"Emang lo bisa hidup tanpa Stefany?!"Vero menatap Justine. Perasaan ragu menyelimuti dirinya pemuda itu. Pertanyaannya, apa ia bisa?! - Vero tak yakin mampu.Usia pernikahan mereka memang baru seumur jagung. Vero akui itu. Kebersamaan dengan Stefany pun berlangsung sangat singkat.Tapi tidak dengan perasaannya..Sudah lama Vero memendam hati. Mengagumi Stefany tanpa alasan, pasti. Diam-diam mengamati gadis pujaan hatinya. Jantungnya berdetak cepat setiap kali harus berdekatan dengan Stefany. Semua yang ada dalam diri wanita itu, Vero menyukainya- termasuk sikap kasarnya.Dulu Stefany belum menjadi wanita tulen. Ia-lah yang mendapat kesempatan emas tersebut. Tapi semakin kesini, nyatanya semua terasa melelahkan."Jangan mutusin sesuatu disaat hati lo panas, Ver," tadinya Justine ingin menjadi setan, menyesatkan Vero agar salah langkah. Namun Justine tak tega. Ia tahu rasanya hilang arah. Ditinggalkan sosok yang dibutuhka
“Sembarangan!” Stefany melayangkan tabokan maut sampai-sampai tubuh Juniornya terhuyung. “Udah gue kejar dulu. Suka aneh emang itu bocah!” ujar Stefany. Kabar menikahnya Vero dan Stefany memang telah menyebar ke seantero penjuru universitas. Banyak gadis menyayangkan pilihan Vero meski Stefany termasuk dalam kategori bukan sosok sembarangan. Gelarnya sebagai Ketua BEM tentu menjadi bahan pertimbangan untuk tidak melakukan bulian. Sebagian orang masih mencoba menahan diri mereka. Stefany dinilai tetap tidak layak mendampingi sang pangeran. “Stef... Woi.. Sini dulu,” panggil Justine sembari melambai-lambaikan tangan. “Bayarin ini tolong. Laki lo tadi yang beliin, malah kabur dia..” melas Justine baru teringat jika ia tidak memiliki uang untuk membayar soto mereka. “Dih.. Miskin lo Justine!” Mata Justine membulat. Stefany memang kasar- Justine tahu sendiri itu, tapi wanita yang dihamili oleh sahabatnya tak pernah berperilaku tak sopan padanya. ‘Baru nikah aja kelakuan Vero uda
“Ciee punya temen baru sekarang..” Ledek Stefany. Ia melirik Vero, memasang tampang menghina karena selama ini Vero selalu cemburu tidak beralasan, menargetkan Mischa sebagai objek kekesalannya. Stefany cukup terkejut. Suami dan mantan kekasihnya mengobrol layaknya kerabat lama, saling bertukar informasi. Yah walaupun sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai wawancara, karena bersumberkan satu pihak saja. Sayangnya, apa yang mereka bahas sungguh tidak penting menurut Stefany. “Sabi ya Ver, kalau kita nongkrong bertiga nanti.” Pancing Stefany, “kan udah temenan.” Alisnya bergerak naik turun, menggoda Vero. Stefany tahu benar bagaimana perangai anak itu. Vero pasti berkilah. “Nga-awur!” Vero gelagapan. Tubuhnya menggeliat seperti cacing kepanasan. Vero tampak tak tenang, meski tangannya tetap setia bertengger di atas roda kemudi. “Siapa juga yang sohiban sama Mischa. Ngarang! Dia mantan kamu!” ketus Vero. Nggak like banget rasanya denger, kalau dia dicomblang-comblangin sama masa l
Bruk!! Stefany terduduk di sofa belakangnya, sedang mertuanya yang cantik terjatuh di atas karpet setelah bergerak slow motion untuk mengais rokok. “Aaak Mommy!” jerit Vero super alay. Pria itu berlari menuju tempat kejadian perkara. Melakukan cek dan ricek kondisi madam, “for goodness sake, Mom! Patah tulang nggak?!” Ia mencoba mengangkat tangan mamanya. “Vero! Abang!” pekik Mellia kesakitan, “jangan cengkiwing, Mommy. Sakit!” hardiknya membuat Vero kembali melepaskan cekalan tangannya tanpa pikir panjang. “Anak durhaka!” “I’m shocked!” lirih Vero sembari menatap Stefany, “what is ceng.. Apa tadi?!” tanya Vero. Wajah menyebalkannya semakin mengundang orang lain untuk melayangkan pukulan maut. “Keteng-keteng,” sahut Stefany menjelaskan arti kata yang Vero tak mengerti maksudnya. Entah darimana ibu mertuanya mengetahui salah satu bahasa yang biasa digunakan orang jawa itu, ia juga sama kagetnya seperti Vero. “Owh!” reaksi yang sungguh di luar dugaan. “Vero nggak like, but it’s
