Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya Eva berhasil menelpon Adam. Ya, walau sebelumnya ia harus memohon-mohon pada si berandalan Arta. Namun, tetap saja saat Adam masuk ke dalam ruang panggilan, cowok itu sampai terkejut karena ternyata panggilan ini tersambung pada tiga orang.
Ada Arta juga di sini tengah melangsungkan video call. Adam sampai keheranan. Hubungan Arta dan Eva ini sebatas babu dan tuan atau pacaran? Lagian apa urusannya mereka bertelponan di malam hari begini 'kan?
"Buruan ngomong! Malah ngelamun!" perintah Arta mencecar emosi.
Mendengar suara Arta yang sinis dan menyeramkan itu membuat Eva dan Adam tersentak kaget. Adam berdeham pelan menutupi kegugupannya. Walau bagaimanapun juga, Arta tetaplah senior mereka. Terlebih cowok itu adalah ketua geng motor besar, serta dipercaya akan menjadi direktur Taruna Bangsa di masa d
Bel pulang sekolah sudah menggema sejak beberapa menit yang lalu. Namun, meskipun demikian ternyata masih banyak murid yang berseliweran di arena sekolah. Hal ini dikarenakan para calon-calon peserta lomba seperti OSN, O2SN, dan FLS2N tidak diperkenankan untuk pulang dulu sebab akan ada pembinaan untuk mereka.Saat ini lapangan Taruna Bangsa penuh dengan kerumunan. Bagaimana tidak histeris dan antusias jika melihat anggota inti Kompeni berdiri di lapangan mengenakan seragam basket Taruna Bangsa. Ketampanan mereka bertambah berkali-kali lipat. Kapan lagi coba para siswi memanjakan mata mereka dengan melihat tubuh kekar dan proporsional yang di miliki oleh senior mereka itu!Di samping itu ada pula yang keheranan dan merasa ada sesuatu yang mengganjal di sini. Sebab pasukan basket itu diisi oleh seluruh anggota inti Kompeni tanpa terkecuali yang notabane-nya mereka telah menduduki bangku kelas 12. Bukankah senior tidak diperkenankan lagi mengikuti lomba-lomba seperti ini?Beranggotakan
Suara gemericik air menggema di dalam toilet yang lengang ini. Uma membasuh wajahnya dengan air berulang kali. Ia menatap lamat dirinya sendiri yang terpantul dari cermin wastafel. Tampilannya sangat berantakan. Rambutnya awut-awutan dan pipinya kian membiru berdenyut sakit. Tamparan Rehan memang tidak main-main.Tiba-tiba saja pelukan dari belakang Uma rasakan. Hal yang membuat tubuhnya menegang sesaat, sebelum ia membalik dan mendorong Eva dengan kasar agar pelukan mereka terlepas."Apaan sih, Va! Gue baik-baik aja!!" teriaknya tak suka. Mau apa Eva datang ke sini dan memeluknya tiba-tiba hah?! Uma tidak butuh rasa kasihan. Tidak ada orang yang mengerti perasaannya kecuali dirinya sendiri!Eva sampai menganga atas pernyataan paling egois yang pernah dirinya dengar ini. Mengapa Uma berbohong pada dirinya sendiri? "Baik-baik aja gimana maksud lo?! Lo jelas-jelas lagi nggak baik-baik aja!!""GUE BILANG GUE BAIK! LO TULI HAH?!" Uma berteriak kesetanan. Matanya memerah marah dengan air m
Eva mengayuh sepedanya dalam perjalanan pulang. Ujung jilbabnya tampak berkibas diterpa angin jalanan. Sudah menjadi takdir tuhan, di tengah jalan terdapat Sabila si adik kecil yang kemarin diganggu oleh anak-anak Pancasila. Namun anehnya gadis cantik itu tengah bersama Arta. Eva melihatnya dengan raut keheranan yang amat kentara. Ada urusan apa adiknya Rehan itu bersama Arta 'kan? Awalnya Eva hendak menghampiri Sabila, tetapi ragu karena ada Arta di sana. Jadi pada akhirnya Eva pura-pura tidak melihat saja saat melewati mereka. Eva tidak mau berurusan lagi.Namun sepertinya dewi fortuna tidak berpihak pada Eva karena Sabila justru melihatnya. Anak itu memanggil-manggil Eva dengan brutal, terlebih suaranya sangat cempreng dan besar. Eva dibuat memejam erat menahan sabar. Dasar, ya! Kenapa susah sekali sih menghindari Arta?! Maka mau tidak mau Eva menghampiri kedua manusia itu dengan malas-malasan.Berbeda dengan Eva yang memasang raut mupeng, sementara Arta stay cool dan angkuh, Sabil
Ketika Arta menginjakkan kaki di dalam markas Kompeni, Reza telah melakukan tugasnya dengan sangat baik. Tentu saja ia berhasil meringkus tiga ekor tikus yang sudah berani mengganggu adik dari ketua mereka, Artanabil Hibrizi. Ketiganya adalah siswa dari SMA Pancasila. Sangat tidak adil bukan apabila mereka diikat? Maka dari itu ikatan yang melilit tubuh mereka dilepaskan."Masukin!" titah Arta pada anggotanya untuk memasukkan tiga orang itu ke dalam ring tinju. Perintah Arta dipatuhi dengan cepat. Reza bersama Edo menyeret mereka seperti binatang dan mendorong tubuh kurus mereka begitu saja ke dalam ring hingga membuat ketiganya tersungkur.Hampir seluruh anggota Kompeni berkumpul di markas ini. Tentu saja para tikus itu menjadi bahan olokan yang sangat menyenangkan untuk mereka tertawakan sekarang.Tak berlama-lama Arta ikut masuk ke dalam. Ia melepas bajunya sehingga memperlihatkan tubuh kekarnya yang terhias otot dan urat di beberapa bagian. Arta melempar kaosnya ke sembarang arah.
