Home / Romansa / Ketua Geng itu Suamiku / Bab 17. Khawatir

Share

Bab 17. Khawatir

Author: Vya Kim
last update Last Updated: 2025-02-18 20:12:08

"Nih tas lo, Yu." Arum nyodorin tas gue yang dia bawa dari tadi.

Tapi sebelum gue sempet ngambil, si Bin langsung nyamber tasnya. "Ya udah, lo berdua bantu Ayu jalan ke depan, gue mau ambil motor dulu," katanya sambil ngeloyor pergi dari UKS tanpa nunggu jawaban.

Gue, Arum, dan Siska pamit ke perawat UKS, terus mulai jalan pelan-pelan ke gerbang sekolah. Gue pincang-pincang meskipun mereka udah bantuin gue di kiri dan kanan. Kaki gue masih kerasa ngilu, ditambah kepala yang senat-senut, bikin gue ngerasa berat banget.

Jujur, kalau besok dipaksa masuk sekolah, gue nggak yakin bakal bisa fokus. Tapi gue juga nggak mau bilang apa-apa ke mereka. Pasti ujung-ujungnya gue dimarahin atau malah dipaksa bolos.

"Eh, elo berdua jangan bocor ke ibu gue ya! Kalau sampai Mama tau, gue bisa kena ceramah seminggu," gue ngingetin mereka tiba-tiba, inget kebiasaan ibu gue yang selalu kepo nanyain kabar gue ke temen-temen.

"Iya, iya. Lagian 'kan lo udah ada
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 18. Genting

    Setelah insiden bola basket tadi, gue diantar Arum dan Siska ke depan gerbang sekolah. Kepala gue masih terasa senat-senut, tapi setidaknya sekarang udah di ujung perjalanan.Di sana, Bin udah nungguin di atas motornya. Tampang dia kelihatan datar seperti biasa, tapi matanya kayak lagi waspada. Pas kami hampir nyampe, Iky juga muncul dan langsung nyamperin Bin."Bos, nggak usah ke basecamp dulu deh. Biar Serigala Hitam kita yang urus," kata Iky dengan nada serius. "Bos temenin Ayu aja, sekalian jagain."Gue melirik Iky dan Bin yang kelihatan suram bahas Serigala Hitam, sekelam namanya, tapi gue skip dulu perasaan mencekam itu karena gue lagi fokus sama rasa sakit gue.Bin mengangguk pelan sambil memegang stang motornya. "Ya udah. Kalau ada apa-apa, kabarin ya." Dia pasang lagi helmnya.Obrolan mereka terasa tegang, bikin gue makin canggung. Gue ngelirik Arum dan Siska yang sibuk bantuin gue naik ke boncengan motor Bin. Untung mereka nggak

    Last Updated : 2025-02-19
  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 19. Kemana Dia

    Gue duduk di ruang tamu, ngerasa gelisah. Entah kenapa pikiran gue terus aja ke Bin. Gue tahu dia bukan tipe orang yang gampang ceroboh, tapi tetep aja gue khawatir. Rasanya aneh dia pergi buru-buru kayak tadi tanpa ngejelasin apa-apa. Gue ambil ponsel di meja, terus coba kirim pesan ke dia. Nomornya online, jadi gue tahu dia pegang ponsel, tapi sampai sekarang nggak ada balasan. [Bin, lo kemana? Lo baik-baik aja?] Gue tungguin balasannya sambil nonton TV di sofa. Drama Korea yang tadi seru sekarang nggak lagi menarik perhatian gue. Gue bolak-balik ngelirik layar ponsel, tapi tetap nggak ada tanda-tanda dia baca pesan gue. Menit berganti jadi jam, dan malam makin larut. Tapi dia masih nggak bales, bahkan pesan gue pun belum dia baca. Gue ngerasa makin resah, tapi gue juga nggak tahu harus ngapain. Entah udah jam berapa ini. Gue mulai ngerasa ngantuk berat, tapi tetep nggak ada kabar dari dia. Mata gue makin b

    Last Updated : 2025-02-19
  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 20. Luka

