Semakin dipikirkan justru dibuat semakin pusing. Kini Raden terjebak dalam pikiran dan penyesalannya tersendiri. Setelah berbicara dengan Malik melalui telepon sebagai Anna, Raden merasa dia telah berbuat keputusan yang salah.
Di dalam telepon, Malik tanpa yakin dan gigih untuk menyakinkan Raden, yang ia kira adalah Anna, untuk mau menemui Noah untuk kali pertama secara resmi sebagai putri sulung Setiawan, tidak peduli apakah dia sudah menikah dan akan menjadi janda tak lama lagi.
Kembali pada percapan telepon, Raden berubah hening untuk beberapa detik sebab butuh waktu untuk berpikir. Sedangkan Malik sudah tak sabaran dari sana hingga mengulang pemanggilan nama sang putri. "Anna? Apakah kamu masih ada di sana?"
"Sebentar," pinta Raden berbisik. Beruntung Malik mendengar dan mau menuruti permintaannya. Sadar bahwa dia tak punya waktu banyak untuk merenung, Raden memutuskan untuk mencari cara lain untuk memastikan kenyataan tersebut. "Apakah aku boleh bertanya
"Kamu pantas untuk melampiaskan amarahmu. Justru ... akulah yang tidak pantas untuk berada di dekatmu." "Kumohon jangan berkata seperti itu," gumam Anna berbisik. Padahal bukan dia yang harus meminta maaf, tapi wanita itu tetap menundukkan kepala. Mungkinkah dia tidak ingin melihat wajah Raden? Begitu pikir laki-laki tersebut. Tapi kenyataan tak seperti itu. Justru Anna menundukkan kepala agar tak menunjukkan matanya yang perlahan diselaputi air mata. "Sekali lagi aku minta maaf. Aku juga akan melakukan apa pun yang kamu inginkan jika itu bisa menebus kesalahanku ini," ucapnya dengan putus asa. Apakah sebentar lagi Anna akan mau bertemu dengannya lagi? Pasti perempuan itu akan meminta untuk menjauh karena muak melihat mukanya. Betul, tidak? Kedua tangan yang terlipat dan sedaritadi memeluk kedua sikunya sendiri perlahan mencengkram lebih keras. Tanpa sadar bahwa tindakan itu dapat membuat bekas kemerahan di kulit nanti. Kembali Anna mengumpulkan kekuatan untu
Apa? Kakaknya pulang? Ariel dan Erik merasakan hal yang sama ketika mendengar pernyataan itu. Mengapa Kakak mereka pulang? Bukankah Anna sudah bertekad untuk tidak lagi kembali dan memulai hidup baru di tempat lain? Terlebih si sulung bukannya kembali ke rumah sang suami, justru kembali ke rumah orang tuanya. Bukannya Ariel dan Erik tidak menyukai itu, justru mereka merasa lebih baik Anna tinggal di hotel saja daripada bersama dua orang tua yang selama ini membawa mimpi buruk kepadanya. Akan tetapi karena mereka baru diberitahu saat Anna sudah tiba di bandara, tidak banyak waktu yang ditawarkan untuk mereka berpikir. Mereka berdua buru-buru pergi ke bandara untuk menjemput Anna. Ketika mereka tiba, mereka sudah melihat bagaimana Anna bersikukuh untuk diam di satu tempat dan terus menerus menolak tawaran taksi yang datang. "Kak!" teriak Erik. Anna menoleh dan kedua sudut bibirnya terangkat ke atas. Ia biarkan kedua adiknya berlari terengah-engah ke ara
"Bagaimana?" tanya Raden langsung setelah panggilan telepon diterima. "Apa kata mereka?" Wajah Anna berubah datar sesudah ia menyadari bahwa Raden menelepon bukan karena merindukan dirinya, melainkan karena penasaran akan hal lain. "Orang yang kamu diam-diam masukkan ke Setiawan berkata bahwa dia sudah mengecek semua tempat yang kemungkinan akan menjadi ruangan penyimpanan dokumen. Tapi sama sekali dia tidak mendapatkan apa pun." Raut muka Raden seketika menjadi lesu. Bagaimana ini? Apakah hal yang dia lakukan ini akan menjadi kesia-siaan? Padahal sudah seminggu lewat sejak dia menginap di rumah orang tua Anna. Tanpa melihat, Anna seakan tahu apa yang dirasakan suaminya saat ini. Jadi, dengan sedikit aura keceriaan, Anna berusaha menenangkan Raden, "Tidak apa-apa. Mungkin memang Ayah punya tempat lain untuk menyembunyikan dokumen itu. Masih ada tempat lain yang bisa kamu telusuri." "Tapi di mana? Semua orangku yang tersebar di semua kantor Setiawan sa
"Kak? Kenapa Kakak ada di depan pintu kamar Ayah dan Ibu?" Saking fokusnya Raden dalam mencari jalan mendapatkan kunci, dia tersentak dengan kehadiran Ariel yang sudah berada di situ selama satu menit untuk memperhatikan sang Kakak. "Apa Kakak ada keperluan sama kamar Ayah dan Ibu?" Alih-alih menjawab, justru Raden melihat dari ujung kepala Ariel sampai ke bawah. Apakah dia bisa benar-benar mempercayai saudara-saudaranya Anna? Hm, mengingat bahwa gadis itu pernah berkata kapanpun Anna butuh bantuan, mereka akan membantu, mungkin Raden tak perlu meningkatkan kewaspadaannya. "Iya. Aku mau mencari sesuatu. Tapi sepertinya aku tidak bisa membukanya." "Kenapa? Kuncinya pasti dipegang Bibi An. Kalau Kakak meminta, akan dikasih, kok." Ariel merasa itu sesuatu yang tidak perlu dikhawatirkan. "Tapi Bibi An pasti melapor kepada mereka." Sangat jelas raut wajah khawatir pada tampang Anna. Hal itu membuat Ariel memiringkan kepala dan bertanya-tanya. Tentu akan se
