Share

Bab 9

Penulis: Tifa Nurfa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-25 11:56:08

Aku duduk santai di sofa ruang tamunya. Eva memang tinggal sendirian, kedua orangtuanya tinggal di luar kota. Tanpa terasa aku terlelap, dan di kagetkan saat Eva sudah duduk di sampingku.

"Mas, kamu tidur? Capek ya? Sini aku pijitin," ucapnya lalu tangannya memijit lengan kananku.

"Makasih ya, Sayang! Kamu tau aja kalau aku lagi capek!" ujarku melirik ke arah wanita cantik di sampingku.

"Iya donk, aku kan sayang kamu." Eva menggoda dengan senyum manisnya, telihat deretan rapi gigi putihnya.

"Kamu udah makan?" tanyaku.

"Belum, Mas! Aku kan nungguin kamu, biar bisa dinner sama kamu, Mas!" ucapnya manja. Aku senang dengan tingkah manjanya.

"Ya udah nanti kita makan di luar ya!" sahutku mencubit hidungnya.

Eva terlihat tersipu malu, dengan kedua pipinya merona dan menyandarkan kepalanya di dada bidangku. Aku mengelus rambut hitamnya dan kukecup pucuk kepalanya. Dia pun memejamkan matanya, menikmati perlakuanku. Kecupanku berpindah di kedua pipinya, hingga membuat hasratku meningkat, dan i
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 10

    POV Sintya"Kamu ada ide Brilian apa, Han?" tanyaku cepat dengan rasa penasaran. Dan Hana kembali tersenyum."Kita akan menangkap Basah mereka, Sin!" ujarnya menatapku."Caranya?" tukasku yang masih bingung dengan ide nya Hana."Mas Yudi biasanya pulang Dari Galeri jam berapa?""Sekitar jam lima sore," jawabku"Jam lima sore nanti kita akan ke galeri, dan kita akan mengikuti kemana Mas Yudi pergi, jika benar ia akan bertemu dengan Eva, kita akan menangkap basah mereka. Hingga mereka tak akan bisa berkelit."Aku mengangguk menyetujui ide Hana."Tapi bagaimana dengan Rizki, tak mungkin kan aku bawa Rizki untuk ikut serta melihat kelakuan ayahnya," ucapku. Hana terlihat berpikir, bola matanya sesekali memutar ke atas mencari solusi.Aku memang tak punya sanak saudara di sini, aku asli dari Jawa tengah, dan ikut sama Mas Yudi ke sini, di kota Surabaya, sedangkan kedua orang tua Mas Yudi sudah lama meninggal."Hmm, Rizki kita titipkan dulu aja dulu, Gimana?" ucapnya saat menemukan solusi.

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 11

    Tiba-tiba aku teringat sesuatu, kenapa aku tidak terpikirkan samasekali untuk datang ke alamat rumah Eva. Aku menepuk jidatku merutuki kelalaianku sendiri. Aku mencekal lengan Hana yang mulai beranjak usai memakai sepatunya."Tunggu Han! Kenapa kita nggak terpikirkan untuk datang ke rumah Eva, kan aku ada alamatnya info dari Rizal kemarin!" ucapku pada Hana, dia sontak menjitak pelan kepalaku. Aku hanya nyengir.Saat kami berjalan menuju motor yang terparkir, tiba-tiba ponselku berdering, tertera nama Rizal di layar ponselku. Segera aku geser tombol warna hijau."Halo Assalamualaikum Zal!""Waalaikumsalam, Mbak Sintya! Segera buka pesan dari aku Mbak!" ucapnya langsung tanpa basa basi.Seketika aku melihat tirai layar ponselku, ah benar ternyata Rizal telah mengirimkan pesan sepuluh menit yang lalu."Oke Zal! Mbak segera buka pesan darimu ya!" "Oke, Mbak!" Rizal mengakhiri panggilan usai berpamitan. Segera aku buka pesan dari Rizal, ternyata isi pesannya sebuah gambar, dengan capti

