Dear diary,
Entah ini surat atau curhat, aku hanya ingin meninggalkan jejak untuk seseorang kelak. Seseorang yang pernah bergelung di rahimkudan telah terlahir ke dunia menjadi anakku.
Kutulis ini didorong kekhawatiran terbesarku tentang masa depannya. Suatu hari dia akan hidup dan menghadapi dunianya sendiri. Jauh sebelum itu terjadi, aku ingin menjaga dan memastikan semuanya baik-baik saja kelak.
Jika aku terlanjur tiada sebelum dapat kembali melihat senyumnya, aku harap dia tahu bahwa aku selalu ada. Tidak pernah meninggalkannya. Tidak pernah pergi sejengkal pun dari hidupnya.
Aku ingin dia bisa hidup dengan baik, tumbuh dengan ceria, dan jadi anak yang bahagia dengan atau tanpa aku di sisinya. Dia adalah wasiatku. Kutitipkan dia hanya kepada Yang Maha Kuasa, Yang menciptakan aku dan dia, Yang mengikatkan pertalian darah kami berdua, Yang menjamin hidup dan mati, Yang Maha mengetahui, Yang Maha Pengasih dan Mah
Waktu bergulir. Kesibukan membelit hingga kadang beberapa persoalan terbengkalai. Namun, hari-hari terus berjalan.Di sebuah ruang rapat yang luas, Ahsan duduk di kursi utama sebagai pemimpin rapat. Gawainya yang tergeletak di atas meja, menyala tanpa suara. Di layar tampak notifikasi dari grup Whatsapp Prodi PAI. Ahsan yang tengah menyimak presentasi salah satu staf-nya mengambil jeda sesaat untuk membaca pesan masuk tersebut.“Rapat prodi dipercepat satu jam. Kita mulai jam 09.30 WIB.” Demikian isi pesan di grup khusus dosen dan staf prodi PAI di kampus tempat Ahsan mengabdi.Dia menghela nafas. Bentrok jadwal rapat kantor dan rapat kampus yang paling dia hindari akhirnya terjadi. Siapa sangka pihak prodi mempercepat agenda rapat untuk menindaklanjuti kosongnya posisi kaprodi seklaigus dosen pembimbing skripsi beberapa mahasiswa tingkat akhir yang ditinggalkan almarhum ustaz Rofiq.Tak lama berpikir, Ahsan membuka suara begitu staf kan
Kesempatan berada di perpustakaan tak Khair sia-siakan. Dia ambil setumpuk buku dan mempelajarinya dengan seksama. Tak lama kemudian, Ustaz Ahsan rupanya juga menyambangi tempat yang sama.“Jadi belum ada orang yang menanyakan soal kehilangan buku harian di sini?” telisik dia di sela obrolan ringannya dengan penjaga perpustakaan.“Belum ada, Ustaz. Kalau ada, pasti nanti saya kabari.”“Baik.”Ahsan mengedarkan pandang ke sekeliling. Sekelompok mahasiswi sedang bisik-bisik sambil mencuri pandang ke arahnya. Mereka mengitari meja yang tersedia di tengah ruang perpustakaan. Meja dan kursi baca juga terpasang di sepanjang dinding. Ada beberapa PC yang terpasang di sana. Itu memudahkan mahasiswa untuk browsing dengan wifi gratis.Ahsan juga menangkap sekilas sosok Khair di salah satu meja tersebut. Pemuda itu sedang sibuk dengan buku-buku dan beberapa carik kertas. PC di depannya menyala dan menampilkan sebuah laman w
Saat keluar ruangan, tampak lelaki asing yang mengantarnya sedang berdiri di meja administrasi. Dia mengeluarkan sejumlah uang dan menyodorkannya ke loket.Belum sempat Khaira melangkah ke sana, lelaki itu menoleh kemudian berjalan ke arahnya."Sudah selesai?" tanya dia.Khaira mengangguk."Bagaimana keadaannya?""Harus dirawat.""Berapa lama?""Dua sampai tiga hari."Lelaki itu mengaggukan kepala."Ya, sudah. Ayo, saya antar pulang!""Saya mau bayar biaya perawatannya dulu. Kalau mau pulang, silakan duluan saja!" tolak Khaira."Sudah saya bayar."Sontak Khaira mendongak. Ditatapnya wajah orang yang sejak tadi tak diperhatikannya."Saya bisa bayar sendiri," tegas Khaira."Tapi sudah saya bayar.""Berapa?""Seiklasnya. Petugasnya bilang begitu.""Iya, tapi berapa nominalnya yang tadi sudah dibayarkan? Nanti saya ganti," Khaira mulai ngotot.Lelaki itu malah ny
"Teh, tadi siang kemana?" tanya Khair di sela-sela makan malam.Khaira mengernyitkan dahi. Bukannya menjawab, dia malah balik bertanya, melontarkan kecurigaan di benaknya, "Memangnya Bi Ocih bilang apa?""Tadi siang Khair telepon Teteh, ada pesanan kopi di kampus. Tapi, bi Ocih yang angkat telepon. Katanya hape Teteh ketinggalan. Teh Khairanya lagi pergi keluar.""Oh." Khaira sangat lega mendengarnya. Dia kira Bi Ocih melapor soal kedatangan dua pria yang mengaku sebagai keluarganya tadi siang."Kok cuma oh aja ... ""Emang harusnya apa? Ah, eh, ih, uh, gitu?"Khair tepuk jidat jadinya. "Teh, Khair kan nanya, Teteh pergi ke mana tadi siang? Masa Oh aja, enggak dijawab pertanyaannya.""Oh ...." kali ini Khaira tertawa lepas. Dia memang kerap asyik dengan pikirannya sendiri sampai dianggap tidak nyambung oleh orang lain."Tuh kan, Oh lagi.""Teteh abis jadi hero. Menolong kucing yang ketabrak, gitu loh," celoteh Khai
