Bab : 67Sikap manis dan meneduhkan, di tengah kepergian kami.***"Pak Desta nanti yang membantumu, Andira. Ditengah kesibukannya, beliau pasti akan memprioritaskan masalahmu. Saya juga sudah memintanya untuk segera membuat jadwal sidangmu!" ucap Mas Alan ketika Pak Desta sudah keluar dari ruangan ini. Kami pun kembali duduk di posisi semula."Namun sayang, istrinya yang seorang dokter pun tak kalah sibuk dari dirinya. Sampai sekarang Allah belum mempercayakan keturunan buat mereka. Ya, mungkin karena sedikit waktu untuk kebersamaan mereka." Aku menyimak dengan seksama ucapan Mas Alan."Kalau Mas Alan sendiri, apakah menginginkan… ah nggak, lupakan!" Aku menghentikan ucapanku ketika menyadari Mas Alan tengah menatapku. Ada rasa malu dengan pertanyaanku yang terpotong itu. Aku membuang pandangan, mencoba bersikap biasa saja di depannya."Kenapa? Kok gak dilanjutkan? Kalau saya sendiri menginginkan istri yang bisa mengambil hati anak saya, Andira. Apalagi bisa memanggilnya Bunda, buat
BAB : 68Cemburu yang Menusuk Kalbu.***"Saya permisi dulu, Pak. Makasih sudah diajak bergabung makan malam bersama Bapak!" ucap Dilan ketika ingin berpamitan, dan saat ini kami tengah berada di depan restoran menuju jalan pulang."Pergilah! Jangan lupa istirahat, karena besok masih ada tugas lagi untukmu!" titah Mas Alan dengan masih tak mengurangi wibawanya."Siap, Pak. Permisi!" ujar Dilan, lalu meninggalkan kami yang masih berdiri di depan mobil.Kami semua masuk ke dalam mobil untuk melakukan perjalanan pulang. Alhamdulillah, Riana mau duduk di depan bersama sang Ayah. Aku berada di tengah bersama dengan Mbak Tuti, namun kali ini aku yang menggendong Kania. Kania mulai rewel karena sudah mengantuk, namun ia terdiam dan mulai memejamkan mata ketika aku menyusuinya. Itulah alasanku meminta diduk di tengah. Aku bisa dengan leluasa bisa menyusui Kania ketika dia mengantuk. Karena ponselku sendiri pun sudah menunjukkan angka 20:55 WIB, Itu artinya, sudah waktunya untuk tidur bagi Kan
Bab : 69Rencana pernikahan POV RANGGA"Kamu itu disuruh nganter pulang Lisa kok gak mau Rangga. Emang gak kasihan, malem-malem gini Lisa pulang sendirian?" Ibu merepet ketika aku menonton TV acara kesukaanku. Namun aku tak memperdulikannya, malas sekali jika pembahasannya hanya Lisa. "Kamu itu denger gak sih kalau Ibu ngomong? Lisa kan lagi hamil, kok gak ada perhatiannya gitu!" Cerocos Ibu lagi.Aku mendecak sebal mendengar ocehan Ibu malam ini. Gak tahukah Ibu kalau kini aku pun juga pusing? Pusing memikirkan pekerjaanku yang sudah berantakan seperti ini. Pusing juga dengan lenyapnya bonus yang sebentar lagi berada di tangan. 30 juta, lenyap begitu saja karena masalah yang tak kunjung selesai seperti ini."Bu, Lisa kan tadi yang menghampiriku di kantor. Biar saja dia pulang sendiri, aku juga capek. Kalau Ibu gak terima Lisa pulang sendiri, kenapa gak Ibu saja yang nganter tadi?" seruku menjawab repetan Ibu. Masih saja tentang Lisa.Entahlah, kenapa sekarang aku tidak sesenang dul
BAB : 70Perdebatan dan ambisi di tengah rencana pernikahan.***POV RANGGA"Tolong jangan nekat, Bu. Ibu mau menggadaikan sertifikat rumah ini demi ambisi Ibu. Aku tak setuju! Ibu tahu, kalau Bude Gina mengetahui rencana Ibu pasti akan marah! Ibu lupa, bagaimana perjuangan Bude Gina dulu demi untuk mengusahakan agar rumah ini tak sampai terjual. Dan sekarang dengan gampangnya Ibu melepaskan rumah ini!" ucapku tak terima dengan keputusan Ibu. Gila aja, menggadaikan sertifikat rumah demi untuk acara pernikahan. Ini adalah hal tergila yang pernah kutemui di dunia ini. "Ibu tahu, aku di kantor juga mendapat masalah. Sekarang ini aku bukanlah Rangga yang dulu, Bu. Gajiku kecil, tak sebesar kemarin ketika jabatanku masih bagus. Bonus yang Ibu tunggu-tunggu pun, lenyap karena sudah mendapat SP3 di kantor. Dan kini, Ibu mau menambah masalah lagi?" ujarku akhirnya. Tadinya aku tak mau mengatakan masalah ini pada Ibu. Namun kenekatan Ibu sudah keterlaluan, sehingga membuatku terpaksa mengatak