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 12

    Tanpa pikir panjang aku raih daun pintu dan membukanya dengan kasar, beruntung pintu itu tak terkunci, entah apa yang ada pikiran mereka sampai lupa mengunci pintu depan dan pintu kamar, atau mungkin ini cara Allah tunjukkan padaku untuk menangkap basah perbuatan hina mereka.Braak!Pintu kamar itu terbuka lebar dengan sekali hentak.Seketika mataku membulat sempurna seakan mau lompat dari tempatnya, darahku seakan naik dengan cepat hingga ke ubun-ubun, melihat pemandangan yang ada di hadapanku, disertai napas naik turun.Lidahku rasanya kelu menyaksikan orang yang masih sah menjadi suamiku kini sedang melakukan hubungan layaknya suami istri dengan wanita lain yang jelas-jelas bukan muhrimnya.Aku menutup mulut ini rapat-rapat dengan jari tanganku. Melihat dua manusia tak ada akhlak itu."S–Sintya!" Mas Yudi terlonjak dari ranjang, ucapanya terbata, saat melihatku membuka pintu kamar itu dengan kasar, ia pasti kaget tentunya. Mungkin ia tak pernah menyangka aku bisa berdiri di sini se

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 13

    Aku beringsut mundur dan menarik tangan Hana untuk keluar dari rumah itu, terlihat Mas Yudi gusar duduk di tepi ranjang, menyugar rambutnya, dan menutup wajah dengan kedua tangannya. Aku dan Hana keluar, dan aku tutup kembali pintu kamar dengan keras, tak peduli jika pintu itu rusak atau jebol, biar sama dengan penghuninya yang rusak.Dengan langkah cepat aku dan Hana keluar rumah itu."Sin, tunggu!" Tiba-tiba Mas Yudi mencekal pergelangan tanganku. Aku hempasan dengan kasar, dengan sekali hentak tangan Mas Yudi terlepas dan melanjutkan langkahku tanpa menoleh Mas Yudi yang masih terpaku, menyusul Hana yang sudah duduk menunggu di motor."Ayo Han!" ucapku saat sudah duduk di jok belakang Hana. Hana melajukan motorku membelai jalanan yang mulai sepi karena kegelapan malam, Sepanjang perjalanan kami saling diam, mungkin Hana ingin memberiku waktu untuk menenangkan diri setelah peristiwa tadi. Aku melirik jam tanganku, waktu sudah menunjukkan jam sembilan malam.Ah Rizki, ini sudah wak

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 14

    Baru saja aku hendak memejamkan mata ini, terdengar suara pintu di ketuk oleh seseorang dan memanggil namaku, dan aku sangat mengenali suara ini. Aku menutup telingaku dengan bantal dan memilih tak menghiraukannya.Tak berapa lama pintu yang terkunci itu di buka dari luar, siapa lagi kalau bukan Mas Yudi. Aku masih belum terlelap, sekelebat terbayang kembali semua kejadian hari ini, yang membuatku muak."Sin! Buka pintunya, Mas tau kamu belum tidur, kita perlu bicara, Sin!" Terdengar suara Mas Yudi di balik pintu kamar, sesekali mengetuk pelan pintu kamar ini."Sin! Buka pintunya! Kita harus bicara!" ucapnya lagi. Aku masih betah berdiam di sini, tak sepatah katapun keluar dari mulutku untuk menyahutinya."Sintya!" Kali ini ia memanggil dengan sedikit keras."Sintya Mas mohon, buka pintunya!" Lama-lama aku pening juga mendengar suaranya yang berisik.Aku menghela napas panjang dan bangkit untuk membuka pintu."Ada apa lagi sih, Mas!" cetusku setelah pintu kubuka dengan kasar."Sin,

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 15

    Aku duduk bersandar di ranjang kecil ini, kupeluk bantal untuk temani sedihku. Meskipun aku berusaha tegar dan garang di hadapan Mas Yudi, tapi sesungguhnya dalam hati ini begitu pilu, aku hanya manusia biasa, perempuan lemah yang mengabdi pada suami hingga berada di kota ini, tapi laki-laki yang aku puja itu kini telah menorehkan luka yang begitu dahsyat menyakitkan. Akan di bawa kemana nasib rumah tangga yang sudah tak sehat ini."Sin, apa kamu yakin dengan pilihanmu? Apa tak sebaiknya kamu pikirkan dulu, dia orang jauh." Terngiang ucapan Ayah saat aku akan menikah dengan Mas Yudi dulu.Seketika bulir bening ini luruh tanpa sanggup aku bendung mengingat ucapan beliau. Sekarang ini aku belum menceritakan semua ini pada siapapun, kecuali Rizal dan Hana. Aku tak tau jika ayah yang berada jauh di kampung halaman, tau tentang masalah ini, beliau pasti akan sangat kecewa. Aku terlelap dalam keheningan.***Seperti biasanya waktu subuh aku bangun dan segera menunaikan kewajibanku sebagai

