Hingga sampai mereka di ruangan teratas gedung ini, Arta menyentak tubuh mungil gadis itu untuk masuk ke dalam. Nyaris saja Eva jatuh tersungkur jika tidak ada tembok yang menjadi tumpuan ke-dua tangannya.
Dengan segera Eva membalikkan tubuh hingga bola matanya yang sudah berkaca-kaca hendak menitikkan cairan bening bertumburan dengan tatapan Arta yang kian menajam. Jiwanya dilingkupi perasaan takut juga marah. Takut dengan alasan yang Eva tak mengerti mengapa cowok ini melampiaskan amarah padanya. Marah karena Arta mencampakkan begitu saja absen tadi ke tong sampah. Terlebih saat Eva ingin memungutnya kembali, cowok itu malah menghalangi dan justru menariknya ke rooftop.
"Kakak kenapa sih?" Suara Eva tercekat. Ingin berteriak marah, tapi ketakutan cukup mendominasinya saat ini.
Ingatkan bahwa ia hanya berdua dengan Arta di rua
Suasana semakin memanas. Uma benar-benar terkucilkan dan disudutkan oleh semua orang. Berbeda dengan Uma yang keadaan hatinya jauh dari kata baik-baik saja, Selin justru tersenyum penuh kemenangan. Ia melangkah mendekat membuat Melly dan teman-temannya segera menyingkir untuk memberi tempat pada Selin. Cewek itu memandang Uma dengan tatapan datar. Si gadis yang sudah lancang bergerak sejauh ini mendekati Rehan tanpa ia ketahui.Hingga satu kali layangan dari tangan Selin membuat wajah Uma langsung tertoleh ke samping. Satu kali tamparan mendarat di pipi Uma. Suara tumburan antar kulit itu benar-benar terdengar jelas di telinga siapa saja yang berada di ruangan ini.Tangisan yang Uma usahakan tahan untuk tak jatuh sedari tadi, akhirnya menitik juga saat ini. Pipinya memanas mendapat tamparan sekeras ini. Tangannya terangkat menyentuh lembut pipinya yang memerah bekas tan
"Gue bantu, tapi gak janji bakal berhasil. Lo tau sendiri Arta gimana orangnya."Ucapan Rehan seperti memaksa Melly untuk sadar saja bahwa ia tak boleh berharap banyak agar tak kecewa dengan hasilnya. Namun yang namanya Melly keras kepala, omongan Rehan hanya ia anggap bagai angin lalu saja. Begitu percaya diri bahwa takdir tuhan akan mempersatukan dirinya dengan Arta.Setelah mengucapkan terima kasih pada Rehan, tiga cewek itu berpamitan untuk pergi. Tak ingin mengganggu momen uwu Rehan dengan pacarnya. Walau Melly sendiri tak menghargai keberadaan Uma di sana. Selama ia berbicara dengan Rehan, bahkan Melly dengan sengaja berdesah manja pada Rehan. Cowok itu tak marah, Uma pun hanya diam dan menunduk saja. Mana mungkin juga ia berani marah pada seorang Melly Diandra ketua Queen ini 'kan??"Uma tuh gak cocok bet jadi pacar kak
Cengkeraman kuat pada pergelangan tangan mungilnya ini membuat Eva meringis. Ia berusaha untuk lepas, tapi justru bukan kebebasan yang ia dapatkan, melainkan rasa sakit yang semakin menjadi."Please Kak Arta, jangan gini. Gue nggak bisa. Gue harus ngomong berapa kali sih supaya lo ngerti?!! Gue nggak bisa!!" Eva meraung dalam cengkeraman cowok itu.Tak henti-hentinya Arta meneror Eva untuk memaksanya ikut ke acara anniv Liondrak. Bukankan sudah Eva katakan bahwa ia tidak mau? Menolak ajakan orang lain itu adalah hak mutlak! Tak ada seorang pun yang berhak mengambil hak tersebut dari masing-masing manusia. Beginilah jika dua orang yang sama keras kepalanya dipersatukan. Yang satu arogan dan suka memaksakan kehendak, yang satu lagi teguh terhadap pendirian, tak goyah meski dipaksa sekali pun!"Gue kasih perintah
Tangan yang mengepal erat, urat leher yang menyembul tercetak jelas, raut kian menyeramkan, geraman rendah yang terdengar .... Semua itu sudah cukup menjabarkan bagaimana kondisi emosional Arta saat ini. Ia melirik Melly dan dua temannya yang berdiri di dekat pintu markas Kompeni. Arta cukup tahu soal itu. Ia tak pedulikan mereka dan langsung membuka pintu dengan kasar hingga menciptakan suara dentuman keras. Cowok itu masuk ke dalam dengan langkah kaki penuh arogansi dan keangkuhan. "Mati gue! Mati!!" jerit Melly tertahan melihat betapa memukaunya Arta. Perpaduan antara tampan dan menyeramkan begitu meluluhlantahkan hati cewek-cewek yang melihatnya. Percayalah, jika seandainya Melly tak menampakkan secara terang-terangan rasa suka dan bagaimana tergila-gila cintanya ia pada Arta, sudah pasti Salsa dan Dina akan i
