Share

Tabrakan

Author: Eneng Susanti
last update Last Updated: 2021-07-26 21:00:28

Dalam kondisi terguncang, dia mencoba mencari handphone-nya untuk memanggil Khair dan mengabarkan kondisinya. Namun, dia bahkan tidak bisa bergerak dari tempat duduknya saking takut bahwa pikiran buruk yang terlintas di pikirannya benar-benar terjadi menimpanya.

Khaira bahkan kesulitan mengatur nafas. Dia dihantui pikiran-pikiran yang menakutkan tentang hal buruk yang mungkin sudah dilakukan Guntur dan Tante Putri kepadanya. Air matanya mengalir deras begitu saja. Dia hanya sesenggukan menahan badai yang berkecamuk di hati dan pikirannya.

Dia menangis sejadi-jadinya saat itu. Tubuhnya berguncang menahan isak. Segala ingatan masa lalu tentang peristiwa pahit yang menimpanya di real estate dulu muncul kembali bagai slide film. Peristiwa bunuh dirinya, kedatangan Om nya ke kedai, teror sang Tante dan jebakan yang pernah dilakukannya kali pertama dulu sampai kejadian hari ini yang sungguh membuatnya jeri.

Dia sudah berusaha untuk menjalani hidup baru bersama adik

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dito aditia
kenapa khaira kamu ini ? grogi ama ahsan ?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Khair dan Khaira   Di Rumah Riang

    Usai makan, Khaira dan Riang membantu Ummi Latifah mencuci piring kotor dan merapikan kembali lauk-pauk ke nakas di dapur. Setelah itu, Khaira minta ijin ke kamar sebentar untuk menghubungi adiknya. “Khair, Teteh mau menginap di rumah Riang.” Demikian isi pesan teks yang Khaira kirimkan setelah baterai gawainya terisi. Dia pinjam charger milik Riang. Sebuah panggilan masuk dari Khair langsung terpampang di layar. “Assalamualaikum,” sapa Khaira berusaha menekan intonasinya setenang mungkin. “Wa’alaikumsalam. Teteh di rumah Riang?” tanya Khair to the point. “Iya,” jawab Kahira singkat. “Kenapa tiba-tiba menginap? Kenapa enggak bilang dulu sama Khair?” “Hm ... Kemarin kan Riang sakit ....“ Khaira mereka-reka kata tanpa sedikitpun bermaksud berbohong kepada adiknya. Dia hanya mencari alasan yang masuk akal tapi tidak berisi kebohongan. “Dia sakit lagi? Owh ... jadi Teteh tadi nengok Riang? Soalnya kata Bi Ocih,

    Last Updated : 2021-07-29
  • Khair dan Khaira   Hantaran

    Setelah semua barang selesai diangkut, kopi buatan Khaira pun siap tersaji untuk dinikmati. Ketiga kurir yang membantu mengangkut barang akhirnya pamit. Tinggalah Ahsan, Khaira, Riang dan Ummi Latifah. “Untung kita punya Barista,” kata Riang sambil menyeruput kopi susu buatan Khaira. “Kalau sudah selesai minum, langsung packing aja, ya!” perintah Ummi Latifah, “Ummi cari daftar penerima bantuannya dulu, ya. Tadi lupa naruhnya dimana.” Wanita yang selalu tampil mengenakan abaya itu lalu masuk ke sebuah ruangan di bagian dalam rumah. “Berarti ini satu-satu dimasukin dalam kotak hampers, ya, Ummi?” sahut Riang sebelum ibunya menghilang di balik pintu. “Iya, Sayang,” sahut Ummi Latifah agak berteriak supaya suaranya terdengar. “Riang tolong ambilkan pita sama hekter dan isolasi di nakas ruang kerja abi!” “Baik, Ummi.” Gadis itu bangkit setelah menerima instruksi. “Khaira sama Ahsan, langsung masuk-masukin aja mukena dan sarung

