Share

Ketika Pelakor Menggoda
Ketika Pelakor Menggoda
Author: Tinta cinta

bab 1

Author: Tinta cinta
last update Last Updated: 2023-01-11 04:23:48

~POV Riska~

Aku fariska , gadis 27 tahun yang tak kunjung menikah. Sebutan perawan tua pun sudah sering kudengar dari olokan para tetangga.

Ingin rasanya kugunting bibir bibir mereka yang tak punya etika. Tapi apalah daya, mulut yang berkata terlalu banyak, sedang tanganku hanya dua.

Sebenarnya aku sendiri heran mengapa hingga saat ini aku tak menemukan lelaki yang mau serius denganku. Padahal aku gadis cantik yang memiliki body menarik.

•••••••

-Bab 1.

Sebagai pelayan cafe, aku harus memastikan memberi pelayanan terbaik dan menjaga kebersihan agar pengunjung cafe merasa nyaman. Maka di sinilah aku sekarang, mengelap meja bundar yang baru saja dibuat tongkrongan.

"Riska??!"

Sontak aku menoleh ke asal suara. Ada Zahra yang tengah berjalan ke arahku. Hijab panjangnya sesekali berkibar saat hembusan angin menerpa.

"Mau minum apa?" Tanyaku pada Zahra yang telah duduk di depanku.

"Capuccino dingin aja."

Akupun mengangguk, kemudian berlalu untuk membuat pesanannya.

Dia adalah Zahrana, sahabatku yang telah berstatus sebagai istri.

Di penilaianku, Zahra adalah gadis paling beruntung sedunia. Bagaimana tidak, suaminya adalah pengusaha biskuit terbesar di Jakarta.

"Nih , untuk nyonya Ramdan," ucapku sembari meletakkan capuccino dingin di meja Zahra.

Berhubung tidak ada pengunjung lagi, aku pun duduk untuk menemani Zahra.

"Riska... Produknya mas Ramdan udah bisa expor keluar negeri," ucap Zahra berbinar-binar.

"Oh ya? Bagus dong!"

Sejujurnya aku iri pada pernikahan Zahra. Suaminya, Ramdan adalah pemuda tampan yang nyaris sempurna dengan kekayaan yang melengkapinya.

Bagiku Ramdan adalah idaman yang menggiurkan. Seringkali pikiran buruk berkelebat, seolah mendorong sisi jahatku tuk mendekap Ramdan yang begitu memikat.

Untung saja akalku masih sehat, sehingga aku tak pernah sekalipun berbuat bejat. Karena bagaimanapun juga aku dan Zahra adalah sahabat.

"Emmm, besok kamu libur dulu ya?" Ucap Zahra dengan senyum antusias.

"Ogah ah, ntar gaji gue dipotong gara-hara libur Mulu."

Sudah sering aku mengambil cuti hanya untuk menemani Zahra yang sengaja menyibukkan diri.

Sebagai nyonya harusnya ia bersantai. Sayangnya Zahra tak suka berleha, dia selalu mencari kegiatan yang mengisi waktu luangnya.

"Entar aku kasih 2x lipat dari gajianmu deh," bujuk Zahra.

Aku bergeming, hanya memandangnya dengan mengangkat alis sebelah.

"Ayolah Ris... aku mau ngadain syukuran buat pencapaiannya Mas Ramdan... Dan aku mau semua menu itu buatan tanganku sendiri, jadi kamu bantuin aku ya?" Kini raut Zahra memlas padaku.

"Kalau aku bantuin kamu, kan jadinya bukan tanganmu tapi tangaku," sahutku kesal.

Di sinilah letak kekurangan Zahra. Dia tidak pandai memasak. Setiap racikan tangannya akan berakhir hambar atau asin berlebihan.

"Hehe, ntar aku bantuin kok Ris," sahut Zahra cengengesan.

"Catering aja napa sih, Ra!"

"Nggak mau Ris, aku itu maunya tangan yang terjamin dan satu-satunya tangan yang paling kupercaya adalah tanganmu!"

•••

Ting Ting Ting!

"Enggggh... Siapa sih?? ganggu banget!"

Kesal rasanya hati, saat masih pagi tapi sedari tadi bel berbunyi.