Bab : 71Tinggal menghitung hariPOV AUTHORDi sebuah tempat sederhana yang menampilkan beberapa menu di dalamnya, nampak dua orang tengah menikmati makan siang dengan lahapnya. Ya, siapa lagi kalau bukan Ranti dan Rosa. Saat ini mereka tengah beristirahat di tempat makan yang tak jauh dari rumah. Setelah berkeliling mencari keperluan yang akan digunakan untuk pesta pernikahan sang anak lanangnya, Ranti mengajak Rosa untuk mengisi perutnya yang keroncongan dan memilih menu mie ayam yang berada di dekat rumah mereka. Tentu saja karena harganya yang lumayan terjangkau. Karena untuk saat ini, uang Ranti pun sudah semakin menipis."Nyewa dekor, udah. Pesan catering juga udah. Ibu puas, dekor dan cateringnya mewah banget. Tinggal kita sebar undangan ke para tetangga!" Bu Ranti terlihat sumringah, sedangkan Rosa sendiri menghela nafasnya sejenak. Terlihat dari raut wajahnya, masih ada sesuatu yang mengganjal."Tapi, Bu, masalahnya uang sama sekali belum di tangan. Apa Ibu gak takut, kalau
BAB : 72Harapan dan impian demi pernikahan mewah.***"Ibu nyebar undangannya gimana? Apa perlu kita ke percetakan dulu, Bu, tapi waktunya tak cukup jika harus ke percetakan mengurus undangan?" tanya Rosa merebahkan badan sejenak di sofa ruang tengah setelah pulang bersama sang Ibu. Kini mereka beristirahat sambil menonton TV dengan sinetron favoritnya."Tidak perlu, nanti Ibu kirim lewat WhatsApp aja di beberapa grub. Grub Ibu banyak, nanti Ibu pastikan mereka semua hadir di pesta mewah kita!" ujar Ranti bersemangat lalu mengambil gawainya yang sedari tadi tergeletak di meja."Ide bagus, Bu!" sahut Rosa senang dengan mengacungkan jempolnya.Rosa pun juga tak sabar ingin jeprat-jepret di ponselnya ketika acara berlangsung nanti, karena yang dipilih Rosa bukan MUA abal-abal yang biasa digunakan di tempatnya. Jelas memilih yang mahal, karena Rosa dan Ranti pun ingin kelihatan cantik dan berkelas di acaranya nanti.Ranti tengah merangkai kata untuk membuat undangan yang akan dikirimkan
Bab : 73Rencana AndiraPOV ANDIRA"Kamu gak pulang dulu, Yul? Mamamu lagi sakit lo, gak kamu tungguin di rumah sakit, malah nginep disini!" ujar Bu Lestari pada Yulia."Iya, Tante, ada Papa di sana jadi nggak khawatir lagi. Yulia hanya butuh ketenangan disini sejenak, Tante, agar hati Yulia bisa tenang setelah dari sini nanti!" Kilah Yulia dengan melirik orang di sebelahnya. Siapa lagi kalau bukan Mas Alan.Ya, beginilah pagiku sekarang. Setelah menyiapkan sarapan, aku terpaksa duduk berada diantara mereka disini. Yulia yang dengan terang-terangan menunjukkan rasa sukanya pada Mas Alan, membuatku malu sendiri berada disampingnya. Ingin rasanya pergi ke kamar agar tak melihat mereka, namun rasa tak enak pada Bu Lestari menggerogoti hati. Bagaimana jika beliau nanti menanyakan aku?"Sini sama Tante saja sayang, biar Tante yang nyuapin Riana!" ujar Yulia berusaha merayu Riana."Gak mau! Riana maunya sama Bunda aja!" ujar Riana dengan memelukku erat. Aku yang terharu dengan perlakuannya
Bab : 74Kalian memang cocok, Mas.POV ANDIRATok tok tok!"Andira, tolong buka pintunya An! Ada yang ingin saya bicarakan denganmu!" Aku tersentak ketika ada yang mengetuk pintu kamar. Dan terdengar jelas bahwa itu adalah suara Mas Alan. Ada apa malam-malam begini Mas Alan memanggilku? Biarlah, biar saja seperti ini. Sudah dua hari semenjak kedatangan Yulia kesini aku mulai menjaga jarak dengan Mas Alan. Ya, sudah kuputuskan bahwa mulai sekarang aku akan menghindarinya pelan-pelan. "Andira, tolonglah! Aku tahu kamu belum tidur didalam. Izinkan aku masuk sebentar!" Seru Mas Alan dari luar.Aku masih bergeming memandangi bintang yang berkelip dari jendela. Membiarkan Mas Alan yang masih terus ingin berbicara denganku. Memangnya apa yang akan dibicarakan? Kejelasan hubungannya dengan Yulia? Sepertinya itu tak perlu. Atau ada hal lain yang ingin dibicarakan denganku? Terserahlah Mas, mungkin lebih baik kita seperti ini. Aku menghembuskan nafas panjang berulang-ulang. Entah kenapa hati