    Gue sama Bin duduk berdampingan di sofa, tapi suasananya aneh banget. Setelah insiden tadi, rasanya kayak ada yang ngeganjal di udara. Gue nggak tahan sama canggung ini, jadi gue buru-buru buka mulut."Eh, udah jam tujuh, Bin. Kok lo nggak sekolah sih?" tanya gue, nada suara gue dibuat santai banget, kayak nggak ada apa-apa yang baru aja terjadi."Nggak," jawab Bin singkat, tapi nadanya serius. "Gue mau temenin lo belajar di rumah."Gue melotot nggak percaya. "Ah, alesan aja! Biar lo bisa bolos, 'kan?" Gue bangkit dari sofa, berusaha mengakhiri percakapan ini. "Dah ah, gue mau mandi!"Tapi tiba-tiba Bin narik tangan gue. Tarikannya nggak keras, tapi cukup bikin gue balik duduk di sampingnya lagi. Gue ngelihat ke arah dia, dan tatapan seriusnya bikin gue berhenti ngomong."Gue serius, Yu," katanya pelan tapi tegas. "Mulai detik ini, gue akan anterin lo ke sekolah. Pulang juga gue yang jemput."Tatapannya tajam, bikin gue nggak bis

    Last Updated : 2025-02-20
  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 21. Perasaan Samar

    Air mata gue meluncur bebas tanpa permisi, nggak peduli sama gengsi atau apa pun. Gue ngerasa dada gue sesak, kayak ada beban berat yang nggak bisa gue tahan lagi. Melihat luka itu di tubuh Bin, hati gue rasanya mencelos.Entah kenapa, rasanya nyesek banget lihat dia terluka kayak gini. Setelah tinggal bareng, gue baru sadar ada sisi lain dari Bin yang selama ini gue abaikan. Dia mungkin nyebelin, suka godain gue, dan sering bikin kesel, tapi dia juga selalu ada buat gue. Caranya melindungi gue, perhatiannya yang kadang dia samarkan dengan sikap cueknya, semua itu bikin gue nggak bisa benci dia."Lo harusnya bilang, Bin!" Suara gue serak, marah bercampur frustasi.Bin malah kelihatan kaget. "Eh, kenapa lo nangis? Gue nggak kenapa-kenapa, Yu," katanya, suaranya rendah, lembut, sambil naruh tangannya di bahu gue."Gue takut, Bin! Gue takut! Jangan sampai lo kenapa-kenapa di luar sana!" Gue makin terisak. Air mata gue nggak bisa gue tahan lagi.

    Last Updated : 2025-02-20
  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 22. Lebih dekat

    "Gue laper," kata gue, dengan nada datar tapi penuh usaha buat ngalihin situasi. Gue langsung nyomot nasi uduk yang masih tersisa di piring, pura-pura sibuk makan.Bin ngeliatin gue sambil ketawa kecil. "Muka lo merah banget, Yu!" katanya, suaranya jelas penuh godaan.Gue langsung melotot ke dia, tapi nggak berani lama-lama, takut dia makin ngegodain. Ih, nyebelin banget!"Udah lah, makan aja sana, jangan ngurusin muka gue!" Gue ngomel sambil fokus ke nasi uduk di depan gue, padahal jantung masih berdebar kayak mau copot.Tapi dia masih ketawa, kayak nikmatin banget ngeliat gue salah tingkah. Gue nggak mau kalah. Dengan mantap, gue habisin nasi uduk itu sampai nggak tersisa, pura-pura nggak peduli sama dia.Tapi jujur, gue tahu dia lagi ngelihatin gue. Dan gue nggak tahu harus gimana sama rasa yang tiba-tiba aneh ini.Selesai makan dan minum, gue langsung merasa lega, tapi si Bin masih aja lihatin gue. Nggak ngerti dia lagi mikir

    Last Updated : 2025-02-21
  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 23. Ancaman

    Setelah denger Bin mengigau, gue berusaha abaikan itu. Namanya juga mimpi, walau ada sedikit rasa penasaran yang nyelip di hati gue. Apa maksudnya semua itu? Tapi gue nggak mau mikir terlalu jauh, takut baper sendiri.Perlahan, gue ambil selimut dari sofa dan gue selimutin Bin. Gue biarin dia tetap di posisi itu, tidur dengan tenang. Wajah polosnya bikin hati gue terasa hangat, meskipun tadi dia sempat bikin gue bingung.Pelan-pelan, gue beresin buku-buku yang berserakan di dekat dia. Gue tumpuk rapi di meja, takut ganggu tidurnya kalau bikin suara berisik. Setelah semuanya rapi, gue ambil buku gue sendiri dan pindah ke ujung meja.Akhirnya, gue belajar sendiri. Tapi jujur aja, konsentrasi gue nggak sepenuhnya ada di tugas-tugas ini. Pikiran gue masih ke Bin, ke igauannya tadi. Gue ngelirik dia beberapa kali.Dia masih terlelap, napasnya teratur, wajahnya damai banget. Tapi gue ngerasa kayak ada misteri yang belum gue pahami tentang dia. Apa yang

