Share

Bab 27

Penulis: Tifa Nurfa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-25 14:24:20

Aku akui ini kesalahan terbesarku, karena saat membeli dan mengurus surat-surat perizinan usaha dan sertifikat bangunan ini, aku menyerahkan sepenuhnya kepada Mas Yudi. Karena aku percaya sepenuhnya karena ketulusanku padanya tentunya.

Bagiku mau pake namaku atau nama Mas Yudi itu sama saja, karena kita suami istri, tak pernah aku berpikir akan jadi seperti ini, sungguh aku menyesal begitu mempercayainya dulu.

Dulu Mas Yudi terlihat begitu antusias membangun usaha di bidang ini, dan aku aku tak menyangka jika ia akan menyeleweng, kini aku menyesal telah menyetujui semua itu, itulah kenapa sertifikat bangunan ini atas nama Mas Yudi.

Sebagai bentuk terimakasih karena aku telah mendukungnya, dan memberinya modal untuk berjalannya usaha ini, ia membeli sebuah rumah atas namaku, rumah yang kami tempati sekarang.

Sekarang rasanya aku tak rela jika usaha yang kami rintis dari nol dan sudah berkembang ini akan di nikmati oleh mereka yang sudah menusukku. Yah, aku harus berpikir keras bagaima
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 28

    Kuurungkan niatku untuk menghampirinya, aku terdiam memperhatikan mereka.Belum juga hilang rasa penasaranku, kini aku di buat terkejut dengan wanita di balik helm yang kini menghampirinya itu.Mbak Siska–Kakak perempuan Mas Yudi. Ya, itu wanita yang aku lihat di halte bus, dan wanita yang menghampirinya, itu kan Eva, perempuan yang sudah menjadi duri di dalam rumah tanggaku, aku tak mungkin salah lihat.Tunggu, bukankah Mbak Siska itu tinggal di luar kota, ikut dengan suaminya. Sejak kapan ia kembali ke kota ini. Dan ada hubungan apa dia dengan perempuan itu.Ah, Aku dibuat bingung sendiri, mereka juga tampaknya sangat akrab, memeluk dan cipika cipiki layaknya teman lama yang baru bersua.Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Astaghfirullah, ini sudah hampir jam 10 sudah terlambat menjemput Rizki, kasihan dia jikalau harus menungguku lama. Aku harus pergi sekarang, meskipun hati ini masih diliputi banyak pertanyaan, perlahan kembali kulajukan kuda besiku, dan mening

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 29

    Aku coba hubungi nomer lelaki yang masih bergelar suami itu. Ternyata masih belum aktif, kemana dia sebenarnya, tak biasanya ia tak datang ke galeri, juga tak dapat dihubungi.Apa iya dia sedang bersama perempuan itu, ya! tapi siang tadi perempuan sial*n itu bertemu Mbak Siska sendirian. Lalu kemana Mas Yudi.Ah iya aku masih penasaran, ada hubungan apa Mba Siska dengan perempuan itu. Apa ini ada hubungannya dengan retaknya rumah tanggaku. Ah sebaiknya nanti saja aku cari tau, tentang mereka. ******Hari sudah sore, Mas Yudi belum juga pulang. Tak berapa lama suara motor berhenti di depan rumahku, aku singkap sedikit gorden jendela, ternyata Hana. Aku langsung membukakan pintu untuknya dan mempersilahkan masuk."Sin, sudah kamu siapkan apa saja berkas yang harus kamu kumpulkan?" tanya Hana.Usai melakukan panggilan telepon siang tadi, Hana mengirimiku pesan terkait berkas apa saja yang harus aku kumpulkan untuk keperluan balik nama sertifikat itu."Alhamdulillah semuanya sudah lengka

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 30

    "Tunggu di sini, aku akan mengambilnya." ucapku kemudian meninggalkannya.Setelah mengucapkan itu, aku melangkah ke arah meja. Dari dalam tas yang ada di situ, beberapa lembar berkas kuambil. Kemudian, kepadanya aku sodorkan."Aku mau kamu tanda tangani ini," ucapku.Kupegang lembaran berkas itu sambil berdoa dalam hati agar ia tak membaca isinya."Apa itu?" "Kamu sudah berjanji kan, kalau istri mudamu tak kan tinggal di sini bersamaku. Ini hanya surat perjanjian, kalau Mas akan selalu menepati janji itu, sungguh aku tak mau jika aku harus tinggal satu atap dengan maduku," ucapku dengan sedikit berkaca-kaca, dengan akting begini pasti ia akan segera menandatanganinya, batinku."Owh cuma itu, tentu aku akan selalu menepati janjiku, sini biar Mas tanda tangani surat perjanjian itu." Terlihat matanya berbinar. Mas Yudi pasti mengira aku luluh dan mengizinkannya menikah lagi.Mas Yudi meraih berkas dan pulpen itu dari tanganku, dan tanpa membaca isinya ia menandatangani berkas itu. Yes,

