Share

Bab 3

Penulis: Tinta cinta
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-12 15:43:29

Hari kini aku memanjakan diri di beauty day spa. Bagiku spa adalah kewajiban yang harus disempatkan. Sesibuk apapun diriku, aku akan selalu punya waktu untuk mempercantik diri.

Tentang semalam, aku dan Zahra telah berbaikan. Kini aku tinggal menyusun pergerakan untuk menggapai misi, yakni mendapatkan Ramdan, si pengusaha tampan yang menggoda iman.

Kutuntun pikiranku ke alam hayalan. Membayangkan Ramdan yang suatu saat bisa kujadikan tempat sandaran. Pijatan pelayan membuat anganku berandai-andai jika Ramdan yang melakukan.

Ahh Ramdan...

Kringggg kringgggg!

Buyar sudah imajinasi yang mulai meliar. Kulirik ponselku yang mengganggu otak kotorku.

"Hallo Ra? Ada apa?" tanyaku pada Zahra.

Bisa kutangkap suara bising di seberang sana. Sayup-sayup ku dengar tangisan bocah yang menggema.

"Ris, aku boleh minta tolong nggak?" tanya Zahra dengan nada khawatir.

"Aku lagi body massage Ra, ntaran aja ya minta tolongnya," sahutku pada Zahra.

"Tapi ini penting Ris, aku lagi di rumah sakit!" ucap Zahra.

"Rumah sakit??" tanyaku memastikan.

"Iya, aku nolongin orang kecelekaan. Trus inikan harus bayar administasi, sedangkan dompetku ketinggalan!" ucap Zahra panjang lebar.

"Trus mau minjem uangku, gitu?? Budgetku udah habis buat pijat- pijat cantik," sahutku jujur.

"Kamu datengin Mas Ramdan ya, ajak dia ke sini ntar aku kirim alamat rumah sakitnya," ucap Zahra kemudian mematikan sambungan sepihak.

Aku mengerjap, mencerna ucapan Zahra. Sedetik kemudian aku baru sadar bahwa ini adalah kesempatanku mendekati Ramdan.

Tanpa mengulur waktu, aku pun mengakhiri kegiatanku.

Butuh waktu setengah jam untuk sampai di kantor Mas Ramdan, terlebih aku harus menunggu taksi online yang kupesan.

"Mbak, ruangan Mas Ramdan di mana?" tanyaku pada bagian resepsionis.

"Emmm, sebelumnya sudah ada janji apa belum Mbak?" tanya pegawai cantik sembari tersenyum ramah padaku.

"Bilang saja sama Mas Ramdan, Riska mau ketemu gitu!" pintaku pada si pegawai.

Dengan segera staf resepsionis itu menghubungi Mas Ramdan dengan telepon duduk.

"Mari Mbak, saya antar ke ruangan Pak Ramdan," ucap pegawai itu sembari berjalan lebih dulu.

Ruang Mas Ramdan yang merupakan pemilik perusahaan berada di lantai 5. Untuk sampai ke sana hanya perlu menggunakan lift yang telah tersedia.

"Ini ruangannya Pak Ramdan mbak, saya tinggal dulu ya," ucap staf resepsionis sembari meninggalkanku.

Tanpa menunggu jeda, aku segera mengetuk pintu ruangan si pengusaha muda.

Tok tok tok.

"Masuk!" ucap Mas Ramdan dari dalam.

Sejenak aku membenahkan penampilanku. Merapikan mini dress yang mebalut tubuhku.

Ceklek.

"Hallo Mas?" sapaku pada Mas Ramdan.

Sontak Mas Ramdan yang tadinya berkutat dengan berkas-berkas menoleh ke arahku.

"Emm... Pintunya jangan ditutup Ris!" cegah Mas Ramdan saat aku memegang gagang pintu.

Aku pun mengangguk, kulempar senyum manis seraya melangkahkan kaki mendekat ke arahnya.

"Ada apa?" tanya Mas Ramdan.

Sejenak kuperhatikan mata Mas Ramdan yang tadinya menatapku beralih pada dada. Diteguknya saliva, pertanda dia sedikit tergoda.

"Mas jangan liatin gitu!" ucapku berpura-pura ketus.

