'Atau jangan-jangan mas Seno mengetahui sesuatu tentang akun tersebut. Atau bahkan mungkin dia mengenalnya. Apa dia sengaja baru memberitahuku sekarang, karena dia takut kalau aku akan tersinggung. Tapi kenapa dia berani menjelek-jelekkan sepupunya sendiri kepada aku? aku kan suaminya.
Yang jelas aku sangat yakin istriku bukan tipe orang seperti itu. Aku sudah melihat sendiri di aplikasi itu, Ria tidak menanggapi komentar akun [R. Ardiansyah] dan tidak berbalas pesan dengannya. Itu sudah cukup bagiku untuk mempercayai Ria. Menendengarkan mas Seno malah bikin pusing.' Batin Hamid setelah mentelaah cerita dari mas Seno.
Hamid tidak mau ambil pusing dengan omongan mas Seno. Dia lebih percaya dengan istrinya. karena kesetiaannya sudah tidak usah diragukan lagi. Kalau memang istrinya itu suka main belakang, pasti sejak lama Hamid sudah berstatus du*a.
"Sudahlah mas, jangan bahas itu aku tidak mau memikirkan hal yang aneh-aneh. Sekarang sudah waktunya kerja mas. Aku duluan."
Hamid meninggalkan Seno begitu saja. Dia bergegas menuju tempat kerja. Sedangkan Seno tetap di tempat sambil marah-marah atas sikap Hamid kepadanya.
"Woooo.. das*r bocah kurang *j*r susah banget kalau dikasih tahu." Sambil menunjuk Hamid menggunakan jari telunjuknya. Dia berasa gagal telah memberitahu Hamid atau lebih tepatnya menghasut Hamid.
Karena pembangunan proyek yang dikerjakan Hamid sedang di kejar deadline. Untuk mempercepat pembangunan proyek tersebut, semua pekerja diminta untuk lembur. Kali ini Hamid mengambil lembur karena badannya sudah benar-benar sehat. Selain itu dia bisa mendapatkan upah yang lumayan banyak dari jam kerja normal.
------
Kali ini Ria masuk kerja shift sore. Berangkat jam 3 pulang jam 10 malam.
Karena malam ini adalah minggu. Rumah makan tersebut sangat ramai penuh dengan pengunjung.
Dari sekian banyak pengunjung, Ria menangkap seorang laki-laki yang wajahnya yang sudah tidak asing lagi. Sedang duduk tidak jauh dari meja kasir.
'Loh... itu kan Pak Cipto, suami Bik Murti. Tapi itu siapa yang duduk di sebelahnya? masak itu Bik Murti tapi kok cantik banget, kelihatan mesra.'
Laki-laki itu berusia sekitar setengah abad, berambut jarang bisa dibilang botak karena faktor usia, mempunyai kumis agak tebal, dan perutnya sedikit mengembang maju ke depan.
Namun kali ini berbeda laki-laki itu datang dengan seorang wanita yang belum pernah Ria kenal. Wanita yang sedang duduk di sebelahnya itu terlihat lebih muda dan cantik berkulit putih berbadan ramping rambutnya panjang sebahu dan senyumnya sangat manis sekali.
Ada sedikit rasa penasaran menghampiri Ria.
Disela-sela melayani pelanggan, Ria melihat dengan lebih seksama dan ternyata benar memang wanita itu bukan Bik Murti.'Astagfirullah.. dia bukan Bik Murti, karena Bik Murti tidak secantik itu. Kalau anaknya pun juga bukan, kan anaknya laki-laki semua. Ya Allah semoga pikiranku ini salah. Mudah-mudahan wanita itu saudaranya yang belum aku kenal.'
Tidak lama kemudian, pak Cipto dan wanita tersebut menghampiri Ria untuk membayar makanan mereka. Ria pura-pura tidak tahu takutnya nanti malu atau merasa tidak enak kalau di sapa.
"Kayaknya saya kenal, ini mbak Ria istri mas Hamid kan?"
"Eemmm iya pak." Ria sedikit ragu untuk menjawab pertanyaan pak Cipto takut nanti ada masalah dengannya.
"Oh.. jadi sekarang mba Ria kerja di sini."
"Iya pak Cipto."
"Saya duluan ya mbak Ria." Pak Cipto berpamitan dengan Ria.
"Baik pak silakan." Jawabnya dengan ramah.
'Ya Allah rasanya lega sekali mereka sudah pergi.'