Dengan malas ku buta mata dan mengambil jam Beker di atas meja. Waktu masih menunjukkan pukul 6 tapi bel rumah tak kunjung diam.

"Tangan siapa sih yang iseng!!" Sungutku seraya berjalan menuju pintu.

Ceklek

"Apa?!" Teriakku kencang saat pertama kali pintu terbuka.

"Eh kok kamu, Mas?" Sontak aku malu sendiri melihat mas Ramdan Dengan setelan kemejanya yang rapi.

Lekas-lekas kubalikkan badan karena kuyakin wajahku yang baru bangun tidur sangat acak-acakan.

"Ahh, pasti si Ramdan ilfill!" Gerutuku dalam hati.

"Eh Ris mau kemana??" Cegah mas Ramdan saat aku hendak masuk meninggalkannya.

"Mau mandi dulu" seruku kemudian setengah berlari.

Bagiku penampilan di depan lelaki menyangkut harga diri, karena itu aku selalu menampakkan kecantikan dan keindahan yang kumiliki.

Kutatap lekat pantulan diriku di depan cermin, dress selutut dengan rambut terikat tinggi membuat percaya diriku kembali.

Dengan sengaja Kupoles bibirku dengan lipstik tipis. Niat hati ingin membuat Ramdan sedikit terpana, agar dia melupakan penampilanku yang tadi pagi keluar seperti singa.

"Lama ya mas??" Ucapku pertama kali saat melihat mas Ramdan telah menantiku di serambi.

"Ha? Oh enggak kok," sahut mas Ramdan.

Bisa kupastikan penampilanku sedikit menggelitik hingga Mas Ramdan tak berkedip sepersekian detik.

"Kok sendiri Zahra mana??" Tanyaku dengan suara yang kubuat seanggun mungkin.

"Ha? oh itu, dia udah sibuk di dapur. Makanya aku suruh jemput kamu sendiri," sahut Mas Ramdan dengan gelagat salah tingkah.

Aku tersenyum dalam hati, melihat reaksi Mas Ramdan yang seperti itu menimbulkan kepuasan tersendiri bagiku.

"Ya udah, ayo cepetan!" ucapku seraya berjalan lebih dulu ke mobil Mas Ramdan.

Kuposisikan dudukku di kursi penumpang. Karena jika aku mengambil posisi di depan, akan terkesan seolah diriku jalang yang tengah merebut suami orang.

Perjalanan terasa mencanggungkan. Berdua dengan Mas Ramdan dalam 1 mobil, membuat pikiran-pikiran nakalku berloncatan.

Terlebih berkali-kali kutangkap mata Mas Ramdan yang melihatku lewat spion depan. Ada glenyar aneh saat mataku dan tatapan mas Ramdan bertuburukan.

Ahhh, seprtinya bisikan-bisikan syetan mulai mengacau pikiran.

"Emmmm... selamat ya Mas, produknya udah bisa ekspor," ucapku memulai pembicaraan, berusaha mencairkan susana yang terasa menegang.

Namun, respon yang kudapatkan sedikit mengesalkan. Mas Ramdan hanya menanggapiku dengan sebuah senyuman.

"Ihh, Nyahut dong Mas!" ketusku pada Ramdan.

Hal yang paling tak ku suka adalah diabaikan. Bagiku, suatu senyuman adalah simbol dari enggannya seseorang beinteraksi dengan si lawan.

"Kan aku udah senyum Ris," sahut Mas Ramdan.

"Cihh, sok kegantengan banget sih Mas!" ucapku seolah merajuk.

"Lah, kok jadi ngambek sih Ris."

Mas Ramdan melihatku dari spion, dia mengerutkan kening karena aku yang kesal pada responnya.

"Aku itu nggak suka direspon senyuman Mas," ucapku masih dengan nada merajuk.

"Senyum ganteng gini masa nggak suka?" ucap Mas Ramdan terkekeh.

deggg!

Sontak hatiku berdebar, ucapan Mas Ramdan yang menggodaku membuat asumsi negatif bertebaran di pikiran.

Sedang Mas Ramdan, seketika berhenti dari kekehannya. Mungkin dia sadar kalau ucapannya sedikit mengusik.

"Eh, maaf Ris, kata- kataku kurang sopan," ucap Mas Ramdan, dengan raut menyesal di wajahnya.

