Kedatangan Rehan Gunandya di kawasan kelas sebelas tentu begitu menggemparkan. Ada apa gerangan abang kelas mereka datang ke ranah adik kelas. Berjalan seorang diri penuh keangkuhan dan semua orang menyingkir memberikan jalan untuknya yang diketahui sebagai putra tunggal kaya raya. Banyak gadis jatuh hati pada sosoknya, tetapi sangat disayangkan mulut Rehan sangat tajam ketika berbicara. Siapa pun pacarnya nanti, maka cewek itu harus siap mental dengan omongan juga sikapnya yang kasar itu.
"Eva!" Satu kata yang keluar dari bibirnya ialah sebuah nama.
Nama dari seorang gadis yang saat ini sedang membaca modul Matematika yang tebalnya setara kamus satu miliar. Hal ini dilakukan karena ketertinggalannya pada materi ekskul Matematik kemarin yang tak ia ikuti akibat bolos mencari absen guru.
Dug!
Mej
Kegiatan belajar mengajar masih berlangsung dengan khidmat. Namun hanya tinggal menghitung menit maka kegiatan ini akan segera usai. Mengingat urusan dengan Arta yang belum selesai, Eva tak bisa duduk dengan tenang. Arah tatapannya bukan lagi menperhatikan penjelasan pak Thabrani yang sedang menerangkan bahwa adab itu lebih tinggi daripada ilmu. Melainkan menatap jendela yang menghamparkan lapangan luas di luar sana. Istirahat ini Arta menyuruhnya untuk datang ke markas mereka tepat waktu. Ingatkan bahwa Arta tak menerima alasan terlambat. Eva sangat takut akan amarah cowok itu. Karena tak tenang Eva selalu menoleh ke sana dan kemari sebagai gerakan spontanitas. Hingga tak sengaja ia mendapati Uma sedang bermain ponsel di bawah meja. Eva berbisik pelan memanggil sahabatnya itu. "Mamaku kirim pesan kalau dia mau pe
Mungkin awalnya Eva masih bisa untuk diam saja mengikuti kemana pun ketua geng kesohor ini memimpin jalan. Terlalu takut bertanya dan membuat cowok itu marah. Namun kenapa Eva merasa arah mereka seperti menuju parkiran? Ingin bertanya akan kemana tujuan mereka sebenarnya saja Eva diliputi rasa bimbang. Segala ketakutan menggerayangi benaknya. Takut yang ditanyai risih dan berakhir memancing emosinya yang saat ini baik-baik saja. Eva berdeham sebelum mengumpulkan keberanian. Setelahnya ia mengajukan tanya. "Ini kita mau kemana, ya?" Berselang cukup lama dari ia melontari pertanyaan, tak ada yang merespon sama sekali membuat Eva menggigit bibir bawahnya cemas. Ia menoleh ke belakang, lebih tepatnya pada Ari. Merasa cowok itu yang paling baik padanya di sini. Tatapannya
Adam dan Eva baru saja selesai ke kelas-kelas yang memiliki anggota OSIS di dalamnya untuk mengumumkan rapat yang akan mereka selenggarakan. Saat ini tujuan mereka adalah kantor majelis guru untuk menemui guru pembimbing. Namun secara tak sengaja bahu Eva ditabrak lumayan keras hingga tubuhnya termundur beberapa langkah. Ia menoleh pada pelaku dan mengernyit ketika mengetahui Uma orang yang barusan menabraknya. Kepala Eva memandang sekeliling. Ada urusan apa Uma di sini?? "Lo ngapain keluyuran sampai sini, Ma?" Uma meringis pelan. Gadis manis itu menggeleng. "Gue nggak papa, Va," katanya dengan napas yang putus-putus serta wajah yang memucat. Belum sempat Eva menjawab, tapi Uma sudah lebih dulu pergi tanpa mengucapkan sepatah kata apapun lagi membuat Eva diselimuti ra
