Bab 127. Deva Datang Dengan Kekasihnya“Bisa segera telepon dan suruh ke sini! Pasien belum sadar, tapi sempat ngeracau memanggil nama itu. Kalau bisa segera suruh datang, ya, Pak, Buk!” ucap sang perawat lalu kembali masuk ke dalam ruangan.Pak Wahyu dan Bu Ainy terduduk lemas kembali ke kursi panjang. Wajah tegang mereka semakin kusut. Keduanya membisu, suasana hening dan mencekam.Damar merasa terenyuh. Dia memang belum paham apa masalah yang sebenarnya menimpa keluarga ini. Tetapi dia bisa merasakan kepelikan yang tengah melanda. Rasa iba kembali mencuat di relung hatinya. Iba kepada wanita yang tadi sempat dipeluknya saat membopong untuk menolong. Alisya yang telah kehilangan calon bayi, ditambah sikap tak peduli sang suami.Pria itu kembali menghampiri Pak Wahyu dan Bu Ainy. Menghenyakkan tubuh di samping mereka.“Coba telepon lagi suami Mbak Ica, Pak! Sepertinya dia sangat membutuhkannnya di saat saat seperti ini,” usulnya memberi saran.“Percuma, Nak! Deva sudah tak
Bab 128. Tamparan Ainy Buat Mantan Menantu Tamparan itu begitu tiba-tiba. Sedikitpun Sonya tak menduganya. “Kamu Sonya, kan? Mantan istri pertama Deva? Beraninya kamu muncul di hadapan kami sambil ngelendot seperti ini pada suami Ica?! Lepaskan tanganmu!” teriak Bu Ainy lagi menghentakkan tangan Sonya dengan kasar hingga terlepas dari lengan Deva. “Hey, Ibu ini ibunya Alisya, ya? Pantas Bar-bar, manusia hutan!” maki Sonya seraya meraba pipinya yang terasa perih bekas tamparan. “Apa kamu bilang? Manusia hutan? Lebih baik manusia hutan daripada kamu perempuan murahan!” Bu Ainy mendorong kasar bahu Sonya lagi. “Saya murahan? Atasa dasar apa Ibu bilang saya murahan, ha? Saya ngelendot di lengan mantan suami saya itu karena kami akan segera menikah! Kami sudah rujuk meski belum sah. Tapi mas Deva sudah mngajak saya rujuk. Dia juga sudha melamar saya. Kami akan mneikah begitu surat cerai Alisya keluar, Alisya, anak ibu yang gatal itu akan jadi sah jadi janda!” “Apa kamu bilang? Kali
Bab 129. Bukan Anak Hasil Zina“Ma? Mama kenapa kaget begitu? Harusnya Mama senang, kan? Ma …!” Deva terkejut melihat reaksi Alina.“Jawab, Dev! Apakah selama ini Alisya hamil? Jawab!” Alina berteriak. Wanita itu bahkan mengguncang-guncang kedua bahu putranya.“Mama kenapa, Ma?” Bukannya menjawab, Deva malah terlihat makin bingung.“Tante sadar, Tan! Tante kenapa, sih, Tan?” Sonya ikut menenangkan sang Tante yang tiba-tiba terlihat seperti orang kesurupan.“Jawab pertanyaan Mama, Deva!” teriak Alina makin kencang.“Iya, Alisya hamil. Selama ini Alisya Hamil, kenapa?” Deva balas berteriak.Cengkraman Alina di bahunya mengendur, lalu lepas begitu saja. Perempuan paruh baya itu tiba-tiba amruk, lalu terduduk di lantai. Tatapannya, sayu, wajahnya tiba-tiba layu.“Mama kenapa?” Deva merengkuhnya, membawanya bangkit dan mendudukkannya kemabli di atas kursi panjang. “Mama, ada apa? kenapa memnagnya kalau Alisya selama ternyata hamil? Kenapa Mama sepertinya kaget?" tanyanya lagi setelah
