Tok! Tok! Tok! “Kak!” Ketukan pintu membuat Stefany bangkit. Entah siapa yang menyiapkan sofa empuk tersebut di dekat ranjang, stefany sangat berterimakasih pada sang malaikat. Karenanya ia bisa menemani Vero tanpa terlelap. Aneh! Sejak mengetahui dirinya berbadan dua, Stefany selalu tak dapat melawan sihir Di Pulau Kapuk. Mencium aroma bantal yang biasa ia gunakan saja, dapat menyebabkannya terserang virus kantuk berlebih. Tak perlu menunggu lama, Stefany pasti kehilangan kesadarannya lalu pergi ke alam mimpi. “Kak Stef!” “Ya!” teriak Stefany menjawab panggilan adik iparnya, “bentar ya Ver. Aku bukain pintu buat Valley dulu.” Ujarnya, memastikan Vero tidak rewel ketika ada sesuatu yang mungkin dibutuhkan Vallery darinya. Vero mengangguk. Perban dikepala laki-laki itu sudah dilepaskan tepat sebelum ia meminta untuk pulang. Kini ia bebas berekspresi, menunjukkan perasaannya melalui perubahan wajahnya. “Gimana Val?!” “Kakak dipanggil Mommy di ruang kerja Daddy.” Vallery mencon
“Long time no see, Raynald Husodo!” Michell Darmawan menarik kursi di hadapannya. Bibirnya menyeringai, sembari ia mendudukan diri. Pertemuan kali ini bersifat rahasia. Kedatangan Michell, cukup membuat Ray terkejut. Ia pikir undangannya akan disambut baik oleh saudara kembar laki-laki itu, atau mungkin pamannya yang mewarisi sejumlah aset dibidang kesehatan Darmawan. Michell- begitu pria itu dipanggil merupakan ayah kandung Justine, sahabat dekat putranya. Hal tersebut tak lantas mengakrabkan mereka. Para anak-anak memang berteman baik, tapi tidak dengan keduanya. Selain karena kisah masa silam, dimana sang istri pernah menaruh kekaguman pada Michell, tragedi putrinya turut menghitamkan nama Michell di sejarah hidup Ray. “Sorry nggak jenguk Vero di RS. Saya jarang ke sana.” Ucap Michell, berbasa-basi. “Kabar baik Ray?!” tanya-nya membuka obrolan. “Nope!” tegas, Ray menjawab. Ia tidak ingin membuang banyak waktu. Satu cangkir kopi panas harus menjadi estimasi untuk menyelesaikan p
Stefany memijat pangkal hidungnya. Kepalanya pening, memikirkan permintaan sang ibu mertua. Wanita itu menyerahkan tanggung jawab berat, dimana ia harus lebih 'gahar,' dalam mengatasi ancaman-ancaman yang datang. Beban- begitu Stefany menamakan tugas baru dari wanita yang melahirkan suaminya. Di usia mudanya, seharusnya ia masih menikmati masa-masa kesenangan dunia. Kongkow bersama teman-teman, duduk di sebuah bar memegangi gelas whiskey untuk melampiaskan kekesalan akibat penatnya makalah yang menumpuk. Haha-hihi membahas sejumlah gosip viral di kosan. Sekarang?! Ia justru dipaksa belajar materi yang tak ada di dalam buku mata kuliahnya. Ia bahkan harus menyusun strategi-strategi khusus untuk menanggulangi keadaan super darurat. Sialnya, kejadian itu belum terjadi. CK! Kiat-kiat mengetahui pelakor?! yang benar saja! Bagaimana caranya, ia bisa menyadari seseorang berniat menikung rumah tangga mereka?! 'Dikira gue dukun!,' batin Stefany. Nasib tragis menikahi putra konglomerat. Hid
