Seorang laki-laki berseragam OSIS dilapisi jas lab lengan pendek pada bagian luarnya tengah memasukkan air ke dalam sebuah wadah. Selanjutnya ia mencampurkan sabun ke dalam air itu, lantas mengobok-oboknya hingga tercipta busa. Usai dari itu ia mengambil sebuah tabung berisi gas metana di dalamnya lalu mulai menekan secara terbalik hingga menciptakan gelembung busa. Kemudian ia mengambil busa tersebut di genggaman dua tangannya diikuti oleh ke-dua rekannya yang lain.
Sementara di samping itu, tepatnya di pojok kanan panggung terdapat seorang siswi yang juga merupakan anggota OSIS. Tugasnya memandu pertunjukan dan menjelaskan tiap langkah yang digunakan kepada para penonton.
Sedangkan siswa lain yang sedari tadi hanya menyimak pertunjukan mulai maju dengan sebuah korek di tangannya. Ia memantik korek dan membakar tangan rekannya sendiri.
"Maaf," pintah Eva pelan. Begini 'kan yang mereka inginkan? Eva meminta maaf karena keterlambatannya. Tidak tahu lagi ini yang ke berapa kalinya Eva merasa bahwa harga dirinya tak berarti apa-apa di hadapan mereka semua sang penguasa sekolah. Khususnya Arta sang pewaris tahta tertinggi, direktur Taruna Bangsa di masa depan. Arta mendongak. Jakunnya bergerak naik turun seiring dengan air yang mengalir di kerongkongan. Sementara satu tangannya yang memegang gelas mengudara. Sudut hati Arta terasa berdenyut. Ada perasaan tidak terima ketika Eva merendahkan harga dirinya dengan meminta maaf atas sesuatu yang tidak sepenuhnya salah dia juga. "Letoy kek siput!" ejek Reza sinis. Lancang sekali anak beasiswa ini membuat Arta menunggu lama. Tidak sadar diri bahwa dirinya itu hanya menumpang di sekolah ini. Iya, tak berkontribusi
"WOI!!! BRENGSEK!"Mendengar teriakan beserta umpatan kasar di dalamnya tersebut membuat tiga orang cowok berseragam SMA Pancasila menoleh ke arah sumber suara. Terlihatlah seorang cewek berseragam SMA Taruna Bangsa tengah berjalan sendirian ke arah mereka. Hal itu membuat mereka akhirnya melepaskan bocah SMP yang menjadi mainan mereka tadi.SMA Pancasila dan SMA Taruna Bangsa dibangun bersebelahan. Namun, meskipun demikian direktur keduanya berbeda dan hingga saat ini Taruna Bangsa lebih unggul dari segi apapun."Banci banget lo semua! Kurang kerjaan kalian sampai anak SMP kalian gangguin hah?! PR tuh dikerjain! Dasar sampah masyarakat!"Dia Eva. Saat telah sampai di hadapan tiga cowok jahanam ini Eva langsung saja memarahi ketiga
Sesampainya di rumah Eva merasakan tubuhnya remuk. Kepalanya juga sakit sekali dilanda pening yang tak kunjung reda. Buru-buru Eva masuk ke rumah dan meminum paracetamol agar sakitnya tak bertambah parah dan berharap dapat segera berhenti.Namun beberapa menit setelah Eva membersihkan diri, ia tak mampu bangkit lagi. Terpaksa Eva terbaring lemas di kasurnya dengan suhu tubuh meningkat panas. Hari ini ia sudah melalui banyak sekali cobaan. Mulai dari kehujanan di jalan, sindrom prahaid yang tiba-tiba melanda tanpa diundang, belum lagi dihajar kegiatan OSIS, nonstop mengurusi keberlangsungan acara. Eva tak sanggup lagi untuk bangkit, tubuhnya benar-benar drop."Eva, kamu nggak apa-apa Mama tinggal? Gimana lagi, Mama udah terlanjur ada janji dinner malam ini sama tante Vina dan om Zaki." Vina duduk lesehan di sebelah kasur y
Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya Eva berhasil menelpon Adam. Ya, walau sebelumnya ia harus memohon-mohon pada si berandalan Arta. Namun, tetap saja saat Adam masuk ke dalam ruang panggilan, cowok itu sampai terkejut karena ternyata panggilan ini tersambung pada tiga orang.Ada Arta juga di sini tengah melangsungkan video call. Adam sampai keheranan. Hubungan Arta dan Eva ini sebatas babu dan tuan atau pacaran? Lagian apa urusannya mereka bertelponan di malam hari begini 'kan?"Buruan ngomong! Malah ngelamun!" perintah Arta mencecar emosi.Mendengar suara Arta yang sinis dan menyeramkan itu membuat Eva dan Adam tersentak kaget. Adam berdeham pelan menutupi kegugupannya. Walau bagaimanapun juga, Arta tetaplah senior mereka. Terlebih cowok itu adalah ketua geng motor besar, serta dipercaya akan menjadi direktur Taruna Bangsa di masa d