Seisi lapangan senyap setelah Eva berkata lantang menolak perintah Arta padanya. Anehnya sang Raja tak sedikit pun tampilkan raut marah, ia menaikkan sebelah alis memandang gadis mungil itu. Cengkeraman tangannya sudah terlepas dari pipi itu. Sementara di lain sisi anggota inti Kompeni asik mengobrol sambil berbisik-bisik takut terdengar. Yoyon menggoda wajah pundung Edo. Cowok itu baru saja bisa berkumpul setelah menempuh perjalanan cukup jauh mengantar sang pacar tersayang. Kapan lagi Yoyon berkesempatan meledek Edo 'kan? Biasanya cowok itu selalu dipuji. Segala kelebihannya itu selalu menjadi bahan perandingan orang-orang terhadapnya. Yoyon tak suka! "Apakah couple goals Taruna Bangsa akan segera tergantikan??" Pidatonya mengundang cekikikan orang yang mendengar. Rehan tertawa. Jelas yang dimaksud Yoyo
Seorang gadis berambut pirang yang tengah mengenakan bandana merah menyala sebagai penghias rambut itu menoleh pada gadis sebayanya juga yang mungkin posisinya di sini bisa disebut sebagai ketua mereka walau tak pernah ada sepakat dalam hal itu. Ia menarik kasar bandana itu lalu membuangnya ke sudut ruangan begitu saja. Sebagai pelampiasan emosi yang tak kunjung reda. "Gimana sama lo? Gak pulang masa? Gak yakin gue kalo lo tahan LDR sama Edo," imbuhnya. Aurel mengerjab pelan. Mereka hanya tahu bahwa dirinya sebucin-bucin itu. Padahal alasan terbesar Aurel tak bisa ikut menginap di sini adalah orang tuanya sendiri. Aurel tahan saja berjauhan dengan Edo selama lomba ini berlangsung. Tak apa karena memang ia punya harapan sangat besar untuk meraih mimpi itu. Namun sayangnya ia tak sama dengan gadis-gadis sebayanya yang dapat menghirup udara dengan bebas. Di umurnya yang sudah lebi
Ruangan yang didominasi warna abu-abu itu menjadi markas resmi anggota geng Kompeni. Hari sudah menjelang sore. Mereka berkumpul di sana membahas suatu hal."Datang nggak nih, Bang?"Salah satu anggota mereka yang masih menduduki bangku kelas 10 bertanya. Pasalnya mereka baru saja membahas party yang diadakan oleh geng Liontari Drakos atau yang lebih dikenal dengan nama geng Liondrak.Sejauh ini, mereka satu-satunya geng motor yang aktif dalam kekompakan membuat konten di aplikasi yang mendunia saat ini, khususnya kalangan anak muda. Apa lagi jika bukan TikTok? Right. Dengan username @Liondrak semua orang sudah bisa menonton konten-konten mereka mulai dari kebobrokan, kejeniusan, kebijaksanaan, atraksi motor yang mengerikan, semua berpadu menjadi satu. Terlebih anggotanya yang good looking da
Ruangan petak persegi empat itu tampak tersusun dengan rapih karena dua perempuan yang tinggal di dalamnya sangat menyukai kebersihan dan kerapihan. Walau ukurannya kecil dan banyak sekali barang di dalamnya, tetapi jika pandai menyusunnya maka akan nyaman dilihat mata.Wanita berkepala empat di sana tengah menyibukkan diri di dapur. Tak lupa mengenakan celemek sebagai pelindung baju agar tak kotor. Di tangannya terdapat beberapa adonan.Sementara di hadapannya berdiri ponsel layar sentuh yang disandarkan pada dinding. Layar itu menampilkan sosok wanita cantik, kakak kandung dari almarhum suaminya."Itu adonannya sekecil itu gak salah??" Di seberang sana Azka berkomentar.Vina mengangguk mantap. "Ini bakalan ngembang gede tau. Adonannya cukup seupil gini aja."
