Bab 106"Sayang, kita harus memeriksakan kandunganmu sekarang juga. Mas ingin memastikan kamu baik-baik saja setelah meminum obat tidur tadi malam...."'Meminum obat tidur? Aku tidak pernah meminum obat tidur, Mas. Mas kan tahu, aku menjaga kandunganku dan sangat berhati-hati dalam mengkonsumsi obat-obatan." Kayla langsung memprotes. Matanya menyorot tajam tertuju pada sang suami. Tentu saja dia merasa heran, karena menganggap tidurnya yang tiba-tiba tadi malam lantaran ia merasa kelelahan setelah beraktivitas sepanjang siang dalam rangka menemani bu Sofia mendampingi lawatan suaminya."Iya, Mas tahu." Pria itu melepaskan sabuk pengaman dari tubuh istrinya, lalu mengucup pelipis Kayla sekilas. "Kalau secara sengaja jelas nggak mungkin. Tapi asal kamu tahu, di dalam minuman kamu tadi malam, sebenarnya Tria mencampurkan dengan obat tidur, makanya kamu cepat ngantuk sampai tidak sadarkan diri di meja.""Tria?!" Barulah wanita itu paham dan akhirnya mengangguk. Ibra membuka pintu mobil,
Bab 107Aku menatap pria bermata biru itu, yang meskipun terlihat berumur, tapi Zayn sungguh tampan, dengan wajah khas orang luar. Diusianya yang teramat matang, dia tampak sangat menarik.Aku tidak tahu seperti apa hubungan antara Tria dan Zayn, tetapi aku menduga ada hal yang sangat penting sehingga pria ini sampai rela bersusah payah untuk membujuk Tria kembali ikut dengannya.Dia tidak peduli meskipun tahu jika wanita yang diklaim sebagai kekasihnya itu menggoda pria lain. Apa mungkin pria ini tidak punya rasa cemburu? Atau mungkin rasa cemburunya sudah terkikis karena hubungan dengan seorang wanita bagi Zayn hanya untuk bersifat saling menguntungkan?Zayn terlihat mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya kemudian menyerahkan kepadaku."Berhubung Tria akan ikut dengan saya dan kembali bekerja di perusahaan saya, maka dengan berat hati, dia mengajukan resign dari perusahaan Nyonya." Zayn menyodorkan amplop berwarna coklat itu."Resign?!" Aku seperti tak percaya mendengarnya. Kenapa
Bab 108Di luar dugaan, ternyata Seruni bersedia kembali ke Almeera Travel. Aku sangat bersyukur karena tidak perlu repot-repot lagi mengadakan open rekrutmen yang berpotensi dimasuki orang-orang yang tidak menyukai kami."Tapi aku sedang hamil, Bu. Apa tidak memalukan?""Selama kinerja kamu bagus, tidak ada yang memalukan, lagi pula kamu hamil bukan karena kemauanmu. Sudah saatnya kamu berdamai dan membuka lembaran baru, lagi pula calon ibu harus bahagia, meski kehadirannya tidak kamu inginkan." Aku mengusap perut besar Seruni. Menurut jadwal Seruni akan lebih dulu melahirkan dibandingkan denganku.Setelah Seruni menyatakan kesiapannya untuk kembali ke Almeera Travel, aku merasa mendapatkan suntikan semangat. Aku pikir kehamilan seharusnya bukan menjadi halangan untuk melakukan sesuatu yang baik.Biarkan saja netizen di luar sana berkomentar sesukanya perihal kembalinya Seruni ke Almeera Travel. Aku tidak akan peduli. Almeera Travel tidak pernah mempermasalahkan urusan pribadi seoran
