengantar kepergian Zain sampai di depan pintu kamar. Dengan santainya tanpa menghir
Pagi itu Retno berhasil menyiksa Kinanti. Memberinya segudang pekerjaan yang lebih dari yang biasa sang pelayan kerjakan. Bahkan setiap apa yang dikerjakan oleh Kinanti seolah selalu salah di mata Retno. Dan menyuruhnya untuk terus mengulang pekerjaan tersebut. Bahkan pelayan yang sudah diwanti-wanti oleh Zain, tidak berani berkutik untuk melakukan pembelaan."Apa ini, masih kotor begini. Cepat cuci lagi pakai tangan kamu, jangan pakai mesin cuci. Itu baju mahal, seumur hidup kamu bekerja tidak akan mampu untuk membelinya!" Cibir Retno terus mencari kesalahan gadis tersebut. Yang terlihat sudah kelelahan, dan berkali-kali mengusap keringat yang mengucur di keningnya."Iya, baik, Nyonya. Akan Saya cuci kembali!" Sahut Kinanti lirih, mengulang mencuci lagi. Dan tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Gadis itu masih berkutat pada tumpukan baju yang harus ia cuci secara manual."Maaf kan Bibi, Non, tidak bisa membantu," bisik sang pelayan yang men
"Apa kah benar itu suara Honey ku?" Zain yang masih mengekor dari belakang, semakin penasaran akan sumber suara tersebut. Dan semakin mempercepat langkah mendekati, namun tiba-tiba lengannya ditarik oleh sebuah tangan. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini kawan? Ayo kita kembali ke meja!" Cegah Andika. Saat sahabat nya mengejar ibu dan anak yang ternyata sudah dokter Andika ketahui siapa dia sebenarnya, maka ia segera menyusul mengejar Zain Abraham. Tak ingin terjadi keributan di sana, ditambah wanita itu tidak datang sendirian melainkan bersama kekasihnya. Dengan langkah gontai dan wajah prustasi, Zain Abraham pun kembali ke meja mengikuti saran sahabat nya. "Aku seperti tidak asing dengan suara wanita itu, dan lagi aku pernah berjumpa anak tampan itu. Makanya aku mengejar dia," Terang Zain Abraham saat berjalan beriringan menuju meja semula. "Zain tolong jaga sikap mu, kita di sini adalah tamu. Jangan buat keributan, lag
"Sayang, kenapa kamu tidak marah atau memaki aku barusan? Apa itu artinya aku benar-benar sudah diterima?" Tanya Hasnan saat memasuki ruangan kerjanya masih bergandengan dengan Kinanti."Entahlah, aku sendiri tidak mengerti akan perasaanku saat ini, bersediakah kamu memberiku waktu untuk itu?"Kinanti duduk di sofa berdampingan dengan Hasnan. Meski Kinanti telah memberi lampu hijau kepada dirinya, namun pria itu masih tetap menghormati dan tidak berbuat lebih. Hanya sebatas ciuman di pipi atau kening. Hasnan tidak ingin merusak wanita yang dicintainya hanya untuk napsu sesaat saja."Apa kamu menangis barusan karena mendengar kabar dari dia?" Hasnan menggenggam tangan Kinanti dan mengecupnya. Wanita itu pun mengangguk."Sejauh apa kamu bersembunyi jika Tuhan telah berkehendak mempertemukan kalian, tidak akan bisa kamu untuk menghindarinya. Karena Tuhan lebih tahu akan rencananya. Apa pun yang terjadi nanti, nikmati dan jalani saja apa kata hati mu. S