Bab 130. Alisya Belum Tahu Dia KeguguranDeva bangkit, lalu berjalan bagai orang linglung meninggalkan bangku panjang di depan ruang ICU itu. “Mas! Mas Deva mau ke mana?” Sonya langsung bangkit dari duduknya, lalu mengejar sang kekasih. “Mas, tunggu! Mas Deva mau ke mana?” tanyanya menahan langkah Deva dengan cara memegangi lengan pria itu.“Lepaskan, Sonya! Tolong menyingkir dulu dari hadapanku! Tolong jangan muncul dulu di depanku! Aku sedang sangat terpukul! Jangan kau tambahi dulu, ok! Lepaskan tanganku!” ucap Deva dengan nada pelan, nyaris tak terdengar.“Tapi, Mas Deva mau ke mana?” Sonya tak mau menyerah. Cengkramannya malah kian erat di lengan Deva.“Bukan urusan kamu, sekali lagi aku tegaskan, tolong lepaskan tanagnku, jangan halangi aku, ok!”“tidak, aku enggak akan pernah jauh dair Mas Deva lagi. Begitu janji kita tadi, kan? Aku enggak akan pernah membiarkan Mas Deva sendirian. Aku ikut, ayo kita pergi!”“Jangan sampai emosiku kulampiaskan padamu, setidaknay tidak se
Bab 131. Saya Maafkan Kamu, Tapi Tolong Ceraikan Saya“Baik, akan saya panggil perawatnya, ya! Mbak enggak apa-apa saya tinggal sebentar, kan?” tanya Damar seraya bangkit.“Eem, kenapa tidak tekan bel saja? Itu, di atas kepala saya!” Alisya mengingatkan.“Saya jemput saja perawatnya biar cepat datang, sebentar, ya!”“Terima kasih, Pak!”Damar buru-buru keluar. Sengaja dia tidak menggunakan bel karena ingin memesan sesuatu kepada sang perawat terlebih dahulu. Alisya tak boleh tahu tentang kandungannya. Dia baru saja siuman, Damar tak ingin Alisya kaget lalu drop dan pingsan lagi.“Anda!?” sergahnya begitu mendapati Deva ada di depan pintu. Gehas dia keluar dan langsung menutup pintu itu dengan buru-buru. “Kenapa Anda ada di sini? Ada apa? Tolong jangan sakiti hati Mbak Alisya, dia baru saja melewati masa kritisnya!” imbuhnya menegaskan.“Aku paham. Kata perawat Alisya siuman setelah kedatangan seorang pria yang dia panggil-panggil saat dia tak sadar. Boleh aku tahu siapa pria itu?”
Bab 132. Sonya Berulah Lagi“Maaf, kalau itu aku tak bisa. Tolong keluar dari ruangan ini! Aku mau tidur!”“Sya … Alisya ….!”“Hey, kamu?!” Tiba-tiba pintu ruang rawat itu dibuka dari luar, Bu Ainy dan Pak Wahyu masuk sambil membelalak kaget. “Keluar kamu! Keluar!” Bu Ainy membentak sambil menunjuk pintu.“Maaf, Bu! Saya ke sini hanya untuk memberitahu Alisya bahwa Andante sudah ditemukan. Itu saja!” Deva berusaha memencari simpati keluarga Alisya lagi. Berharap dengan berita ini dia akan mendapat kesempatan untuk mendekati keluarga ini lagi.“Adante ditemukan? Kau bilang Adante sudah ditemukan?” Bu Ainy langsung menurunkan volume suara. Wanita itu mendekati Deva. “Di mana? Bagaimana keadaannya, apakah ada yang menyakitinya? Cucuku baik-baik saja, bukan?” tanyanya mengguncang lengan Deva.“Adante baik-baik saja. Cucu Ibu baik-baik saja. Saya akan menelpon Bik Siti agar menyuruh supir mama mengantarnya ke sini. Sebentar ya, Bu.” Deva merogoh ponsel di saku celama panjangnya. Lalu
Bab 133. Desahan di Ruang Tamu[Aku tahu, Mama tak sendirian. Mama tak mungkin sendirian dalam usahanya menghancurkan Alisya! Kau pasti turut andil! Kau juga ikut memisahkan aku dengan Alisya! Kau ikut andil dalam memfitnah Alisya! Jangan-jangan atas idemu juga merekayasa perselingkuhan Alisya dengan Fajar, betul begitu? Aku akan selidiki ini.]Kalimat itu tetap terngiang di telinga Sonya. Ancaman Deva sangat menakutinya. Jika Alina sudah mengaku, maka esok atau lusa rahasianya akan terbongkar juga. Benar bahwa dialah yang mengusulkan kepada Alina menggunakan Fajar sebagai alat untuk menghancurkn pernikahan Alisya dengan Deva.Mereka hampir saja berhasil. Deva sudah menjatuhkan talak satu untuk Alisya. Rencananya juga besok pagi Deva akan mendaftarkan gugatan cerai ke Pengadilan Agama. Dan yang paling penting adalah, Deva sudah menerima dia sebagai kekasihnya. Bahkan Deva sudah berjanji akan menikahinya setelah surat cerai untuk Alisya keluar nanti.Tetapi semua hancur seketika