Tanganku sengaja kuletakkan di depan dada agar terkesan aku tak berniat menggoda.

"Ahh maaf!" ucap Mas Ramdan seraya memalingkan wajahnya.

Saat Zahra memintaku datang pada mas Ramdan, aku sengaja mengganti pakaian. Karena Mas Ramdan lelaki normal, maka kugunakan keindahan tubuhku yang ideal untuk menggoda iman Mas Ramdan.

"Ada perlu apa kamu ke sini Ris?" tanya Mas Ramdan yang tak lagi menatapku.

"Zahra di rumah sakit!" ucapku singkat.

Sontak Mas Ramdan melotot ke arahku.

"Rumah sakit? Kok bisa? Dia kenapa? Tadi pagi baik-baik aja kok, atau..."

"Zahra nggak papa, dia nolongin orang kecelakaan trus katanya lupa bawa dompet," ucapku dengan jelas.

Sedikit iri menyelinap, saat ekspresi Mas Ramdan yang begitu khawatir pada Zahra. Sebegitu cintakah ia pada Zahra?, hingga saat aku mengatakan rumah sakit dia begitu panik.

"Zahra nyuruh kamu berangkat ke rumah sakit bareng aku Mas," ucapku lagi.

Sejenak, Mas Ramdan menghela napas lega.

"Kirain Zahra yang kenapa-napa...tapi, kenapa Zahra nggak bilang langsung ke aku?" tanya Mas Ramdan menatapku curiga.

"Ih, mana aku tahu, tadi tuh dia nelpon aku pas aku lagi body massage, tanya aja langsung ke dia!" ucapku ketus.

Mas Ramdan pun tampak mencari ponselnya.

"Pantesan nelpon kamu, hpku low batt!" ucap Mas Ramdan seraya menunujukkan layar ponselnya yang mati.

Segera kusodorkan ponselku.

"Nih, telpon aja Zahra. Bilang kamu mau berangkat sendiri gitu!" ucapku masih dengan nada ketus.

"Loh, tadi katanya Zahra nyuruh berangkat bareng kamu?" tanya Mas Ramdan seraya mengernyitkan alis.

Aku mendengus , tentu saja aku tersinggung saat Mas Ramdan menatapku dengan sorot curiga, tanpa dia jelaskan aku bisa membaca pikirannya yang berprasangka buruk padaku.

"Emang iya, tapi akunya udah nggak mau. Kamu pikir aku sengaja dateng ke sini buat goda kamu apa? Kalau bukan disuruh Zahra aku juga nggak mau!"

Tanpa peduli pada ekspresi Mas Ramdan, aku segera berbalik dan melangkah ke luar.

"Loh loh Ris, kok jadi ngambek sih!" seru Mas Ramdan.

Aku tak memggubris, ku ayunkan terus kaki jenjangku menuju pintu.

"Riska!"

Tanpa kusangaka, Mas Ramdan menarikku hingga tubuhku menabrak tubuhnya.

Untuk sepersekian detik kami menatap lekat dalam jarak yang dekat.

"Apaan sih mas!" ucapku seraya mendorong tubuh Mas Ramdan.

Sejujurnya dalam hati aku merasa senang, posisi kami yang dekat pasti menimbulkan kesan untuk Mas Ramdan. Hanya saja untuk menarik perhatian Mas Ramdan lebih dalam aku harus terlihat jual mahal.

"Maaf, bukan maksudku ..." ucapan Mas Ramdan terhenti. Dia tampak salah tingkah.

"Ahh sudahlah, ayo kita berangkat ke rumah sakit," ucap Mas Ramdan seraya mendahuluiku.

Mas Ramdan berjalan dengan langkah lebar, membuatku kewalahan menyejajarkan jalan agar beriringan.

"Aku kan udah bilang nggak mau berangkat bareng kamu," ucapku saat kita sudah berada dalam lift.

"Udahlah Riska, kalau Zahra nyuruh kamu nemenin aku, ya udah ikutin aja!" ucap Mas Ramdan.

Aku pun diam. Sesekali mataku melirik Mas Ramdan yang lebih tinggi dariku.

"Godain ahh," bisikku dalam hati.

