Bab 64. Sonya Berdarah“Bapak di sini? Bu Alina dan yang lainnya sudah menunggu di aula!” lapor Sonya dengan suara serak menahan murka. Apalagi saat melihat gaun Alisya yang berantakan di bagian dada. Makin terbakar saat melihat jemari Alisya kembali mengancingkan gaunnya satu persatu karena perbuatan Deva.“Tak bisakah kau mengetuk pintu terlebih dahulu? Di mana tata kramamu?” Deva mendelik tajam. Mata elang yang tadi sempat begitu sayu berubah nyalang.“Maaf, Pak. Saya sudah mengetuk berulang kali, tapi tidak ada sahutan, itu sebab saya nekat membuka pintu. Maaf, saya lancang!” ucap Sonya menundukkan kepala.“Kalau kau ketuk, dan tidak ada sahutan, itu artinya kau tidak diizinkan masuk! Paham!” bentak Deva dengan kasar.Sonya bergeming.“Mana flasdisc-nya, Sayang? Lalu kamu pulang, ya! Kalau mau ngeliat Rena dulu baru pulang ke rumah juga boleh. Asal kamu tidak pergi sendirian, aku akan tenang. Pak Dadang masih nunggu di bawah, kan?” tanya Deva menoleh ke arah Alisya.Alisya mengan
Bab 65. Perintah Sonya Kepada Alex“Eh, Bapak enggak usah ikut campur kalau enggak ngerti masalahnya!” Mawar mendelik kepada Ardho.“Justru karena kita belum tau masalahnyalah, maka kita harus bicarakan, Bu Mawar! Saya kenal siapa Alisya. Dia bukan perempuan liar, barbar, dan entah apalagi yang kalian tuduhkan tadi!” sergah Ardho membela Alisya.Deva makin merasa tak nyaman.“Sayang, coba ceritakan apa sebenarnya yang terjadi?” tanyanya menatap Alisya.“Udah aku jelasin, kan. Dia mau membunuhku! Dia marah dan menuduh mamaku merebut jabatannya! Mas Deva. Dia menerjang perutku, aku terjermbab jatuh ke sudut meja ini. Kepalaku kan pusing, kaget juga iya karena diserang tiba-tiba, nah dia datang lagi, dia hantukkan kepalaku ke sudut meja ini, aku berdarah, huhuhuhu ...!” Sonya yang langsung menjawab diiringi tangis yang kian tergugu.Alisya tersenyum miring. Betapa pintar Sonya mengarang cerita.“Ini tidak bisa ditolerir, aku telpon polisi sekarang,” Mawar mengeluarkan ponsel miliknya s
Bab 66. Status Facebook Istri Adik Ipar“Lex, aku kirim foto Alisya, selesaikan dia! Aku sudah tak sabar!” sahut Sonya dingin dan datar.“Oho … akhirnya. Sudah lama aku menunggu perintah ini, Sayang! Rasanya aku tak sabar lagi menunggu kau resmi menjadi Nyonya Direktur Utama Perusahaan terkenal itu, hahahaha ….”“Kalau memang kau tak sabar, selesaikan dia! Buat seperti kecelakaan yang sangat wajar. Aku tak mau kau meninggalkan jejak, paham?”“Manis sekali. Jadi kau ingin dia benar-benar berakhir?”“Ya. Mas Deva semakin menggilainya. Kecil kemungkinan dia mau menceraikannya.”“Begitu? Aku jadi penasaran, seperti apa sosok Alisya itu.”“Aku akan kirim fotonya, tapi buat apa kamu penasaran?”“Pasti dia punya keistimewaan, Sayang. Kenapa kamu kalah di mata Deva, ayo? Itu yang ingin kugali.”“Enggak usah! Aku mau kau habisi dia! Paham ..!!”“Ops, kamu cemburu? Menarik sekali. Makin penasaran, aku.”“Alex …!”“Iya, Sayang, iya! Hahaha …. Aku hanya bercanda. Kirim fotonya, ya! Aku akan s