"Mbak Ria kenal dengan Pak Cipto mbk?" tanya salah satu rekan kerjanya, Desi.
"Iya kenal. Kenapa Des?"
"Dia adalah salah satu pelanggan tetap di sini loh mbk, beliau sering banget makan malam ke sini bareng istrinya. Kapan lalu juga kesini tapi mbak Ria pas ke kamar mandi. Istrinya cantik dan masih muda ya mbak. Pasti seneng banget punya istri secantik itu."
Ria hanya melongo mendengar cerita dari Desi.
Tak lama kemudian Pak Cipto kembali masuk ke rumah makan dan mendatangi Ria. Dia memberikan sebuah amplop berwarna coklat dan disodorkan kepada Ria.
Dengan membisikkan sesuatu kepadanya.Tak lama kemudian Pak Cipto kembali masuk ke rumah makan dan mendatangi Ria. Dia memberikan sebuah amplop berwarna coklat dan disodorkan kepada Ria.Dengan membisikkan sesuatu kepadanya."Mbak Ria, sudah tahu kan apa yang harus mbk Ria lakukan!"Deg...Rasanya jantung Ria berhenti berdetak mendengar kata-kata dari Pak Cipto.Mulutnya diam membisu dengan seribu bahasa, dia tak bisa berbicara apa-apa, kaki dan tangan lemas sampai-sampai tidak bisa digerakkan.'Harusnya tadi aku segera pergi ke toilet, jika masalahnya akan menjadi seperti ini. Ya Allah apa yang harus hamba lakukan? hamba tidak bisa menerima uang yang seperti ini. Ya Allah tolong aku!'Setelah memberikan amplop itu, Pak Cipto bergegas pergi meninggalkan Ria yang sedang terpaku di tempatnya.Kemudian Ria meraih amplop itu dengan tangan bergetar.'Astagfirullah ini isinya uang. Dan pastinya ini jumlahnya tidaklah sedikit." Ria hanya meraba amplop tersebut ta
Bab 9Di sisi lain. Pak Cipto sampai rumah sekitar pukul 11 malam. Setelah turun dari mobil, lelaki itu disambut dengan istrinya, Bik Murti."Pah, kenapa kamu sekarang pulangnya selalu malam? ini sudah jam berapa kok baru pulang? kamu itu punya wanita lain atau gimana sih pah?" Bik Murti langsung memberondong beberapa pertanyaan."Masih meeting tadi mah, kamu itu bawaannya curiga melulu, mah. Mana mungkin aku punya wanita lain. Cukup kamu yang ada di sampingku." Rayu Pak Cipto sambil melingkarkan tangannya ke pundak Bik Murti.Kali ini Bik Murti melepaskan tangan Pak Cipto dengan kasar. Dia mencium aroma minyak wangi Pak Cipto yang tak biasanya."Pah, aku tanya jawab dengan jujur. Ini minyak wangi siapa yang kamu pakek Pah? ini bukan punya kamu. Ini bau minyak wangi perempuan."'Haduuuhhh... tadi aku keliru lagi ambil minyak wangi milik Rosa, waktu aku selesai bermain dengannya. Nanti kalau istriku mengetahui minyak wangi itu milik Rosa, pas
10."Ya Allah, Bik Murti kamu kenapa?"Tidak banyak tanya bicara Ria langsung membantu Bik Murti berdiri, dan membawanya masuk ke dalam rumah, tidak lupa di ambilkan nya segelas air minum.'Sesama perempuan aku sungguh tak tega melihat Bik Murti diperlakukan seperti ini oleh Pak Cipto. Ya Allah pasti Bik Murti adalah korban KDRT, sudah diselingkuhi dipukuli juga. Astagfirullah.'"Sabar ya Bik Murti." Ria mencoba menenangkan Bik Murti sambil menyeka wajahnya yang babak belur.-------Hari ini Tya masuk shift pagi, tak lupa uang suap dari Pak Cipto sudah dia siapkan."Des, kalau Pak Cipto makan ke sini jangan lupa beritahu aku ya!""Barusan Pak Cipto sudah kesini sama istrinya mbak Ria, tapi makanannya dibungkus." Jawab Desi.'Berarti setelah bertengkar dengan Bik Murti Pak Cipto pergi ke rumah wanitanya itu. Kasian banget kamu Bik.'Kemudian Ria melanjutkan pekerjaannya,Kurang lebih jam 14:00
