“Ver, gue balik deh. Takut makin nggak bisa nyetir!”Justine bangkit, berdiri. Ia berpegangan pada pinggiran meja sembari mengerjapkan matanya berulang kali. Mencoba mencuri kesadaran yang lamat-lamat semakin menipis, sebenarnya. “Cupu!” ejek Vero sembari berpegangan pada botol ke enam yang ingin ia buka malam ini. Setelah botol ke dua dari Clara tandas, Vero yang merasa mereka masih kuat minum kecuali Mischa masuk ke dalam rumah. Mengambil empat tambahan lagi.‘Sekalian nge-chill kita! Udah lama banget after Axe minggat ngobatin patah hatinya,’ begitu buaian iblis bernama lengkap Alvero Husodo itu. Alhasil, Justine dan Axel tetap singgah. Membiarkan Mischa yang kepanasan untuk berendam di kamar mandi, 'katanya.' “Gue nggak bawa supir, Hina Dina! Berani lo ngadepin bini gue kalau ada apa-apa?!” tanya Justine, menanyakan kesiapan Vero ketika harus menghadapi istrinya. Ini saja sudah lewat dari jam yang diberikan Clara. Justine tak mau ambil resiko dengan bobok bersama nyamuk-nyamuk d
“Seger banget perasaan muka, Bos?!” Tubuh Mischa meloncat– saking kagetnya dengan suara yang menghadang di anak tangga paling bawah rumah mertuanya. Ia sedang mengatur jadwal meeting Vero. Akibat kelalaiannya, Vero sampai ikut tak bangun menghadiri pertemuan lumayan penting tersebut. “Abis ena-ena ya semalem?” “Nggak usah ceng-cengin Mischa! Semalem kamu juga dapet!” dari arah belakang, Stefany yang mendorong kereta bayi menyela, membuat Vero mencebikkan bibirnya. Tidak ada Mommy-nya, tetap saja ada manusia yang mengganggu kesenangannya.“Jangan gantiin posisi Mommy ya, Mami!” kesal Vero. Ia mengekor dibelakang Stefany sebelum kembali membalikkan tubuh untuk menghadap Mischa.“Gue potong gaji lo!” ujar Vero. “Daddy telepon tadi.. Dia ngamuk-ngamuk karena kita nggak ngabarin dia tentang pertemuan pagi ini!”Vero lantas melangkah riang. Ia akan mengalihkan gaji Mischa ke rekening pribadinya. Tinggal bilang saja ke bagian akunting jika Mischa harus membayar hutang kepadanya. Semua ber
Vero mengheboh. Hari dimana ia harus menghadiri hari bahagia Mischa dan Vallery membuatnya menjadi orang yang paling rempong dari semua keluarga yang ada. Tugasnya untuk menjemput orang tua Mischa di bandara saja ia alihkan kepada papa mertuanya. Benar-benar menantu kurang ajar.Orang tua Mischa juga cukup rusuh. Mereka tidak mau tinggal di Jakarta– takut merepotkan katanya. Padahal untuk acara resepsi anak dan menantunya mereka harus berdandan beberapa jam. Sebelumnya Vero juga meminta bantuan kepada Justine, tapi laki-laki itu berkata istrinya tak kalah heboh dalam urusan berdandan.Alhasil, Papa Stefany saja yang melesat. Meski terkesan ogah-ogahan, pria itu sudah berdiam di hotel yang mereka jadikan tempat perhelatan akbar. Membawa serta orang tua dan saudara-saudara Mischa dari kampung halaman. Prosesi resepsi sengaja Mellia ajukan akibat tragedi selingkuhnya sang putri. Dari sekian banyak gen Haryo dan Husodo, mengapa sifat setia tak menurun pada diri putrinya. Mellia juga sem
Vero the Khacung— begitulah sebutan Vero pada mala mini. Lebih tepatnya semua laki-laki Husodo Family milik Ray. Saturday Night merupakan hari paling sial bagi para pria di keluarga itu, khususnya Vero. Semua makhluk berbatang kecuali Jessen dan Mian tersebut diminta untuk menuruti semua permintaan wanita-wanita mereka. Seluruhnya tanpa terkecuali meski harga yang ditaksir bisa membeli satu unit apartemen di bilangan Sudirman.Naasnya— seluruh tagihan itu harus ditanggung Vero. Dua pria dewasa lain hanya bertugas membawakan barang belanjaan, sedangkan Vero mendorong kereta bayi anak-anaknya dan mengeluarkan banyak uang untuk hal tersebut.Bukan tanpa alasan Vero mendadak menjadi sugar daddy paksaan istri, mommy dan adiknya. Mereka bertiga sedang menghukum Vero. Pasalnya akibat kerabat dan mertua Vero, resepsi Vallery berubah menjadi acara super alay menurut mereka berdua— Vallery dan Mellia. Kalau Stefany jelas tengah melancarkan dendam kesumatnya karena dua hari lalu mendapatkan temp