Bab 67. Alisya Diculik “Hallo, Aisyah? Maaf, aku enggak menggangu, kan?” sapa Alisya ramah.“Wah, Mbak Alisya tanggap juga, ya, sibuk banget langsung nelpon-nelpon? Maaf, Mbak, aku sedang sangat sibuk! Lain kali aja ya, ngobrolnya!” Terdengar sahutan dari ujung telpon. Itu suara Aisyah.“Maaf, Ai? Enggak akan lama. Kamu apa kabar, Dek?” tanya Alisya berusaha tetap wajar meski kalimat Aisyah terdengar ketus.“Aku baik. Kenapa? Atau, sebenarnya Mbak mau tau kabar mas Raja? Kenapa enggak langsung nelpon dia saja?”“Ya, bagaimana kabar kalian berdua? Sehat, kan? Mbak lihat di status Fb kamu, kalian makin keren aja, Mbak ikut senang.”“Makasih, kayaknya kami akan semakin bahagia, jika tak ada orang ketiga. Mbak setuju, kan?”“Setuju banget, makanya Mbak ngasih love tadi, hehehe ….”“Pantes.”“Kok, pantes?”“Ternyata dugaanku benar. Mbak Alisya itu enggak pelit memberikan cintanya kepada siapa saja. Enggak peduli meskipun itu suami orang!”“Maksud kamu, apa?” Alisya terperanjat kaget
Bab 68. Dilema (Antara Cemburu dan Hati Burani)“Mbak! Mbak Alisya! Mbak! Hallo! Hallo … Mbak! Ada apa, Mbak!” Aisyah kebingungan, telepon Alisya masih aktif, tetapi tak ada lagi sahutan.“Hallo … hallo … Mbak Alisya! Ada apa?” teriaknya lagi mulai panik. Terakhir yang dia dengar adalah suara Alisya minta tolong. Minta tolong kenapa?“Hallo, ini siapa? Bu Alisya ke mana? Kok, enggak di dalam mobil?” terdengar suara seorang laki-laki paruh baya.“Hallo, saya Aisyah, adik iparnya Mbak Alisya. Mbak Alisyanya ke mana? Terakhir dia minta tolong saya dengar. Bapak siapa? Bapak yang jahatin kakak saya, ya? Ke mana Kakak saya?” teriak Aisyah.“Sa-saya Dadang. Saya supir keluarga Pak Deva Wibawa. Lho, Bu Alisya ke mana? Ya, Tuhan … apa yang terjadi? Tadi saya tinggal beliau di dalam mobil, saya masuk ke dalam pos jaga satpam di depan sekolahan. Saat saya tinggal Bu Alisya sedang main hape.”“Iya, dia nelpon saya. Kami sedang ngobrol, tiba-tiba saya dengar Mbal Alisya bilang ‘Mau apa kalian!
Bab 69. Luka Batin Seorang Istri Yang Tak Dicinta“Aku udah coba telpon Mas Deva, tapi enggak diangkat. Aku telpon Mama juga udah. Tapi langsung terputus. Sepertinya signal jelek. Aku mau bilang ke mereka kalau Mbak Alisya hilang!” Aisyah berkata dengan hati-hati. Wanita itu khawatir Raja akan panik.“Apa! Hilang? Maksud kamu, tolong yang jelas ngomongnya, Ai! Jangan buat aku bingung! Hilang gimana maksudnya?” cecar Raja terdengar begitu panik. Apa yang Aisyah khawatirkan terjadi juga.“Saat tadi kami lagi ngobrol, Mbak Alisya tiba-tiba teriak ‘Mau apa kalian! Lepaskan! Lepas! Tolong! To ….’ Seperti itu, Mas!” tutur Aisyah tetap tenang. Meski api cemburu makin nyalang membakar.“Astaga! Ada yang menculik Alisya! Sudah kau telpon Mas Deva atau Mama tapi enggak diangkat, gitu?”“Mas Deva yang enggak ngangkat, Mama ngangkat, tapi putus lagi, sepertinya signal jelek!”“Ok, aku ke Medan, ya, Sayang! Aku langsung ke Bandara. Transit ke Jakarta duu pun enggak apa-apa. Yang penting a
Bab 70. Alisya Di Sarang Penyamun“Bu Alisya? Ada apa dengan Bu Alisya?” tanya Sonya pura-pura belum tahu.“Bu Alisya tiba-tiba manghilang dari dalam mobil, ponselnya tertinggal di atas jok masih dalam keadaan menyala dan tersambung dengan Bu Aisyah. Tolong, Mbak! Beritahu di mana Pak Deva?” urai anggota Deva makin tak tenang.“Pak Dirut sedang ada tamu. Tolong jangan diganggu! Bu Alisya tak mungkin ke mana-mana!” sergah Sonya tegas.“Di mana Pak Deva bersama tamunya! Katakan di restoran mana? Atau di café mana! Tolong cepat beritahu, Mbak! Ini darurat! Tapi, kalau Pak Deva keluar dari kantor ini, tak mungkin kamu tak tahu. Kami selalu siaga di bawah. Beliau pasti masih berada di dalam kantor ini. Tolong katakan di ruangan mana!” cecar pria itu lagi.“Kami enggak tau! Yang jelas dia enggak ada di dalam ruangannya! Kalau enggak percaya liat aja sendiri!” ketus Sonya menunjuk pintu ruangan Deva yang tertutup rapat.“Baik, kami akan obrak-abrik seluruh ruangan di kantor ini!” Kedua pr