Eva terbangun merasakan hawa panas di tubuhnya yang tergulung selimut. Ia menyingkirkan kain tebal itu dari tubuhnya kemudian bangkit sembari menggeliat pelan. Matanya memerah dan rasa pening menggerayangi kepalanya. Dijamahnya ponsel yang tergeletak di bawah kakinya untuk melihat jam berapa sekarang.10.13Pantas saja hawa kamarnya terasa panas. Ternyata hari sudah siang, matahari telah naik memancarkan radiasi. Tadi malam Eva menghabiskan waktu bertelponan dengan abangnya hingga jam lima pagi. Untunglah saat ini Eva sedang menstruasi sehingga bisa langsung nemplok ke bantal pergi ke alam mimpi tanpa perlu sholat lebih dulu.Tiba-tiba deringan ponselnya berbunyi nyaring karena panggilan masuk. Hal yang membuat Eva kelabakan adalah karena nama Arta terpampang di sana sebagai pemanggil. Ya ampun, keadaan Eva masih seperti ini bahkan nyawa Eva saja belum sepenuhnya terkumpul!Namun sedikit mengherankan juga kenapa Arta bisa menelpon di nomor seluler Eva. Padahal seingat Eva mereka hanya
Berjejer rapih moge di parkiran markas Kompeni. Arta bersama rekan anggota inti yang lainnya sudah duduk siap di atas motor mereka masing-masing. Saat ini mereka akan pergi ke sekolah untuk latihan basket sebagai persiapan lomba nanti. Tak ada yang berhak untuk pergi mendahului sebelum ketua mereka pergi. Karena Arta masih sibuk mengutak-atik ponselnya, yang lain pun hanya duduk diam di atas motor masing-masing menunggu Arta selesai dengan urusannya.Sebelum melajukan motornya, Arta menelpon Eva lebih dulu menanyakan kondisi cewek itu sekarang. Apakah masih sibuk dengan urusan rumah tangganya itu atau sudah selesai. Hari pun sudah siang, sesuai dengan perjanjian Arta pada Eva sebelumnya bahwa ia akan datang ke rumah Eva sekarang ini.Saat panggilan terangkat, terdengar suara malu-malu Eva yang menyapanya. Arta tersenyum mendengar itu. "Lo hari ini ke sekolah nggak buat latihan atau belajar gitu untuk olimp MTK besok?"Di sana Eva mengernyit bingung Arta menanyakan hal itu padanya. "N
Eva membingkai kotak kado dari Arta. Bungkusnya menggemaskan dengan dihiasi pita-pita kecil. "Ini siapa yang ngebungkus, Kak? Gemoy banget bungkusannya!" celoteh Eva dengan senyum lucu terpatri di bibirnya."Sabila," jawab Arta singkat sembari memperhatikan Eva yang mulai membuka bungkus kado darinya tersebut.Mata Eva membulat kaget. "Seals!" jeritnya tertahan membekap mulutnya sendiri. Eva sampai mengerjab menoleh pada Arta berulang kali.Sebuah boneka anjing laut berwarna cream dengan bentuk yang sangat menggemaskan masih terbungkus plastik sudah berada di tangan Eva sekarang. Ini adalah boneka yang sama persis Eva lihat ketika pergi ke pasar bersama mamanya maupun ketika pergi ke mall bersama Arta kemarin.Hati Eva menghangat melihat tatapan lembut yang Arta berikan padanya. Arta baik sekali sampai bisa mengerti Eva sejauh ini. Eva benar-benar merasa terharu. Pasalnya di umur yang ke-17 tahun ini Eva belum pernah mempunyai boneka. Eva ingin memilikinya walaupun hanya satu. Namun h
Wajah Eva muram karena buku diary-nya tak kunjung ketemu hingga sekarang. Eva menelungkupkan wajahnya di meja makan. Menghela napas berusaha mengingat-ingat kembali dengan otaknya yang mungil itu di mana buku diarynya, kenapa tidak ditemukan di manapun juga."Mama liat diary aku nggak?" tanya Eva penuh harap kepada mamanya yang baru datang ke dapur."Terakhir kamu taruh di mana emangnya?" jawab Vina tenang dengan mata yang sudah menyorot barang-barang anaknya yang diletakkan begitu saja di atas meja.Eva menghela napas lelah. "Seinget aku terakhir aku taruh di dalam tas. Tapi aneh banget bisa nggak ada!" Tak kunjung mendapat respon dari mamanya, Eva kesal berakhir menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan dan mulai menangis. Eva kesal, sangat. Siapa yang sudah mengambil barang rahasianya itu?"Eh, kamu bawa apa nih?" Vina segera mengambil duduk di samping putrinya, berupaya mengalihkan perhatian Eva agar tak bersedih lagi.Eva berdecak kasar karena keadaan hatinya yang buruk. Namun ka