Bab 134. Janji Damar Untuk Alisya“Adante …. Di mana kamu, Sayang? Kenapa kamu tiada henti-henti menderita, Nak? Kemarin kita dipisahkan secara paksa oleh papamu sendiri, setelah kita bersama sehari, tiba-tiba kamu diculik orang. Lalu setelah papamu menemukanmu, sekarang diculik lagi. Dante … baik-baik, ya, Nak! Jangan nakal sama Tante Sonya, ya! Biar enggak dicubit, Dante …!” Alisya menangis sesegukan. Kalimat lirih dan tangis tertahannya terdengar jelas.“Sabar, ya, Nak! Deva sedang berusaha mengejar perempuan itu. Dia pasti akan berhasil menemukan mereka. Sabar, ya!” Bu Ainy dan Pak membelai halus kepala putrinya. Namun, tangis tersendat Alisya tak reda juga.“Andai aku kuat, aku akan mengejar Sonya. Aku akan cakar cakar wajahnya! Aku akan jambak rambutnya. Kenapa dia tega culik anak aku, Buk?”“Iya, Ca! Tapi kamu belum kuat, Nak! Kamu juga enggak boleh berpikir keras! Kamu engak boleh merasa tertekan dan sedih seperti ini! Adante akan baik-baik saja, Ca! Kamu berhentilah, n
Bab 195. TamatSidang ditutup, Alisya duduk lemas di bangkunya. Sidang pertama kasus perceraiannya ini terpaksa ditunda. Terggugat tidak menghadiri sidang. Entah Deva ke mana. Pengadilaan agama memutuskan sidang ditunda dua minggu mendatang.“Ayo, pulang, Ca! Nunggu apa lagi?” Bu Ainy menepuk lembut bahu Alisya.“Iya, Ibu pulang diantar Pak Arul, ya! Ica mau langsung ke kantor.” Alisya meraih tas lalu bangkit perlahan.“Iya, mungkin Deva sudah ada di kantor. Ibu menjadi mikir seribu kali untuk perceraian kalian ini.”“Ibu mikir apa? Kok sampai seribu kali?” tanya Alisya lemas, lalu berjalan keluar ruang sidang. Bu Ainy mengiring di sisinya.“Entahlah, yang jelas Ibu merasa sedih. Akhir-akhir ini Deva sangat berubah. Dia juga terlihat sangat pasrah. Ibu enggak tega, Ca. Apalagi Rena dan Tasya seringkali Ibu pergoki menangis berdua, diam-diam menelpon Deva. Sepertinya mereka juga sangat terpukul dengan rencana perpisahan kalian ini.”“Ya. Tapi itu hanya sebentar. Selanjutnya merek
Bab 194. Alisya Menolak Damar“Naik apa, Pak Deva?” tanya Damar mengedarkan pandangan ke sekeliling halaman.“Naik ojek saja, Pak. Mari!” sahut Deva tersenyum, lalu melangkah cepat menuju gerbang. Dengan sigap Pak Arul membuka pintu gerbang untuknya. Deva berdiri sambil celingukan ke kanan dan ke kiri. Menunggu ojek yang melintas. Dia harus berhemat. Persediaan uang di dompet sudah semakin menipis. Untuk menyewa taksi terlalu mahal baginya saat ini.Damar dan Alisya menatapnya dengan tatapan miris.“Sebentar, Pak Damar!” ucap Alisya lalu berjalan menuju garasi. Buru-buru membuka pintu mobil, dan masuk ke dalamnya.“Mbak Alisya mau ke mana?” tanya Damar mengikutinya.“Sebentar,” sahut Alisya memundurkan Alphard putih itu, kemudian memutar pelan.Damar hanya menatap bingung, saat mobil itu melaju ke luar gerbang dan berhenti di dekat Deva yang masih menunggu ojek di sana.Pintu samping mobil terbuka. Alisya turun dan berjalan menghampirinya. “Bawa saja mobilnya! Besok pagi cepat d