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 31

    "Mana teh untukku, Sin?" tanya Mas Yudi menghampiriku yang sedang masak nasi goreng dan hampir matang. Kemudian ia menarik kursi dan duduk menungguku menyuguhkan sarapan.Aku tersenyum miring melirik ke arahnya.Tanpa menyahuti pertanyaannya.Aku tuang nasi goreng ke dalam dua piring, dan meletakkannya di meja makan, tepat depan kursi tempat biasa aku duduk, dan di depan kursi biasa Rizki duduk. "Sin, kok nasi gorengnya cuma dua piring, buatku mana, Sin?" tanyanya lagi melihat ke arah nasi goreng yang masih mengepul asap di atasnya. Kemudian menatapku dengan tatapan aneh, tampak bingung."Nasi sisa semalam cuma cukup untuk dua piring, Mas!" jawabku, santai."Lalu aku sarapan apa, Sin?" tanya Mas Yudi, dengan intonasi sedikit meninggi."Bukan kah beberapa hari lalu kamu biasa sarapan bersama calon istri mudamu, Mas!" jawabku sambil mencuci tanganku di wastafel.Mas Yudi membuang napas dengan kasar, sepertinya ia sedikit kesal dengan ucapanku."Bukankah tadi malam, kita udah baikan, Si

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 32

    Sekitar tiga puluh menit aku sampai di sebuah Mall yang lumayan besar di pusat kota Surabaya ini. Ting! Bunyi pesan masuk berdenting di ponselku yang tersimpan di dalam tas handbag. Segera aku membuka tas, dan mengambil benda pipih itu. [Sin, langsung ke lantai 3 ya, di food court][Oke] balasku.Aku langsung mengamit tangan Rizki dan berjalan menuju Lift. "Mah, kita mau jalan-jalan, ya?" tanya Rizki. Sambil melihat-lihat ke kanan ke kiri, di tengah keramaian Mall ini."Iya, Sayang!" jawabku singkat. Kami menaiki lift menuju lantai tiga sesuai arahan Hana. Tak butuh waktu lama untu sampai ke lantai tiga, aku edarkan pandangan mencari sosok sahabatku."Sintya! Di sini!" Panggil Hana melambaikan tangan ke arahku yang tak jauh dari lift, tampak ia duduk bersama seorang laki-laki, mungkin itu temannya yang akan membantuku mengurusi urusan ini.Aku balas dengan lambaian tangan, kemudian menghampirinya. "Duduk, Sin!" ucap Hana menepuk kursi di sampingnya."Maaf menunggu lama ya, Han?"

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 33

    "Rizki, Mamah duduk di sana ya, sama Tante Hana dan Om Ferdi, Rizki jangan nakal dan hati-hati ya, kartunya juga jangan hilang ya, Nak!" pesanku sebelum meninggalkannya.Aku beranjak kembali ke meja tempat kami duduk, tak lupa juga aku titip pesan pada pengawas arena bermain, untuk membantu Rizki saat akan menggunakan permainan. Makananku sudah tak sehangat tadi, kulirik makanan Hana dan Ferdi sudah tinggal seperempat, mereka makan cukup lama karena diselingi ngobrol. Aku pun mulai makan, sesekali aku sikut lengan sahabatku yang tampak merah merona pipinya. "Mbak!" Ferdi memanggil salah satu waiters untuk datang ke meja ini. "Minta billnya ya! Dan tolong ini di bereskan," ucapnya dengan sopan.Gadis muda yang menggunakan pakaian seragam restoran ini mengangguk."Baik, Pak!" ucapnya dengan ramah, Tak lama seorang temannya datang dan membereskan meja kami, di susul olehnya membawakan bill pembayaran. Ferdi membaca struknya kemudian memberikan beberapa lembar uang berwarna merah pada