“Apa yang udah gue lakuin?!” Stefany terduduk di tepi ranjang. Nafasnya terengah, bibirnya mengecap, mencoba menelan air liur. Ia menatap Vero yang justru terkekeh disampingnya. “Udah gila gue!” lalu mengalihkan tatapannya. “Kissing Ayang!” tanpa dosa Vero menjawab rutukan Stefany. Demi Tuhan, Vero tak perlu menjelaskan secara rinci kegiatan yang baru saja mereka lakukan. Pria itu membuatnya semakin malu. Bisa-bisanya ia lebih mendominasi percumbuan. ‘Mirip cewek kurang belaian lo Stef! Jablay banget!’ batin Stefany memaki dirinya sendiri. “Ayang!” rengek Vero, tangannya mengguncang-guncangkan lengan Stefany. “Pakein baju. Dedek buyung kedinginan kena AC!” Vero menahan tawanya agar tidak menyembur. Apalagi ketika melihat ekspresi jijik Stefany. Menggemaskan.. “Kamu jadi ngampus?!” “Em.” Stefany mengangguk. Ia tak mungkin meninggalkan perkuliahan. Absensinya masuk ke dalam zona hitam. Satu kali bolos, maka dipastikan akan ada tambahan semester yang harus ia ambil di tahun beri
“VERO!”Jeritan Mellia membuat Stefany keluar dari kamar. Wanita hamil itu berjalan cepat menghampiri ibu mertuanya. ‘Baby kalau udah lahir Mama kursusin les sabar ya. Kejang nanti kamu,’ batin Stefany mengajak janinnya berinteraksi. Stefany harus mengajarkan apa itu arti menerima keadaan, termasuk para anggota keluarga mereka yang super keren..Rusuhnya..“Mommy ada apa?!”Mellia di ruang keluarga memegangi ponsel ditangannya. “Mana Vero, Stef?! Mommy panggil, why dia nggak nyamper?!” tanya Mellia celingak-celinguk mencari keberadaan putranya.Freak nih orang! “Mom Vero jangankan nyamperin, turun dari kasur aja dia nggak bisa!” ibu mertua Stefany tampaknya hilang ingatan. Efek jatah belanja tak terpenuhi sepertinya membuat wanita itu kesetanan.“Oh, Iya!”See..“Stef bisa tanganin kalau Mommy butuh bantuan.” Stefany menggigit bibirnya. Salah besar! Bodoh sekali dirinya, menawarkan hal yang akan ia sesali di kemudian waktu. ‘Caper banget lo Stef! Nyusahin diri sendiri, Blok!' “Asik!"
Satu minggu berlalu sejak insiden dimanfaatkannya Stefany. Di hari itu keributan terjadi. Stefany kalang kabut mencari bantuan karena mendadak Vero tak sadarkan diri. Alhasil Mellia benar-benar menerima murka Ray. Wanita itu diasingkan karena berturut-turut membuat celaka penerus mereka. Vero si anak emas. Ray bahkan tak segan menghardik istrinya sendiri. Bagi Ray Vero merupakan segala-galanya. Tidak ada toleransi pada siapapun jika itu menyangkut diri sang putra walau itu Mellia, wanita yang berikan gelar istri. "Daddy, Mommy belom boleh pulang?!" Vallery disamping Ray menanyakan keberlangsungan hidup sang ibu. Pertengkaran kedua orang tua menyebabkan Vallery harus kucing-kucingan untuk bertemu Mellia dibelakang Ray. "Minta Mommy kamu minta maaf ke Abang. Daddy benci kalau dia seenaknya begini! Kesalahan dia fatal!” Vero yang tengah memakan sarapan meminta Stefany menghentikan suapannya. "Udah. Kenyang." Ujar anak itu sembari menghalau lengan Stefany. Sedikit banyak, Vero meras
Bugh! Ray membiarkan dirinya terduduk di atas lantai. Ia mengadah, mengerjapkan mata tanpa mau repot-repot berdiri. Ray sudah sangat hafal segala pergerakan Ditto. Jika ia bangkit, laki-laki itu pasti akan kembali melayangkan bogem mentah. Sungguh pengendalian diri yang buruk di usia mereka yang tidak lagi muda. “Dit.. Apa sih dateng-dateng main pukul.” Amuk Jingga. “Husodo itu lagi deketin kamu, Jing!” Plak!! Ray meringis saat kepala Ditto mendapat pukulan dari Jingga. Salah pria itu sendiri. Sudah tahu sahabatnya tak suka dipanggil dengan penggalan kata yang menurut Jingga aneh, malah terus dilanjutkan sampai dua puluh tahunan menikah. “Aku bukan anjing Ditto!” sentak Jingga, “lagian Husodo itu,” Jingga menunjuk keberadaan Ray, “adik ipar kamu. Mellia bagian keluarga mereka sekarang.” Hardiknya keras ingin menyadarkan Ditto. Setelah anak pertama mereka lupa jalan pulang, suaminya hilang ingatan. “Kok kamu jadi belain Ray sih?! Mels diusir mereka Jingga.” Ngotot Ditto. Selain