    Last Updated : 2021-07-30
  • Khair dan Khaira   Semalam Bersama Riang

    Khaira yang memutuskan menginap di rumah Riang, turut makan malam bersama dengan Riang dan ibunya. “Kamu enggak usah sungkan. Makan yang banyak! Biasanya Abinya Riang tuh yang suka ngabisin sisa makanan. Sekarang lagi enggak ada. Abinya enggak pulang karena lagi roadshow keliling Sumatra,” tutur Ummi Latifah kepada Khaira. “Roadshow, band rock kali roadshow ....” celoteh Riang. “Sama aja, kan keliling juga,” omel Ummi Latifah. Khaira jadi gemas melihat tingkah keduanya. Ummi Latifah meletakkan dua potong daging ayam ke piring Khaira meski gadis itu menolaknya. “Biar sehat! Ayo dimakan!” “Ummi, Riang yang minta malah Teh Khaira yang dikasih dua,” gerutu sang putri tercinta. “Memang Riang sayang enggak bosen gitu makan masakan Ummi?” goda ibunya. Riang manyun. “Begitu tuh Riang. Biasanya disuruh makan aja susah. Eh, ada Khaira malah sisirikan.” Khaira tertawa. Lantas, meletakkan sepotong daging ayam

    Last Updated : 2021-07-31
  • Khair dan Khaira   Mimpi Buruk

    “Riang, Khaira, ayo gosok gigi terus wudhu dulu sebelum tidur!” komando ummi Latifah kepada kedua perempuan muda yang bak masih kanak-kanak di matanya.“Kan sedang haid, Ummi ....” protes Riang.“Ya sudah gosok gigi. Masa lagi haid juga libur gosok gigi?”Riang bersungut-sungut. Namun, Khaira hari itu merasa seperti sungguh-sungguh diperlakukan sebagai anak oleh seorang ibu. Dengan senang hati dia mengikuti semua perintah tuan rumah.“Riang sayang, awas kamu kalau begadang!” hardik ummi Latifah, “Khaira juga, jangan mau diajak ronda sama anak ummi, ya! Kamu harus istirahat, jaga kesehatan.”Khaira mengangguk. Sementara Riang protes sambil manyun, “Masa Teh Khaira aja yang disuruh jaga kesehatan. Riang enggak?”“Iya, kamu juga, Sayang ....” Ummi Latifah menjawil pipi Riang sebelum anak gadisnya itu masuk kamar bersama Khaira.“Tadinya siang tuh Ri

    Last Updated : 2021-08-01
  • Khair dan Khaira   Pengajian

    Keesokan harinya, acara pengajian digelar sesuai rencana. Riang bertugas membaca ayat suci Alquran. Kemudian, dilanjutkan pidato sambutan dari donatur, Yayasan, dan pemimpin panti. Ahsan yang dijadwalkan memberikan sambutan sebagai donatur malah terlambat datang. Tak menunggu, acara inti akan tetap dilangsungkan yakni pengajian dan tausiyah oleh Ummi Latifah. Khaira menepi ke luar sejak Riang dipanggil untuk tilawah Alquran. Setelah mengecek semua bingkisan yang akan diberikan kepada para lansia, Khaira duduk di teras samping masjid yang jadi tempat pengajian digelar. Dia juga mendengar suara Riang yang merdu melantunkan ayat suci Alquran. Pagi tadi, dia suci dari haid dan sudah bisa menjalankan shalat subuh berjamaah bersama Khaira dan ibunya. Quran surat At Taubah ayat 40 dilantunkan Riang dengan mulus. Ketika tiba pada lafaz ‘Laa tahzan, Innallaha ma’ana,’ ada yang menghangat di mata Khaira. Hatinya tergetar begitu saja. Terlebih ketika dikat

    Last Updated : 2021-08-03
  • Khair dan Khaira   Keputusan Khaira

    Beberapa bingkisan tersisa dan langsung diamankan panitia. Riang sontak mendelik waktu totebag berisi sembako dan mukena itu direbut dari tangannya.“Nanti saya serahkan langsung kepada penerimanya.” Demikian kata pihak panitia. Riang melaporkan hal itu kepada Umminya.“Di acara amal pun masih ada saja yang cari-cari kesempatan, ya, Ummi?” celoteh Riang.“Sudah ada list penerimanya. Jadi kamu jangan suudzon begitu, sayang,” timpal ummi Latifah bijak.“Ummi mana tahu kelakuan orang di belakang,” sungut Riang.“Ish ... Riang!” Ummi melotot mengingatkan putrinya agar kembali berhusnudzon. “Kalau begitu, biar kamu saja nanti yang ummi tugaskan buat ngecek kondisi panti sebelum bangunannya direnovasi. Biar kamu hitung sendiri jumlah penghuninya ada berapa. Ok?”Riang mengerucutkan mulutnya. Khaira hanya mesem saja. Kelakuan Riang yang seperti itu sudah jadi pemandangan sehari