Bab 193. Alisya Mulai Dilema“Papa mau ke mana?” Rena menghentikan langkah Deva. Mereka baru tiba di kota setelah melakukan perjalanan jauh ke desa Fajar. Deva berniat langsung pulang ke kontrakannya setelah memasukkan mobil ke dalam garasi.Alisya yang sudah berjalan masuk ke dalam rumah ikut menghentikan langkah, menoleh kepada putrinya di teras depan.“Papa pulang dulu, ya, Sayang! Udah hampir malam. Rena mandi, makan, lalu istirahat, ya!” sahut Deva setelah membalikkan badan menghadap gadis kecil yang kini berstatus sebagai putri majikan itu.“Jangan pergi! Papa udah janji sama Rena! Papa akan menjadi pengganti Papa Fajar! Papa udah janji enggak akan pernah pergi lagi! Papa udah janji enggak akan pisah lagi sama Mama! Papa udah janji enggak akan –““Rena! Masuk!” sergah Alisya menghentikan rengekannya.“Tapi, Mama! Papa mau pergi lagi! Papa enggak boleh pergi lagi! Rena mau sama Papa!” Rena tak menghiraukan. Dia malah nekat mengejar Deba, lalu memeluk lengan pria itu.“Rena, m
Bab 192. Jangan Jatuh Cinta Lagi, Alisya!“Pak Deva, hati-hati nyetirnya, ya! Titip Mbak Alisya dan Rena!” titah Damar kepada Deva.“Baik, Pak.” Deva menjawab patuh. Meski cemburu menggigit hati, namun Deva berusaha mengerti. Alisya bukan miliknya lagi. Melainkan milik Damar sesaat lagi. Begitu perceraian mereka diputuskan oleh Pengadilan Agama.“Saya baik-baik saja, Pak Damar. Kalau Bapak sibuk, sebiknya tidak usah ke rumah! Selesaikan saja kasus Sonya!” Alisya berusaha menolak niat Damar secara halus.“Tentu, Mbak. Kasus Bu Sonya akan usut sampai tuntas. Kalau dibiarkan, dia akan tetap menjadi ancaman bagi ketenangan Mbak Alisya. Mbak tenang saja, ya!” Damar tetap berkeras. Alisya hanya bisa diam. Sudah beberapa kali dia mengusir pria ini bila datang ke rumhnya. Berkali sudah dia menunjukkan sikap bahwa dia sama sekali tak membuka hati. Bahkan dia juga sudah menjalin kerja sama dengan Luna, tunangan Damar. Namun, Damar tak surut juga. Pria itu selalu mencari cara dan alasan untu
Bab 191. Kehancuran Sonya di Tangan Sang Selingkuhan“Aku gak selingkuh, Lex, beneran. Aku berani bersumpah, aku enggak mungkin suka sama supirku sendiri,” lirih Sonya membuat Alex makin geram. Tetapi dia tak boleh tunjukkan sekarang. Sonya harus dia taklukkan dulu.“Baik, Sayang! Aku percaya padamu,” ucapnya seraya memeluk wanita itu.“Kamu percaya padaku, Lex?” ulang Sonya melonjak lega. Ada harapan tumbuh di sanubarinya.“Iya, Sayang! Aku percaya. Maaf, jika tadi aku sempat berbuat kasar. Itu kulakukan karena aku sempat begitu cemburu buta. Aku terlalu cinta sama kamu, Sonya. Maafkan aku!”“Iya, Lex. Aku tahu. Aku juga cinta sama kamu. Aku tetap setia hingga detik ini. Aku mau nikah sama kamu. Kamu udah janji mau nikahin aku, kan, Lex?”“Iya, Sayang! Tapi secara siri dulu, ya! Kamu tahu aku belum bisa menceraikan istriku, kan? Meski begitu, kamu adalah wanita yang paling istimewa bagiku. Kau adalah ratuku, Sayang!”“Ya, udah. Nikah siri juga gak apa-apa. Tolong selamatkan aku, y
Bab 190. Polisi Mengejar Sonya“Sakit, Lex! Ammpun …!” rintih Sonya saat Alex menghujamkan miliknya di bagian sensitif tubuh Sonya. Pria itu bergerak dengan cepat dan liar di atas tubuh wanita itu. Semakin Sonya merintih kesakitan, semakin kencang gerakannya. Kesakitan Sonya adalah hiburan baginya. Semakin kencang tangis Sonya, semakin terbang dia ke surga kenikmatan. Alex bagai kesetanan. Terbang semakin tinggi, hingga rintihan Sonya terdengar hanya sayup-sayup samar.Dan saat dia sampai pada pelepasan yang ke sekian kalinya, baru dia menyudahinya. Pria itu ambruk di samping tubuh telanj*ng Sonya denga peluh membasahi sekujur badan. Alex merasa harga dirinya kembali setelah dikhianati. Senyum penuh kepuasan tersungging di bibirnya.“Bagaimana, lebih hebat siapa? Aku atau supir kesayanganmu itu, hem?’ bisiknya seraya menggigit daun telinga Sonya.Wanita itu bergeming. Jangankan untuk bersuara, bernafas saja dia merasa sangat tersiksa. Sakit di sekujur tubuh terutama di areal kewan