Ting

Aku berdecak dalam hati, baru saja aku akan menggoda Mas Ramdan tapi lift sudah terbuka. Aku pun memutar otak, mencari cara agar bisa lebih dekat dengan Mas Ramdan.

"Arrrgh..."

Tiba-tiba aku terjungkal karena tangga teras yang tak kuperhatikan.

"Loh Ris, kok bisa?" tanya Mas Ramdan yang telah berbalik ke arahku.

Aku meringis, sambil memijat pergelangan kakiku.

"Sakit??" tanya Mas Ramdan yang sudah berjongkok seraya memandang kakiku. Oh tidak, kurasa Mas Ramdan tak fokus pada kaki yang kupijat, matanya mengarah pada paha yang terbuka.

"Eggghh, sakit masss," lenguhku dengan suara sexi yang kusengaja.

Bab terkait

  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 4

    "Ennggggh sakit Mas," lenguhku dengan suara sexi yang kusengaja.Sejenak Mas Ramdan tak menyahuti, dia hanya menggeleng-ngelengkan kepalanya sembari menepuk dahinya berkali-kali. Sepertinya dia sedang membayangkan yang tidak-tidak."Masss, bantuin berdiri dong," ucapku dengan suara manja.Mas Ramdan mengerjap. Bukannya beranjak, dia menatapku lebih lekat. "Mas, bantuinn! bukan liatinn!" ucapku dengan bibir mengerucut."Eh, iya," Mas Ramdan pun segera memegang pundakku dan menuntunku untuk berdiri."Aku jalan sendiri aja mas," ucapku seraya mendahului Mas Ramdan dengan langkah tertatih.Mas Ramdan pun segera menyusul, mempososikan diri di belakang kemudi.Ku tangkap Mas Ramdan yang mencuri-curi pandang padaku. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan ku selonjorkan kaki mulusku, hingga terpampanglah keindahan yang disukai kaum Adam. Kupastikan cepat atau lambat Mas Ramdan akan kudapatkan."Emmm...mau ke tukang urut dulu Ris?" tawar Mas Ramdan dengan masih melirik padaku."Nggak usah Mas, kasi

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-14
  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 5

    Sampailah aku di rumah, "Mas, apa nggak sebaiknya aku di rumahmu aja?" Ucapku sembari menatap Mas Ramdan."Nggak Ris, aku nggak mau bikin Zahra risih, sejak ucapan mertuaku waktu itu, Zahra selalu mewanti-wanti aku agar tak tergelincir denganmu. Kalau aku membawamu sekarang pikiran Zahra akan kacau," ucap Mas Ramdan menjalankan."Tapi kalau Zahra tau kamu tidur di sini, dia akan menuduh yang tidak-tidak," ucapku."Jangan ceritakan tentang malam ini padanya, lagi pula ... Aku sudah izin lembur, " ucap Mas Ramdan kemudian turun lebih dulu.••• Mas Ramdan merebahkan diri di sofa, dan menyuruhku agar segera masuk kamar."Jangan lupa kunci kamarnya ya Ris, takutnya ada syetan yang tiba-tiba berkelebat," ucap Mas Ramdan sembari memejamkan mata."Aku buatin minuman dulu ya mas,'" tawarku pada mas Ramdan."Nggak usah," ucap mas Ramdan dengan tangan yang menindih matanya.Sekalipun mas Ramdan menolak, aku tetap membuatkan minuman untuknya. Karena inilah inti dari rencanaku.Setelah teh hanga

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-14
  • Ketika Pelakor Menggoda   bab 1

    ~POV Riska~ Aku fariska , gadis 27 tahun yang tak kunjung menikah. Sebutan perawan tua pun sudah sering kudengar dari olokan para tetangga. Ingin rasanya kugunting bibir bibir mereka yang tak punya etika. Tapi apalah daya, mulut yang berkata terlalu banyak, sedang tanganku hanya dua. Sebenarnya aku sendiri heran mengapa hingga saat ini aku tak menemukan lelaki yang mau serius denganku. Padahal aku gadis cantik yang memiliki body menarik.•••••••-Bab 1. Sebagai pelayan cafe, aku harus memastikan memberi pelayanan terbaik dan menjaga kebersihan agar pengunjung cafe merasa nyaman. Maka di sinilah aku sekarang, mengelap meja bundar yang baru saja dibuat tongkrongan."Riska??!" Sontak aku menoleh ke asal suara. Ada Zahra yang tengah berjalan ke arahku. Hijab panjangnya sesekali berkibar saat hembusan angin menerpa."Mau minum apa?" Tanyaku pada Zahra yang telah duduk di depanku."Capuccino dingin aja." Akupun mengangguk, kemudian berlalu untuk membuat pesanannya. Dia adalah Zahr