    Last Updated : 2021-08-04
  • Khair dan Khaira   Kuda-Kuda Perang

    Jadwal terapi Khaira adalah seminggu sekali. Jadi, pada hari yang ditentukan, Khaira menyiapkan Riang dan Bi Ocih agar stand by di kedai kopi. Kini urusan pesanan online sudah dialihkan kepada Riang. Jadi, Khair bisa bebas tugas jika dia sedang ada keperluan.Riang dan Khair secara otomatis harus klop dalam komunikasi dan marketing. Jika ada pesanan kopi masuk ke nomor Khair, maka dia harus meneruskan pesan kepada Riang yang sedang stand by. Begitu juga sebaliknya.Sedangkan urusan delivery selama Khair sibuk, dialihkan kepada Mang Ajat. Sementara itu, Khaira juga kian gencar mengajarkan Bi Ocih dan Riang meracik kopi all varian, termasuk teknik membuat latte art. Jadi, ketika dia harus meninggalkan kedai, mereka berdua bisa diandalkan.Khaira sudah mempersiapkan semuanya dengan seksama sebelum sesi pertama psikoterapi-nya dimulai. Dia juga sudah berziarah ke makan ibu dan bapaknya. Hatinya sudah sedikit lega dan mantap untuk menjalani penyembuhan. Apalagi

    Last Updated : 2021-08-05
  • Khair dan Khaira   Konfrontasi

    Khair bersidekap sambil bersandar pada kusen pintu kamarnya. Amarah pada sorot matanya belum reda. Namun, dia sudah bersedia berdamai dengan situasi. Di kedai tadi, Khaira memohon kepadanya untuk memberi kesempatan kepada om-tantenya untuk bicara. Untuk menghindari keributan, mereka pun akhirnya membawa kedua orang itu ke rumah. “Kami mau merantau ke Kalimantan,” tutur Om Bambang kepada Khaira. “Om dapat tawaran kerja di sana.” “Iya, Khaira. Kami mau pamitan sekaligus ... hm,” Tante Inces melirik sejenak ke arah Khair yang masih memelototinya sambil berdiri. Wanita itu nampak risih dan tegang, namun tak urung juga diutarakannya niat sebenarnya kepada Khaira, “... pinjam uang, ya, untuk ongkos dan bekal kami di sana.” Khair mendongakkan kepalanya. Sang Tante langsung mengkerut melihatnya. Khaira sendiri tak habis pikir dengan permintaan tantenya. Specchless dia. “Hm ... jadi itu yang kalian lakukan kepada Teh Khaira?” Khair buka suara.

    Last Updated : 2021-08-07

Latest chapter

  • Khair dan Khaira   Catatan Penutup

    Dear Good Novel readers, Terima kasih saya ucapkan untuk pembaca setia Khair dan Khaira. Semoga ending kisah ini menyenangkan. Saya harap pembaca bisa mengambil sesuatu di dalamnya. Bukan sekedar hiburan yang menyenangkan, tetapi saya juga ingin pembaca merasakan manfaat dari bacaannya. Semoga ada hikmah atau pelajaran yang bisa diambil dalam cerita ini dan bisa menjadi kebermanfaatan bagi semua pembacanya. Mohon maaf atas segala kekurangan dan kekeliruan yang mungkin tertulis di dalamnya. Saya sangat mengharapkan masukan dan saran dari semuanya sehingga saya bisa melakukan perbaikan pada karya-karya berikutnya. Oh, iya ... apakah Khair dan Khaira perlu dibuat sekuelnya? Sebenarnya, ide untuk melanjutkan kisah ini sudah ada. Namun, saya perlu pendapat dari pembaca juga. Tolong berikan masukan dan saran di kolom komentar, ya. Sekali lagi, terima kasih bayak atas dukungannya, baik dalam bentuk vote, komentar, maupun ulasan tentan

  • Khair dan Khaira   Surat Riang

    “Jangan nangis, Teh,” bisik Khair saat mereka berpelukan. “Khair enggak bawa sapu tangan.” Pemuda itu tertawa. Namun, matanya jelas berkaca-kaca. Dia juga merasa berat meninggalkan kakaknya.Khaira menggelengkan kepala. “Awas kamu ... jangan kangen sama tumis kangkung Teteh loh, ya ...!”Tanpa sadar keduanya sesenggukan.“Khair mau minta sesuatu sama Teteh ....” ucap dia sebelum melepas pelukan.“Apa?”“Khair minta keponakan!” Dia terkekeh sambil mengusap bulir yang jatuh jatuh dari sudut matanya.“Kamu mah ....” Khaira melepas pelukan sambil mencubit lengan adiknya.Khair meringis.“Kenapa?” tanya Ahsan khawatir.“Khair lupa minum obat,” sahut Khaira sekenanya. Mukanya sudah kemerah-merahan menahan malu campur kesal. Jika tidak ingat bahwa hari itu adalah pertemuan terakhirnya dengan sang Adik sebelum pergi dalam