Ruangan sangat luas didominasi warna oren kemerahan dengan desain api serta bulu-bulu singa itu menjadi markas Liondrak selama setengah tahun terakhir ini. Saat ini semuanya tengah berkumpul untuk membicarakan party anniversary yang akan mereka adakan beberapa hari ke depan.Tristan duduk di atas single sofa sebagai tempat duduk tertahta yang tak dapat diganggu gugat. Dia adalah lord, king of Liondrak.Dari jauh-jauh hari Tristan telah membagi tugas. Mulai dari bagian penyambut tamu dan konsumsi serta seluruh panitia pelaksana seperti pengomando acara, semuanya telah siap dengan sketsa tindakan masing-masing. Bagian dekorasi pun akan mulai membenahi markas pada hari ini.Berbeda dengan yang lain, di mana mereka akan sibuk ketika acara nanti, divisi kestari santai dari hari ini bahkan sampai acara tela
Tristan adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua saudara perempuannya tidak tinggal serumah dengan orang tuanya. Tertinggal hanya Tristan yang masih duduk di bangku kelas 12 di SMA Garuda, salah satu SMA unggulan di Bandung. Kakak pertamanya menikah dengan seorang prajurit nasional yang bergabung dengan angkatan laut. Dia saat ini sedang mengandung keponakan pertama Tristan. Sedangkan adik keduanya sedang menjalani semester akhir pendidikan kedokteran di Spanyol."Kak Keinara belum lahir? Aku belum pernah mendengarnya," ucap Eva merasakan betapa sepinya rumah sepupunya.Betapa tidak, Tristan yang kerap berada di markas karena menjabat sebagai ketua geng motor membuat orang tuanya harus selalu menyendiri di rumah. Beruntung om Abian dan tante Azka bekerja di bidang yang sama. Mereka sukses membuka cabang restoran yang mereka kelola di pusat kota setiap provinsi di Indonesia. Bahkan untuk rencana ke depan, mereka akan memperluasnya hingga ke luar negeri.“Tujuh bulan lagi, Eva,” uc
Baru saja pikiran Eva terganggu karena sikap Bima yang tetap jahat padanya padahal Eva sudah berbesar hati hendak berdamai dengan cowok itu, kini Eva dikejutkan kembali dengan keadaan kelasnya yang jauh dari kata baik-baik saja.Kursi di sebelahnya, artinya tempat duduk teman sebangkunya. Telah habis diorat-oret menggunakan tinta hitam hingga tampak kotor sekali. Pelakunya adalah seorang cheerleader Taruna Bangsa. Tahu? Merusak satu aset saja milik Taruna Bangsa maka akan dikenakan denda yang tak main-main. Mungkin bagi mereka para anak orang kaya ini, hal itu bukanlah sesuatu yang dipermasalahkan karena mereka sangat mampu. Namun Uma? Bisa saja mereka yang merusak, tapi justru Uma yang diwajibkan membayar denda karena bangku ini adalah bangku Uma.Eva sangat tahu persis bagaimana sulitnya ekonomi sahabatnya itu. Membayar sekolah saja sudah mati-matian bahkan sering tak bawa uang jajan. Sering melihat Uma setiap hari membawa bekal ke sekolah? Itu karena dia tak bawa uang. Ingat dia p