Memang benar bahwa mencari dan merekrut orang-orang profesional adalah hal yang mudah untuk Raden lakukan. Laila akan melakukan perintahnya dengan cepat dan hanya perlu satu malam saja. Tapi, ada hal lain yang harus diperhatikan juga. Tidak mungkin mereka akan mendobrak masuk ke ruangan kerja Malik secara terang-terangan. Dibutuhkannya strategi dan perhitungan yang tepat agar semua berjalan secara lancar, tak diketahui. Jadi, butuh dua hari penuh untuk Raden merancangkan semua. "Dengarkan aku baik-baik," ucap Raden serius setelah menyuruh Ariel dan Erik berkumpul di kamar Anna. "Di rumah ini ada enam pembantu, dua petugas taman, dua cctv yang menghadap ke teras dan ruang keluarga, dan dua belas penjaga." "Apa?" sela Ariel tak percaya. "Dua belas penjaga? Apa Kakak yakin? Bukankah hanya ada tiga penjaga di pagar utama?" Ah, tentu saja kedua remaja itu tidak tahu apa-apa. "Lebih tepatnya hanya tiga penjaga saja yang tampak di mata kalian. Sisanya bersembunyi me
"Sekarang." Hanya butuh satu kata saja, orang yang berhasil menyadap CCTV langsung bekerja dan hanya butuh waktu semenit saja untuk membuat kamera pengintai itu mati. Sedangkan beberapa orang dengan stamina dan kekuatan yang bagus telah disebar di mana-mana. Saat itu juga mereka langsung melumpuhkan para penjaga. Adik-adik Anna masih terjaga di pinggir jendela. Dengan harap-harap takut, sesekali melirik ke arah Anna, mereka menyaksikan sendiri bagaimana para pekerja di rumah ini menyeret kopernya keluar dan melewati pagar. Erik buru-buru pergi ke pagar untuk membantu orang terakhir keluar dari sini tanpa perlu repot-repot mengunci pagar sendiri. "Biar aku saja yang menguncinya. Lagian tidak mungkin Pak Ji yang bawa kuncinya, kan?" Butuh lima belas menit untuk mereka memastikan bahwa semua orang tak lagi bisa melihat rumah ini sebab jarak transportasi mereka dengan rumah terus melebar. "Semua sudah diatasi, Kak?" tanya Ariel penasaran. Raden mengangguk. "Kita
Di hari terakhir orang tua Anna mengurus keperluan di luar negeri, Raden membeli laptop khusus untuk menyalin semua isi disk tersebut. Karena dia tidak ingin mengundang perhatian atau pertanyaan apapun yang tidak penting, laptop itu dia sembunyikan dengan baik di dalam koper Anna dan jika dibutuhkan, tak perlu repot mengambilnya. Memori laptop itu khusus hanya akan dipenuhi salinan komputer Malik yang berhasil dia ambil. Dengan duduk di depan laptop yang tengah menampilkan laju lambat dari kemajuan bar hijau, Raden menunggu setia juga harap-harap cemas. Di tengah-tengah proses, dirinya terdistraksi akibat suara Ariel yang tidak sengaja menembus celah kecil di pintu kamar Anna. "Oh, jadi Ayah dan Ibu baru bisa pulang besok lusa? Memangnya ada apa di sana?" Bibir Ariel terus mendengungkan suara gumaman, sesekali kepalanya mengangguk bertanda mengerti maksud dari lawan bicara, lalu mengakhiri telepon dengan kalimat, "Oke, akan kutunggu kepulangan kalian.Love y
Malik dan Masya telah kembali. Sama sekali tak ada sorot kecurigaan di mata mereka sebab semua tampak bersih. Meski para pengawal rahasia itu sempat dilumpuhkan beberapa jam, Raden yakin mereka tidak akan curiga pada dirinya. Memang sudah menjadi rahasia umum juga bahwa musuh Setiawan tidak hanya Kusuma saja. Jadi, mereka akan sulit menduga-duga para penyerang itu dari pihak mana. Setelah semua tampak berjalan mulus sesuai dugaan, sekarang Raden melakukan pertemuan secara sembunyi-sembunyi dengan Anna. Bahkan wanita itu membuat semua orang di kantornya tidak tahu menahu kalau mereka akan bertemu. Agar tak diketahui siapapun, tempat pertemuan kali ini ada di kafe luar kota yang cukup sepi pengunjung dan jarang diketahui namanya--dengan kata lain, itu adalah kafe yang akan segera bangkrut. Anna memasuki pintu kaca kafe sedikit tergesa-gesa dan sudah mendapati seseorang menempati salah satu meja di ujung ruangan. Hanya dilihat dari punggung, Anna yakin itu adala