    Last Updated : 2025-02-21
  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 24. Bohong

    "SG," kata Bin pelan, suaranya terdengar berat. "Ini Serigala Hitam," terang dia sambil meremas kertas ancaman itu.Semua yang ada di sini, termasuk gue, langsung terdiam. Aura hangat tadi berubah jadi mencekam."Nggak bisa tinggal diem! Gue harus bertindak!" kata Bin dengan nada tegas dan penuh amarah."Lo nggak bisa sendiri, kita pasti ikut," timpal MJ, berdiri di samping Bin dengan ekspresi siap tempur.Bin mengangguk pelan, tapi sebelum bergerak, dia lihat gue dulu. "Yu, lo nggak bisa di sini sendirian. Bilang aja rumah kita kemasukan maling. Jadi salah satu dari kita harus anter lo pulang ke rumah ibu lo." Tangannya meraih kedua bahu gue, menatap gue penuh rasa cemas.Gue geleng-geleng kepala keras. Perasaan gue kacau banget antara takut, cemas, dan nggak rela. "Nggak bisa, Bin. Jangan pergi. Semua ini nggak akan ada habisnya!"Menurut gue, udah paling bener kalau diem aja. Tapi Bin emang keras kepala."Nggak bisa,

    Last Updated : 2025-02-22
  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 25. Sekamar

    Iky liatin layar HP-nya yang dari tadi geter terus. Kayaknya itu telepon. Gue langsung perhatiin, pasti itu Bin."Halo, Bin? Iya, gue udah nyampe di rumah ibunya Ayu. Dia baik-baik aja, kok ... Iya, iya, siap. Pulangnya lo ke sini aja, ibunya Ayu juga khawatir. Oke, santai!"Begitu Iky nutup telepon, gue langsung nanya, "Gimana Bin? Dia beneran baik-baik aja?" Nada suara gue jelas nggak bisa nyembunyiin rasa cemas.Iky duduk lagi di sofa, nyender santai. "Tenang aja, Yu. Dia baik-baik aja. Lo nggak usah kepikiran. Gue di sini jagain lo sampai Bin balik."Gue ngangguk pelan, tapi pikiran gue masih nggak tenang. Bin emang kelihatan kuat, tapi siapa tahu apa yang dia rasain?"Nggak apa-apa 'kan, Tante, kalau Iky di sini nungguin Bin?" Iky nanya sopan ke ibu gue yang masih berdiri di ruang tamu.Nyokap senyum kecil sambil ngangguk, meski mukanya kelihatan masih khawatir. "Aduh, kalian ini anak-anak muda kok tanggung jawabnya gede ban

    Last Updated : 2025-02-22

Latest chapter

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 47. Di Bengkel

    Begitu sampai di bengkel, gue langsung tercengang. Tempat ini jauh dari bayangan gue tentang bengkel motor pada umumnya. Alih-alih penuh dengan oli dan bau besi yang menyengat, justru suasana di sini lebih mirip kafe dengan sentuhan industrial.Lampu gantung bergaya vintage menggantung dari langit-langit tinggi, dindingnya terbuat dari bata ekspos dengan dekorasi khas otomotif seperti plat nomor antik, roda gigi besar, dan poster-poster motor klasik. Meja dan kursi kayu dipadukan dengan elemen besi, menambah kesan maskulin tapi tetap nyaman buat nongkrong.Di sebelah bangunan utama, barulah area bengkel terlihat. Deretan motor gede berjejer rapi, dari Harley-Davidson, Ducati, sampai BMW seri touring.Beberapa alat servis terpajang di dinding, tersusun dengan rapi, menunjukkan kalau ini bukan bengkel sembarangan. Yang unik, ada jendela kaca besar yang memisahkan kafe dan bengkel, jadi pelanggan yang servis ringan bisa duduk santai sambil ngopi, nonton mekan