11."Pak, jangan Pak!"Ria berteriak saat tangannya dise**uh oleh lelaki itu.Karena reflek, tangan Ria tidak sengaja men***ar wajah lelaki tua itu.Namun bukannya emosi Pak Cipto malah tertawa senang. Merasa senang seperti tertantang untuk mendapatkan Ria. Mobil itu sekarang melaju dengan sangat cepat. Saking cepatnya membuat Ria ketakutan."Pak, pelan-pelan dong, pak." Ria ketakutan melihat cara nyetir Pak Cipto."Kenapa? kamu takut ya? kalau pelan-pelan pasti kamu akan lompat.'Ya Allah, hamba harus bagaimana ini! bantu hamba ya Allah.' Ria sangat takut sekaliSesekali tangannya yang sudah mulai keriput itu mencolek Ria, bahkan di area yang sensitif."Pak, jangan pak!" teriak Ria berulang ulang."Hentikan teriakanmu Ria. Apa yang kamu lakukan ini akan membuat kamu menyesal.""Tolong Pak Cipto jangan mencolek-colek badan saya seperti itu. Nanti saya akan lompat pak.""Lompat saja Ria, kalau k
12 "Bismillahirrahmanirrahim... " "Riaaaa... jangan Riaaa...!" teriak Pak Cipto. Namun, Ria tak mendengarkan teriakan Pak Cipto, dia langsung melompat dari mobil yang telah ditumpanginya. Sebelumnya memang Ria sudah memperhatikan situasi dan kondisi sekeliling jalan yang sedang mereka lewati itu. Karena jalan tersebut memungkinkan untuk Ria kabur, dan ditambah laju mobil Pak Cipto mulai sedikit melambat karena di depan ada rambu lalu lintas yang sedang berganti warna merah, tanda kendaraan harus berhenti sejenak. Karena ada kesempatan itulah dia langsung membuka pintu dan melompat keluar. Pak Cipto sangat marah atas kepergian Ria.Dia berjanji akan membalas Ria dengan balasan yang sangat pedih. Ketika keluar dari mobil Pak Cipto, badan Ria terjatuh dan terbentur aspal jalan. Jadi, terdapat beberapa luka di badannya, salah satunya luka di kaki hingga dia kesulitan untuk berjalan dengan sempurna. Dengan cepat-cepa
13"Riaaa... Riaa... keluar kamu!"'Astagfirullah, siapa ya itu yang sedang berteriak-teriak memanggil namaku?'Kemudian Ria keluar rumah dengan kaki yang sedikit pincang. Didapati Bik Murti dengan wajah yang sedang merah padam menahan emosi yang sedang mendidih ingin minta keluar."Bik Murti?""Iya, ini aku. Kenapa? kamu kaget?"Bik Murti berdiri sambil mengacak pinggang. Rasa amarah sudah menguasainya. Matanya sedang melotot seperti mau lepas dari tempatnya."Ada apa ya Bik, kok Bik Murti berteriak-teriak di luar seperti ini? mari Bik, sini masuk ke dalam!"Ria mencoba untuk tetap bersikap tenang dan berbicara ramah kepada Bik Murti. Dia tidak ingin ikut terpancing. Karena jika masalah diselesaikan dengan emosi, tidak akan mendapatkan solusi yang terbaik. Justru malah akan membuat masalah baru dan semakin rumit."Tak s*d* aku masuk ke rumahmu, d*s*r wanita pengg*da suami orang.""Astagfirullah... Bik...!!! apa
14.'Kenapa kamu lebih mempercayai Pak Cipto, Bik? Bahkan atas semua perlakuannya kepadamu selama ini. Kau hanya diam saja dan memaafkannya. Kamu pun tak mau jika kekerasan yang dilakukan Pak Cipto aku laporkan Polisi. Kenapa sih Bik? aku tak tahu apa yang kau pikirkan Bik Murti'.'Kalau aku punya uang untuk sewa pengacara dan mempunyai bukti yang cukup, pasti aku sudah laporkan Pak Cipto ke polisi. Aku tak mau kalau nanti ada orang yang mengalami nasib sepertiku, dilecehkan oleh Pak Cipto. Namun bagaimana lagi uangku hanya cukup makan dan membiayai sekolah Fahmi''Ah sudahlah tak perlu terlalu diratapi, semua sudah terjadi jika memang Bik Murti lebih mempercai Pak Cipto ya terserah dia saja.Mungkin karena Bik Murti terlalu mencintai suaminya sehingga sampai tak bisa melihat mana yang benar dengan mana yang salah'.Ria masih dalam keadaan kalut atas kejadian yang akhir-akhir ini menimpanya.Di sisi lain ibu-ibu yang sedang berbelanja ma
