*"Ada apa kau sering sekali memantau ponselmu?" tanya Rika yang bangkunya tepat berada di sampingmu meja kerjaku. Ada sekat antara meja kerja aku dan meja kerjanya tapi secara umum aku dan dia bisa saling melihat kegiatan masing-masing. "Aku memantau keadaan anakku di rumah.""Jadi kau sudah pasang CCTV?" tanyanya sambil menggeser kursi kerja yang beroda itu."Ya, aku memasangnya di beberapa titik.""Uhm, oh ya, Kenapa kau kemarin pulang dengan terburu-buru?""Tidak ada, kupikir pembantuku lupa mematikan kompornya karena dia naik ke lantai 2 bersama anakku, ternyata aman saja," jawabku yang enggan menceritakan sesuatu tentang pil tidur. Aku malas membahasnya karena itu akan membangkitkan rasa sakit di dalam hatiku. "Apa kecurigaanmu tentang gadis yang bekerja di rumahmu sudah terbukti.""Belum, aku akan selalu memantaunya.'"Aku berharap bahwa dugaan-dugaan itu hanya prasangka yang salah. Aku berdoa semoga kau dan suamimu selalu langgeng dan bahagia serta tidak diguncang prahara a
Lama dua sejoli itu saling memeluk, lama pula aku memperhatikan adegan itu tanpa berkedip sedikit pun hingga tak kusadari ternyata Rika juga ikut menyaksikannya di belakangku."Jadi itu yang kau lihat," desisnya pelan."Iya." Aku mengarahkan ponselku ke arah lain, Apa yang dilihat oleh sahabatku itu benar-benar tidak pantas disaksikan. Citra suamiku yang begitu terhormat di kantor membuat siapapun pasti tidak akan percaya kalau dia tega punya hubungan dengan seorang pembantu."Aku ga salah lihat kan?" tanyanya sekali lagi."Aku meminta dan mohon padamu agar kau merahasiakannya sampai aku benar-benar menyelesaikannya dengan suamiku.""Tentu saja, Ini adalah aib besar yang tidak perlu diketahui siapapun," bisiknya sambil menatap diriku dengan penuh keprihatinan. Di ponselku, suamiku nampak berci***n dengan Fani, mereka saling memag**t dengan ganas, suamiku menyentuh kepala gadis itu sementara Fani melingkarkan tangannya ke pinggang suamiku. Di latar belakang, aku mendengar suara Erwi
"Bagaimana kabar Ibu, apa semuanya lancar?" tanyanya dengan pertanyaan yang selalu dia tanyakan setiap hari. Terdengar seperti sebuah perhatian tapi ternyata dia hanya pura-pura baik.Aku hanya tersenyum tipis sambil beranjak melewatinya dan masuk ke dalam rumah. Kusapu pandanganku kepada rumah yang sudah dibersihkan dengan detail, aroma wangi dari pengharum ruangan menguar ke penciuman. Anak-anak yang sedang nonton TV langsung bangun dan menghambur ke arahku lalu memelukku."Mama, kita mau makan ayam goreng," ujar Davin."Iya Sayang boleh nanti mama pesankan untuk kamu.""Yeaay, terima kasih Ma," balasnya. "Aku sudah mengerjakan semua tugas yang Ibu perintah tadi pagi," ujar wanita itu sambil meletakkan tas kerja Suamiku di meja konsol."Terima kasih," balasku."Saya juga sudah masak dan makanannya masih panas, sebaiknya ibu segera makan."Biasanya aku akan langsung tertawa gembira dan memuji serta berterima kasih, tapi, kali ini aku hanya diam saja. Aku berjalan dengan lesu ke ar