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 34

    Aku menoleh ke arah tempat Rizki, tampak ia masih asyik bermain, aku hendak menemuinya dan mengajaknya pulang.Baru saja aku bangun dari tempat dudukku, dari kejauhan aku melihat sosok yang sangat kukenal, bahkan baju yang di kenakannya itu adalah baju yang aku belikan, pemandangan ini seketika membuat dada ini kembali sesak. Meskipun rasa cintaku pada Mas Yudi berlahan pudar, semenjak aku memergokinya bergumul dengan perempuan murahan itu, tapi tetap saja rasa sakit hati itu tetap ada.Mas Yudi! Yah, yang aku lihat itu Mas Yudi, ia sedang berjalan bersama perempuan jalangnya itu, tangan kanannya merangkul bahu wanita murahan itu, sedangkan wanita itu tampak senang, sesekali mencium pipi lelaki yang masih sah suamiku itu. Aku menatap nyalang punggungnya yang makin menjauh.Ingin kuhampiri mereka untuk meluapkan rasa kesalku, tapi semua itu percuma keduanya sama-sama tak punya adab.Kuurungkan niatku untuk menghampiri mereka, percuma saja jika aku marah-marah pada kedua manusia tak ada

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25
  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 35

    Aku meraih ponsel pintarku yang tergeletak di atas nakas, aku menghubungi Rizal ingin menanyakan kodisi galeri, apakan semua baik-baik saja."Halo, Rizal! Gimana kondisi hari ini, semua berjalan lancar? Apa hari ini Mas datang ke galeri?" tanyaku bertubi-tubi."Halo, Mbak Sintya, santai Mbak! nanya satu-satu donk!" Terdengar suara Rizal terkekeh, di seberang sana."Maaf ya, Zal! Mbak, kan lagi banyak masalah, jadi begini deh," jawabku."Semua berjalan lancar, Mbak! Kerjasama dengan para klien juga berjalan lancar. Mas Yudi dari pagi di sini, tapi saat makan siang tadi beliau keluar, hingga sekarang belum kembali," jawab Rizal.Sudah kuduga, pasti sedang asyik jalan-jalan bersama wanita jalang itu, di mall. Sudah menjadi tabiat lelaki itu sekarang, jika sudah bermain gila ia akan lupa semuanya termasuk urusan pekerjaannya.Rasanya muak dan aku tak sabar mengambil alih semuanya, aku ingin lihat bagaimana ekspresi dua manusia itu saat menyadari semuanya, aku yang terlihat diam dan lemah

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-25

Bab terbaru

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 150 (ending)

    Aku tertunduk dalam, lidahku terasa kelu, seolah tak mampu lagi untuk bicara, degup jantungku terasa semakin cepat, ada rasa malu, ada rasa bahagia bersua dengannya, ada rasa takut aku ditolak, semuanya campur aduk jadi satu di dalam sini. Aku hirup udara banyak-banyak, kemudian Perlahan mengangkat wajahku, tampak Hesti masih setia menunggu aku melanjutkan kata-kataku."Mas, semua yang sudah terjadi biarlah terjadi, jadikan itu semua sebagai pelajaran berharga untuk menapaki kehidupan masa depan, agar tak terulang kembali." Pelan Hesti bicara, seolah mengerti apa yang kini kurasakan.Aku mengangguk setuju dengan perkataannya."Beberapa bulan terakhir, kita semakin dekat, dan kurasa tidak ada lagi yang harus kita tunggu, aku berniat ingin meminangmu, jika kau bersedia, aku ingin kau menjadi istriku, tapi ...."Mendengar ucapanku yang menggantung, keningnya mengerenyit, namun ia tak bertanya apapun."Ta–Tapi, aku seperti ini kondisinya, mungkin, bisa dibilang aku lelaki tak tahu malu,

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 149

    Satu Minggu sudah kepergian Mbak Siska, segala tetek bengek keperluan administrasi saat di rumah sakit, Dhani banyak membantu, bahkan tak segan membantu biaya administrasi untuk membawa pulang jenazah Mbak Sintya.Selama tujuh hari kemarin, aku memang mengadakan acara tahlil di rumah, walaupun rumah kecil, aku mengundang tetangga dekat untuk hadir dalam acara tahlil kepergian Mbak Siska, tak lain harapanku hanyalah Doa kebaikan untuk Mbak Siska, semoga Doa dari semua jamaah tahlil bisa mengiringi kepergian Mbak Siska ke alam sana dengan kedamaian.Dua hari acara tahlil, Sintya ikut datang kemari, dan hari ke tiga hingga selesai tujuh hari, Dhani datang berdua dengan Rizki. Karena Sintya kurang enak badan katanya.Tiga hari Mbak Siska berpulang, aku memang izin tak masuk kerja, dan hari keempat hingga tujuh hari aku masuk kerja tapi hanya sampai siang, tak sampai sore, karena aku harus mengurus keperluan acara tahlil, beruntung tetangga di sini semuanya baik dan mau membantu untuk semu