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11
  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 2

    20 menit kemudian, sampailah aku di rumah Mas Ramdan. Perhatianku mengedar pada suasana sekitar."Kok sepi Mas?? Katanya mau syukuran??" tanyaku pada Mas Ramdan."Acaranya kan masih nanti sore Ris," sahut Mas Ramdan sembari mendahului langkahku."Ayo masuk, Zahra udah nunggu kamu!" seru Mas Ramdan yang telah sampai di pintu. Ini sudah kesekian kalinya aku ke rumah Mas Ramdan. Sejak aku dan Zahra dekat 3 tahun yang lalu, aku sering diajak ke sini untuk sekedar makan-makan atau menemani Zahra yang kegabutan."aww awww!" Jeritan Zahra dari dapur sontak membuatku menghampirinya."Ngapain sih Ra?" tanyaku pada Zahra yang tengah memegang spatula dengan kerutan mendalam di wajahnya.Karena penasaran dengan apa yang ia goreng aku mendekat ke arah wajan."Jangan deket deket Ris, meletus tuh entar!" seru Zahra yang menarikku menjauh dari kompor."Goreng apa sih?" Tanyaku sambil mengintip penggorengan."Ohh ternyata cabe," ucapku menahan tawa."Mau masak apa aja nih Ra?"Aku memilah-milah bah

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11

Bab terbaru

  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 5

    Sampailah aku di rumah, "Mas, apa nggak sebaiknya aku di rumahmu aja?" Ucapku sembari menatap Mas Ramdan."Nggak Ris, aku nggak mau bikin Zahra risih, sejak ucapan mertuaku waktu itu, Zahra selalu mewanti-wanti aku agar tak tergelincir denganmu. Kalau aku membawamu sekarang pikiran Zahra akan kacau," ucap Mas Ramdan menjalankan."Tapi kalau Zahra tau kamu tidur di sini, dia akan menuduh yang tidak-tidak," ucapku."Jangan ceritakan tentang malam ini padanya, lagi pula ... Aku sudah izin lembur, " ucap Mas Ramdan kemudian turun lebih dulu.••• Mas Ramdan merebahkan diri di sofa, dan menyuruhku agar segera masuk kamar."Jangan lupa kunci kamarnya ya Ris, takutnya ada syetan yang tiba-tiba berkelebat," ucap Mas Ramdan sembari memejamkan mata."Aku buatin minuman dulu ya mas,'" tawarku pada mas Ramdan."Nggak usah," ucap mas Ramdan dengan tangan yang menindih matanya.Sekalipun mas Ramdan menolak, aku tetap membuatkan minuman untuknya. Karena inilah inti dari rencanaku.Setelah teh hanga

  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 4

    "Ennggggh sakit Mas," lenguhku dengan suara sexi yang kusengaja.Sejenak Mas Ramdan tak menyahuti, dia hanya menggeleng-ngelengkan kepalanya sembari menepuk dahinya berkali-kali. Sepertinya dia sedang membayangkan yang tidak-tidak."Masss, bantuin berdiri dong," ucapku dengan suara manja.Mas Ramdan mengerjap. Bukannya beranjak, dia menatapku lebih lekat. "Mas, bantuinn! bukan liatinn!" ucapku dengan bibir mengerucut."Eh, iya," Mas Ramdan pun segera memegang pundakku dan menuntunku untuk berdiri."Aku jalan sendiri aja mas," ucapku seraya mendahului Mas Ramdan dengan langkah tertatih.Mas Ramdan pun segera menyusul, mempososikan diri di belakang kemudi.Ku tangkap Mas Ramdan yang mencuri-curi pandang padaku. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan ku selonjorkan kaki mulusku, hingga terpampanglah keindahan yang disukai kaum Adam. Kupastikan cepat atau lambat Mas Ramdan akan kudapatkan."Emmm...mau ke tukang urut dulu Ris?" tawar Mas Ramdan dengan masih melirik padaku."Nggak usah Mas, kasi