Bab 109Gita berlari menghambur masuk. Pernyataan dokter sebenarnya belum selesai, tetapi dia langsung merengsek masuk ke dalam ruangan itu. Mimik wajah sang dokter dan para perawat sudah menunjukkan hal yang buruk. Dia mendapati alat-alat medis sudah dilepaskan dari tubuh perempuan tua itu, sementara selembar kain dibentangkan menutup seluruh tubuhnya."Mama." Gadis itu terisak. Bagaimanapun buruknya sang ibu, setidaknya ia pernah dirawat oleh wanita tua itu, meskipun sebenarnya lebih banyak Gilang dan sang ayah yang merawatnya. Namun, sosok seorang ibu, bagaimanapun buruknya tetaplah seorang ibu. Gita tidak tahu siapa orang tua kandungnya. Bagi Gita yang tidak pernah sekalipun merasakan kasih sayang orang tua kandungnya, sebuah pelukan dari ibu angkat ataupun ayah angkat menjadi sangat berarti.Dia sangat menyayangi mama Kumala, meski wanita tua itu pernah akan menjualnya kepada para lelaki hidung belang di luar sana."Sudahlah, Gita. Mama sudah pergi dengan tenang. Semoga Tuhan men
Bab 110Sebagai orang yang pernah merasakan sakitnya melahirkan, tentu aku bisa merasakan apa yang terjadi pada Seruni saat ini. Sakitnya menahan kontraksi, apalagi jika pembukaan sudah tiga. Aku sengaja meminta dokter untuk memberikan pelayanan persalinan dengan menggunakan metode ILA, persalinan secara normal tanpa rasa sakit yang berlebihan. Aku sudah berpengalaman soal itu saat melahirkan Keisha. Aku juga menggunakan metode yang sama, meskipun mas Gilang dan mama Kumala mengomel panjang pendek karena biaya persalinan lebih besar dibandingkan jika melahirkan normal alami.Tapi apa peduliku? Biaya untuk persalinan itu aku tanggung sendiri. Aku yang merasakan sakitnya melahirkan dan aku pula yang membayarnya. salahkah aku jika meminta persalinan yang lebih nyaman meski harus membayar lebih?Bukan cuma itu. aku juga harus menanggung semua keperluan Keisha. Dari susu, popok, pakaiannya perlengkapan mandi dan semuanya. Mas Gilang tidak mau tahu. Dia hanya memberikan uang 500 ribu untuk
Bab 111"Mas...." Lirih sekali suaraku.Mas Ibra langsung merebut ponselku. Kami berdua telah tidak menyangka jika berita seperti itu malah menjadi trending topik. Mas Ibra mencoba mencari portal lain dan hasilnya sama saja. Berita itu benar-benar menyebar di media online."Kita tidak mungkin men-take down berita ini. Sudah keburu naik cetak dan menjadi bahan perbincangan publik," ucap Mas Ibra datar seolah mengetahui apa yang ada di dalam kepalaku."Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga," imbuhnya seraya mengembalikan ponselku."Tetapi bukankah kalian selalu bisa menguasai media? Kenapa sekarang berita murahan ini malah menyebar?" bantahku."Keluarga Al-Ahdal tidak lagi seperti dulu. Kini mereka bukan lagi penguasa saham. Saham mereka ada tren penurunan, apalagi jika berita ini naik tranding," ujar mas Ibra. Dia mengambil ponselnya sendiri kemudian segera membuka laman pencarian."Maksudnya?""Roda itu terus berputar, Sayang. Tidak selamanya kita di atas dan tidak
Bab 112"Mau apa kamu datang kemari?!"Meski mendongkol, aku tetap mempersilahkan pria ini untuk masuk ke ruang kerjaku. Tidak mungkin aku mengajak orang ini berbicara di luar, karena aku tahu pokok pembahasannya tidak akan jauh-jauh dari soal Seruni.Ya, akhirnya ketahuan juga jika pria yang sudah menyakiti Seruni ini adalah Andri, yang tidak lain adalah kakaknya Tria. Perusahaannya sempat menjadi rival perusahaan kami sebelum akhirnya bangkrut karena kalah saing."Izinkan aku bertemu dengan Seruni dan anakku," ujarnya."Anakmu?" Tawaku seketika terdengar. Aku menatap pria itu dalam-dalam. Ini sungguh menggelikan. Bagiku, Andri seperti pahlawan kesiangan. Kalau dia memang menyukai Seruni, maka dia tidak akan menyakitinya.Tiba-tiba saja aku merasa seperti diposisikan sebagai orang egois yang menghalangi pertemuan antara ayah dan anaknya."Ya, dia adalah anakku. Kamu jangan pura-pura tidak tahu, Kayla!""Benihnya memang berasal dari kamu, tapi dia bukan anakmu. Dia adalah anak Seruni