Akrobat yang Vero lakukan sukses membuat calon penerus tahta Husodo itu tampak seperti mumi. Tangan dan kakinya terlilit perban, begitu juga dengan kepala berbalut plester. Perbedaan mereka hanya terletak pada ajal yang tak kunjung menjemput Vero.Hiks!Vero trauma. Seumur hidupnya ia tidak akan sudi lagi menaiki kursi roda. Ia lebih baik ngesot, mengepel lantai untuk sampai ke tempat tujuan."Mommy Abang pengen kencing." Sial!Rahangnya terasa kaku dan sulit dibuka. Vero ingin menangis, tapi ia malu. Stefany sedari tadi memandangnya dengan pandangan mencemooh. Keaktifannya berbuah celaka. Niat menyelamatkan sang mommy, ia justru menganiaya dirinya sendiri. Untung tidak disapa para malaikat di alam baka.Mellia mendekat, membawa pot urinal yang dirinya ambil dari kamar mandi. “Mommy pegang,” belum selesai kalimat Mellia terangkai, Vero berteriak. “No Mommy!” sela Vero.Horor!Otaknya mendadak traveling ke alam lain. Vero tidak mau mempermalukan dirinya sendiri dihadapan Stefany. Bi
“Ih gatel banget sih kamu, Val. Bisa-bisanya kamu mandang Justine kayak gitu. Dia udah ninggalin kamu! Sadar dong!”“Mommy apa sih! Stef nggak gitu ya. Biasa aja padahal. Udah lama move on juga Mommy!”Stefany meringis. Keputusannya merayu Clara agar membawanya jalan-jalan sepertinya tidak tepat. Mereka tak mendapati tumbuhan hijau, apalagi laki-laki tampan penggoda iman, melainkan omelan Mellia Husodo terhadap putri tercintanya.Masih segar dalam ingatan Stefany cerita yang menyeret Vallery, Justine dan Clara. Sebuah kisah usang dua sejoli yang harus terpisah berkat hamilnya orang ketiga. Drama tersebut sempat hangat diperbincangkan.Clara- sosok yang tengah memegangi tiang infusnya pernah menduduki peringkat tertinggi wanita yang paling dibenci oleh seluruh penghuni Maesaty University. Clara dituding melemparkan dirinya pada Justine. Banyak desas-desus kejam berseliweran untuk mematikan nama baik penerus Dirgantara itu.Clara si gadis kurang pergaulan. Ia terkenal akan ambisinya men
Mata Vero terbuka. Ia menatap langit-langit kamar inapnya. Satu hari penuh Vero hanya berbaring di atas ranjang. Tidak melakukan apapun karena dirinya, Cacat!What the hell Justine and his mouth!- Vero menjadi sangat ketakutan. Over thinking membayangkan hal-hal tak penting berkat ucapan sahabat laknatnya. Jika ia dalam kondisi sehat walafiat, Vero pasti akan melompat, merobek alat cipokan Justine sampai terlepas dari kepalanya. Tapi gue kayak mayat hidup. Huwaaa! Nggak like banget! Jangankan memberi perhitungan, menggapai tubuh Justin saja, Vero tak mampu. Vero mengalihkan pandangannya pada daun pintu, berharap keajaiban tercipta dari sana. Ia bermimpi Stefany muncul, membuka ruang perawatannya. Wanita itu tersenyum sehangat dekapan mantan.Menggelengkan kepala, Vero menolak hasil pemikiran yang baru saja lewat di dalam benaknya. Bekas kekasihnya yang juga milik Axel, seberisik kaleng rombeng. Jangan sampai Stefany menyerupai Adriana. Vero tak rela.Ah! Vero rindu Stefany.“Ver..