15.Di tempat lainPak Cipto yang sudah bersiap-siap untuk berangkat bekerja dengan mengenakan jas kebanggannya membawa sebuah koper yang berisikan baju dan perlengkapan lainnya."Mah aku hari ini jadi berangkat luar kota ya. Kamu hati-hati di rumah. Selama di sana kamu jangan sering-sering telfon aku, soalnya kan aku bersama rekan bisnis mah, mau bicarain masalah penting berkaitan kemajuan perusahaan kita. Takutnya orangnya gak nyaman"."Orang dari kantor yang kamu ajak menemani ke luar kota siapa, Pah?""Tentu saja Rosa Mah, siapa lagi? dia kan sekretaris aku"."Cuman Rosa saja?""Iya...""Kamu jangan aneh-aneh sama Rosa di belakangku loh Pah!""Tenang saja sayang, aku pasti setia sama kamu. Kamu jangan punya pikiran yang aneh-aneh dong! rosa itu sudah aku anggap anak sendiri. Wong usianya masih dua puluh lima tahun hampir sama dengan anak kita"."Sarapan dulu Pah!" pinta Bik Murti."Tidak Mah nanti
"Bagaimana ini Tya?" "Sudahlah Mbak, jangan terlalu dipikirkan! Biarkan Mas Seno yang menanggung. Kalau aku boleh saran lepaskan saja Mas Seno, Mbak. Semenjak tahu mengenai perlakuan buruk Mas Seno, kepada Mbak Niken aku sudah tidak respect lagi kepadanya. Aku takut kalau Mas Seno akan menyakiti Mbak lagi." "Aku sebetulnya juga sudah tidak ingin meneruskan hubungan ini dengan Mas Seno,Tya. Tapi, aku tidak tega dengan Hani. Aku tak tega jika Hani tahu Ibu dan Ayahnya sudah tidak bersama." "Tapi coba pikirkan baik-baik, Mbak! Aku juga tidak memaksa. Aku soalnya sangat kepikiran jika Mbak Niken masih bertahan dengan Mas Seno. Coba bayangkan jika Hani tahu kalau selama ini Mbak Niken diperlakukan dengan kasar. Sampai sekarang pun Mbak Niken juga tidak beri nafkah." "Iya Tya." Niken terlihat cemas ada perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya. Sebenarnya saat dia datang di rumah Bu Rahmi dia berencana akan menggugat cerai suaminya. Tapi saat setelah melihat anaknya dia kembali mengurung
"Mas Seno menghilang Dek." "Menghilang? Maksudnya bagaimana?" "Mas Seno membawa kabur upah para pekerja termasuk upahku juga dia bawa kabur." "Ya Allah kok bisa begitu Mas?" "Awalnya dia memberikan upah itu tidak utuh, katanya untuk tabungan gitu. Aku sempat curiga dan beberapa orang yang lain juga menolak. Tapi Mas Seno meyakinkan kami lagi, kalau ini peraturan dari pihak atasan jadi para pekerja diwajibkan. Itu terjadi selama empat bulan. Dan bulan kelima upah yang seharusnya kita terima belum dia berikan, katanya ada keterlambatan. Dari situlah akhirnya aku yakin kalau kecurigaan selama ini adalah benar." "Kemudian kami berembuk untuk menanyakan ke atasan untuk keterlambatan upah dan sistem tabungan yang disampaikan Mas Seno. Setelah kami bertemu dengan atasan, ternyata apa yang disampaikan Mas Seno itu hanya karangan dia saja, kita sudah ditipu. Setelah kebohongan Mas Seno terbongkar, dia pun pergi entah kemana. Kita cari-cari tidak ketemu. Kita mencoba menghubungi saja tidak