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 46. Liwet

    Ujian pun akhirnya usai. Semua rasa tegang, cemas, dan stres yang selama ini menumpuk rasanya mulai luruh satu per satu. Gue, Arum, dan Siska langsung sepakat buat main ke basecamp GGS, merayakan kebebasan kecil setelah berminggu-minggu berkutat sama buku dan latihan soal.Begitu sampai di sana, suasana langsung terasa akrab dan hangat. Nggak ada yang repot-repot beli makanan dari luar, kita semua sepakat buat masak nasi liwet bareng.Tangannya Arum yang paling cekatan, dia yang nyiapin bumbu, sementara gue dan Siska bantu-bantu sebisanya. Iky dan Hasan juga ikut nimbrung, sesekali malah cuma becanda doang, bikin kerjaan makin lama selesai."Aduh, ini nasinya kebanyakan air nggak sih?" tanya Siska sambil melirik panci."Santai aja, Sis. Kalau kebanyakan air, ya jadi bubur. Kalau kurang, tinggal tambahin lagi," kata Iky santai."Ih, santai banget lo!" protes Siska sambil jitak kepala Iky, bikin kita semua ketawa.Setelah

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 45. Baru Tahu

    Tanpa terasa, hari yang gue tunggu-tunggu, atau lebih tepatnya, yang gue takuti, akhirnya tiba. Hari ujian. Hari di mana semuanya bakal diuji, bukan cuma seberapa banyak yang bisa gue ingat dari materi pelajaran, tapi juga seberapa kuat gue bisa tetap berdiri tanpa kehadiran Bin di sisi gue.Gue melangkah melewati koridor sekolah yang ramai. Siswa-siswa lain terlihat sibuk dengan buku catatan mereka, ada yang menghafal rumus, ada yang sekadar ngobrol buat nenangin diri. Tapi gue? Gue cuma diam, terus berjalan sambil ngerasain dada gue sedikit sesak.Nama gue ada di daftar ruangan yang sama dengan Iky. Setidaknya, ada satu wajah familiar yang bisa bikin gue nggak terlalu tegang.Tapi tetap aja, ada satu sosok yang harusnya ada di sini, di ruangan yang sama dengan gue, ngeledekin gue kayak biasa, atau minimal, meremas tangan gue sebelum masuk kelas buat ngasih semangat.Gue berhenti tepat di depan pintu kelas. Tangan gue mengepal di sisi t

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 44. Kosong

    Hari-hari gue jalani tanpa melihat Bin, baik di sekolah maupun di rumah.Setiap pagi, gue masuk kelas dan mendapati bangku kosong di belakang gue, bekas tempat Bin duduk bersama Nunu. Rasanya ada yang hilang, ada yang sepi. Gue nggak terbiasa dengan ini. Biasanya, gue bisa dengerin suara tawa kecil mereka, atau ngerasa gangguan kecil dari Bin yang suka nyolek punggung gue cuma buat godain. Sekarang, bangku itu kosong, jadi saksi bisu kepergian Bin.Hari ini, setelah pelajaran selesai, gue nggak tahan lagi. Gue noleh ke belakang, ke arah Nunu yang lagi sibuk ngeluarin buku dari tasnya."Nu, lo masih sering ketemu Bin nggak?" tanya gue, berharap setidaknya dia punya kabar tentang Bin.Nunu berhenti sejenak, lalu menghela napas. "Sekarang nggak ..., dia juga udah bilang ke kita, dia mau break dulu dari semua. Dia nggak ke basecamp, nongol di grup chat juga enggak," katanya pelan.Gue lihat wajahnya juga nggak jauh beda dari gue, sa

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 43. Sudah Keputusan

    Gue nangis dalam pelukan Bin, nggak bisa nahan semua perasaan yang campur aduk di hati gue. Perasaan kehilangan, takut, sedih, dan marah bercampur jadi satu. Gue nggak siap pisah sama dia, bahkan untuk sementara pun rasanya kayak mimpi buruk yang nggak mau gue jalani.Tanpa kata, Bin narik diri pelan, matanya yang selalu penuh keyakinan kini basah. Dia menatap gue lama, seolah menghafal setiap detail wajah gue, seolah ini mungkin terakhir kalinya dia bisa lihat gue sedekat ini."Tunggu gue, Yu ...," katanya lirih, suaranya hampir serak, sebelum akhirnya dia menunduk dan mencium bibir gue dengan lembut.Ciuman itu nggak lama, tapi cukup buat hati gue semakin sakit. Gue ingin percaya semua akan baik-baik saja, tapi ketidakpastian yang dia berikan bikin gue takut.Gue melepas ciuman itu perlahan, menatap dia dengan air mata yang belum berhenti mengalir. "Berapa lama?" suara gue bergetar.Bin menghela napas, jemarinya menyentuh pipi gue denga