Aku dan anak-anakku makan di meja makan setelah pesanan ayam goreng kami datang, kusingkirkan masakan wanita itu dan meletakkannya di dekat wastafel. Aku dan segala kejengkelan hatiku, duduk sambil menyuapi Davin dan Erwin. Kami makan dengan sementara suamiku duduk menikmati tontonannya di ruang tv."Menurutku masakan rumahan lebih enak dibandingkan dengan ayam goreng yang sedang kalian makan," ujar suamiku yang sekali lagi ... Ah, dia mulai memancingku. "Tapi ini enak Pa," ujar Davin."Enak, pa, adek cuka," ujar si Dedek berceloteh yang membuat ayahnya tertawa."Tapi, masakan Mbak Fanni juga enak Dek," ujar suamiku yang terus mengulang-ulang perkataan itu seolah-olah dia ingin memperdengarkan pujian tersiratnya itu kepada wanita yang sedang sibuk menyetrika di ruang laundry.Wanita muda itu sesekali menoleh pada suamiku dan menyiratkan sebuah senyum yang dikulum, pria itu juga menatapnya dan pura-pura memasang ekspresi datar demi menghargai perasaanku padahal sebenarnya aku sudah
Kalimatku yang mencetuskan kemarahan suami, semata-mata bukan karena aku sengaja, tapi itu adalah ungkapan emosi yang terdalam serta kekecewaan yang membuncah di hatiku.Aku ingin sekali melempar bukti ke wajahnya menamparnya dengan video-video yang sudah kurekam dari kamera CCTV. Tapi, entah kenapa, aku masih memberi mereka kesempatan untuk menghentikan semua perbuatan buruk itu.Sepertinya aku tahu bahwa perbuatan mereka tidak akan berhenti kecuali aku yang menghentikannya, mengulur waktu sama dengan menyakiti diriku sendiri dan apa yang akan ku saksikan berikutnya pasti akan lebih menyakitkan dari yang sebelum-sebelumnya. Mengulur waktu akan membuat mereka leluasa tetapi memisahkan mereka juga akan lebih membawa petaka, suatu saat suamiku akan merindukan wanita itu lalu nekat meninggalkan keluarganya demi bisa menikahi Fani.Kalau ditelaah lebih jauh ... ini ini bukan lagi tentang diriku dan perasaanku tapi ada masa depan dan perasaan anak-anak yang dikorbankan. Betapa menyakitkan
Aku menangis melihat adegan yang luar biasa mengerikan itu, mengerikan dan menjijikan menurutku karena aku tidak pernah membayangkan itu akan terjadi sebelumnya. Aku menangis dengan tangan gemetar berusaha merendahkan gejolak dan deguban jantungku yang berdetak cepat. Aku berusaha mengatur nafasku yang tersengal, sembari berpikir apa yang harus kulakukan.Jika aku pergi mengetuk pintu kamar itu dan memarahi mereka berdua mungkin dua sejoli itu akan berusaha membela diri atau bagian terburuknya mereka akan membunuhku. Mungkin aku harus bermain lebih cerdik lagi dan memberi suamiku pelajaran yang tidak akan bisa dia lupakan.Tanpa banyak berpikir lagi aku langsung menghubungi keluarga mertuaku, minta beliau untuk datang secepatnya karena aku bilang kalau suamiku sedang sakit dan kejang-kejang. Ibu mertua yang sangat menyayangi suamiku sebagai anak lelaki satu-satunya, segera panik dan bilang akan meluncur secepatnya.Lalu dengan langkah perlahan aku keluar dari pintu samping, pelan-pel
Di momen para tetangga menyusul naik ke lantai 2 karena merasa khawatir dengan teriakan mertua tadi, di momen itu pula, aib keluargaku langsung terbongkar. Orang-orang langsung paham begitu melihat wajah suamiku yang lebam dipukuli ayah mertua, sementara Gadis itu keluar dari kamar mandi dengan pakaian seadanya, hanya dibalut handuk.Ya Tuhan, jangankan dia pelakunya, aku yang bukan pelaku saja merasa sangat malu. Rahasia suamiku yang selama ini tersimpan dengan rapi dibalik perilaku yang santun dan ramah pada masyarakat ternyata adalah sosok yang mesum, tindakannya sudah sangat mempermalukan kami semua."Ada apa ini?" tanya seorang tetangga."Kami mendapati Mas Fahri sedang asyik masyhuk dalam kamar pembantunya, Mas!" Jawab Pak RT pada tetanggaku."Lho kok bisa?" Mereka semua melongo, terperanjat tidak percaya."Istrinya memasang kamera CCTV dan memantau mereka!" Suamiku terbelalak dan menatap diri ini dengan tatapan tidak percaya, sementara aku hanya membalas tatapan itu dengan e