Bab 113Matahari sudah bergulir ke arah barat. Hari sudah petang saat aku, mbak Ranti dan Keisha meninggalkan kantor Almeera Travel. Aku sengaja meminta Keisha dan mbak Ranti menyusulku ke kantor, karena aku tidak bisa pulang siang ini. Apalagi aku sudah janji pada Seruni untuk menjemputnya di rumah sakit. Akan tetapi, janji tinggal janji. Karena padatnya kesibukan, akhirnya aku menyuruh orang untuk menjemput Seruni dan mengantarkannya pulang ke rumah.Mobil meluncur dengan tenang menembus kemacetan lalu lintas. Aku memangku Keisha yang tidak pernah diam berada di dalam pangkuanku. Sebuah boneka berada di dalam genggamannya. Sesekali ia mencium boneka itu, bahkan kadang dia meraba-raba perut besarku."Dik, dik." Suara tawa kami pecah menanggapi celotehannya yang menggemaskan, bahkan mas Yanto yang berada di depan pun tak bisa menahan senyumnya.Akhirnya kami sampai di rumah Seruni. Rumah mungil yang semula dikontrak oleh Seruni, tapi akhirnya aku beli dan surat-menyuratnya pun atas
Bab 146 "Kejutan apa itu, Mbak?" Benakku langsung membayangkan suasana di apartemen. Mungkin lantaran merasa rindu dengan kami, asisten rumah tangga kami ini berinisiatif mengadakan pesta penyambutan kecil-kecilan dengan memasak masakan kesukaan kami. "Rahasia dong! Kalau saya bilang, berarti bukan kejutan lagi dong!" Perempuan itu tersenyum jahil dan aku tak lagi berniat untuk mendesak. Toh, sebentar lagi kami akan sampai dan aku akan segera tahu apa yang disiapkan oleh asisten rumah tangga kami ini. Mobil perlahan memasuki basement dan akhirnya berhenti. Aku dan mas Ibra keluar dari mobil dan berjalan menuju lift menuju lantai unitku berada. "Tara... kejutan!' seru mbak Ranti setelah ia menekan tombol password di pintu apartemenku. "Mas Gilang, Gita!" Aku sangat kaget, dan refleks menatap mbak Ranti dan bik Jum bergantian. Namun, kedua asisten rumah tanggaku itu malah tersenyum, bahkan ketika aku menatap mas Yanto, pria bertubuh kekar itu juga tersenyum. Ada apa ini? Aku menat
Bab 145Aku membiarkan Kania digendong oleh Rihanna. Menyaksikan binar matanya yang nampak begitu menyayangi putriku, aku tidak tega untuk mengambilnya. Akhirnya aku memilih mengayunkan kaki menuju kamarku.Biarkan saja Kania bersama dengan Rihanna. Jika putri kecilku haus, Rihanna pasti akan segera mengantarnya kepadaku."Ada sedikit masalah di dalam rahimnya, makanya sampai sekarang Rihanna belum punya anak, padahal kami semua sangat menginginkan keturunan yang berasal dari rahim adikku," ujar mas Ibra ketika aku tanya. "Kalau menang Rihanna ingin bersama dengan Kania selama ia berada di sini, biarkan saja. Rihanna itu sepertinya sosok yang keibuan dan penyayang anak-anak, hanya saja kebetulan memang belum rezeki." "Terima kasih atas pengertiannya, Sayang. Kita berdoa saja semoga disegerakan punya keponakan baru." Pria itu mengecup pelipisku berkali-kali, lalu membimbingku menuju tempat tidur.Ruangan ini sungguh luas. Kamar hotel tipe presiden suite saja masih kalah mewah dengan