"Siapa mereka?" Tanya Alex saat Lala duduk di sampingnya."Mereka adalah anak-anak yang memiliki nasib kurang beruntung. Aku hanya sesekali saja tiap ada rejeki lebih mengunjungi mereka," jawab Lala seraya memasang sabuk pengaman."Ternyata di balik penampilan mu yang sedikit galak menyebalkan dan bar bar, tersimpan sisi lain yang luar biasa," puji Alex.Mobil kembali melaju menyusuri jalanan ibu kota dan saat gadis itu meminta pria di sampingnya untuk mengantar ke sebuah apartemen yang ternyata juga satu kawasan dengan tempat tinggalnya, Alex terperanjat kaget saat mobil berhenti."Mau apa lagi kamu ke sini? Apa mau ke ruang teman?" Tanya Alex. Dibalas gelengan kepala serta senyum oleh Lala."Lantas, mau apa kamu ke sini?" Alex memperjelas rasa penasarannya.Lala tidak menjawab melainkan membuka sabuk pengaman dan keluar dari mobil, masih menyisakan pertanyaan dari Alex."Ini tempat tinggal baruku," jawab Lala membungkuk di tepi kaca
"Kamu!" Dua insan yang tiap bertemu tidak pernah akur, malam itu keduanya sama-sama dibuat kaget oleh keadaan.Rupanya klien yang Zain maksud adalah Lala, wanita yang pernah menyelamatkan dirinya dari godaan wanita malam saat dirinya tiap kali mabuk berat hampir tiap malam di Klub tempatnya bekerja bersama Kinanti."Kenapa kamu yang datang? Tuan Zain bilang aku harus menggantikan beliau meeting dengan klien di sini. Lalu kenapa kamu yang muncul?" Tanya Lala masih tidak percaya."Oh jadi kamu orangnya, yang Tuan Zain bilang seorang klien yang sudah dianggap seperti adiknya sendiri. Memang sejak kapan kamu jadi penjilat kepada tuan Zain?" Sindir Alex dengan ketus.Lala mulai naik pitam dituduh sebagai penjilat oleh Alex. Dan gadis yang tengah duduk itu segera berdiri, "Tolong anda dengar baik-baik! Meski saya seorang gadis miskin rendahan, tapi saya masih punya harga diri. Jika saya mau menjadi penjilat itu sudah saya lakukan jauh saat atasan an
"Bagaimana misal saat ini dia telah bersama pria lain dan melupakan mu?"Zain terhenyak seketika mendengar ucapan sahabatnya. Kedua matanya pun membola."Aku percaya Honey ku tidak akan melakukan hal itu. Dia tahu benar aku sangat mencintainya," tandas Zain Abraham."Ayolah kawan, kamu bukan lah orang dari jaman kuno yang berpikiran kolot. Ini tuh realita, real! Tidak ada yang tidak mungkin, secara kalian tidak bertemu lima tahun, apa lagi seperti yang kamu bilang tadi orang tua kamu turut andil di balik peristiwa yang menimpanya. Sangat besar kemungkinan dia dendam kepada kalian!"Dokter Andika berusaha menyadarkan sahabatnya untuk sadar dari mimpinya."Tidak! Aku yakin Honey ku masih orang yang sama. Sangat mencintaiku dan tidak akan mengkhianati ku. Aku di sini juga masih setia terhadap nya," sahut Zain Abraham tidak terima."Oke, semoga saja apa yang kamu pikirkan benar. Semoga keyakinan mu juga tidak salah!"Sebenarnya dokter And
"Menangis? Apa yang sedang ia pikirkan? Pasti dia benar-benar dalam tekanan," batin Hasnan.Hasnan kemudian duduk di tepi ranjang Kinanti bersama Brizam. Menunggui Kinanti sambil mengusap keringat yang mulai bercucuran setelah demamnya turun. Pengasuh Brizam berpamit ke dapur untuk memasak.Benar seperti yang telah dituturkan oleh pengasuh Brizam. Dalam tidurnya Kinanti mengeluarkan air mata. Hal itu semakin membuat Hasnan khawatir untuk beranjak pulang, sebelum wanita itu kembali membaik."Uncle, Mommy kenapa?" Tanya Brizam mendongakkan wajahnya pada Hasnan yang sedang memangku bocah tersebut."Mommy sedang sakit sayang. Coba sekarang Brizam cium Mommy supaya Mom cepat sembuh!"Dengan patuhnya bocah kecil yang sedang dipangku Hasnan, mendekati Kinanti dan mencium kening wanita tersebut. Hampir setengah jam keduanya menunggui dan setelah demam benar-benar turun barulah Kinanti bangun."Sudah lama kah kamu di sini?" Tanya Kinanti beranj