"Ada apa ini?" Tanya seorang ustadz yang dipanggil oleh warga dia nampak terkejut melihat Fani yang biasanya berjilbab ini berderai air mata dan penuh luka di wajahnya. Beliau juga tak kalah terkejut saat melihat suamiku yang biasanya tampil rapi dan meyakinkan, tiba-tiba hanya pakai celana pendek tanpa atasan."Ada apa ini?""Ini Pak Ustad, tukang Zina.""Astaghfirullahaladzim. Tolong berikan mereka pakaian. Menelanjangi mereka seperti ini sama juga dengan menelanjangi diri kita sendiri. Bagaimanapun, mereka juga warga kamplek sini, jadi kita harus sedikit bijak dan tenang," ucap ustadz yang berusaha menanggapi itu dengan bijaksana. "Bagaimana bisa tenang kalau perbuatan mereka meresahkan!" Jawab seorang Bapak."Iya Pak saya paham, ini jelas-jelas saja adalah perbuatan yang memalukan. Makanya, agar tidak lebih memalukan lagi dan membuat kita semakin berdosa Tolong berikan dua orang ini pakaian yang pantas agar kita tidak melihat aurat mereka!""Iya Pak," jawab mereka. Tak lama ib
Di dunia ini hukum alam selalu berjalan, ada pertemuan dan perpisahan, ada pernikahan dan penyatuan lalu ada kematian yang memisahkan atau perpisahan dengan cerai hidup. Dinamika kehidupan terus berputar dan berulang-ulang seperti pola alam yang teratur. Sebagai wanita yang normal, seorang wanita dewasa yang punya dua anak, aku sadar betul bahwa aku tidak bisa hidup sendirian terus-menerus. Mungkin aku butuh pendamping dan teman untuk menemani di saat sakit dan sedih atau jadi penghibur kesepianku di hari tua nanti. Kuputuskan untuk menerima lamaran, bukan karena aji mumpung atau ingin pamer pada mantan suamiku kalau aku juga bisa menikah, ini sebagai bentuk realistisnya diri ini pada kenyataan hidup. Lagipula ada pria baik baik yang mau meminang diri ini, mau menyayangi dan melindungi anak-anak serta bertanggung jawab, maka aku tak akan menolak jodoh pemberian Tuhan.**"Cantik sekali anak Ibu," ucap ibu saat beliau mendekat ke arah kaca rias dan memandang pantulan diri ini y
Di dunia ini hukum alam selalu berjalan, ada pertemuan dan perpisahan, ada pernikahan dan penyatuan lalu ada kematian yang memisahkan atau perpisahan dengan cerai hidup. Dinamika kehidupan terus berputar dan berulang-ulang seperti pola alam yang teratur. Sebagai wanita yang normal, seorang wanita dewasa yang punya dua anak, aku sadar betul bahwa aku tidak bisa hidup sendirian terus-menerus. Mungkin aku butuh pendamping dan teman untuk menemani di saat sakit dan sedih atau jadi penghibur kesepianku di hari tua nanti. Kuputuskan untuk menerima lamaran, bukan karena aji mumpung atau ingin pamer pada mantan suamiku kalau aku juga bisa menikah, ini sebagai bentuk realistisnya diri ini pada kenyataan hidup. Lagipula ada pria baik baik yang mau meminang diri ini, mau menyayangi dan melindungi anak-anak serta bertanggung jawab, maka aku tak akan menolak jodoh pemberian Tuhan.**"Cantik sekali anak Ibu," ucap ibu saat beliau mendekat ke arah kaca rias dan memandang pantulan diri ini y