Bel pulang sekolah sudah menggema sejak beberapa menit yang lalu. Namun, meskipun demikian ternyata masih banyak murid yang berseliweran di arena sekolah. Hal ini dikarenakan para calon-calon peserta lomba seperti OSN, O2SN, dan FLS2N tidak diperkenankan untuk pulang dulu sebab akan ada pembinaan untuk mereka.Saat ini lapangan Taruna Bangsa penuh dengan kerumunan. Bagaimana tidak histeris dan antusias jika melihat anggota inti Kompeni berdiri di lapangan mengenakan seragam basket Taruna Bangsa. Ketampanan mereka bertambah berkali-kali lipat. Kapan lagi coba para siswi memanjakan mata mereka dengan melihat tubuh kekar dan proporsional yang di miliki oleh senior mereka itu!Di samping itu ada pula yang keheranan dan merasa ada sesuatu yang mengganjal di sini. Sebab pasukan basket itu diisi oleh seluruh anggota inti Kompeni tanpa terkecuali yang notabane-nya mereka telah menduduki bangku kelas 12. Bukankah senior tidak diperkenankan lagi mengikuti lomba-lomba seperti ini?Beranggotakan
Suara gemericik air menggema di dalam toilet yang lengang ini. Uma membasuh wajahnya dengan air berulang kali. Ia menatap lamat dirinya sendiri yang terpantul dari cermin wastafel. Tampilannya sangat berantakan. Rambutnya awut-awutan dan pipinya kian membiru berdenyut sakit. Tamparan Rehan memang tidak main-main.Tiba-tiba saja pelukan dari belakang Uma rasakan. Hal yang membuat tubuhnya menegang sesaat, sebelum ia membalik dan mendorong Eva dengan kasar agar pelukan mereka terlepas."Apaan sih, Va! Gue baik-baik aja!!" teriaknya tak suka. Mau apa Eva datang ke sini dan memeluknya tiba-tiba hah?! Uma tidak butuh rasa kasihan. Tidak ada orang yang mengerti perasaannya kecuali dirinya sendiri!Eva sampai menganga atas pernyataan paling egois yang pernah dirinya dengar ini. Mengapa Uma berbohong pada dirinya sendiri? "Baik-baik aja gimana maksud lo?! Lo jelas-jelas lagi nggak baik-baik aja!!""GUE BILANG GUE BAIK! LO TULI HAH?!" Uma berteriak kesetanan. Matanya memerah marah dengan air m
Eva mengayuh sepedanya dalam perjalanan pulang. Ujung jilbabnya tampak berkibas diterpa angin jalanan. Sudah menjadi takdir tuhan, di tengah jalan terdapat Sabila si adik kecil yang kemarin diganggu oleh anak-anak Pancasila. Namun anehnya gadis cantik itu tengah bersama Arta. Eva melihatnya dengan raut keheranan yang amat kentara. Ada urusan apa adiknya Rehan itu bersama Arta 'kan? Awalnya Eva hendak menghampiri Sabila, tetapi ragu karena ada Arta di sana. Jadi pada akhirnya Eva pura-pura tidak melihat saja saat melewati mereka. Eva tidak mau berurusan lagi.Namun sepertinya dewi fortuna tidak berpihak pada Eva karena Sabila justru melihatnya. Anak itu memanggil-manggil Eva dengan brutal, terlebih suaranya sangat cempreng dan besar. Eva dibuat memejam erat menahan sabar. Dasar, ya! Kenapa susah sekali sih menghindari Arta?! Maka mau tidak mau Eva menghampiri kedua manusia itu dengan malas-malasan.Berbeda dengan Eva yang memasang raut mupeng, sementara Arta stay cool dan angkuh, Sabil
Ketika Arta menginjakkan kaki di dalam markas Kompeni, Reza telah melakukan tugasnya dengan sangat baik. Tentu saja ia berhasil meringkus tiga ekor tikus yang sudah berani mengganggu adik dari ketua mereka, Artanabil Hibrizi. Ketiganya adalah siswa dari SMA Pancasila. Sangat tidak adil bukan apabila mereka diikat? Maka dari itu ikatan yang melilit tubuh mereka dilepaskan."Masukin!" titah Arta pada anggotanya untuk memasukkan tiga orang itu ke dalam ring tinju. Perintah Arta dipatuhi dengan cepat. Reza bersama Edo menyeret mereka seperti binatang dan mendorong tubuh kurus mereka begitu saja ke dalam ring hingga membuat ketiganya tersungkur.Hampir seluruh anggota Kompeni berkumpul di markas ini. Tentu saja para tikus itu menjadi bahan olokan yang sangat menyenangkan untuk mereka tertawakan sekarang.Tak berlama-lama Arta ikut masuk ke dalam. Ia melepas bajunya sehingga memperlihatkan tubuh kekarnya yang terhias otot dan urat di beberapa bagian. Arta melempar kaosnya ke sembarang arah.