Bab 71. Pria Yang Berjuang Menyelamatkan AlisyaFlass BackPOV FajarFajar tengah termenung di dalam mobil milik majikannya, di areal parkir gedung perkantoran di mana kantor Deva berada. Bayangan wajah Alisya kembali memenuhi pikiran. Wajah cantik, lembut, dan begitu elegan. Makin ditatap makin sulit dilupakan.Seolah-olah ada magnet di sana. Siapapun yang menatap tak pernah bisa lagi berpaling. Mata yang teduh itu bak sebuah telaga. Betapa Fajar ingin tenggelam saja di dalamnya. Kulit Alisya yang eksotis, membuat pikiran melayang ke mana-mana. Ada yang berdesir di dalam dada, bisikkan ingin yang menggelora.Tubuh Fajar bergetar, aliran darah tiba-tiba tak normal. Detak jantung bertalu, menghentak tak karuan. Itu membuatnya semakin tak tenang. Angan semakin liar, hati tak mampu lagi mencegah. Pikiran tak mampu lagi dikontrol.Ada bagian tubuhnya yang tiba-tiba menegang.“Alisya, aku menginginkanmu! Aku ingin sekali, Sayang! Aku ingin kita melebur menjadi satu!”Pria itu memejamkan m
Bab 195. TamatSidang ditutup, Alisya duduk lemas di bangkunya. Sidang pertama kasus perceraiannya ini terpaksa ditunda. Terggugat tidak menghadiri sidang. Entah Deva ke mana. Pengadilaan agama memutuskan sidang ditunda dua minggu mendatang.“Ayo, pulang, Ca! Nunggu apa lagi?” Bu Ainy menepuk lembut bahu Alisya.“Iya, Ibu pulang diantar Pak Arul, ya! Ica mau langsung ke kantor.” Alisya meraih tas lalu bangkit perlahan.“Iya, mungkin Deva sudah ada di kantor. Ibu menjadi mikir seribu kali untuk perceraian kalian ini.”“Ibu mikir apa? Kok sampai seribu kali?” tanya Alisya lemas, lalu berjalan keluar ruang sidang. Bu Ainy mengiring di sisinya.“Entahlah, yang jelas Ibu merasa sedih. Akhir-akhir ini Deva sangat berubah. Dia juga terlihat sangat pasrah. Ibu enggak tega, Ca. Apalagi Rena dan Tasya seringkali Ibu pergoki menangis berdua, diam-diam menelpon Deva. Sepertinya mereka juga sangat terpukul dengan rencana perpisahan kalian ini.”“Ya. Tapi itu hanya sebentar. Selanjutnya merek
Bab 194. Alisya Menolak Damar“Naik apa, Pak Deva?” tanya Damar mengedarkan pandangan ke sekeliling halaman.“Naik ojek saja, Pak. Mari!” sahut Deva tersenyum, lalu melangkah cepat menuju gerbang. Dengan sigap Pak Arul membuka pintu gerbang untuknya. Deva berdiri sambil celingukan ke kanan dan ke kiri. Menunggu ojek yang melintas. Dia harus berhemat. Persediaan uang di dompet sudah semakin menipis. Untuk menyewa taksi terlalu mahal baginya saat ini.Damar dan Alisya menatapnya dengan tatapan miris.“Sebentar, Pak Damar!” ucap Alisya lalu berjalan menuju garasi. Buru-buru membuka pintu mobil, dan masuk ke dalamnya.“Mbak Alisya mau ke mana?” tanya Damar mengikutinya.“Sebentar,” sahut Alisya memundurkan Alphard putih itu, kemudian memutar pelan.Damar hanya menatap bingung, saat mobil itu melaju ke luar gerbang dan berhenti di dekat Deva yang masih menunggu ojek di sana.Pintu samping mobil terbuka. Alisya turun dan berjalan menghampirinya. “Bawa saja mobilnya! Besok pagi cepat d