"Santai aja Mas," sahutku berusaha menetralkan degupan nakal.

Setelah itu, tak ada percakapan lagi antara kami. Aku memilih diam untuk menghindari 'rasa nyaman'. Aku takut lupa jika Mas Ramdan adalah milik Zahra.

Begitu juga dengan Mas Ramdan, dia kembali memfokuskan diri pada kemudi. Matanya tak lagi mencuri- curi pandang pada diriku yang duduk di bekakang.

Jujur saja ada kekhawatiran kalau sewaktu-waktu aku tergelincir pada kekhilafan.

Karena Bukan suatu hal yang mustahil jika aku dan Ramdan melakukan penghianatan. Kita sama- sama manusia, punya hasrat yang kadang melenceng dari jalannya.

Related chapters

  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 2

    20 menit kemudian, sampailah aku di rumah Mas Ramdan. Perhatianku mengedar pada suasana sekitar."Kok sepi Mas?? Katanya mau syukuran??" tanyaku pada Mas Ramdan."Acaranya kan masih nanti sore Ris," sahut Mas Ramdan sembari mendahului langkahku."Ayo masuk, Zahra udah nunggu kamu!" seru Mas Ramdan yang telah sampai di pintu. Ini sudah kesekian kalinya aku ke rumah Mas Ramdan. Sejak aku dan Zahra dekat 3 tahun yang lalu, aku sering diajak ke sini untuk sekedar makan-makan atau menemani Zahra yang kegabutan."aww awww!" Jeritan Zahra dari dapur sontak membuatku menghampirinya."Ngapain sih Ra?" tanyaku pada Zahra yang tengah memegang spatula dengan kerutan mendalam di wajahnya.Karena penasaran dengan apa yang ia goreng aku mendekat ke arah wajan."Jangan deket deket Ris, meletus tuh entar!" seru Zahra yang menarikku menjauh dari kompor."Goreng apa sih?" Tanyaku sambil mengintip penggorengan."Ohh ternyata cabe," ucapku menahan tawa."Mau masak apa aja nih Ra?"Aku memilah-milah bah

    Last Updated : 2023-01-11
  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 3

    Hari kini aku memanjakan diri di beauty day spa. Bagiku spa adalah kewajiban yang harus disempatkan. Sesibuk apapun diriku, aku akan selalu punya waktu untuk mempercantik diri. Tentang semalam, aku dan Zahra telah berbaikan. Kini aku tinggal menyusun pergerakan untuk menggapai misi, yakni mendapatkan Ramdan, si pengusaha tampan yang menggoda iman. Kutuntun pikiranku ke alam hayalan. Membayangkan Ramdan yang suatu saat bisa kujadikan tempat sandaran. Pijatan pelayan membuat anganku berandai-andai jika Ramdan yang melakukan. Ahh Ramdan...Kringggg kringgggg! Buyar sudah imajinasi yang mulai meliar. Kulirik ponselku yang mengganggu otak kotorku."Hallo Ra? Ada apa?" tanyaku pada Zahra.Bisa kutangkap suara bising di seberang sana. Sayup-sayup ku dengar tangisan bocah yang menggema."Ris, aku boleh minta tolong nggak?" tanya Zahra dengan nada khawatir."Aku lagi body massage Ra, ntaran aja ya minta tolongnya," sahutku pada Zahra."Tapi ini penting Ris, aku lagi di rumah sakit!" ucap

    Last Updated : 2023-01-12
  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 4

    "Ennggggh sakit Mas," lenguhku dengan suara sexi yang kusengaja.Sejenak Mas Ramdan tak menyahuti, dia hanya menggeleng-ngelengkan kepalanya sembari menepuk dahinya berkali-kali. Sepertinya dia sedang membayangkan yang tidak-tidak."Masss, bantuin berdiri dong," ucapku dengan suara manja.Mas Ramdan mengerjap. Bukannya beranjak, dia menatapku lebih lekat. "Mas, bantuinn! bukan liatinn!" ucapku dengan bibir mengerucut."Eh, iya," Mas Ramdan pun segera memegang pundakku dan menuntunku untuk berdiri."Aku jalan sendiri aja mas," ucapku seraya mendahului Mas Ramdan dengan langkah tertatih.Mas Ramdan pun segera menyusul, mempososikan diri di belakang kemudi.Ku tangkap Mas Ramdan yang mencuri-curi pandang padaku. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan ku selonjorkan kaki mulusku, hingga terpampanglah keindahan yang disukai kaum Adam. Kupastikan cepat atau lambat Mas Ramdan akan kudapatkan."Emmm...mau ke tukang urut dulu Ris?" tawar Mas Ramdan dengan masih melirik padaku."Nggak usah Mas, kasi