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 148

    Aku lebih dulu ke bagian administrasi untuk mengurus semuanya, setelah semuanya selesai aku melenggang ke Musala rumah sakit ini. Setelah selesai aku kembali ke depan ruang UGD, tapi mereka semua sudah tidak ada di sana. Aku pun langsung masuk ke tempat dimana Mbak Siska terbaring. Kosong. "Maaf Pak, cari pasien atas nama Bu Siska ya?" tanya seorang perawat yang sedang jaga. "I–Iya Sus." "Tadi Dokter memutuskan untuk memindahkan ke ruang ICU Pak, Karen kondisinya Bu Siska terus menurun, ruang ICU ada di sebelah sana Pak," ucap perawat itu sambil menunjuk ke arah dimana ruang ICU itu berada. Degh. Mbak Siska semakin menurun. Sintya dan Dhani pasti sudah ikut ke ruang ICU tadi. "Terimakasih, Sus," ucapku kemudian setengah berlari aku menelusuri lorong rumah sakit menuju ruang ICU. Terlihat Sintya dan Dhani berdiri di depan sebuah ruangan berdinding kaca tebal. Juga ada Rizki diantara mereka. "Sintya, Dhani!" sapaku sembari mengatur napas. "Mbak Siska di dalam, Dokter masih men

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 147

    Sintya membersihkan tangan Mbak Siska. Sedangkan Mbak Siska terlihat begitu lemas."Mas kita bawa Mbak Siska ke rumah sakit sekarang," tegas Sintya."I–Iya Sin.""Ayo Mas cepat, bawa dengan mobilku," ucap Dhani.Dengan sigap aku mengangkat tubuh Mbak Siska, Sintya pun mengekor di belakangku.Dhani yang sudah lebih dulu di depan, segera membuka pintu mobilnya, kemudian duduk di belakang kemudi, tak berapa lama Sintya dan Rizki, muncul dari dalam rumah, dan masuk ke dalam mobil, dengan langkah cepat, aku kembali masuk ke dalam rumah untuk mengambil dompet dan ponselku, juga mengunci pintu.Setelah itu aku pun ikut masuk mobil dan duduk di samping Dhani. Dhani mulai melajukan mobilnya. Aku menoleh ke belakang, tampak Mbak Siska terkulai lemah tak berdaya.Aku mohon Mbak, bertahanlah.Dhani mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, kami yang berada di dalam mobil, terdiam dengan pikiran masing-masing, Sintya menggenggam erat jemari Mbak Siska, seolah menyalurkan kekuatan d

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 146

    "Cukup Mbak! Maaf saya bukan lelaki seperti itu. Jika Mbak Mau, silahkan cari orang lain, tapi bukan saya! Permisi!" Aku melenggang masuk usai mengucapkan itu, kemudian membuka pintu dan menutup serta mengunci pintunya, masih jelas kulihat bibirnya mencebik seperti tak suka dengan penolakan yang tadi aku katakan. Ada yah, wanita semurahan itu, bahkan menawarkan diri seperti itu. Memang awal aku tinggal di sini, dan berkenalan dengan Susi, kami sempat ngobrol dan Dia bertanya apa tidak ada niat untuk menikah lagi, dan waktu itu aku jawab belum ingin menikah lagi, karena memang aku belum menemukan sosok yang pas untuk mengisi ruang hati ini. Tapi bukan berarti aku mau menikah dengan Susi, Dia bukan wanita yang aku idamkan menjadi istri. Aku menarik napas panjang dan menghembuskanya perlahan, usai menutup rapat pintu rumah ini, tak kuperdulikan Susi yang masih berdiri di halaman rumah.Bergegas aku masuk untuk menengok kondisi Mbak Siska, Ia masih terbaring di tempat tidur, kemudian m