Bab 144Aku tidak bisa berbuat atau berbicara apapun lagi, selain menatap jalanan sembari memangku Kania. Sementara mas Ibra memangku Keisha. Kami memang tidak membawa baby sister dalam perjalanan kali ini untuk alasan kepraktisan, bahkan kami tidak membawa pengawal, kecuali pengawal yang dibawa oleh ummi Azizah dari Mekkah.Kesakitan yang ummi Azizah rasakan menular juga kepadaku, tetapi aku tidak berdaya, hanya mampu menatap suamiku yang dengan segera mengedipkan matanya. Setelah mobil sampai di bandara, kami pun segera berpindah ke pesawat pribadi milik keluarga Salim Al-Maliki. Sudah lama pesawat pribadi itu ada. Sebelumnya, pesawat pribadi dimiliki hanya keluarga Al-Maliki secara umum, tetapi kini Abi Emir sudah membeli pesawat khusus untuk keluarga Salim Al-Maliki, sehingga sedikit demi sedikit mereka mulai melepaskan ketergantungan dengan keluarga itu dan juga Almeera Oil Company.Keterikatan ummi Azizah terhadap perusahaan minyak itu sebatas dia adalah pemegang satu persen sa
Bab 143Perempuan tua itu menoleh. Dia mengurungkan niatnya untuk melangkah menuju pintu, tetapi berbalik menghampiri perempuan tua yang duduk santai di sebuah sofa di salah satu sudut ruangan.Ruang tamu khusus laki-laki ini memang sangat luas, memiliki beberapa sofa disusun dari ujung ke ujung, karena seringkali menerima tamu dengan jumlah yang banyak. "Sejak Abi meninggal dunia, aku merasa Ummu, Khaled, dan Waled berubah, kecuali Wafa," ucap ummi Azizah tanpa menuruti permintaan ibu tirinya untuk duduk kembali ke sofa di dekat perempuan tua itu duduk."Itu hanya perasaanmu saja, Azizah," balasnya."Tapi aku merasa dipermainkan di keluarga ini. Keluarga yang kupikir bisa memberikan secercah harapan, tapi ternyata hanya kepalsuan yang kudapatkan. Orang yang benar-benar menyayangiku hanya Abi, hanya syekh Ali yang benar-benar menyayangiku dengan tulus, dan juga adik kecilku, Wafa." Ummi Azizah menjeda ucapannya dengan sentakan nafasnya yang berat. "Namun kalian dengan begitu kejam
Bab 142Raut wajah pria itu seketika menegang. Tampak sekali ia tengah menahan emosinya. Namun kurasa ia tidak sedang memarahiku, karena kulihat mulutnya bergerak-gerak."Aku tidak tahu, Sayang. Tapi yang jelas, aku harus mengusut semua ini. Sayang sekali di ruangan kerjaku dan di ruangan pribadi itu tidak ada kamera CCTV. Mas juga tidak tahu bagaimana caranya Nona Barbara merekam adegan itu. Mas benar-benar tidak tahu karena Mas tengah tertidur.""Tapi... tunggu Mas!" Otakku segera mencerna kejanggalan yang terjadi, karena bagiku tidak ada alasan untuk tidak mempercayainya. Jika memang Mas Ibra bisa tertidur sampai seperti orang pingsan, apa jangan-jangan ada orang yang memasukkan obat tidur ke dalam minumannya?"Aku rasa ini sudah tidak wajar, Mas. Walaupun Mas sedang tidur, tapi kalau ada orang yang menggerayangi, biasanya Mas akan terbangun, seperti biasanya saat kita sedang bersama," ujarku mengingatkan. Pria itu tampak tercenung sejenak."Omonganmu masuk akal juga, Sayang." Pri
Bab 141"Ya Tuhan!" Aku memekik, refleks jemariku menyentuh layar. Dan adegan demi adegan itu membuat perutku seketika mual. Tubuhku lemas dan akhirnya luruh ke lantai dan tanpa sadar menjatuhkan ponselku yang masih menyala layarnya."Kenapa kamu tega melakukan ini sama aku, Mas? Bahkan aku baru saja melahirkan anak kamu." Aku duduk sembari memeluk betisku. Tangisku pecah seketika.Siapa perempuan itu sebenarnya? Kenapa ia bisa bersama dengan mas Ibra di dalam satu ruangan, bahkan satu ranjang?Aku masih saja merapatkan wajahku dengan lutut, meski terdengar suara ketukan dibalik pintu sampai akhirnya pintu pun terbuka."Ibu kenapa? Ada apa?" Mbak Ranti terlihat kaget saat aku mengangkat wajahku yang bersimbah air mata."Papanya Kania selingkuh, Mbak," lirihku."Selingkuh?" Bibir wanita itu bergerak-gerak. Namun hanya kata selingkuh yang terucap dari bibirnya. Aku menubruk perempuan itu lalu memeluknya. Tangisku kembali pecah. Aku menangis dalam pelukan mbak Ranti. "Kenapa dia begitu