    Last Updated : 2023-01-14
  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 5

    Sampailah aku di rumah, "Mas, apa nggak sebaiknya aku di rumahmu aja?" Ucapku sembari menatap Mas Ramdan."Nggak Ris, aku nggak mau bikin Zahra risih, sejak ucapan mertuaku waktu itu, Zahra selalu mewanti-wanti aku agar tak tergelincir denganmu. Kalau aku membawamu sekarang pikiran Zahra akan kacau," ucap Mas Ramdan menjalankan."Tapi kalau Zahra tau kamu tidur di sini, dia akan menuduh yang tidak-tidak," ucapku."Jangan ceritakan tentang malam ini padanya, lagi pula ... Aku sudah izin lembur, " ucap Mas Ramdan kemudian turun lebih dulu.••• Mas Ramdan merebahkan diri di sofa, dan menyuruhku agar segera masuk kamar."Jangan lupa kunci kamarnya ya Ris, takutnya ada syetan yang tiba-tiba berkelebat," ucap Mas Ramdan sembari memejamkan mata."Aku buatin minuman dulu ya mas,'" tawarku pada mas Ramdan."Nggak usah," ucap mas Ramdan dengan tangan yang menindih matanya.Sekalipun mas Ramdan menolak, aku tetap membuatkan minuman untuknya. Karena inilah inti dari rencanaku.Setelah teh hanga

    Last Updated : 2023-01-14

Latest chapter

  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 5

    Sampailah aku di rumah, "Mas, apa nggak sebaiknya aku di rumahmu aja?" Ucapku sembari menatap Mas Ramdan."Nggak Ris, aku nggak mau bikin Zahra risih, sejak ucapan mertuaku waktu itu, Zahra selalu mewanti-wanti aku agar tak tergelincir denganmu. Kalau aku membawamu sekarang pikiran Zahra akan kacau," ucap Mas Ramdan menjalankan."Tapi kalau Zahra tau kamu tidur di sini, dia akan menuduh yang tidak-tidak," ucapku."Jangan ceritakan tentang malam ini padanya, lagi pula ... Aku sudah izin lembur, " ucap Mas Ramdan kemudian turun lebih dulu.••• Mas Ramdan merebahkan diri di sofa, dan menyuruhku agar segera masuk kamar."Jangan lupa kunci kamarnya ya Ris, takutnya ada syetan yang tiba-tiba berkelebat," ucap Mas Ramdan sembari memejamkan mata."Aku buatin minuman dulu ya mas,'" tawarku pada mas Ramdan."Nggak usah," ucap mas Ramdan dengan tangan yang menindih matanya.Sekalipun mas Ramdan menolak, aku tetap membuatkan minuman untuknya. Karena inilah inti dari rencanaku.Setelah teh hanga

  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 4

    "Ennggggh sakit Mas," lenguhku dengan suara sexi yang kusengaja.Sejenak Mas Ramdan tak menyahuti, dia hanya menggeleng-ngelengkan kepalanya sembari menepuk dahinya berkali-kali. Sepertinya dia sedang membayangkan yang tidak-tidak."Masss, bantuin berdiri dong," ucapku dengan suara manja.Mas Ramdan mengerjap. Bukannya beranjak, dia menatapku lebih lekat. "Mas, bantuinn! bukan liatinn!" ucapku dengan bibir mengerucut."Eh, iya," Mas Ramdan pun segera memegang pundakku dan menuntunku untuk berdiri."Aku jalan sendiri aja mas," ucapku seraya mendahului Mas Ramdan dengan langkah tertatih.Mas Ramdan pun segera menyusul, mempososikan diri di belakang kemudi.Ku tangkap Mas Ramdan yang mencuri-curi pandang padaku. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan ku selonjorkan kaki mulusku, hingga terpampanglah keindahan yang disukai kaum Adam. Kupastikan cepat atau lambat Mas Ramdan akan kudapatkan."Emmm...mau ke tukang urut dulu Ris?" tawar Mas Ramdan dengan masih melirik padaku."Nggak usah Mas, kasi