Baik Arta maupun Tristan, keduanya sama-sama membatu dan saling melempar tatapan tak menyangka satu sama lain. Bagaimana mungkin Arta baru mengetahui bahwa Eva adalah adik Tristan? Ternyata ada banyak informasi tentang Eva yang Arta belum ketahui. Ia pikir Eva hanyalah siswi miskin biasa yang kebetulan menjadi ketua OSIS. Rupanya Eva tidak sesederhana itu."Lo temen adek gue?" kelakar Tristan tak dapat menutupi rasa terkejutnya."Dia adek kelas gue," ralat Arta segera sembari menunjuk Eva yang hanya setinggi bahunya itu dengan dagunya. "Nyokap Eva nitipin Eva ke gua," lanjutnya kemudian dengan aura keposesifan yang sangat kental. Selebihnya agar Tristan tidak salah paham saja, kenapa adik kelas dan kakak kelas bisa sedekat ini.Mendengar hal itu Tristan semakin terkejut. "Oh lo deket sama adek gue?" berondongnya pada Arta seraya menatap Eva bangga. Pintar juga adiknya ini cari circle. Sementara Eva menyengir polos merespon tatapan abangnya."Kak Arta!" panggil Eva pada Arta, membuat ke
Eva menyukai suasana sejuk dan tenang di malam hari. Ia baru saja selesai mandi. Masih dengan gulungan handuk di kepala, merasa lebih segar dan lebih baik. Mabuk di dalam bus selama perjalanan benar-benar menguras tenaga. Eva lemas sekali dibuatnya.Eva duduk di pinggiran kasur dengan tangan aktif menggosok-gosokkan handuk pada rambut agar cepat kering. Dalam satu kamar ini terdapat empat orang anak OSN, termasuk Eva sendiri.Mereka duduk berkumpul di sofa seraya memakan berbagai macam cemilan yang Eva sendiri ngiler melihatnya. Tentu saja perutnya lapar keroncongan. Seharian ia hanya makan satu gembung pemberian Arta di bus tadi. Namun, untuk minta Eva malu. Dirinya tidak dekat dengan mereka. Pun hendak ngumpul bareng, Eva segan sendiri. Akhirnya ia sok sibuk dengan rambutnya."Gue ada hairdryer tuh di dalam tas kalo mau make," celetuk Cia salah satu teman sekamar Eva di hotel ini.Eva tersenyum kaku. Eva tahu bahwa itu adalah alat untuk mengeringkan rambut. Namun, Eva tidak tahu car
Aurel bersama dua adik kelasnya, Eva dan Uma saling bersenda gurau dan membicarakan hal random untuk mereka bahas. Hingga di mana Selin beserta dua temannya datang memasuki kantin dan duduk di salah satu bangku kosong yang berada di pojok kiri, Eva langsung melirik Aurel memberikan isyarat lewat tatapan mata. Aurel mengangguk pasti menanggapinya. Dia berdiri sembari membawa gelas minumannya yang masih terisi setengah. Tentu saja tindakannya itu diikuti oleh Eva. Sementara Uma yang tidak tahu apa-apa hanya menatap kedua orang itu dengan mata mengerjab bingung. Pada akhirnya ia hanya ikut-ikutan Aurel dan Eva saja menuju bangku di mana Selin bersama dua temannya itu berada. "Hai, Aurel!" sapa salah satu teman Aurel dengan senyum manis tetapi penuh manipulatif. "Are you wanna join here?" tanyanya sok asik. Sayangnya sapaan basa basi tersebut tidak mendapat gubrisan apapun dari Aurel. Justru Aurel mendengus remeh memandang ketiga orang itu dengan tatapan jijik yang sangat kentara. Aurel
Jika hendak menganalisa akun lambe turah masing-masing sekolah favorit di Jakarta Selatan ini, maka sudah pasti Taruna Bangsa akan menjadi miss dalam mencari sensasi. Followers dan jumlah upload-nya nyaris sebanding, terus bertambah setiap hari karena pasti selalu ada saja hal-hal mengejutkan yang diposting oleh adminnya. Diketahui bersama pula bahwa admin akun gosip SMA ternama tersebut tidak hanya segelintir orang saja, tetapi hampir seluruh siswi dari kelas 12. Oleh karena itu sulit bagi mereka yang tidak punya kekuasaan untuk mencari tahu dalang yang sebenarnya jika terjadi sesuatu.Tak peduli hanya kabar burung yang belum pasti kebenarannya seperti separuh video yang dapat mengundang salah paham bahkan menciptakan kontroversi, yang mereka tahu hanya memposting itu semua dan menyebarkannya untuk menarik perhatian para netizen! Mungkin salah satu penyebabnya adalah karena gila kepopuleran sehingga berbagai cara dilakukan sampai kehausan sensasi!Usai menenangkan Eva yang bersedih,