Bab 140Ibra tidak menyadari jika dari balik pintu ruang kerjanya muncul sesosok tubuh yang tadi sempat pamit keluar.Sementara itu, pintu ruangan peristirahatannya pun terbuka."Dia sudah tak sadar, Ghazi?" tanya sesosok perempuan yang tepat berdiri di depan pintu ruangan peristirahatan Ibra."Aman, Nona. Dia tidak akan sadar selama beberapa jam dan Nona bisa melakukan apapun," jawab pria itu sembari menyeringai."Bagus. Kerjamu sungguh bagus. Bayaranmu akan segera kamu terima, berikut bonusnya.""Terima kasih, Nona. Sekarang apa yang bisa saya lakukan lagi?""Bawa pria itu ke tempat tidur. Setelah itu kamu boleh keluar. Jangan lupa kunci ruang kerjanya. Nanti jika semuanya sudah selesai, aku akan hubungi lagi. Tetaplah stand by di tempatmu," titah perempuan itu yang ternyata adalah Barbara.Perempuan itu tersenyum manakala menatap pria yang tengah digendong oleh Ghazi. Sebentar lagi rencananya akan terwujud. Ghazi merebahkan Ibra dengan hati-hati ke pembaringan, kemudian segera per
Bab 139Meski penuturan sang paman tidak membuat Ibra terlalu terkejut, tetapi tak urung matanya tetap membulat sempurna. Dia bahkan refleks menjauhkan tubuhnya dari pria tua itu. Ibra berdiri, lalu pindah tempat duduk sehingga kini posisi mereka menjadi berhadapan."Dan Paman pikir aku menerima tawaran itu?" sinisnya."Paman pikir kamu hanya perlu menikahinya sebentar, setelah itu menceraikannya. Lagi pula dia hanya memintamu untuk menjadi suaminya sebentar saja. Pernikahan ini pun juga hanya akan dilaksanakan secara siri," bujuk pangeran Khaled. Dibenaknya tentu deretan angka-angka yang akan segera masuk ke perusahaan jika pernikahan ini benar-benar terjadi.Pria itu pun sebenarnya tidak ingin keponakannya menikahi wanita itu. Namun perusahaan mereka masih dalam kondisi terguncang. Tidak mudah mendapatkan investor kelas kakap seperti Tuan Wiliam.Apa salahnya jika menyuruh keponakannya untuk menikahi wanita itu? Toh, istrinya Ibra berada di Indonesia dan tidak akan tahu jika suaminy
Bab 138Meski cukup banyak perempuan yang tidak memakai jilbab di kota metropolitan Arab Saudi ini, tetapi Ibra merasa cara berpakaian Barbara cukup berani, padahal dia hanya seorang tamu di negara ini.Meski kemungkinan perempuan ini non muslim, tapi seharusnya ia tahu diri dan mengerti situasi, mengingat ia berkunjung ke sebuah negara yang mayoritas penduduk wanitanya harus mengenakan pakaian tertutup.Namun, Ibra tidak menangkap itikad baik dari Barbara, justru perempuan itu bersikap seolah-olah restoran ini berada di negaranya yang menganut paham kebebasan. Lagi-lagi ia mengibaskan rambutnya, sehingga harum helaian itu terendus oleh Ibra dan membuat pria itu seketika menghembuskan nafas."Anda terlalu berlebihan, Nona. Saya hanya orang biasa. Kebetulan saja dua orang pria tua yang telah berbicara dengan ayah anda itu adalah adik dari ibu saya," sahut Ibra. Dia menurunkan tangannya dari meja, lalu menangkupkan telapak tangannya di pangkuannya."Tentu. Saya pun mengenal ibu anda yan