Vero meletakkan kunci tanpa gantungan ke atas meja. Pria itu mendorongnya pelan, tepat ke hadapan Mischa yang duduk diseberangnya. “Apaan ini?!”“Ntar malem lo kemas-kemas,” ujar Vero. “Lo tempatin kamar gue sama Stef. Perabotannya lebih lengkap karena baru diisiin kemarin,” sambungnya memberi alasan mengapa Mischa harus pindah ke lantai bawah- lebih tepatnya pada bekas kamarnya.“Nggak perlu, Ver. Punya gue baik-baik aja.”“Ck! Udah deh! Lo nurut aja!” Vero melambaikan tangannya pada Stefany yang mengantri. Meski jabatan sosialnya naik menjadi istri pemilik cafe, wanita itu bersikeras untuk memesan di jalur yang semestinya.“Udah capek Mama?!” tanya Vero setengah berteriak. Vero bodo amat pada orang-orang sekitar. Yang punya ini, bebas mau ngapain aja. Nggak suka bisa cepetan cabut!“Abis balik ntar lo ikut gue.”“Ngapain lagi?!”“Ke rumah,” mata Vero terus mengawasi Stefany. Istrinya tadi tak membalasnya. Perempuan itu melengos, membalikan tubuh menghadap kasir. "Ngambil mobil Ste
“Don’t you dare Mommy nggak tau dari mana kamu, Vallery!”Vero menjulurkan lidahnya, mengejek sang adik yang kini mulai bermain-main pada kenakalan remaja. Saling ledek memang kebiasaan mereka sejak kecil. Ada perasaan puas tersendiri kala melihat salah seorang dari mereka dimarahi.“Pelatih kamu bilang, kamu alpha..”“Mommy..” rengek Vallery. Ia malu. “Anak buah Mommy pasti udah lapor kan.. Just Soju Mommy.” Seharusnya orang tuanya tak membesar-besarkan masalah sepele. Terlebih dihadapan pria asing. “Ada temen Abang disini..”“Dia bukan orang lain!” Mellia berpendapat bahwa untuk kedepannya, Mischa akan lebih banyak menyaksikan betapa rusuhnya keluarga mereka. Sebagai orang yang kelak bersinggungan dengan Husodo, Mischa dituntut terbiasa tanpa komentar. Tugasnya adalah siap sedia disaat mereka membutuhkan backingan.“Aku udah gede Mommy.”“Udah bisa cari duit sendiri kamu?!” tak ada maksud buruk, ia sendiri hidup berdasarkan belas kasih Daddy-nya. Vero ingin mengajarkan Vallery apa i
Vero setengah berlari menaiki tangga rumahnya. Ia tak peduli apapun, bahkan termasuk teriakan para asisten rumah tangga yang menyuruhnya untuk berhati-hati. Tujuannya saat ini hanya kamarnya. Ia sudah merasakan perasaan tak enak sejak pingsannya Mischa. Tak mungkin manusia tahan banting yang terbiasa hidup bertarung dengan pencabut nyawa bisa hilang kesadaran tanpa sebab. Setahu Vero ada dua kemungkinan penyebab laki-laki dewasa mimisan dan salah satunya,Godaan tubuh wanita..“Valleyy!”Sebelum bertemu Stefany, ia mungkin penjahat wanita yang memiliki mata normal. Lekuk tubuh bak gitar Spanyol dan paras yang ayu pastilah membuatnya tergelepar macam ikan kekurangan air. Ia laki-laki straight. Kerja tubuhnya bereaksi apa lagi dengan yang menonjol-nonjol.“Keluar kamu dari kamar Abang, Valley!” Vero menggebrak pintu. Ia akan memberi pelajaran pada adiknya yang jahil itu. Andai tak melihat tingkah menjijikan Mischa t
Nafas Vallery terengah. Gadis itu menatap dua bola mata yang sama tak berkedipnya dengan dirinya. Setengah tubuhnya menjuntai ke belakang dan pinggang rampingnya melingkar sebuah tangan yang mencoba menahan bobotnya agar tidak terjatuh.'Sial! Perasaan apa ini?!', Vallery belum pernah merasakan detak tak beraturan seperti ini. Ia pikir suara tabuhan itu hanya ada sebagai pemanis ungkapan hati tokoh-tokoh dalam drama Korea yang sering ia saksikan. Scene yang sama persis, bedanya lelaki dihadapannya bukanlah seorang CEO tampan, apalagi penerus utama perusahaan besar yang dikenal sebagai Chaebol."Lepas!"Angin berhembus, secepat tubuh Vallery yang diputar lalu terdampak ke dalam pelukan Mischa."Are you okay?!" bisikan lirih menyapa gendang telinga Vallery. Suaranya terdengar, 'sangat lembut..' mata Vallery membulat. Otaknya sungguh tidak waras. Bagaimana ia bisa mengagumi pengintip. "Lep..""Cut!"&n
Vero membaringkan dirinya ke ranjang. Belum beberapa menit, pria itu bangkit kembali. Menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. Ia mendesis lalu menatap Stefany yang tengah bermain game cacing-cacingan di ponsel wanita itu.“Ayang.. Mamas bikin kesalahan nggak sih?!” Hati kecilnya mengatakan ia telah membuat kesalahan, namun Vero tak menyadari bentuk salah itu apa. Keningnya menyerngit dalam, “Mamas kok tiba-tiba nggak tenang masa.” sepanjang perjalanan pulang tadi, Vero terus berpikir. Sayang pentium tiganya tak menemukan apapun. Ia terus bertanya-tanya tanpa mendapat jawaban.“Kacang mahal!”“Sebentar sih Ver! Ini kepala cacingnya aku diincer nih!”Halah! Sama ulerku yang lebih ganas kamu nggak takut, sama permainan aja sampai cuekin suami Stef!! Mengesankan! Para wanita memang sulit untuk dijelaskan perangainya. Keistimewaan yang luar biasa- membingungkan.