Bab 189. Sonya Di Markas Alex“Terima kasih ya, Allah! Engkau telah mengembalikan Papa buat Rena. Semoga papa dan mama tidak pernah berpisah lagi, aamiin,” ucap Rena menengadahkan kedua tangannya ke langit, lalu mengusap wajah dengan telapak tangan setelah kata amin.“Sayang, ada yang mau mama bilang, tolong Rena dengar baik-baik, ya!” kata Alisya ingin menjelaskan kesalah pahaman putrinya.“Iya, Ma. Rena akan dengar.” Rena segera memasang wajah serius.“Begini sebenarnya, antara mama dan papa Deva, kami ….”“Maaf, Bu Alisya, tolong pikirkan dulu sebelum mengatakan apa-apa!” Deva memotong ucapan Alisya. Alisya tercekat. Bibirnya terkatup rapat.“Ingat, kita ke sini untuk menjemput Rena dan membawanya ke rumah sakit, bukan? Bagaimana perasaannya bila tahu yang sebenarnya, sedangkan kondisi Fajar tak mungkin kita tutupi darinya. Dia akan sangat kecewa. Tentang kita, kita bisa menunda menjelaskan padanya. Tapi tentng Fajar, kita harus jujur,” lanjut Deva lagi.Alisya menelan saliva. A
Bab 188. Binar Bahagia Di Mata Rena“Beberapa personil akan menjemput Bu Sonya, Mbak Alisya mau ke mana sekarang?” tanya Damar mengiringi langkah Alisya keluar dari kantor polisi itu. Deva sengaja berjalan agak jauh, pria itu belum bisa berucap apa-apa pada Alisya. Rencana Sonya yang hendak melenyapkan Alisya masih sangat mengejutkannya, juga membuatnya merasa sangat bersalah pada Alisya.“Saya mau pulang, mau menenangkan diri dulu. Terima kasih atas bantuan Bapak, selanjutnya saya mau Sonya diproses segera. Hari ini mungkin dia gagal melenyapkan saya, tapi besok, bisa saja dia mengulanginya!” jawab Alisya langsung menuju mobilnya.Deva buru-buru membukakan pintu mobil untuknya. Alisya masuk dan menyenderkan tubuh lemasnya di sandaran kursi.“Baik, Mbak pulang dulu! Istirahat saja di rumah. Saya akan urus semuanya. Tolong nanti kirim nomor keluarga Pak Fajar, ya!” pinta Damar berdiri tepat di samping jendela mobil, pria itu melongokkan kepalanya ke dalam, ke dekat Alisya.Deva yang
Bab 187. Pengkuan Ayu di Kantor Polisi“Saya ikut?” tanya Deva menunjuk dadanya. Alisya tak menyahut, dia langsung berjalan mendahului ke luar ruangan. Memberi instruksi kepada Deby lalu langsung menuju lif. Seperti orang bingung, Deva mengikutinya. Namun, saat Alisya menuju areal parkir, pria itu menghentikan langkah.“Bapak nunggu apa?” tanya Alisya kembali menghampirinya.“Eeem, saya lupa kalau saya sudah tak punya mobil. Maaf, saya naik taksi saja. Kita jumpa di kantor polisi. Saya duluan,” jawab Deva lalu melangkah pergi.“Maaf, Pak Deva! Pakai mobil saya saja!” Alisya menghentikannya. Deva berbalik. “Bapak yang nyetir!” titah Alisya menyodorkan kunci mobilnya.Ragu Deva meraihnya. Betapa harga dirinya serasa remuk redam. Akan lebih terhormat rasanya bila dia naik angkot saja, daripada menumpang di mobil mantan istrinya. Namun, ini adalah perintah dari sang Direktur Utama. Jika membantah, dia khawatir kehilangan pekerjaan.Dengan langkah berat dia berjalan menuju areal parkir VI