Bab 193. Alisya Mulai Dilema“Papa mau ke mana?” Rena menghentikan langkah Deva. Mereka baru tiba di kota setelah melakukan perjalanan jauh ke desa Fajar. Deva berniat langsung pulang ke kontrakannya setelah memasukkan mobil ke dalam garasi.Alisya yang sudah berjalan masuk ke dalam rumah ikut menghentikan langkah, menoleh kepada putrinya di teras depan.“Papa pulang dulu, ya, Sayang! Udah hampir malam. Rena mandi, makan, lalu istirahat, ya!” sahut Deva setelah membalikkan badan menghadap gadis kecil yang kini berstatus sebagai putri majikan itu.“Jangan pergi! Papa udah janji sama Rena! Papa akan menjadi pengganti Papa Fajar! Papa udah janji enggak akan pernah pergi lagi! Papa udah janji enggak akan pisah lagi sama Mama! Papa udah janji enggak akan –““Rena! Masuk!” sergah Alisya menghentikan rengekannya.“Tapi, Mama! Papa mau pergi lagi! Papa enggak boleh pergi lagi! Rena mau sama Papa!” Rena tak menghiraukan. Dia malah nekat mengejar Deba, lalu memeluk lengan pria itu.“Rena, m
Bab 192. Jangan Jatuh Cinta Lagi, Alisya!“Pak Deva, hati-hati nyetirnya, ya! Titip Mbak Alisya dan Rena!” titah Damar kepada Deva.“Baik, Pak.” Deva menjawab patuh. Meski cemburu menggigit hati, namun Deva berusaha mengerti. Alisya bukan miliknya lagi. Melainkan milik Damar sesaat lagi. Begitu perceraian mereka diputuskan oleh Pengadilan Agama.“Saya baik-baik saja, Pak Damar. Kalau Bapak sibuk, sebiknya tidak usah ke rumah! Selesaikan saja kasus Sonya!” Alisya berusaha menolak niat Damar secara halus.“Tentu, Mbak. Kasus Bu Sonya akan usut sampai tuntas. Kalau dibiarkan, dia akan tetap menjadi ancaman bagi ketenangan Mbak Alisya. Mbak tenang saja, ya!” Damar tetap berkeras. Alisya hanya bisa diam. Sudah beberapa kali dia mengusir pria ini bila datang ke rumhnya. Berkali sudah dia menunjukkan sikap bahwa dia sama sekali tak membuka hati. Bahkan dia juga sudah menjalin kerja sama dengan Luna, tunangan Damar. Namun, Damar tak surut juga. Pria itu selalu mencari cara dan alasan untu
Bab 191. Kehancuran Sonya di Tangan Sang Selingkuhan“Aku gak selingkuh, Lex, beneran. Aku berani bersumpah, aku enggak mungkin suka sama supirku sendiri,” lirih Sonya membuat Alex makin geram. Tetapi dia tak boleh tunjukkan sekarang. Sonya harus dia taklukkan dulu.“Baik, Sayang! Aku percaya padamu,” ucapnya seraya memeluk wanita itu.“Kamu percaya padaku, Lex?” ulang Sonya melonjak lega. Ada harapan tumbuh di sanubarinya.“Iya, Sayang! Aku percaya. Maaf, jika tadi aku sempat berbuat kasar. Itu kulakukan karena aku sempat begitu cemburu buta. Aku terlalu cinta sama kamu, Sonya. Maafkan aku!”“Iya, Lex. Aku tahu. Aku juga cinta sama kamu. Aku tetap setia hingga detik ini. Aku mau nikah sama kamu. Kamu udah janji mau nikahin aku, kan, Lex?”“Iya, Sayang! Tapi secara siri dulu, ya! Kamu tahu aku belum bisa menceraikan istriku, kan? Meski begitu, kamu adalah wanita yang paling istimewa bagiku. Kau adalah ratuku, Sayang!”“Ya, udah. Nikah siri juga gak apa-apa. Tolong selamatkan aku, y
Bab 190. Polisi Mengejar Sonya“Sakit, Lex! Ammpun …!” rintih Sonya saat Alex menghujamkan miliknya di bagian sensitif tubuh Sonya. Pria itu bergerak dengan cepat dan liar di atas tubuh wanita itu. Semakin Sonya merintih kesakitan, semakin kencang gerakannya. Kesakitan Sonya adalah hiburan baginya. Semakin kencang tangis Sonya, semakin terbang dia ke surga kenikmatan. Alex bagai kesetanan. Terbang semakin tinggi, hingga rintihan Sonya terdengar hanya sayup-sayup samar.Dan saat dia sampai pada pelepasan yang ke sekian kalinya, baru dia menyudahinya. Pria itu ambruk di samping tubuh telanj*ng Sonya denga peluh membasahi sekujur badan. Alex merasa harga dirinya kembali setelah dikhianati. Senyum penuh kepuasan tersungging di bibirnya.“Bagaimana, lebih hebat siapa? Aku atau supir kesayanganmu itu, hem?’ bisiknya seraya menggigit daun telinga Sonya.Wanita itu bergeming. Jangankan untuk bersuara, bernafas saja dia merasa sangat tersiksa. Sakit di sekujur tubuh terutama di areal kewan