“Berkas sama yang kemarin diajuin ke saya mana Mis?” Vero membenarkan kacamata minus yang bertengger di hidungnya. Sebulan penuh ia telah bergelut dengan pekerjaan. Vero benar-benar menyibukan dirinya mengurusi seluruh proyek agar cepat terselesaikan. Dari sana nanti, ia akan mendapatkan pundi-pundi tambahan untuk membayar hutangnya pada Clara. Ray Husodo pembohong!Daddynya bahkan sampai saat ini belum membantunya satu rupiah pun. Pria itu mendustai perkataannya. Jadilah ia berambisi sendiri. Menghajar tenaga Mischa untuk ikut serta hidup memprihatinkan seperti dirinya. “Ini Pak..” Mischa menyerahkan berkas yang Vero minta. Meletakkannya di atas tumpukan map lainnya. Ia meringis. Sebelum bertanya, “kita lembur lagi, Pak?” “Kalau kamu mau pulang, ya silahkan! Tapi gaji kamu saya potong!” Mischa mendesah. Bahu-bahunya melorot. “Ver.. Lo nggak capek?!” jam kerja sudah usai dua jam yang lalu, Mischa tak perlu lagi bersikap profesional dengan memanggil kakak iparnya, ‘Pak,’ seperti p
“Mi.. Mami! Si Jessen ilang!” Vero heboh di pagi hari. Pria yang tenggelam dalam pekerjaan itu memang pantas disebut sebagai ayah yang tidak bertanggung jawab. Bisa-bisa pria itu kehilangan anak mereka, padahal baru saja bermain bersama di ruang keluarga. “Kok bisa sih, Papi?!” heran Stefany. Mata Stefany mengerjap berulang kali. Jangan-jangan, efek bekerja terlalu menggebu membuat daya ingat Vero melemah.“Papi lupa naroh Jessen kali! Coba diinget-inget anaknya ditaroh mana sama Papi!” Vero terbelalak, ia menyentak Stefany.“Mami kira Jessen barang apa! yang bener dong bahasanya kalau sama anak!” amuk Vero. Menurut Vero, bahasa yang Stefany gunakan salah atau mungkin memang moodnya saja yang sedang tak biasa pagi ini sehingga meributkan hal kecil. Di dalam gendongan Stefany, Mian menatap sang papi dengan sorot tajam. Mata kecilnya membola seolah memarahi laki-laki itu. ‘Ya Tuhan, baru sebulan aja anak gue udah nunjukin keberpihakannya. Gimana kalau udah gede, baru ngajuin protes
Vero membuka matanya dengan satu tangan kram akibat menahan berat beban kepala Stefany. Kamarnya yang temaram membuatnya kembali menguap sesekali sebelum menggerakkan kepalanya ke samping kiri. Kini Vero sepenuhnya terjaga. Ia tersenyum, menemukan wajah Stefany berada tepat di depan miliknya. ‘Wanita cantikku,’ batin Vero mengagumi keindahan pagi yang menyapanya.Setiap pagi, Vero selalu bersyukur karena Stefany tak pernah menghilang sebelum ia terbangun. Jadi ia tak perlu merasa ditinggalkan oleh seseorang— terlebih wanita yang dirinya cintai. Rasa terima kasih itu selalu Vero udarakan agar menembus langit. Sang Pencipta harus tahu betapa ia mensyukuri nikmat yang setiap detiknya selalu diberikan untuknya. Ya, meski terhadap dalam cerita hidupnya sendiri tak jarang ia dijadikan sebagai manusia paling mengenaskan. Setidaknya tak semalang nasib Mischa— maka dari itu, Vero selalu bersyukur atas pencapaiannya.Ciuman Vero jatuhkan pada kedua kelopak Stefany yang masih tertutup. “Mami,”
“Si Sitay bisa-bisanya!”Di sepanjang perjalanan ke kantor, Vero tak henti-hentinya membahas tingkah laku unpredictable asisten rumah tangga mereka. Bersama Mischa, kedua laki-laki tersebut bertukar pikiran– Sharing kalau istilah gaul dunia yang sedang Siti geluti sekarang.Vero dan Mischa mencari dari mana asal muasal Siti– Manusia yang keluarnya saja jarang, bisa salah pergaulan macam tadi. Vero tak habis thinking! Rumahnya sudah macam gua bertapa bagi Siti, mau hangout kemana pembantunya?! Belum lagi dengan siapa?! Tukang kebun mereka?!Kurang logis kan?! "Media sosial bisa sih, Ver." “Damn Mis,” Vero mengerang, “biasanya dia nonton serial dangdut sama India ya, kalau keluar di linimasa sama searchnya dia pasti seputaran itu.” Ia terbiasa berselancar menggunakan aneka sosial media yang ada, dan kebiasaan pencarian kita akan muncul secara terus-menerus dengan tema serupa. Jadi tidak mungkin kan Siti bergelut pada perkembangan zaman, sedangkan kemarin-kemarin tidak. Seharusnya sud