Stefany terjaga. Ia melirik Vero sebelum meraih ponsel di atas nakas. Pukul sebelas malam. Ia ternyata baru tertidur sekitar dua jam setelah memastikan Vero meminum obatnya. "Baby laper ya?!" Stefany mengusap perutnya. Entah mengapa ia memimpikan Vero memasak nasi goreng babat untuk mereka. Hal yang jelas-jelas mustahil. Untuk bangkit saja Vero tak mampu masalahnya. Stefany berpikir cukup lama sebelum memutuskan turun dari atas ranjang. Ia mulai melangkahkan kakinya, menghampiri Vero. Ya, keduanya tidur terpisah. Untuk memudahkan akses Vero, pria itu tetap berada di atas brankar yang Ray beli. Penggerak otomatis yang dapat diatur melalui remot memudahkan mereka jika sewaktu-waktu Vero ingin beranjak. Huft, menikah dengan suami aktif seperti Vero benar-benar menyedihkan. Ia hamil dan suaminya terbang bak burung di lautan. Kepakan sayapnya membentur karang hingga hewan berparuh itu tergelincir lalu karam. Perumpamaan yang sungguh dramatis. Namun tak apa. Demi anak didalam kandu
Blitz kamera para wartawan langsung bermunculan menyambut kedatangan tiga keluarga besar yang memasuki ballroom hotel milik salah satunya. Para wartawan seakan berlomba untuk mengambil gambar dari tempat mereka. Mengabadikan sebanyak-banyaknya momen langka yang baru saja tercipta.Husodo, Darmawan dan Dirgantara– Ketiga nama itu terlalu besar untuk dilewatkan. Kapan lagi mereka bisa menangkap dalam satu acara yang memang ditujukan untuk ketiganya.Malam ini, pesta akbar digelar untuk memperkenalkan pasangan muda yang resmi bergabung pada ketiganya. Memamerkan ikatan erat yang terjalin tidak hanya sebagai rekanan semata, melainkan sebagai keluarga besar utuh yang kelak tak dapat dipisahkan oleh apapun– termasuk itu maut. Katakanlah, Husodo pemenang dari segalanya. Keluarga bertamengkan baja berlapiskan emas tersebut mendapatkan menantu spektakuler– berasalkan putri-putri yang kekayaannya bahkan sebanding dengan milik mereka. Ini merupakan durian runtuh yang nilainya tidak terkira mesk
“Anak kesayangan Papa, mentang-mentang udah jadi bagian Husodo nggak pernah sekali-kalinya nengokin!” Melihat Princess berada di ruang keluarga rumahnya– Justine yang baru saja pulang dari kantor langsung melancarkan sindiran keras. Sebagai ayah, hatinya terluka. Putrinya seakan lupa jika dia memiliki orang tua setelah menikah. Jujur Justin kecewa, tapi dirinya juga tak dapat melakukan apa-apa. Jika saja bisa– Justine ingin protes. Menggerakkan massa untuk demo besar-besaran di depan rumah Vero. Berorasi agar Keluarga Husodo mau mengembalikan putri kesayangannya. Terdengar gila memang– Namun begitulah adanya. Justine ingin membuat keributan supaya putrinya di depak dan kembali padanya. Ia belum siap kehilangan Princess. Rasanya baru kemarin putrinya terlahir ke dunia.Seharusnya Justine telah terbiasa dengan alpanya Princess dari kehidupannya. Hampir empat tahun lamanya Princess tinggal memisahkan diri, memilih apartemen sebagai tempat bernaung. Namun kini kasusnya berbeda. Raga dan