Bab 189. Sonya Di Markas Alex“Terima kasih ya, Allah! Engkau telah mengembalikan Papa buat Rena. Semoga papa dan mama tidak pernah berpisah lagi, aamiin,” ucap Rena menengadahkan kedua tangannya ke langit, lalu mengusap wajah dengan telapak tangan setelah kata amin.“Sayang, ada yang mau mama bilang, tolong Rena dengar baik-baik, ya!” kata Alisya ingin menjelaskan kesalah pahaman putrinya.“Iya, Ma. Rena akan dengar.” Rena segera memasang wajah serius.“Begini sebenarnya, antara mama dan papa Deva, kami ….”“Maaf, Bu Alisya, tolong pikirkan dulu sebelum mengatakan apa-apa!” Deva memotong ucapan Alisya. Alisya tercekat. Bibirnya terkatup rapat.“Ingat, kita ke sini untuk menjemput Rena dan membawanya ke rumah sakit, bukan? Bagaimana perasaannya bila tahu yang sebenarnya, sedangkan kondisi Fajar tak mungkin kita tutupi darinya. Dia akan sangat kecewa. Tentang kita, kita bisa menunda menjelaskan padanya. Tapi tentng Fajar, kita harus jujur,” lanjut Deva lagi.Alisya menelan saliva. A
Bab 188. Binar Bahagia Di Mata Rena“Beberapa personil akan menjemput Bu Sonya, Mbak Alisya mau ke mana sekarang?” tanya Damar mengiringi langkah Alisya keluar dari kantor polisi itu. Deva sengaja berjalan agak jauh, pria itu belum bisa berucap apa-apa pada Alisya. Rencana Sonya yang hendak melenyapkan Alisya masih sangat mengejutkannya, juga membuatnya merasa sangat bersalah pada Alisya.“Saya mau pulang, mau menenangkan diri dulu. Terima kasih atas bantuan Bapak, selanjutnya saya mau Sonya diproses segera. Hari ini mungkin dia gagal melenyapkan saya, tapi besok, bisa saja dia mengulanginya!” jawab Alisya langsung menuju mobilnya.Deva buru-buru membukakan pintu mobil untuknya. Alisya masuk dan menyenderkan tubuh lemasnya di sandaran kursi.“Baik, Mbak pulang dulu! Istirahat saja di rumah. Saya akan urus semuanya. Tolong nanti kirim nomor keluarga Pak Fajar, ya!” pinta Damar berdiri tepat di samping jendela mobil, pria itu melongokkan kepalanya ke dalam, ke dekat Alisya.Deva yang
Bab 187. Pengkuan Ayu di Kantor Polisi“Saya ikut?” tanya Deva menunjuk dadanya. Alisya tak menyahut, dia langsung berjalan mendahului ke luar ruangan. Memberi instruksi kepada Deby lalu langsung menuju lif. Seperti orang bingung, Deva mengikutinya. Namun, saat Alisya menuju areal parkir, pria itu menghentikan langkah.“Bapak nunggu apa?” tanya Alisya kembali menghampirinya.“Eeem, saya lupa kalau saya sudah tak punya mobil. Maaf, saya naik taksi saja. Kita jumpa di kantor polisi. Saya duluan,” jawab Deva lalu melangkah pergi.“Maaf, Pak Deva! Pakai mobil saya saja!” Alisya menghentikannya. Deva berbalik. “Bapak yang nyetir!” titah Alisya menyodorkan kunci mobilnya.Ragu Deva meraihnya. Betapa harga dirinya serasa remuk redam. Akan lebih terhormat rasanya bila dia naik angkot saja, daripada menumpang di mobil mantan istrinya. Namun, ini adalah perintah dari sang Direktur Utama. Jika membantah, dia khawatir kehilangan pekerjaan.Dengan langkah berat dia berjalan menuju areal parkir VI