Mobil ambulans terlihat memasuki gerbang kediaman Husodo. Di depannya, Mercedes Benz berwarna hitam terlebih dulu memarkirkan body-nya di pelataran. Van berisikan petugas kesehatan tersebut bertugas mengantarkan pasien kelas VVIP di tempat mereka bekerja. Setelah sepuluh hari berdiam diri tanpa bisa melakukan apapun, kecuali bercuap-cuap sang pesakitan meminta untuk dipulangkan.Atas izin Tuhan dan besarnya koneksi serta uang, Vero- pasien pembuat huru-hara itu resmi dilepaskan. Hengkangnya Vero dari rumah sakit milik keluarga sahabatnya tersebut, tak lepas dari drama murahan.Ray harus menggelontorkan banyak dana demi membeli ranjang dan seperangkat media lain penunjang kesehatan mental sang putra. Trauma akan kursi roda membuat Vero histeris ketika alat itu dibawa ke ruang perawatannya.“Ayang kok kamu duluan?!” protes Vero melihat Stefany menuruni mobil. “Kan nunggu kamu dibawah Ver. Udah jangan cerewet deh! Heboh banget dari pagi. Diem!”Bukan Vero namanya jika menurut. “Ayang ka
Blitz kamera para wartawan langsung bermunculan menyambut kedatangan tiga keluarga besar yang memasuki ballroom hotel milik salah satunya. Para wartawan seakan berlomba untuk mengambil gambar dari tempat mereka. Mengabadikan sebanyak-banyaknya momen langka yang baru saja tercipta.Husodo, Darmawan dan Dirgantara– Ketiga nama itu terlalu besar untuk dilewatkan. Kapan lagi mereka bisa menangkap dalam satu acara yang memang ditujukan untuk ketiganya.Malam ini, pesta akbar digelar untuk memperkenalkan pasangan muda yang resmi bergabung pada ketiganya. Memamerkan ikatan erat yang terjalin tidak hanya sebagai rekanan semata, melainkan sebagai keluarga besar utuh yang kelak tak dapat dipisahkan oleh apapun– termasuk itu maut. Katakanlah, Husodo pemenang dari segalanya. Keluarga bertamengkan baja berlapiskan emas tersebut mendapatkan menantu spektakuler– berasalkan putri-putri yang kekayaannya bahkan sebanding dengan milik mereka. Ini merupakan durian runtuh yang nilainya tidak terkira mesk
“Anak kesayangan Papa, mentang-mentang udah jadi bagian Husodo nggak pernah sekali-kalinya nengokin!” Melihat Princess berada di ruang keluarga rumahnya– Justine yang baru saja pulang dari kantor langsung melancarkan sindiran keras. Sebagai ayah, hatinya terluka. Putrinya seakan lupa jika dia memiliki orang tua setelah menikah. Jujur Justin kecewa, tapi dirinya juga tak dapat melakukan apa-apa. Jika saja bisa– Justine ingin protes. Menggerakkan massa untuk demo besar-besaran di depan rumah Vero. Berorasi agar Keluarga Husodo mau mengembalikan putri kesayangannya. Terdengar gila memang– Namun begitulah adanya. Justine ingin membuat keributan supaya putrinya di depak dan kembali padanya. Ia belum siap kehilangan Princess. Rasanya baru kemarin putrinya terlahir ke dunia.Seharusnya Justine telah terbiasa dengan alpanya Princess dari kehidupannya. Hampir empat tahun lamanya Princess tinggal memisahkan diri, memilih apartemen sebagai tempat bernaung. Namun kini kasusnya berbeda. Raga dan