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 16

    "Mamah!" teriak Rizki saat aku sampai di ambang pintu. Ia berlari ke arahku dan memelukku dengan erat, aku pun menyambut dengan hangat pelukannya, semalam saja tidak bersamanya rasanya begitu merindu.Hiks, hiks huhu ... hiks Aku terkejut saat merasakan tangis Rizki pecah dalam pelukanku. terasa air matanya menetes di bahuku, apa gerangan yang membuatnya menangis. Apa yang terjadi hingga ia menangis begitu pilu dan sesegukan.Aku renggangkan sedikit pelukannya, kedua tanganku menangkup wajah tampan jagoan kecilku yang masih terisak."Rizki kenapa, Sayang?" tanyaku lembut seraya menyapu air matanya yang membasahi pipi gembilnya."Mama, semalam Rizki mimpi buruk!" jawabnya memekik, menahan sesak di dadanya.Aku mengerenyit, mendengar jawaban itu, mimpi apakah gerangan, yang bisa membuat anak sekecil menangis pilu."Emang Rizki mimpi apa, Sayang!" tanyaku lagi mengelus rambutnya yang halus.Mbak Yanti tertegun melihat pemandangan bak sinetron di depannya, dan Devan masih duduk di dalam

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 17

    Terlihat pancaran senyum dari kedua manusia durjana itu. Ah kenapa rasa nyeri di sini kian terasa.[Dia berada di Kafe dekat kantorku]Sebuah kalimat pesan dari Hana, menyusul gambar yang yang baru saja ia kirim.Segera aku menghubunginya.Tak lama Hana menjawab panggilanku."Halo, Sin!" sapa Hana di seberang sana."Iya, Han! Gimana?" tanyaku."Tak salah lagi, Sin! Eva wanita penggoda, dan gila harta," ucap Hana sedikit berbisik."Posisiku tak jauh dari mereka, hanya saja aku duduk membelakangi mereka, nanti akan aku rekam percakapan mereka," tambahnya lagiTut.Hana memutuskan panggilan secara sepihak. Aku mengerenyit mencoba menguasai hati.1 menit kemudian, Sebuah notifikasi pesan suara atau voice note masuk. Segera aku unduh.Aku sedikit mendekatkan benda pipih itu ke telingaku. Untuk mendengarkannya.Meski pesan suara itu terdengar kurang jelas, namun aku bisa mencerna percakapan mereka."Makasih ya Mas kalungnya bagus aku suka! Tapi kenapa nggak sekalian sama cincin dan gelangny

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25

Bab terbaru

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 150 (ending)

    Aku tertunduk dalam, lidahku terasa kelu, seolah tak mampu lagi untuk bicara, degup jantungku terasa semakin cepat, ada rasa malu, ada rasa bahagia bersua dengannya, ada rasa takut aku ditolak, semuanya campur aduk jadi satu di dalam sini. Aku hirup udara banyak-banyak, kemudian Perlahan mengangkat wajahku, tampak Hesti masih setia menunggu aku melanjutkan kata-kataku."Mas, semua yang sudah terjadi biarlah terjadi, jadikan itu semua sebagai pelajaran berharga untuk menapaki kehidupan masa depan, agar tak terulang kembali." Pelan Hesti bicara, seolah mengerti apa yang kini kurasakan.Aku mengangguk setuju dengan perkataannya."Beberapa bulan terakhir, kita semakin dekat, dan kurasa tidak ada lagi yang harus kita tunggu, aku berniat ingin meminangmu, jika kau bersedia, aku ingin kau menjadi istriku, tapi ...."Mendengar ucapanku yang menggantung, keningnya mengerenyit, namun ia tak bertanya apapun."Ta–Tapi, aku seperti ini kondisinya, mungkin, bisa dibilang aku lelaki tak tahu malu,

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 149

    Satu Minggu sudah kepergian Mbak Siska, segala tetek bengek keperluan administrasi saat di rumah sakit, Dhani banyak membantu, bahkan tak segan membantu biaya administrasi untuk membawa pulang jenazah Mbak Sintya.Selama tujuh hari kemarin, aku memang mengadakan acara tahlil di rumah, walaupun rumah kecil, aku mengundang tetangga dekat untuk hadir dalam acara tahlil kepergian Mbak Siska, tak lain harapanku hanyalah Doa kebaikan untuk Mbak Siska, semoga Doa dari semua jamaah tahlil bisa mengiringi kepergian Mbak Siska ke alam sana dengan kedamaian.Dua hari acara tahlil, Sintya ikut datang kemari, dan hari ke tiga hingga selesai tujuh hari, Dhani datang berdua dengan Rizki. Karena Sintya kurang enak badan katanya.Tiga hari Mbak Siska berpulang, aku memang izin tak masuk kerja, dan hari keempat hingga tujuh hari aku masuk kerja tapi hanya sampai siang, tak sampai sore, karena aku harus mengurus keperluan acara tahlil, beruntung tetangga di sini semuanya baik dan mau membantu untuk semu

