Memang benar bahwa mencari dan merekrut orang-orang profesional adalah hal yang mudah untuk Raden lakukan. Laila akan melakukan perintahnya dengan cepat dan hanya perlu satu malam saja. Tapi, ada hal lain yang harus diperhatikan juga. Tidak mungkin mereka akan mendobrak masuk ke ruangan kerja Malik secara terang-terangan. Dibutuhkannya strategi dan perhitungan yang tepat agar semua berjalan secara lancar, tak diketahui. Jadi, butuh dua hari penuh untuk Raden merancangkan semua.
"Dengarkan aku baik-baik," ucap Raden serius setelah menyuruh Ariel dan Erik berkumpul di kamar Anna. "Di rumah ini ada enam pembantu, dua petugas taman, dua cctv yang menghadap ke teras dan ruang keluarga, dan dua belas penjaga."
"Apa?" sela Ariel tak percaya. "Dua belas penjaga? Apa Kakak yakin? Bukankah hanya ada tiga penjaga di pagar utama?"
Ah, tentu saja kedua remaja itu tidak tahu apa-apa. "Lebih tepatnya hanya tiga penjaga saja yang tampak di mata kalian. Sisanya bersembunyi me
"Sekarang." Hanya butuh satu kata saja, orang yang berhasil menyadap CCTV langsung bekerja dan hanya butuh waktu semenit saja untuk membuat kamera pengintai itu mati. Sedangkan beberapa orang dengan stamina dan kekuatan yang bagus telah disebar di mana-mana. Saat itu juga mereka langsung melumpuhkan para penjaga. Adik-adik Anna masih terjaga di pinggir jendela. Dengan harap-harap takut, sesekali melirik ke arah Anna, mereka menyaksikan sendiri bagaimana para pekerja di rumah ini menyeret kopernya keluar dan melewati pagar. Erik buru-buru pergi ke pagar untuk membantu orang terakhir keluar dari sini tanpa perlu repot-repot mengunci pagar sendiri. "Biar aku saja yang menguncinya. Lagian tidak mungkin Pak Ji yang bawa kuncinya, kan?" Butuh lima belas menit untuk mereka memastikan bahwa semua orang tak lagi bisa melihat rumah ini sebab jarak transportasi mereka dengan rumah terus melebar. "Semua sudah diatasi, Kak?" tanya Ariel penasaran. Raden mengangguk. "Kita
Di hari terakhir orang tua Anna mengurus keperluan di luar negeri, Raden membeli laptop khusus untuk menyalin semua isi disk tersebut. Karena dia tidak ingin mengundang perhatian atau pertanyaan apapun yang tidak penting, laptop itu dia sembunyikan dengan baik di dalam koper Anna dan jika dibutuhkan, tak perlu repot mengambilnya. Memori laptop itu khusus hanya akan dipenuhi salinan komputer Malik yang berhasil dia ambil. Dengan duduk di depan laptop yang tengah menampilkan laju lambat dari kemajuan bar hijau, Raden menunggu setia juga harap-harap cemas. Di tengah-tengah proses, dirinya terdistraksi akibat suara Ariel yang tidak sengaja menembus celah kecil di pintu kamar Anna. "Oh, jadi Ayah dan Ibu baru bisa pulang besok lusa? Memangnya ada apa di sana?" Bibir Ariel terus mendengungkan suara gumaman, sesekali kepalanya mengangguk bertanda mengerti maksud dari lawan bicara, lalu mengakhiri telepon dengan kalimat, "Oke, akan kutunggu kepulangan kalian.Love y
Malik dan Masya telah kembali. Sama sekali tak ada sorot kecurigaan di mata mereka sebab semua tampak bersih. Meski para pengawal rahasia itu sempat dilumpuhkan beberapa jam, Raden yakin mereka tidak akan curiga pada dirinya. Memang sudah menjadi rahasia umum juga bahwa musuh Setiawan tidak hanya Kusuma saja. Jadi, mereka akan sulit menduga-duga para penyerang itu dari pihak mana. Setelah semua tampak berjalan mulus sesuai dugaan, sekarang Raden melakukan pertemuan secara sembunyi-sembunyi dengan Anna. Bahkan wanita itu membuat semua orang di kantornya tidak tahu menahu kalau mereka akan bertemu. Agar tak diketahui siapapun, tempat pertemuan kali ini ada di kafe luar kota yang cukup sepi pengunjung dan jarang diketahui namanya--dengan kata lain, itu adalah kafe yang akan segera bangkrut. Anna memasuki pintu kaca kafe sedikit tergesa-gesa dan sudah mendapati seseorang menempati salah satu meja di ujung ruangan. Hanya dilihat dari punggung, Anna yakin itu adala