“Jesseeeen!! Musuh bebuyutan gue!!” Mian berjalan cepat, ia menangkap pergelangan tangan Princess. “You are a pregnant woman! Nggak usah lari-lari. Jessen nggak akan kemana-mana!” Peringat Mian dengan wajahnya yang memerah.“Sorry..” Lirih Princess– menyesal karena tak mengingat keadaannya. “Thank you for reminding me, Buy.”“It’s okay. Jangan diulangi. Sini gandengan aja turunnya.” Mian menyatukan tangan mereka dalam genggaman. Ia tidak bisa memarahi Princess karena istrinya terlalu excited setelah bangun tidur. Ketika pertama kali membuka mata– Princess mencari-cari adiknya. Mungkin efek pemberitaan yang Oma Buyutnya sampaikan. Semalam Princess dan Marchellia diantarkan langsung oleh Marchellino. Keduanya terlelap begitu damai, sampai-sampai tak terusik pada pergerakannya dengan Jessen yang memindahkan tubuh mereka.“Sarapan Ces.. Papi denger kamu hari ini ada jadwal bimbingan? Isi tenaga dulu.” Ucap Vero sembari memindahkan sayuran ke piring Marchellia, “harus dimakan. Untuk keseh
Sudah diputuskan, lima persen saham Darmawan diakuisisi oleh Husodo. Saham itu diberikan secara khusus beratasnamakan Jessen Husodo sebagai pemilik saham yang sah. Saham tersebut didapatkan dari milik Ardira Darmawan yang mempunyai lebih dari dua puluh persen saham di perusahaan suaminya. Meski berita resmi dan berkas perpindahan belum diselesaikan secara legal– keluarga besar Darmawan telah mengetahui bergulirnya saham tersebut ke tangan Jessen. “Pilihan yang sangat baik Bu Dira.. Saya mengapresiasi pengorbanan Ibu untuk cucu-cucu kita.” Ucap Mellia. Michell yang mengantarkan Mamanya, memainkan kaki. Mamanya sedang diberikan lawan yang tangguh dalam bermain peran kehidupan. Baru kali ini Michell melihat Mamanya kalah selain dari Mami istri kakaknya.“Di keluarga Darmawan pantang hukumnya menceraikan atau diceraikan oleh pasangan, Merlliana Haryo. Sesuatu yang dipersatukan Tuhan, tidak sepantasnya dipisahkan manusia. Terlebih dalam kasus ini, anak dan cucu saya memang keterlaluan. M
Jessen terengah. Dadanya naik turun karena napas yang tak berjalan mulus keluar dari paru-parunya. Pria muda yang melarikan diri dari jerat saudara, papi dan sahabatnya tersebut mendudukan diri pada sebuah pohon besar dipinggir lapangan bola. Jessen merasa telah berlari sangat jauh, jadi kemungkinan untuk ditangkap sangatlah tipis.“Tega bener mereka,” hela Jessen sembari meluruskan kaki-kakinya. Kepalanya mengadah, bersandar pada batang pohon dengan mata terpejam.Tidak.. Jessen tak mau pernikahannya hancur. Sekuat hati ia memaklumi tingkah Papi dan Abang Marchellia. Menahan letupan amarah yang kadang singgah karena perkataan menjatuhkan mereka. Ia tidak ingin usahanya sia-sia.Jessen sendiri bukannya tidak mengetahui jika kata-kata sinis yang kerap kali ditujukan padanya merupakan bentuk ketidaksukaan mereka. Jessen mengetahuinya. Ia juga memiliki perasaan sama seperti kebanyakan orang. Terlebih mereka menunjukkannya tanpa aling-aling— tidak ditutup-tutupi atau diperhalus. Mereka m
“Kedainya masih lurus lagi Pi. Belokan pertama ke kanan,” Mian memberikan arahan kepada Vero. Mereka berniat untuk menjemput Jessen setelah mengetahui keberadaan anak itu dari balasan pesan Dodit.“Ini kalian seriusan kenapa kalau cari basecamp ngumpul! Nggak habis thinking Papi.” Omel Vero. Ia mengenal baik lingkungan yang sedang mereka lalui. Vero sendiri tidak akan pernah melupakan jalanan menuju indekos yang sempat ia tinggali. “Ini area kos-kosan, Yan! Papi belum pernah liat kedai bintang lima juga di area ini.”“Nggak ada yang namanya kedai berbintang, Papi. Ini warung yang sempet Papi liat pas VCall-an sama Jess.” Terang Mian agar Vero tidak salah paham kemana tujuan mereka yang sebenarnya. Papinya yang kasta bangsawan tidak boleh terkejut karena itu akan menggagalkan misi mereka untuk ke rumah Opa Ray.“Kalian kebanyakan ngumpul sama di Dodit, Dodit itu! Begini jadinya.” Vero melirik gerbang rumah berlantai dua di sisi kanan yang baru saja ia lewati. Pria itu tersenyum, ‘kosan