  • Khair dan Khaira   Perpisahan

    Sehari setelah pernikahan Khaira dengan Ahsan, Khair dijadwalkan terbang ke Malaysia. Pemuda yang akan menjalani perkuliahan pascasarjana itu sudah menyiapkan koper dan bekal.Dia sudah janjian dengan Ahsan dan Khaira yang akan datang menjemput dan mengantarnya ke Bandara. Jadi, begitu terdengar ketukan di pintu, Khair langsung keluar dengan wajah ceria. Namun, langkahnya terhenti kala mendapati seseorang berdiri di dekat pintu masuk. Orang itu bukan kakaknya.Khair menatap heran. Keberadaan orang tersebut sungguh di luar dugaannya.“Hm ....” Khair jadi speechless. “Kenapa kamu ada di sini?” tanyanya kepada sosok wanita bercadar yang tampak sudah lama berdiri di depan pintu itu. Dari mata dan tatapannya saja Khair langsung bisa mengenali siapa wanita itu.“Riang ke sini hanya mau menyampaikan sesuatu.”Heran bercampur penasaran membuat jantung Khair sedikit berdebar. “Apa yang mau disampaikan Riang?”

  • Khair dan Khaira   Haru

    Ekspresi muka Khaira tidak berubah. Dia belum dapat jawaban yang diinginkannya. Eh, malah ditertawakan. Menyebalkan sekali suaminya. Mana bisa Khaira percaya.“Saya sudah suka sama kamu sejak lama,” kata Ahsan. Kali ini mukanya serius supaya bisa dipercaya.“Sejak kapan?” Khaira sama sekali tidak mengubah ekspresinya. Selama ini dia pikir Ahsan bahkan tidak pernah memperhatikannya sama sekali. Boro-boro jatuh cinta, jika saling bertatapan saja dia langsung buang muka.Ahsan nyengir lagi. “Hm ... itu sepertinya sejak nama kita tertulis di lauhul mahfudz.”Khaira menghela napas. Lelah hayati dia mengharapkan jawaban serius dari orang serius yang ternyata suka bercanda.Ekspresi kesal itu terbaca. Ahsan lantas berkata, “Saya tidak tahu tepatnya, tapi sejak melihat kamu sepuluh atau sebelas tahun lalu, saya tidak bisa melupakan kamu.”Khaira memicingkan mata sambil menghitung mundur ke

  • Khair dan Khaira   Mitsaqan Ghaliza dan Ungkapan Cinta

    Ketika segala sesuatu berlaku sesuai kehendak-Nya, maka segala jalan terbuka dengan sendirinya. Tidak ada aral apapun yang merintangi perjalanan sang Waktu hingga menyatukan Ahsan dan Khaira di depan penghulu.Sebagai wali dari kakaknya, Khair menjabat tangan Ahsan dan mengucap ijab dengan mantap. Demikian juga Ahsan, mengucap qabul dengan mantap dalam satu tarikan napas. Saat itu, tepat sehari sebelum jadwal keberangkatan Khair, arasy berguncang tersebab sebuah ikrar yang beratnya seperti perjanjian ketika Allah mengangkat seorang rasul bagi manusia. Itulah akad yang disebut sebagai mitsaqan Ghaliza.Hari itu, telah Khair tunaikan sumpahnya. Telah tunai pula tanggung jawabnya menjaga sang Kakak sebagaimana diamanahkan orang tuanya. Meski bahagia, air matanya tumpah juga. Apalagi ketika Khaira dan Ahsan bergantian memeluknya.“Teteh jangan nangis!” kata Khair sambil mengusap pipi kakaknya. Padahal air mata dia lebih deras daripada bulir bening di mat