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 42. Setelah Badai

    "Itu mereka..."Suara Pak Polisi terdengar samar di telinga gue, tapi cukup buat jantung gue berdegup lebih kencang.Gue reflek noleh, ngikutin arah telunjuknya.Dan di sana, di bawah pancaran lampu ambulans dan mobil polisi yang menerangi jalan berdebu itu, tiga sosok berjalan mendekat.Bin di tengah, Nunu di sisi kanan, dan Hasan di sisi kiri.Angin petang berhembus pelan, menggoyangkan rambut mereka yang acak-acakan. Pakaian mereka berdebu, sobek di beberapa bagian, dan darah kering menempel di wajah serta tangan mereka. Tapi, justru luka-luka itu yang bikin mereka terlihat semakin gahar. Napas mereka masih tersengal, tapi langkah mereka tetap tegap, seakan nggak mau menunjukkan rasa sakit yang mungkin mendera tubuh mereka.Gue membeku di tempat. Mata gue nggak bisa lepas dari Bin."Bin..."Suara gue keluar lirih, hampir kayak rintihan yang tercekik di tenggorokan.Dan seketika itu juga, ai

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab. 41. Dibalik Baku Hantam

    Suara dengung ambulans akhirnya terdengar dari kejauhan, semakin lama semakin mendekat. Hati gue sedikit lega, tapi tetap saja rasa cemas belum hilang.Begitu mobil ambulans berhenti di dekat sawah, beberapa petugas medis langsung turun membawa tandu. Langkah mereka cepat dan sigap, menuju saung tempat kami berlindung.Di belakang para petugas medis, beberapa polisi juga ikut datang. Seragam mereka tampak kontras dengan warna keemasan sawah yang mulai meredup terkena cahaya matahari petang.Kedatangan mereka seharusnya membuat gue lebih tenang, tapi kenyataannya nggak begitu.Siska buru-buru membantu Rocky naik ke tandu, memastikan lukanya tetap stabil. Gue lihat wajah Rocky masih pucat, tapi dia berusaha tetap sadar. "Gue ikut sama Iky," kata Siska cepat sebelum masuk ke ambulans bersama Rocky.Sementara itu, Arum merangkul gue, membantu gue keluar dari saung dan berjalan melewati pematang sawah menuju ke tepian jalan. Gue nggak tahu seb

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 40. Gue Tunggu Bin

    Gue udah lari masuk sawah, napas gue tersengal-sengal, dada naik turun cepat. Tapi di sebelah gue, Rocky jauh lebih parah. "Sial ..." desis Rocky, suaranya lemah. Gue lihat betisnya masih tertancap belati kecil itu. Darah udah mulai merembes keluar lebih banyak. Gue panik. Cepat-cepat gue keluarin sapu tangan dari saku gue, lalu membalut betis Rocky biar belatinya nggak goyang-goyang waktu jalan. Hasan langsung ngebantu, mijitin bahu Rocky biar dia tetap sadar. "Tahan sebentar lagi, Ky. Kita hampir sampai," kata Hasan, berusaha tetap tenang meski gue tahu dia juga khawatir. Kami terus jalan. Tanah sawah becek, bikin langkah makin berat. Setiap Rocky kesandung sedikit, dia meringis, keringatnya udah bercucuran. Akhirnya, saung udah di depan mata. Ada Siska dan Arum di sana. Begitu mereka lihat kami, mereka langsung lari nyamperin. "Iky! Astaga!" Siska langsung kaget lihat belati yang masih nempel di betis

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 39. Terkuak

    Bin nggak kasih si cowok bertindik itu kesempatan buat bangkit. Dengan napas memburu, dia menghantam wajah lawannya berulang kali.BUG! BUG!Tinju Bin terus melayang, nggak ada jeda, nggak ada belas kasihan. Waktu seakan berjalan lebih lambat.Gue tertegun, jantung gue mencelos. Ini bukan Bin yang gue kenal. Ini bukan Bin. Sorot matanya gelap, dipenuhi amarah yang menggelegak. Rahangnya mengeras, gerakannya brutal, nggak ada lagi kontrol. "AARRGGHH!!" cowok bertindik itu merintih, tapi Bin nggak peduli. Dia terus menghajar, mencengkram kerah lawannya, mengangkatnya sedikit, lalu meninju lagi, lebih keras."BIN UDAH! CUKUP! JANGAN TERUSIN! PLEASE! KALAU LO BEGITU, LO SAMA AJA KAYAK MEREKA!"Suara gue pecah di udara. Gue nggak peduli seberapa takutnya gue barusan. Gue nggak peduli seberapa sakit yang udah gue rasain. Yang gue peduliin sekarang cuma Bin. Tangan Bin berhenti di udara. Napasnya masih berat, dadanya naik tur

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status