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 145

    Pagi ini seperti biasa aku akan bekerja, sebelum berangkat aku siapkan makanan untuk aku dan Mbak Siska sarapan, juga untuk Mbak Siska makan siang, semenjak Dia sakit aku memang harus ekstra melakukan ini dan itu agar Mbak Siska tidak perlu repot memasak untuk makan siangnya.Setelah semuanya siap, aku mengajaknya sarapan, aku tatap wajah yang kian hari kian pucat itu."Mbak hari ini kita ke rumah sakit aja yuk," ajakku."Ah, tak perlu lah Yud, kamu juga kan harus kerja, lagian obat Mbak yang dari klinik juga masih ada," tolaknya."Mbak, soal kerjaan gampang, aku bisa ijin datang siang hari setelah mengantar Mbak dari rumah sakit." Lagi aku berusaha meyakinkan Mbak Siska, apapun alasannya kesehatannya adalah jauh lebih penting."Gampang nanti saja Yud, nunggu obat yang sekarang ini habis aja, ya!" "Hm, baiklah kalau begitu Mbak. Yudi cuma pengin Mbak bisa segera sembuh," pungkasku.Usai sarapan aku langsung berangkat ke tempat kerjaku. Entah mengapa aku merasa Mbak Siska seolah pasra

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 144

    Aku tersenyum dan kembali mendaratkan bobotku di sampingnya."Iya, Mbak. Aku baru pulang. Maaf ya Mbak, Yudi pulang malam karena memang baru selesai." Mbak Siska mengangguk."Mbak sudah makan? Obatnya sudah di minum?" tanyaku."Sudah, kamu sendiri sudah makan?" "Sudah Mbak, tadi makan di sana.""Gimana keadaan Mbak? Apa kita ke rumah sakit aja besok?" tawarku sesungguhnya aku tak tega melihat kondisinya yang semakin menurun. Tubuhnya kurus, kelopak matanya cekung, dengan bibir memucat, di tambah lagi batuk yang tak kunjung sembuh."Tak perlu lah Yud, lagi pula ke rumah sakit kan biayanya mahal, kita ndak punya banyak uang, Mbak nggak mau di sisa umur Mbak hanya merepotkan dan menjadi beban kamu," ucapnya lirih."Tapi Mbak, kondisi Mbak Siska makin menurun, Yudi nggak tega Mbak."Walaupun uang yang kupunya masih belum banyak tapi setidaknya cukup untuk berobat Mbak Siska.Namun, lagi-lagi Mbak Siska menolak untuk berobat ke rumah sakit. "Ya sudah sekarang sudah malam, Mbak istirahat

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 143

    Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini tak pernah lepas dari ketentuan-Nya. Manusia di ciptakan dengan karakter dan watak yang berbeda, pun dengan nasib yang berbeda-beda, jika saat ini nasib kami seperti ini, mungkin ini adalah akibat dari perbuatan buruk di masa lalu.Setiap orang pasti akan menuai apa yang ditanamnya, hanya dengan Doa yang tulus aku persembahkan, agar Allah berkenan mengampuni semua dosa khilafku di masa lalu itu, karena kini aku hanya ingin hidup tenang dan tentram, dengan lembaran baru. Aku hanya ingin hidupku ke depan, lebih baik, dan lebih bermakna.Hari terus berganti hingga kini satu bulan sudah aku melewati waktu, kondisi kesehatan Mbak Siska makin menurun, badannya pun kurus, saat aku ajak untuk berobat ke rumah sakit, Ia selalu menolak, dengan berbagai alasan. Aku paham Mbak Siska mungkin berpikir seribu kali untuk berobat ke rumah sakit karena memikirkan biaya, kami berdua, untuk hidup dan makan saja pas-pasan. Penghasilanku bekerja di tempat fotokopi,

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 142

    Hingga adzan Maghrib berkumandang, Pakde Mul mengajakku untuk salat berjamaah di masjid tak jauh dari rumah ini. Aku merasa seolah memiliki keluarga baru di sini, walaupun aku bukan siapa-siapa Mereka.Selepas Maghrib Ibunya Hesti mempersilahkan kami untuk makan bersama di ruang tengah, ada pula Bude Ning dan suaminya, Ibunya Hesti dan Hesti. Kami semua makan lesehan di ruang tengah, makanan yang tersaji bukanlah makanan mewah, tapi sangat enak dan dinikmati bersama. Beberapa kali aku melirik ke arah wanita cantik yang duduk di depanku, entah kenapa senyuman itu membuatku ingin selalu meliriknya.Setelah selesai makan, aku ngobrol-ngobrol santai dengan Pakde Mul, yang merupakan Suaminya Bude Ning, beliau seorang petani. Melihat perawakannya aku jadi teringat Pak Imran ayahnya Sintya. Jujur masih terselip di dalam sini rasa bersalah yang begitu besar terhadap Beliau. "Sudah mulai larut, saya pamit dulu Pakde," pamitku.Melihatku ngobrol dengan Pakde Mul, Hesti lebih banyak di dalam. K

DMCA.com Protection Status