Wajah Eva muram karena buku diary-nya tak kunjung ketemu hingga sekarang. Eva menelungkupkan wajahnya di meja makan. Menghela napas berusaha mengingat-ingat kembali dengan otaknya yang mungil itu di mana buku diarynya, kenapa tidak ditemukan di manapun juga."Mama liat diary aku nggak?" tanya Eva penuh harap kepada mamanya yang baru datang ke dapur."Terakhir kamu taruh di mana emangnya?" jawab Vina tenang dengan mata yang sudah menyorot barang-barang anaknya yang diletakkan begitu saja di atas meja.Eva menghela napas lelah. "Seinget aku terakhir aku taruh di dalam tas. Tapi aneh banget bisa nggak ada!" Tak kunjung mendapat respon dari mamanya, Eva kesal berakhir menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan dan mulai menangis. Eva kesal, sangat. Siapa yang sudah mengambil barang rahasianya itu?"Eh, kamu bawa apa nih?" Vina segera mengambil duduk di samping putrinya, berupaya mengalihkan perhatian Eva agar tak bersedih lagi.Eva berdecak kasar karena keadaan hatinya yang buruk. Namun ka
Eva membingkai kotak kado dari Arta. Bungkusnya menggemaskan dengan dihiasi pita-pita kecil. "Ini siapa yang ngebungkus, Kak? Gemoy banget bungkusannya!" celoteh Eva dengan senyum lucu terpatri di bibirnya."Sabila," jawab Arta singkat sembari memperhatikan Eva yang mulai membuka bungkus kado darinya tersebut.Mata Eva membulat kaget. "Seals!" jeritnya tertahan membekap mulutnya sendiri. Eva sampai mengerjab menoleh pada Arta berulang kali.Sebuah boneka anjing laut berwarna cream dengan bentuk yang sangat menggemaskan masih terbungkus plastik sudah berada di tangan Eva sekarang. Ini adalah boneka yang sama persis Eva lihat ketika pergi ke pasar bersama mamanya maupun ketika pergi ke mall bersama Arta kemarin.Hati Eva menghangat melihat tatapan lembut yang Arta berikan padanya. Arta baik sekali sampai bisa mengerti Eva sejauh ini. Eva benar-benar merasa terharu. Pasalnya di umur yang ke-17 tahun ini Eva belum pernah mempunyai boneka. Eva ingin memilikinya walaupun hanya satu. Namun h
Berjejer rapih moge di parkiran markas Kompeni. Arta bersama rekan anggota inti yang lainnya sudah duduk siap di atas motor mereka masing-masing. Saat ini mereka akan pergi ke sekolah untuk latihan basket sebagai persiapan lomba nanti. Tak ada yang berhak untuk pergi mendahului sebelum ketua mereka pergi. Karena Arta masih sibuk mengutak-atik ponselnya, yang lain pun hanya duduk diam di atas motor masing-masing menunggu Arta selesai dengan urusannya.Sebelum melajukan motornya, Arta menelpon Eva lebih dulu menanyakan kondisi cewek itu sekarang. Apakah masih sibuk dengan urusan rumah tangganya itu atau sudah selesai. Hari pun sudah siang, sesuai dengan perjanjian Arta pada Eva sebelumnya bahwa ia akan datang ke rumah Eva sekarang ini.Saat panggilan terangkat, terdengar suara malu-malu Eva yang menyapanya. Arta tersenyum mendengar itu. "Lo hari ini ke sekolah nggak buat latihan atau belajar gitu untuk olimp MTK besok?"Di sana Eva mengernyit bingung Arta menanyakan hal itu padanya. "N