"Yaa Allah kepalaku kenapa berat sekali!" Keluh Kinanti memijat pelipisnya.Wanita yang datang ke kantor terlambat itu sepertinya sedang kurang enak badan karena semalaman begadang dan terlalu lama berpikir. Setelah Kinanti masuk ruang kerjanya, Hasnan menyusul untuk melihat keadaan wanita tersebut."Kamu demam?"Hasnan menempelkan telapak tangannya di kening Kinanti. Wanita yang tampak lesu itu tidak menjawab, hanya menidurkan kepalanya di meja. Sedang matanya telah terpejam."Benar-benar memang dia. Keras kepala! Sudah tahu sedang tidak enak badan masih saja memaksa kerja!" Gumam Hasnan menggerutu menyelimutkan jas yang ia kenakan di tubuh Kinanti.Cemas takut terjadi sesuatu, maka Hasnan menelepon dokter pribadinya."Selamat pagi dokter, tolong datang ke kantor sekarang juga. Sekertaris saya sepertinya sedang demam," ucap Hasnan saat berbincang dengan dokter pribadinya di telepon. Tak lama berselang dokter pun datang dan masuk ke ruan
Selepas mengakui semua kepada Zain Abraham di taman rumah sakit, Alex mengantar Chairman Yazid pulang ke mansion. Gantian Zain yang menjaga mamanya. Untuk menghilangkan rasa suntuk sang CEO, selepas mengantar Chairman pulang, Alex sengaja menjemput Irfan di kantor agar ikut menginap di rumah sakit. Beberapa makanan ringan serta minuman pengahangat pun dibeli oleh Alex."Selamat malam, Kak!"Sapa Irfan menyalami Zain saat baru saja tiba di ruang tunggu. Sebuah ruangan yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk keluarga pasien kelas VVIP."Eh kamu, Fan. Malam juga!" Balas Zain."Kalian yakin mau menginap di sini?"Tanya Zain saat melihat kedua pria yang baru datang membawa dua kresek berisi makanan, sedang Irfan membawa sebuah kasur lipat beserta bantal."Iya Kak, kita mau menginap di sini. Nih Kak Zain lihat saja Tuan Alex membeli camilan untuk teman begadang kita, iya kan Tuan?"Jawab Irfan tersenyum ke arah Alex.Tawa kecil pu
"Halo, Assalamualaikum, Nak!"Sapa seorang wanita paruh baya dari balik benda pipih. Rupanya sedang menelepon putri sulungnya yang baru saja menidurkan putranya, Abrizam."Waalaikumussalam, iya, Bu. Ada apa?" Sahut Kinanti."Begini, Nak. Sebelumnya Ibu minta maaf ya, sudah ingkar akan janji ibu sama kamu," tutur Bu Asri sedikit ketakutan."Kenapa harus minta maaf, Bu. Janji apa yang Ibu maksud?" Timpal Kinanti.Bu Asri mulai bercerita kejadian tadi siang saat Zain Abraham beserta Irfan dan Alex kembali mengunjungi kediamannya. Kedatangan mereka dikarenakan telepon Irfan yang tanpa sengaja didengar oleh Zain.Kinanti tidak bisa menyalahkan siapa pun atas kejadian itu. Mungkin memang Tuhan sudah menghendaki dia untuk bertemu dengan Zain Abraham. Entah kapan itu yang jelas, jika Allah sudah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin bagi kita."Oh masalah itu Bu. Ya sudah nggak papa, Bu. In Shaa Allah Kinanti sudah siap menghadapi ma