"Mischa udah standby di ruangannya?" Vero menumpukan siku kanannya pada meja bar. Ia saat ini sedang mengawasi coffee shop miliknya. Mengira-ngira besaran pendapatan hari ini melalui uang fiktif yang berada di atas kepala pelangganggannya. Harum bertambahnya pundi-pundi kekayaan semakin dekat tercium hidung Vero."Lima belas menit lalu izin, Pak."Selepas makan siang tadi ia belum melihat tampang menyebalkan Mischa. Kafe sedang ramai-ramainya, tapi pegawainya itu malah kabur entah kemana. Vero merasa rugi telah menggaji Mischa dua digit di depan enam angka nol, jadinya."Nitip pesen nggak?!" tanya Vero menyelidik."Jemput sekolah Adek Bos, katanya Pak."Tangan Vero tergelincir. Tubuh bagian sampingnya terbentur meja. "Saya Bos kamu!" ucapnya setelah membenarkan posisi.Shaker ditangan pegawainya terhenti, "iya maksudnya, Bapak." koreksi barista yang tengah meracik kopi orderan pe
Vero membaringkan tubuhnya. Dua tangannya menggenggam ponsel dalam posisi vertikal, sedangkan ibu jarinya aktif menekan-nekan kursor. Sudah pukul tiga dini hari dan matanya tak kunjung menunjukan tanda-tanda ingin tidur. Tidak adanya Stefany di samping laki-laki itu sepertinya mengganggu jam tidurnya. Sebuah kebiasaan yang mulai tercipta setelah beberapa bulan mereka menikah.Menikah memang mengubah banyak hal. Tidak hanya merubah sesuatu yang tak sejalan dengan pasangan, sifat-sifat dan kebiasaan baru juga ikut muncul seiring berjalannya waktu. Contohnya saja mengenai tidur yang harus bersamaan dalam satu ranjang yang sama pula.‘Bini lo nggak ada ngetok?’ Diseberang sana Justine yang tengah menemani istrinya jaga malam mengurus Princess ikut menanti kemungkinan tipis itu terjadi. Sudah dua jam mereka menghabiskan waktu untuk bermain games. Beruntung Clara memaklumi acara para bapak-bapak senggang seperti mereka. Wanita itu kooperatif, meski se
Tidak semua manusia mengerti jika hanya melalui sebuah kalimat bahkan kata, walau satu kecap saja, dapat membuat jiwa seseorang terluka begitu dalam. Lebih buruknya, borok itu membekaskan trauma berkepanjangan bagi si penderita. Sayangnya, orang lain kerap kali ingin dipahami, tanpa mau sebaliknya.Sekelumit hubungan timbal balik yang cacat itu nyatanya sering terjadi pada anak dan orang tuanya. Bagi sebagian orang, khususnya mereka yang berpikir telah melakukan segalanya untuk sang buah hati, acap kali menuntut adanya kesadaran agar anak-anak menjadi roket yang meluncur naik ke angkasa. Menjadi lebih tinggi sesuai harapan, namun lupa jika mereka ternyata masih sebongkah daging yang memiliki rasa. Sistem didik yang keras bertolak ukurkan kesuksesan, entah disadari atau tidak pada akhirnya menghilangkan kasih dan empati yang seharusnya tetap ada.'Kamu bukan investasi berjangka, Bang. Karena meski dilahirkan tanpa sukacita akibat ulah terkutuk Daddy, tapi be