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 148

    Aku lebih dulu ke bagian administrasi untuk mengurus semuanya, setelah semuanya selesai aku melenggang ke Musala rumah sakit ini. Setelah selesai aku kembali ke depan ruang UGD, tapi mereka semua sudah tidak ada di sana. Aku pun langsung masuk ke tempat dimana Mbak Siska terbaring. Kosong. "Maaf Pak, cari pasien atas nama Bu Siska ya?" tanya seorang perawat yang sedang jaga. "I–Iya Sus." "Tadi Dokter memutuskan untuk memindahkan ke ruang ICU Pak, Karen kondisinya Bu Siska terus menurun, ruang ICU ada di sebelah sana Pak," ucap perawat itu sambil menunjuk ke arah dimana ruang ICU itu berada. Degh. Mbak Siska semakin menurun. Sintya dan Dhani pasti sudah ikut ke ruang ICU tadi. "Terimakasih, Sus," ucapku kemudian setengah berlari aku menelusuri lorong rumah sakit menuju ruang ICU. Terlihat Sintya dan Dhani berdiri di depan sebuah ruangan berdinding kaca tebal. Juga ada Rizki diantara mereka. "Sintya, Dhani!" sapaku sembari mengatur napas. "Mbak Siska di dalam, Dokter masih men

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 147

    Sintya membersihkan tangan Mbak Siska. Sedangkan Mbak Siska terlihat begitu lemas."Mas kita bawa Mbak Siska ke rumah sakit sekarang," tegas Sintya."I–Iya Sin.""Ayo Mas cepat, bawa dengan mobilku," ucap Dhani.Dengan sigap aku mengangkat tubuh Mbak Siska, Sintya pun mengekor di belakangku.Dhani yang sudah lebih dulu di depan, segera membuka pintu mobilnya, kemudian duduk di belakang kemudi, tak berapa lama Sintya dan Rizki, muncul dari dalam rumah, dan masuk ke dalam mobil, dengan langkah cepat, aku kembali masuk ke dalam rumah untuk mengambil dompet dan ponselku, juga mengunci pintu.Setelah itu aku pun ikut masuk mobil dan duduk di samping Dhani. Dhani mulai melajukan mobilnya. Aku menoleh ke belakang, tampak Mbak Siska terkulai lemah tak berdaya.Aku mohon Mbak, bertahanlah.Dhani mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, kami yang berada di dalam mobil, terdiam dengan pikiran masing-masing, Sintya menggenggam erat jemari Mbak Siska, seolah menyalurkan kekuatan d

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 146

    "Cukup Mbak! Maaf saya bukan lelaki seperti itu. Jika Mbak Mau, silahkan cari orang lain, tapi bukan saya! Permisi!" Aku melenggang masuk usai mengucapkan itu, kemudian membuka pintu dan menutup serta mengunci pintunya, masih jelas kulihat bibirnya mencebik seperti tak suka dengan penolakan yang tadi aku katakan. Ada yah, wanita semurahan itu, bahkan menawarkan diri seperti itu. Memang awal aku tinggal di sini, dan berkenalan dengan Susi, kami sempat ngobrol dan Dia bertanya apa tidak ada niat untuk menikah lagi, dan waktu itu aku jawab belum ingin menikah lagi, karena memang aku belum menemukan sosok yang pas untuk mengisi ruang hati ini. Tapi bukan berarti aku mau menikah dengan Susi, Dia bukan wanita yang aku idamkan menjadi istri. Aku menarik napas panjang dan menghembuskanya perlahan, usai menutup rapat pintu rumah ini, tak kuperdulikan Susi yang masih berdiri di halaman rumah.Bergegas aku masuk untuk menengok kondisi Mbak Siska, Ia masih terbaring di tempat tidur, kemudian m