Usai memberikan bagiannya dalam melampiaskan emosi pada dosennya, Jessen keluar dari ruang kerja Chello. Ia sudah cukup puas menginjak-injak dua telur sang dosen menggunakan sol sepatunya. Setelahnya Jessen menyerahkan semua kepada mertua dan kakak iparnya. Terserah mereka ingin melakukan apa, setidaknya Jessen telah berusaha melindungi Marchellia semampu yang ia bisa.“Balik?”“Princess?” Jessen menjawab Mian dengan pertanyaan lain. Jika mereka pulang sebelum para wanita sampai di rumah, saudara kembarnya bisa mendapat masalah. Jessen tidak ingin hal tersebut terjadi. Mian hari ini banyak menunjukan sisi terhebatnya sebagai seorang kakak— dan Jessen berharap tidak menyulitkan posisi Mian walau hanya sesaat.“Bisa gue chat biar langsung pulang naik Taksi. Gue yakin dia nggak bakalan marah.” Ucap Mian seperti tahu apa yang memberatkan diri Jessen. “Cepetan! Gue males liat komuk mertua sama abang ipar lo, Jes!! Mumpung mereka masih sibuk sama Pak Wisnu.” Seloroh Mian mengajak agar Jesse
Menuruti permintaan Audi Mahendra untuk menyantap makanan yang wanita itu sajikan, telah Jessen lakukan bersama dua pengikut sekte aliran gelapnya. Siapa sangka Mian dan Princess mau diajak ikut serta menyatroni meja makan rumah orang lain. Ya, walau tidak sepenuhnya orang lain karena rumah Marchello Darmawan merupakan salah satu Opa Princess, tapi hebatnya wanita galak Mian rela dibangunkan secara paksa dengan iming-iming traktiran mie instan di Kedai Pelangi. Murahan memang istrinya Mian– Jessen saja dibuat tidak percaya pada awalnya jika makanan seharga sembilan ribuan lengkap dengan telur bisa membuat wanita itu luluh.Lupakan perihal Princess dan mie instan idamannya, kini saatnya Jessen berbicara serius dengan para lelaki di keluarga Darmawan. Ia ingin masalahnya cepat selesai dan manusia lancang yang menjadikan istrinya fantasi liar segera diangkut dan mendapatkan karma atas perbuatan beraninya.“Pi,” Jessen menyambangi Chello di ruang keluarga. Ia menghabiskan makanan lebih d
Jantung Vero berdetak sangat cepat ketika melihat menantu keduanya berlarian menuruni tangga rumah. Demi Tuhan! Jika terjadi sesuatu pada Princess sesungguhnya keluarga Darmawan itu– seluruh manusia bernama belakang Husodo mungkin akan di-bumi hanguskan untuk selama-lamanya. Trah keluarga mereka dipastikan mengalami kepunahan total. Kejadian buruk harus segera Vero cegah.. Sesegera mungkin! “Acheeellll!!! Jangan lari-larian! Jalan aja, Chell!” Teriak Vero dengan tetap menjaga pita suaranya agar tak terdengar membentak. Runyam dunia persilatan kalau si Tuan Putri tersinggung. Jet lee bisa berubah jadi personel boyband nanti.“Papi, Ecen mana?! Ini.. Papi Achell telepon. Dia mau ngomong sama Ecen.” Sulit juga jika memiliki nama panggilan yang sama. Bagaimana nanti jika mereka tengah berada di acara kumpul keluarga besar dan Marchellia hanya memanggil dengan sebutan Papi. Besok-besok, untuk menantu selanjutnya Vero akan meminta Jemima mencarikan besan yang julukannya Bapak, Daddy atau