  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 3

    Hari kini aku memanjakan diri di beauty day spa. Bagiku spa adalah kewajiban yang harus disempatkan. Sesibuk apapun diriku, aku akan selalu punya waktu untuk mempercantik diri. Tentang semalam, aku dan Zahra telah berbaikan. Kini aku tinggal menyusun pergerakan untuk menggapai misi, yakni mendapatkan Ramdan, si pengusaha tampan yang menggoda iman. Kutuntun pikiranku ke alam hayalan. Membayangkan Ramdan yang suatu saat bisa kujadikan tempat sandaran. Pijatan pelayan membuat anganku berandai-andai jika Ramdan yang melakukan. Ahh Ramdan...Kringggg kringgggg! Buyar sudah imajinasi yang mulai meliar. Kulirik ponselku yang mengganggu otak kotorku."Hallo Ra? Ada apa?" tanyaku pada Zahra.Bisa kutangkap suara bising di seberang sana. Sayup-sayup ku dengar tangisan bocah yang menggema."Ris, aku boleh minta tolong nggak?" tanya Zahra dengan nada khawatir."Aku lagi body massage Ra, ntaran aja ya minta tolongnya," sahutku pada Zahra."Tapi ini penting Ris, aku lagi di rumah sakit!" ucap

  • Ketika Pelakor Menggoda   Bab 2

    20 menit kemudian, sampailah aku di rumah Mas Ramdan. Perhatianku mengedar pada suasana sekitar."Kok sepi Mas?? Katanya mau syukuran??" tanyaku pada Mas Ramdan."Acaranya kan masih nanti sore Ris," sahut Mas Ramdan sembari mendahului langkahku."Ayo masuk, Zahra udah nunggu kamu!" seru Mas Ramdan yang telah sampai di pintu. Ini sudah kesekian kalinya aku ke rumah Mas Ramdan. Sejak aku dan Zahra dekat 3 tahun yang lalu, aku sering diajak ke sini untuk sekedar makan-makan atau menemani Zahra yang kegabutan."aww awww!" Jeritan Zahra dari dapur sontak membuatku menghampirinya."Ngapain sih Ra?" tanyaku pada Zahra yang tengah memegang spatula dengan kerutan mendalam di wajahnya.Karena penasaran dengan apa yang ia goreng aku mendekat ke arah wajan."Jangan deket deket Ris, meletus tuh entar!" seru Zahra yang menarikku menjauh dari kompor."Goreng apa sih?" Tanyaku sambil mengintip penggorengan."Ohh ternyata cabe," ucapku menahan tawa."Mau masak apa aja nih Ra?"Aku memilah-milah bah

  • Ketika Pelakor Menggoda   bab 1

    ~POV Riska~ Aku fariska , gadis 27 tahun yang tak kunjung menikah. Sebutan perawan tua pun sudah sering kudengar dari olokan para tetangga. Ingin rasanya kugunting bibir bibir mereka yang tak punya etika. Tapi apalah daya, mulut yang berkata terlalu banyak, sedang tanganku hanya dua. Sebenarnya aku sendiri heran mengapa hingga saat ini aku tak menemukan lelaki yang mau serius denganku. Padahal aku gadis cantik yang memiliki body menarik.•••••••-Bab 1. Sebagai pelayan cafe, aku harus memastikan memberi pelayanan terbaik dan menjaga kebersihan agar pengunjung cafe merasa nyaman. Maka di sinilah aku sekarang, mengelap meja bundar yang baru saja dibuat tongkrongan."Riska??!" Sontak aku menoleh ke asal suara. Ada Zahra yang tengah berjalan ke arahku. Hijab panjangnya sesekali berkibar saat hembusan angin menerpa."Mau minum apa?" Tanyaku pada Zahra yang telah duduk di depanku."Capuccino dingin aja." Akupun mengangguk, kemudian berlalu untuk membuat pesanannya. Dia adalah Zahr

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status