Tiga hari sebelum aku menuju jenjang pernikahan. Tiba-tiba ada tamu yang tak diharapkan kedatangannya berdiri di hadapan pintu rumah. Saat itu aku dan beberapa teman sedang mengemasi souvenir.Rencananya pernikahan hanya akan dilangsungkan di lingkungan keluarga dan para sahabat terdekat saja jadi aku tidak akan mengadakan pesta besar, namun, menyediakan souvenir kenang-kenangan adalah hal yang ingin kulakukan untuk mengesankan para tamu undangan. Wanita itu dan suaminya tertegun melihat 4 orang temanku sedang sibuk meletakkan gelas kaca cantik ke dalam kotak souvenir. Dia berdiri dan tertegun di sana. Sedih Sudah lama tak bertemu membuatku seolah tidak mengenal gadis itu, sudah banyak perubahan di wajahnya tubuhnya berubah jadi kurus wajahnya pucat dan cekungan bola matanya menunjukkan kalau dia memang sedang sakit."Assalamualaikum." Wanita itu berucap dengan suara pelan, lirih nyaris tidak terdengar."Walaikum salam." Aku juga berdiri dan terpaku, bingung bagaimana harus memper
"Penting menegaskan pada mantan suamimu agar dia berhenti mendatangi kalian," ujar Mas Seno di mobil."Ya, Kami sudah sepakat untuk tidak bertemu lagi tapi dia datang untuk pinjam uang.""Lantas saat kau tidak mampu membantunya Kenapa lelaki itu malah murka dan berusaha menyakitimu?""Entahlah, mungkin cemburu Mas," balasku."Cemburu seakan kau tidak pantas berbahagia dan berteman dengan orang lain, begitukah?""Ya, bisa jadi.""Tapi bukankah dia sudah punya istri dan konom istrinya hamil?""Ah, dia keguguran, masuk rumah sakit dan minta bantuan biaya 2 juta dariku. Dia merasa berhak minta karena aku mewarisi sebagian besar harta gono gini.""Tapi pembagian itu bukankah adalah hak kalian dan anak-anak?""Mungkin dia merasa masih berhak memintanya.""Astaga sungguh tidak punya perasaan.""Ah, entahlah Mas.""Sepertinya kau harus pindah ke tempat di mana dia tidak menemukanmu.""Dia pasti akan menyusuri tempat tinggalku karena merasa bisa bertemu dengan anak-anak.""Kalau begitu kembali
Dua hari berikutnya sangat krusial, kudengar kabar keadaan bahwa Fanny kehilangan kesadaran, dia drop di rumah sakit karena pendarahan yang parah, menderita, kesakitan, menangis, depresi dan terguncang. Kudengar kabar itu dari salah satu temanku yang berprofesi sebagai petugas kesehatan.Dia tahu tentang peristiwa yang menimpa kehidupanku dan bagaimana wanita itu merebut suamiku, jadi dia berdiri di pihak diri ini untuk selalu memberiku kabar-kabar terbaru tentang perkembangan yang terjadi.(Dia drop, dia dirawat di ruang intensif.)(Bagaimana dengan Fahri?)(Tentu saja lelaki itu kebingungan dengan biaya... tidak lagi memiliki asuransi kesehatan, membuat lelaki itu harus membayar biaya rumah sakit dengan tarif umum. Kau tahu kan, wanita pasca abortus, dia harus mengalami operasi pembersihan dan biayanya cukup mahal belum lagi biaya rawat inap dan obat-obatan.)(Astaga....)(Aku yakin ibu mertuamu yang mantan seorang dokter harus repot menggelontorkan dana yang lebih besar, dia juga
Demi kebaikan segalanya aku memutuskan untuk mengambil keputusan dan menyuruh anak-anak untuk menegaskan keputusan mereka agar Mas Fahri tidak lagi datang dan mengganggu ketentraman hidup kami.Sore itu kuantar mereka bertemu dengan papanya di rumah neneknya, kebetulan neneknya sedang keluar ke pengajian jadi hanya ada dia di sana.Melihat kami berdiri di ambang pintu gerbang lelaki itu terlonjak bahagia. Dia berlari dan hendak menyambut kami dengan penuh sukacita tapi melihat ekspresiku dan anak-anak yang datar-datar saja lelaki itu langsung menghilangkan senyum di wajahnya."Aku sudah menunggu kalian dari pagi.""Mana istrimu? Kudengar dia hamil.""Dia di rumah.""Oh, baguslah, berarti kita bisa bicara dengan leluasa saat ini.""Apa maksudmu?"Lelaki mulai terlihat khawatir dan menelan ludah."Anak anak...." Aku memberi isyarat pada anak-anak untuk bicara secara langsung pada ayah mereka. "Papa, kami tidak ingin papa mengganggu kami lagi, kami tidak ingin papa datang tanpa member