  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 3

    Hari kini aku memanjakan diri di beauty day spa. Bagiku spa adalah kewajiban yang harus disempatkan. Sesibuk apapun diriku, aku akan selalu punya waktu untuk mempercantik diri. Tentang semalam, aku dan Zahra telah berbaikan. Kini aku tinggal menyusun pergerakan untuk menggapai misi, yakni mendapatkan Ramdan, si pengusaha tampan yang menggoda iman. Kutuntun pikiranku ke alam hayalan. Membayangkan Ramdan yang suatu saat bisa kujadikan tempat sandaran. Pijatan pelayan membuat anganku berandai-andai jika Ramdan yang melakukan. Ahh Ramdan...Kringggg kringgggg! Buyar sudah imajinasi yang mulai meliar. Kulirik ponselku yang mengganggu otak kotorku."Hallo Ra? Ada apa?" tanyaku pada Zahra.Bisa kutangkap suara bising di seberang sana. Sayup-sayup ku dengar tangisan bocah yang menggema."Ris, aku boleh minta tolong nggak?" tanya Zahra dengan nada khawatir."Aku lagi body massage Ra, ntaran aja ya minta tolongnya," sahutku pada Zahra."Tapi ini penting Ris, aku lagi di rumah sakit!" ucap

  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 2

    20 menit kemudian, sampailah aku di rumah Mas Ramdan. Perhatianku mengedar pada suasana sekitar."Kok sepi Mas?? Katanya mau syukuran??" tanyaku pada Mas Ramdan."Acaranya kan masih nanti sore Ris," sahut Mas Ramdan sembari mendahului langkahku."Ayo masuk, Zahra udah nunggu kamu!" seru Mas Ramdan yang telah sampai di pintu. Ini sudah kesekian kalinya aku ke rumah Mas Ramdan. Sejak aku dan Zahra dekat 3 tahun yang lalu, aku sering diajak ke sini untuk sekedar makan-makan atau menemani Zahra yang kegabutan."aww awww!" Jeritan Zahra dari dapur sontak membuatku menghampirinya."Ngapain sih Ra?" tanyaku pada Zahra yang tengah memegang spatula dengan kerutan mendalam di wajahnya.Karena penasaran dengan apa yang ia goreng aku mendekat ke arah wajan."Jangan deket deket Ris, meletus tuh entar!" seru Zahra yang menarikku menjauh dari kompor."Goreng apa sih?" Tanyaku sambil mengintip penggorengan."Ohh ternyata cabe," ucapku menahan tawa."Mau masak apa aja nih Ra?"Aku memilah-milah bah

  • Ketika Pelakor Menggoda   bab 1

    ~POV Riska~ Aku fariska , gadis 27 tahun yang tak kunjung menikah. Sebutan perawan tua pun sudah sering kudengar dari olokan para tetangga. Ingin rasanya kugunting bibir bibir mereka yang tak punya etika. Tapi apalah daya, mulut yang berkata terlalu banyak, sedang tanganku hanya dua. Sebenarnya aku sendiri heran mengapa hingga saat ini aku tak menemukan lelaki yang mau serius denganku. Padahal aku gadis cantik yang memiliki body menarik.•••••••-Bab 1. Sebagai pelayan cafe, aku harus memastikan memberi pelayanan terbaik dan menjaga kebersihan agar pengunjung cafe merasa nyaman. Maka di sinilah aku sekarang, mengelap meja bundar yang baru saja dibuat tongkrongan."Riska??!" Sontak aku menoleh ke asal suara. Ada Zahra yang tengah berjalan ke arahku. Hijab panjangnya sesekali berkibar saat hembusan angin menerpa."Mau minum apa?" Tanyaku pada Zahra yang telah duduk di depanku."Capuccino dingin aja." Akupun mengangguk, kemudian berlalu untuk membuat pesanannya. Dia adalah Zahr

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status