Khair saat itu berada di kampus. Sesuai permintaan Khaira, dia berencana membelikan makanan kucing jika urusanya di kampus sudah selesai.Setelah bertugas mengantarkan pesanan kopi, Khair bergabung dengan rekan-rekan sebimbingannya untuk melakukan pertemuan bimbingan pertama dengan dosen pembimbing baru mereka yang tak lain adalah Ustaz Ahsan.Masing-masing mahasiswa memaparkan masalah penelitian yang mereka garap dan progres skripsi yang mereka susun."Baik. Saya rasa cukup. Saya akan pelajari dulu masing masing draft-nya. Kita kembali bertemu minggu depan, ya," pungkas Ustaz Ahsan.Majlis itu ditutup dengan doa. Semua mahasiswa bubar. Namun, saat Khair hendak keluar, ustaz Ahsan menahan langkahnya."Khair bisa tunggu sebentar? Ada yang perlu saya sampaikan.""Iya, Ustaz."Tinggal mereka berdua di ruangan."Maaf, ini sifatnya pribadi," kata lelaki yang selalu ramah itu. Diserahkannya sebuah amplop polos kepada Khair. "Ini sura
Hari-hari Khair berlalu, mengalir lebih ringan dari biasa sejak Khair membaca surat perpisahan dari Rumaysha. Dia fokus kepada bimbingan skripsi sambil tetap memberi perhatian untuk kakaknya. "Teh, mushola kedai kopi sedikit lagi selesai, kan? Jadi tasyakurannya?" tanya Khair ketika Khaira sedang sibuk menghitung keuangan kedai. "Kamu udah bayar uang kuliah?" Sudah kebiasaan Khaira memang, jika ditanya dia malah balik nanya. "Nanti aja lah, sekalian pengajuan sidang," jawan Khair sekenanya. "Minggu ini ada sedikit laba, nih. Bisa kamu tabung buat uang kuliah." Khaira menyodorkan segenggam lembar puluhan ribu rupiah. "Ngak usah, Teh. Khair juga lagi ngumpulin kok. Kebetulan kemarin baru dapat job privat tahsin anak SD. Jadi ada tambahan lah buat bayar tunggakan kuliah." "Enggak apa-apa. Ambil aja ini, biar cepat banyak tabungannya. Jangan sampai kuliah kamu terhambat karena macet iurannya." "Hm ... simpan saja dulu, Teh. Siapa t
Selama lima hari Khair berkutat dengan laptop dan lembaran skripsi yang perlu dia revisi. Catatan dari dosen pembimbing 1 dan pembimbing 2 benar-benar dia perhatikan. Sebagian besar kesalahannya terletak pada format penulisan. Sedangkan masalah yang dibahasnya dalam skripsi tersebut sudah aman. Khair bahkan sudah paham dan menguasai materi yang dia paparkan dalam penelitiannya. Penelitian Khair tidak jauh dari gerakan literasi yang saat ini sedang gencar di kampanyekan dalam kurikulum pendidikan tanah air. Khair mengupas tuntas gerakan literasi tersebut dari perspektif Pendidikan Islam. Ada satu hal yang menjadi kegundahan Khair di awal penelitianya, yakni persoalan tentang tujuan dari gerakan literasi yang saat ini digalakan. Dalam Desain Induk Gerakan Literasi Nasional (GLN)*, disebutkan bahwa gerakan tersebut ditujukan untuk menumbuhkembangkan budaya literasi pada ekosistem pendidikan mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam rangka pembel
Ya, walau tidak kentara, Khair juga turut membantu mengembangkan bisnis kakaknya. Dia mengambil peran sebagai marketer khusus wilayah kampus. Semua pesanan kopi all varian dari mahasiswa dan dosen ke kedai Khaira bisa dilakukan secara online ke nomor Whatsaap Khair. Begitu juga pengirimannya. Khair yang memegang tugas delivery order untuk wilayah internal kampus.Pada suatu momen, Khair menerima pesanan kopi dari sebuah nomor tak dikenal atas nama Riang, mahasiswa Ekonomi Syariah semester 1. Dia pun mengantarkan pesanannya ke kelas tersebut."Saya sudah di depan." Demikian pesan WhatsApp yang Khair kirim ke sebuah nomor sang pemesan kopi hari itu.Nampak tanda ceklis dua berwarna biru, tanpa ada balasan sepatah kata pun. Namun, tak lama kemudian seorang gadis berperawakan mungil berlesung pipit muncul dari dalam kelas yang Khair datangi."Hai," sapanya sambil tersenyum manis."Kamu yang tadi pesen matchalatte?" Tembak Khair tanpa basa basi. Pun tan