Pukul empat sore, Mereka semua pamit dari rumahku setelah menyalami dan mereka mengucapkan terima kasih atas hidangan dan keramahan tuan rumah, aku mengantarkan mereka ke mobil."Terima kasih atas makanannya ya masakanmu benar-benar enak ucap Rika sambil merangkul dan menepuk bahu kanan ini."Sering sering main ya, agar aku tidak terlalu merasa kesepian.""Eh, sekarang kan ada Seno, Jadi kalian bisa share waktu dan hari Minggu kalian berdua.""Betul itu," jawab Mas Seno sambil berkedip padaku, entah kenapa dia tiba-tiba begitu berani dan gamblang menunjukkan godaannya.Mungkin karena tadi kami sudah bicara panjang lebar tentang keinginan dan harapan masing-masing, jadi pria itu mulai merasa akrab denganku. "Aku harap kalian cocok berteman," ucap suami Rika."Iya, Mas, makasih udah dikenalin.""Mudah mudahan berjodoh," lanjutnya sambil masuk ke mobil."Apa hanya mereka yang diantarkan mobilnya dan aku tidak?" tanya pria berjas abu abu itu. Aku tergelak dan mengarahkan tangan ke mobil
"Mari masuk, Saya sudah menunggu sejak tadi dan telah menyiapkan hidangan kecil-kecilan di meja makan," ujarku memecah kecandungan diantara kami dan tatapan mata lelaki bernama Seno yang lekat.Dia nampak terkesan dengan diriku tapi aku tidak mau terlalu over percaya diri, mungkin itu hanya bentuk penghargaan pada wanita yang baru ia temui.Ku arahkan pada tamuku ke arah meja makan di mana makanan yang masih hangat terhidang di sana, ada opor ayam, gulai ikan, sate lilit, dan urap sayur terhidang di sana. Tak lupa lalapan dan sambal. "Saya menyukai makanan khas Indonesia jadi saya menghidangkannya untuk kalian.""Kami juga suka, wah, sepertinya enak," ujar Rika."Langsung saja Mas, langsung dicicipi," ujarku pada suami sahabatku. Tak lupa aku bersilakan Seno juga untuk duduk dan kupanggil anak-anak untuk bergabung di meja makan. Kulayani tamu dengan baik, dengan cara memberikan pelayanan yang baik di meja makan, mendekatkan makanan dan menuangkan minuman, serta mengajak mereka bic
"Ciee janda, cantik kali perubahannya." Itu ucapan temanku menggoda diri ini saat aku tiba di kantor dengan penampilan baru dan parfum beraroma lebih segar, para sahabatku itu menatap diri ini dengan decak kagum dan mulai saling melirik satu sama lain."Alhamdulillah aku merdeka.""Tapi sampai hari ini aku tidak percaya bahwa kalian bercerai mengingat betapa harmonis dan mesranya kalian sebelum ini," ucap Mbak Vira salah seorang teman dekat Mas Fahri."Yang namanya kehidupan, bisa saja berbalik dalam satu tepukan, Mbak Vir," jawab Rika sahabatku."Sedih aja sih, meski akhirnya kalian mengambil keputusan untuk menjalani hidup masing-masing tapi aku tetap menyayangkan itu.""Mari kita hargai saja keputusan yang diambil oleh Arimbi dan Mas Fahri, aku rasa mereka pasti sudah membicarakan ini matang-matang.""Ya, semoga saja, semoga ini yang terbaik untuk anak anak," balasnya."Ayolah teman teman, saya baik baik saja, anak-anak saya baik-baik saja, tempat tinggal kami cukup layak, kendaraa