“Jesseeeen!! Musuh bebuyutan gue!!” Mian berjalan cepat, ia menangkap pergelangan tangan Princess. “You are a pregnant woman! Nggak usah lari-lari. Jessen nggak akan kemana-mana!” Peringat Mian dengan wajahnya yang memerah.“Sorry..” Lirih Princess– menyesal karena tak mengingat keadaannya. “Thank you for reminding me, Buy.”“It’s okay. Jangan diulangi. Sini gandengan aja turunnya.” Mian menyatukan tangan mereka dalam genggaman. Ia tidak bisa memarahi Princess karena istrinya terlalu excited setelah bangun tidur. Ketika pertama kali membuka mata– Princess mencari-cari adiknya. Mungkin efek pemberitaan yang Oma Buyutnya sampaikan. Semalam Princess dan Marchellia diantarkan langsung oleh Marchellino. Keduanya terlelap begitu damai, sampai-sampai tak terusik pada pergerakannya dengan Jessen yang memindahkan tubuh mereka.“Sarapan Ces.. Papi denger kamu hari ini ada jadwal bimbingan? Isi tenaga dulu.” Ucap Vero sembari memindahkan sayuran ke piring Marchellia, “harus dimakan. Untuk keseh
Sudah diputuskan, lima persen saham Darmawan diakuisisi oleh Husodo. Saham itu diberikan secara khusus beratasnamakan Jessen Husodo sebagai pemilik saham yang sah. Saham tersebut didapatkan dari milik Ardira Darmawan yang mempunyai lebih dari dua puluh persen saham di perusahaan suaminya. Meski berita resmi dan berkas perpindahan belum diselesaikan secara legal– keluarga besar Darmawan telah mengetahui bergulirnya saham tersebut ke tangan Jessen. “Pilihan yang sangat baik Bu Dira.. Saya mengapresiasi pengorbanan Ibu untuk cucu-cucu kita.” Ucap Mellia. Michell yang mengantarkan Mamanya, memainkan kaki. Mamanya sedang diberikan lawan yang tangguh dalam bermain peran kehidupan. Baru kali ini Michell melihat Mamanya kalah selain dari Mami istri kakaknya.“Di keluarga Darmawan pantang hukumnya menceraikan atau diceraikan oleh pasangan, Merlliana Haryo. Sesuatu yang dipersatukan Tuhan, tidak sepantasnya dipisahkan manusia. Terlebih dalam kasus ini, anak dan cucu saya memang keterlaluan. M
Jessen terengah. Dadanya naik turun karena napas yang tak berjalan mulus keluar dari paru-parunya. Pria muda yang melarikan diri dari jerat saudara, papi dan sahabatnya tersebut mendudukan diri pada sebuah pohon besar dipinggir lapangan bola. Jessen merasa telah berlari sangat jauh, jadi kemungkinan untuk ditangkap sangatlah tipis.“Tega bener mereka,” hela Jessen sembari meluruskan kaki-kakinya. Kepalanya mengadah, bersandar pada batang pohon dengan mata terpejam.Tidak.. Jessen tak mau pernikahannya hancur. Sekuat hati ia memaklumi tingkah Papi dan Abang Marchellia. Menahan letupan amarah yang kadang singgah karena perkataan menjatuhkan mereka. Ia tidak ingin usahanya sia-sia.Jessen sendiri bukannya tidak mengetahui jika kata-kata sinis yang kerap kali ditujukan padanya merupakan bentuk ketidaksukaan mereka. Jessen mengetahuinya. Ia juga memiliki perasaan sama seperti kebanyakan orang. Terlebih mereka menunjukkannya tanpa aling-aling— tidak ditutup-tutupi atau diperhalus. Mereka m
“Kedainya masih lurus lagi Pi. Belokan pertama ke kanan,” Mian memberikan arahan kepada Vero. Mereka berniat untuk menjemput Jessen setelah mengetahui keberadaan anak itu dari balasan pesan Dodit.“Ini kalian seriusan kenapa kalau cari basecamp ngumpul! Nggak habis thinking Papi.” Omel Vero. Ia mengenal baik lingkungan yang sedang mereka lalui. Vero sendiri tidak akan pernah melupakan jalanan menuju indekos yang sempat ia tinggali. “Ini area kos-kosan, Yan! Papi belum pernah liat kedai bintang lima juga di area ini.”“Nggak ada yang namanya kedai berbintang, Papi. Ini warung yang sempet Papi liat pas VCall-an sama Jess.” Terang Mian agar Vero tidak salah paham kemana tujuan mereka yang sebenarnya. Papinya yang kasta bangsawan tidak boleh terkejut karena itu akan menggagalkan misi mereka untuk ke rumah Opa Ray.“Kalian kebanyakan ngumpul sama di Dodit, Dodit itu! Begini jadinya.” Vero melirik gerbang rumah berlantai dua di sisi kanan yang baru saja ia lewati. Pria itu tersenyum, ‘kosan