  • Khair dan Khaira   Bahagia

    Persoalan nikah membuat Khaira gelisah, terutama karena calon suaminya adalah Ahsan. “Kenapa harus dia sih?” pikir Khaira. Lama-lama wanita itu jadi greget ingin mengintrogasi adiknya. Namun, sejak acara lamaran di kedai waktu itu, Khaira menahan keinginan itu demi kelancaran Khair dalam menempuh studinya. Meski hari pernikahannya kian dekat, Khaira berusaha tidak terlalu memikirkannya. Meski begitu, masih ada satu ganjalan di hatinya yakni tentang seseorang yang dia lihat tanpa sengaja di rumah sakit tempo hari. “Apa Ahsan mengenalnya?” Pertanyaan itu terus berkelindan di kepalanya tanpa berani dia utarakan kepada siapapun. Sampai pada jadwal terapi berikutnya, Khaira datang ke rumah sakit. Untuk pertama kalinya, dia bertemu psikiater baru pengganti dokter Huda. Di sana, seusai terapi, tanpa sengaja Khaira berpapasan dengan Ahsan. Dia merasa sangat canggung. Namun seulas senyum hangat yang disuguhkan lelaki di depannya itu mampu mencairkan suasana. “

  • Khair dan Khaira   Pertemuan

    Khaira percaya kepada Khair. Dia bahkan tidak mencari tahu soal calon yang disodorkan adiknya hingga mereka dipertemukan di kedai. Hari itu Khaira keluar untuk memberi makan kucing-kucing di pelataran. Seorang ibu berpakaian rapi nampak berdiri mengamati kedainya dari pinggir jalan. Khaira pun memperhatikan gerak-gerik wanita itu sambil memberi makan kucing-kucing yang mengerubungi kakinya. Wanita itu kemudian berjalan ke arah kedai kopi sambil menenteng beberapa paper bag. Lamat-lamat, Khaira dapat melihat wajahnya dengan jelas. “Maaf, bukankah ibu yang waktu itu belanja di mini market rumah sakit?” tanya Khaira. Ekspresi terkejut di wajah wanita itu berubah sumringah. Dia tersenyum ramah sambil menganggukan kepala. “Apakah kamu Khaira?” “Iya. Saya Khaira.” Wanita itu mengulurkan tangan meski heran, bagaimana ibu tersebut bisa menebak dengan tepat siapa dirinya. “Mungkin karena aprone dan kedai ini,” pikir Khaira. “Masya Allah.”

  • Khair dan Khaira   Persetujuan

    Khair tiba di kedai sesaat setelah Khaira pergi. Jadi dia tidak bisa langsung memberitahu ‘kabar ajaib’ yang dibekalnya dari restoran.“Teh Khaira kemana gitu, Bi?” tanya Khair gemas sekali. Tidak mungkin kan dia menyampaikan kabar sepenting itu di telepon atau pesan teks.“Katanya sih ke panti, nemenin Neng Riang yang mau perpisahan,” terang Bi Ocih.”Perpisahan?” Khair mengernyitkan dahi.Bi Ocih mengangguk sambil kipas-kipas melepas lelah.“Perpisahan apa?” tanya Khair sambil tetap jaga image. Jangan sampai Bi Ocih beranggapan dia kepo atau penasaran soal Riang.Dari cengiran wanita itu Khair bisa menebak apa yang akan dikatakan, “Kepo, ya?”“Bibi mah ....” Khair jadi salah tingkah. Akhirnya dia mengalah dan memutuskan mengakhiri pembicaraan. Biar nanti dia tanya Teh Khaira saja sepulang dari sana. Begitu rencana dia.***“Teh Kh

  • Khair dan Khaira   Keajaiban

    Khair pergi ke hotel tersebut bukan untuk menemui bos pemiliknya ataupun berniat mengungkap kembali kasus Khaira. Dia kesana hanya dengan satu tujuan, yakni berkonsultasi tentang kafarat sumpah yang akan dibatalkannya.Mereka beremu di restoran sebelum pertemuan tak terduga dengan bos besar itu terjadi.Ketika Khair tiba, seorang pria berperawakan proporsional dengan raut wajah ramah menyambut Khair di salah satu meja. Dia memakai jas bergaya single breasted sebagai outer yang dipadukan dengan kurta.Khair tertegun sejenak sebelum berani menyapa. Penampilan pria itu membuatnya khawatir salah mengenali orang. Dari kejauhan dia memang terlihat seperti artis India atau Pakistan. Namun, dari dekat nampak bahwa wajahnya familiar.“Syukurlah kamu bisa datang lebih awal,” kata Ahsan, lelaki yang ditemui Khair di tempat tersebut. Senyumnya mengembang tanpa baking soda, namun terlihat manis seperti mengandung gula.“Alhamdulill

DMCA.com Protection Status