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 145

    Pagi ini seperti biasa aku akan bekerja, sebelum berangkat aku siapkan makanan untuk aku dan Mbak Siska sarapan, juga untuk Mbak Siska makan siang, semenjak Dia sakit aku memang harus ekstra melakukan ini dan itu agar Mbak Siska tidak perlu repot memasak untuk makan siangnya.Setelah semuanya siap, aku mengajaknya sarapan, aku tatap wajah yang kian hari kian pucat itu."Mbak hari ini kita ke rumah sakit aja yuk," ajakku."Ah, tak perlu lah Yud, kamu juga kan harus kerja, lagian obat Mbak yang dari klinik juga masih ada," tolaknya."Mbak, soal kerjaan gampang, aku bisa ijin datang siang hari setelah mengantar Mbak dari rumah sakit." Lagi aku berusaha meyakinkan Mbak Siska, apapun alasannya kesehatannya adalah jauh lebih penting."Gampang nanti saja Yud, nunggu obat yang sekarang ini habis aja, ya!" "Hm, baiklah kalau begitu Mbak. Yudi cuma pengin Mbak bisa segera sembuh," pungkasku.Usai sarapan aku langsung berangkat ke tempat kerjaku. Entah mengapa aku merasa Mbak Siska seolah pasra

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 144

    Aku tersenyum dan kembali mendaratkan bobotku di sampingnya."Iya, Mbak. Aku baru pulang. Maaf ya Mbak, Yudi pulang malam karena memang baru selesai." Mbak Siska mengangguk."Mbak sudah makan? Obatnya sudah di minum?" tanyaku."Sudah, kamu sendiri sudah makan?" "Sudah Mbak, tadi makan di sana.""Gimana keadaan Mbak? Apa kita ke rumah sakit aja besok?" tawarku sesungguhnya aku tak tega melihat kondisinya yang semakin menurun. Tubuhnya kurus, kelopak matanya cekung, dengan bibir memucat, di tambah lagi batuk yang tak kunjung sembuh."Tak perlu lah Yud, lagi pula ke rumah sakit kan biayanya mahal, kita ndak punya banyak uang, Mbak nggak mau di sisa umur Mbak hanya merepotkan dan menjadi beban kamu," ucapnya lirih."Tapi Mbak, kondisi Mbak Siska makin menurun, Yudi nggak tega Mbak."Walaupun uang yang kupunya masih belum banyak tapi setidaknya cukup untuk berobat Mbak Siska.Namun, lagi-lagi Mbak Siska menolak untuk berobat ke rumah sakit. "Ya sudah sekarang sudah malam, Mbak istirahat

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 143

    Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini tak pernah lepas dari ketentuan-Nya. Manusia di ciptakan dengan karakter dan watak yang berbeda, pun dengan nasib yang berbeda-beda, jika saat ini nasib kami seperti ini, mungkin ini adalah akibat dari perbuatan buruk di masa lalu.Setiap orang pasti akan menuai apa yang ditanamnya, hanya dengan Doa yang tulus aku persembahkan, agar Allah berkenan mengampuni semua dosa khilafku di masa lalu itu, karena kini aku hanya ingin hidup tenang dan tentram, dengan lembaran baru. Aku hanya ingin hidupku ke depan, lebih baik, dan lebih bermakna.Hari terus berganti hingga kini satu bulan sudah aku melewati waktu, kondisi kesehatan Mbak Siska makin menurun, badannya pun kurus, saat aku ajak untuk berobat ke rumah sakit, Ia selalu menolak, dengan berbagai alasan. Aku paham Mbak Siska mungkin berpikir seribu kali untuk berobat ke rumah sakit karena memikirkan biaya, kami berdua, untuk hidup dan makan saja pas-pasan. Penghasilanku bekerja di tempat fotokopi,

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 142

    Hingga adzan Maghrib berkumandang, Pakde Mul mengajakku untuk salat berjamaah di masjid tak jauh dari rumah ini. Aku merasa seolah memiliki keluarga baru di sini, walaupun aku bukan siapa-siapa Mereka.Selepas Maghrib Ibunya Hesti mempersilahkan kami untuk makan bersama di ruang tengah, ada pula Bude Ning dan suaminya, Ibunya Hesti dan Hesti. Kami semua makan lesehan di ruang tengah, makanan yang tersaji bukanlah makanan mewah, tapi sangat enak dan dinikmati bersama. Beberapa kali aku melirik ke arah wanita cantik yang duduk di depanku, entah kenapa senyuman itu membuatku ingin selalu meliriknya.Setelah selesai makan, aku ngobrol-ngobrol santai dengan Pakde Mul, yang merupakan Suaminya Bude Ning, beliau seorang petani. Melihat perawakannya aku jadi teringat Pak Imran ayahnya Sintya. Jujur masih terselip di dalam sini rasa bersalah yang begitu besar terhadap Beliau. "Sudah mulai larut, saya pamit dulu Pakde," pamitku.Melihatku ngobrol dengan Pakde Mul, Hesti lebih banyak di dalam. K

DMCA.com Protection Status