Selama ini Malik hanya menjadi sosok Ayah yang sekedar tak pernah mempedulikan anaknya. Meski sama-sama terdengar buruk, tetapi tak pernah sekalipun Anna membayangkan Malik akan pergi begitu jauh hanya untuk mencapai ambisinya. Bahkan ... membunuh? Karakter Malik memang cukup terkenal tenang. Tapi masa sampai semenghanyutkan ini? Bukankah ini keterlaluan. Tanpa disadari, dia sudah bernafas secara tidak karuan. Jantungnya berdetak cepat dan semakin cepat, bisa ia rasakan darahnya ikut berdesir dalam kepanikan. "Bagaimana ini? Seandainya aku berbuat kesalahan yang fatal, pasti Ayah akan dengan mudahnya membunuhmu...." Kepanikan itu bukan sesuatu yang dibuat. Setelah terkejut dengan informasi terbaru. sekarang Anna sedang mengkhawatirkan Raden alih-alih dirinya sendiri. Raden melembutkan suaranya, dengan hati-hati dia memegang tangan kanan sang istri dan mengelus berharap ini bisa membantu sedikit. "Tenang, kamu tidak perlu khawatir. Sekarang aku t
Tidak ada banyak hal yang terjadi di kantor. Selama Raden yang sebenarnya masih sibuk melakukan sesuatu di dalam rumah Anna, maka Anna terus berusaha yang terbaik dalam bekerja. Pengalaman dan kemampuannya tentu sangat jauh, tidak bisa dibandingkan, dengan Raden. Bahkan mungkin kemampuannya masih setara pegawai biasa perusahaan ini. Namun, karena Raden selalu memberikanbriefingtiap pagi, evaluasi tiap malam, dan kelas khusus untuk memperdalam ilmu setiap akhir pekan, Anna bisa menjalani semuanya tanpa banyak masalah. Seperti sekarang ini, barusan saja dia keluar dari ruangan sehabis rapat dengan luwes. Padahal sebelum pertengkaran hebat, setiap kali bertukar tubuh pasti Anna merasa bergetar harus berhadapan dengan kursi besar yang akan menjadi pusat di rapat. Dulu, dia akan grogi dan lebih banyak diam, tak tahu harus merespon seperti apa kecuali hal-hal umum atau yang sudah dipelajari saja. Laila dan pegawai lain juga sesekali akan khawatir dan memastika
Setelah dua hari lalu Raden mengirim pesan dengan emotikon yang sama sekali tidak cocok dengannya, tiba juga hari di mana mereka akan bertemu. Anehnya, Raden tidak mnegatakan apa pun mengenai pertemuan mereka seakan tak pernah menjanjikan hal tersebut. Entah jam berapa dan di mana mereka akan bertemu. "Apa dia benar-benar tak ingat?" gumam Anna sendirian. Gara-gara itu juga sedari tadi dia tidak bisa fokus dan terus mencuri-curi pandang pada ponsel berlogo apel di samping komputer. Merasa penasaran ini tak lagi terbendung, dia putuskan untuk mengambil ponsel dan bertanya secara langsung melalui telepon. Nyaris saja Anna menekan kontak Raden seandainya seseorang tidak mengetuk pintunya untuk diperbolehkan masuk. Kembali ia geletakkan ponsel itu dan menyuruh sang pengetuk masuk. Rupanya itu adalah Laila. "Kenapa kamu ke sini? Apakah ada masalah?" "Tidak, Pak. Hanya saja saya ingin memberi laporan kepada Anda," beritahu Laila sesudah kembali menutup pintu dengan
Di tengan sejuknya udara malam, suara kapal yang melewati air berdesir, bintang-bintang di langit yang remang-remang tertutup cahaya kota, saat itulah Anna mendengar seseorang membisikkan sesuatu di ujung telinga. "I love you to the moon and back." Barusan saja pernyataan cinta itu membuat jantung Anna terasa seperti berhenti berdetak selama satu detik. Padahal dia sudah menduga hal seperti ini bisa saja terjai, tapi ternyata tetap terkejut seakan sejak awal tidak tahu apa-apa. Lidahnya terasa kaku padahal ingin berkata-kata, tapi digantikan dengan gerakan tubuh yang ingin memutar ke belakang agar bisa langsung berhadapan pada sang suami. Menyadari gerakan kecil itu, justru Raden mengeratkan pelukannya dan menahan Anna untuk diam secara penuh. "Jangan bergerak. Kita nikmati malam ini dengan seperti ini." Baiklah, Anna menuruti permintaan tersebut. Tak lagi dia bergerak dan kembali menatap langit. Seiring keheningan berlalu, suara alunan musik
Hari ini Noah diminta Malik untuk pergi bersama bermain golf di lapangan yang sudah disewa khusus. Kebetulan sedang tidak ada semua hal yang harus diurus sudah terkendali olehnya sehingga permintaan itu disanggupi meski harus mengambil tengah jam kerja. Lapangan hijau itu adalah lapangan yang sangat luas. Bahkan jika masih ada lima sampai enam orang bermain golf di sana selain mereka, pasti suasana akan tetap terasa sepi saking lebarnya lapangan. Hal itu membuat Noah semakin penasaran, mengapa Malik harus mereservasi lapangan seluas ini untuk bermain berdua saja? Ketika pria muda itu tiba, sudah ada Malik yang memukul bola putih dan memandang jauh untuk memastikan bola tersebut masuk ke lubang target. Noah sempat memperhatikan arah pukulan itu dan bisa langsung menebak. "Pukulan tadi agak meleset, ya?" "Benar. Sepertinya aku terlalu lama tidak memainkan ini," keluh Malik sebelum berbalik untuk mengambil bola. Sekali lagi tubuhnya diposisikan siap memuku