Usai memberikan bagiannya dalam melampiaskan emosi pada dosennya, Jessen keluar dari ruang kerja Chello. Ia sudah cukup puas menginjak-injak dua telur sang dosen menggunakan sol sepatunya. Setelahnya Jessen menyerahkan semua kepada mertua dan kakak iparnya. Terserah mereka ingin melakukan apa, setidaknya Jessen telah berusaha melindungi Marchellia semampu yang ia bisa.“Balik?”“Princess?” Jessen menjawab Mian dengan pertanyaan lain. Jika mereka pulang sebelum para wanita sampai di rumah, saudara kembarnya bisa mendapat masalah. Jessen tidak ingin hal tersebut terjadi. Mian hari ini banyak menunjukan sisi terhebatnya sebagai seorang kakak— dan Jessen berharap tidak menyulitkan posisi Mian walau hanya sesaat.“Bisa gue chat biar langsung pulang naik Taksi. Gue yakin dia nggak bakalan marah.” Ucap Mian seperti tahu apa yang memberatkan diri Jessen. “Cepetan! Gue males liat komuk mertua sama abang ipar lo, Jes!! Mumpung mereka masih sibuk sama Pak Wisnu.” Seloroh Mian mengajak agar Jesse
Menuruti permintaan Audi Mahendra untuk menyantap makanan yang wanita itu sajikan, telah Jessen lakukan bersama dua pengikut sekte aliran gelapnya. Siapa sangka Mian dan Princess mau diajak ikut serta menyatroni meja makan rumah orang lain. Ya, walau tidak sepenuhnya orang lain karena rumah Marchello Darmawan merupakan salah satu Opa Princess, tapi hebatnya wanita galak Mian rela dibangunkan secara paksa dengan iming-iming traktiran mie instan di Kedai Pelangi. Murahan memang istrinya Mian– Jessen saja dibuat tidak percaya pada awalnya jika makanan seharga sembilan ribuan lengkap dengan telur bisa membuat wanita itu luluh.Lupakan perihal Princess dan mie instan idamannya, kini saatnya Jessen berbicara serius dengan para lelaki di keluarga Darmawan. Ia ingin masalahnya cepat selesai dan manusia lancang yang menjadikan istrinya fantasi liar segera diangkut dan mendapatkan karma atas perbuatan beraninya.“Pi,” Jessen menyambangi Chello di ruang keluarga. Ia menghabiskan makanan lebih d
Jantung Vero berdetak sangat cepat ketika melihat menantu keduanya berlarian menuruni tangga rumah. Demi Tuhan! Jika terjadi sesuatu pada Princess sesungguhnya keluarga Darmawan itu– seluruh manusia bernama belakang Husodo mungkin akan di-bumi hanguskan untuk selama-lamanya. Trah keluarga mereka dipastikan mengalami kepunahan total. Kejadian buruk harus segera Vero cegah.. Sesegera mungkin! “Acheeellll!!! Jangan lari-larian! Jalan aja, Chell!” Teriak Vero dengan tetap menjaga pita suaranya agar tak terdengar membentak. Runyam dunia persilatan kalau si Tuan Putri tersinggung. Jet lee bisa berubah jadi personel boyband nanti.“Papi, Ecen mana?! Ini.. Papi Achell telepon. Dia mau ngomong sama Ecen.” Sulit juga jika memiliki nama panggilan yang sama. Bagaimana nanti jika mereka tengah berada di acara kumpul keluarga besar dan Marchellia hanya memanggil dengan sebutan Papi. Besok-besok, untuk menantu selanjutnya Vero akan meminta Jemima mencarikan besan yang julukannya Bapak, Daddy atau