Tak terasa kini telah tiba juga hari di mana Kompeni akan berangkat ke Bandung. Pagi-pagi sekali Rehan sudah berdiri di teras rumah, menunggu Uma yang tak kunjung keluar."Lama," desisnya kesal saat cewek itu baru keluar dari tadi. Ia berlalu begitu saja masuk ke dalam mobil yang telah ia parkirkan di pekarangan rumah."Maaf Kak," lirih Uma menyesal telah membuat Rehan menunggu lama dirinya."Nggak usah banyak omong, cepet masuk!" titahnya dengan kepala menyembul di balik jendela mobil.Seolah tersadar, Uma dengan bergegas melangkah ke mobil dan masuk di kursi penumpang depan. Usai memasang seatbelt, Rehan melajukan mobilnya membelah jalanan.Selama perjalanan mereka, hanya keheningan yang menyelimuti ke-duanya. Uma yang masih canggun
Setelah mendengar jelas suara berat laki-laki yang menyahuti panggilannya, Vina langsung membulatkan mata tidak percaya. Setidaknya hal itu membuat Vina sedikit lega karena dari sebelum keberangkatan putrinya dia sudah khawatir Eva akan menyusahkan orang lain selama perjalanan. Namun, jika orang yang direpotkan adalah Arta, Vina jadi tidak terlalu mengkhawatirkan, memandang dia adalah anak dari sahabatnya yang sudah Vina anggap sebagai keponakan sendiri."Tante minta maaf ya, kalau Eva nyusahin kamu," ujar Vina lembut. "Hm, Arta!" panggilnya sedetik kemudian.Masih di ambang kebingungannya Arta berdeham sebelum merespon ucapan mamanya Eva ini. "Iya, Tan? Kenapa?""Tante titip Eva ya selama di sana. Tolong diurusin dan dijagain baik-baik. Tante tuh selalu khawatir kalau dia pergi-pergi tanpa Tante di sampingnya. Kamu udah ngeliat sendiri 'kan? Dia mabuknya parah banget.""Kasihan," bisik Arta pelan.Tentu saja Eva mendengar percapakan keduanya karena mode loudspeaker yang diaktifkan. Se
Sambil menyangga tubuh sang ketua OSIS cantik itu di bahunya, Rehan bersiul ria menggoda. "Ehm, sayang banget pake lejing, padahal gue pengen liat yang di dalam. Tapi gak papalah. Celana panjangnya juga ketat," katanya Rehan tidak tahu malu.Eva lekas menggeleng. Rasanya ia ingin menangis saja. Rehan baru saja melecehkannya bukan? "Ng-ngak. G-gue mau turun," ucapnya yang tentu saja tidak semudah itu melakukannya. Bagaimana caranya ia turun sekarang? Melihat ke bawah saja Eva rasanya tidak berani. "Turunin gue! Lo kelewatan."Bukannya merasa bersalah cowok itu malah terbahak karenanya. Merasakan Eva yang panik dengan suara gemetar adalah kepuasan tersendiri untuknya. Cowok sinting!"Lo kelewatah, Han!!" teriak Eva frustrasi. Tidak lagi memakai embel-embel 'kakak'. Kakel kurang ajar seperti ini tidak layak untuk dihormati.Karena kasihan akhirnya Rehan menghentikan tawanya. Tidak enak juga jika Eva
Sebuah tangan kekar dan kokoh seorang pria dipergunakan untuk mengelus pucuk kepala gadisnya. Tak terbendung lagi rasa rindu Edo untuk Aurel. Baru beberapa hari mereka tidak bertemu, tapi rasanya sudah sangat lama bagi Edo. Bahagia sekali saat mereka bisa bertemu lagi secara nyata seperti ini setelah sebelumnya hanya dapat saling melepas rasa melalui telepon."Nggak usah mampir," tukas Aurel sarat akan makna.Seperti biasa ia berpamitan pada ke-dua orang tuanya untuk pergi ke sekolah. Padahal nyatanya ia akan pergi ke Bandung bersama sang pacar. Dan saat ini Aurel harus mengganti seragam yang ia kenakan dengan baju sabrina yang telah ia persiapkan di dalam tas.Tak perlu mampir ke mana pun terlebih dahulu. "Gue ganti di sini aja." Walau padahal tujuan mereka bukan langsung ke Bandung. Sebagai anggota inti Kompeni, tentu saja Ed