"Kamu buka sendiri kalau sudah di rumah!" perintah Bu Martha."Baik Tante, Ria dan Mas Hamid pulang dulu."Kemudian mereka pulang berdua. Tak lupa mobil Ria, mereka kendarai."Mas, aku kok jadi penasaran dengan amplop coklat ini.""Sudahlah, nanti kalau sudah tiba di rumah langsung kamu buka," kata Hamid sambil tersenyum melihat perilaku istrinya itu."Tapi kita sekarang mau kemana, Mas?""Kita jalan-jalan dulu berdua, sudah lama kan, kita nggak pernah jalan berdua? Anggap saja kita lagi pacaran," kata Hamid sambil tersenyum. Tak lupa tangannya memegang tangan Ria, dengan lembut."Tapi, Mas. Aku pakai baju seperti ini. Malulah nanti kalau dilihatin orang-orang!""Tidak apa-apa, setelah ini kita mampir dulu beli baju.""Iya Mas."Mereka saling tersenyum bersama. Sudah lama sekali mereka tidak melakukan kegiatan ini berdua, semenjak kebangkrutan Hamid. Jangankan jalan-jalan, buat makan sehari-hari saja mereka harus mengirit.Setelah selesai berbelanja baju untuk Ria, Hamid pergi ke temp
"Seno sudah tahu tentang masalah ini belum, Niken?""Saya belum memberitahu kepada dia, Bu. Entahlah rasanya sekarang sudah tidak penting lagi untuk memberitahukan semua kejadian ini kepada mas Seno. Mas Seno sudah tidak perhatian lagi kepada kami. Makanya saya nekad untuk bekerja karena memang Mas Seno sudah tidak peduli.""Tidak peduli, apa maksud kamu, Niken?" tanya Bu Rahmi kaget."Selama ini Mas Seno sudah tidak memberi nafkah kami, Bu. Bahkan tak jarang dia melakukan kekerasan kepadaku.""Ya Allah..." Bu Rahmi bisa memahami apa yang di rasakan mbk Niken. Dia ikut bersedih mendengar pengakuan dari Niken."Kamu itu sudah aku anggap sebagai anak aku sendiri Niken, jika aku mendengar seperti rasanya hatiku teriris-iris, tidak ikhlas.""Kalau begitu kamu tinggal di sini aja, Niken! Kamu bisa bantu-bantu masak di sini. Apalagi sekarang usahaku mulai tumbuh sangat pesat, karena Tya sekarang juga memasarkannya di media sosial.""Tapi, aku sudah banyak menyusahkan keluarga Bu Rahmi. Apal
"Siapa ya? kok kayak mbak Niken. Tapi itu dia naik mobilnya siapa?" Sesosok perempuan itu akhirnya sudah sampai di depan rumah pintu Bu Rahmi dan tak lama kemudian pintu itu berbunyi dengan suara ketokan yang sangat keras dan terburu-buru. Tya bergegas membuka pintu itu. Setelah pintu itu terbuka ternyata benar dia adalah mbak Niken. "Mbak Niken?" tanya Tya. Tya menemukan Niken yang memakai pakaian minim namun bagian dadanya dia tutup menggunakan jaket. "Iya Tya ini aku Niken. Aku mau ajak Hani pulang ke kampung. Dimana dia sekarang?" tanya mbak Niken terlihat terburu-buru. "Dia sedang tidur mbk. Pulang kampung besok saja mbk, biarkan Hani tidur." "Tidak ada waktu lagi Tya. Aku sudah terburu-buru." "Tapi kenapa mbak?" Tya mencegah mbak Niken masuk ke kamar dimana Hani sedang tidur bersama ibu Rahmi. "Tolong jelaskan sebentar saja kepadaku mbk! supaya aku tidak berfikiran kotor kepada mbak Niken." Memang saat Tya melihat penampakan Niken sekarang, pikirannya sudah traveling k
28"Bu, bukannya Tya membela mas Hamid. Tapi Tya yakin banget kalau mas Hamid tidak akan melakukan hal itu kepada kak Ria. Percayalah bu. Aku saja bisa yakin, kenapa ibu tidak? jadi aku mohon percayalah ini hanyalah salah paham," ujar Ria sambil memegang tangan ibunya."Memang dulu mas Hamid itu kaya bu, mau keluar duit berapa aja gampang. Tapi bagaimanapun namanya kehidupan ya pasti ada saja cobaannya. Roda kehidupan itu berputar bu, kadang di bawah kadang juga di atas. Sedangkan mas Hamid dulu di atas sekarang sedang di uji dengan posisi di bawah. Yang penting sekarang mas Hamid juga sudah berusaha untuk bekerja meski hanya sebagai kuli bangunan itu tandanya mas Hamid bertanggung jawab dengan keluarganya, bu. Coba ingat-ingat dulu perjalanan ibu untuk bisa seperti ini bagaimana, pasti ada naik turunnya kan bu? gak tiba-tiba langsung kaya, kan tidak. Semua perlu proses. Ingat tidak, ketika kita tinggal di rumah yang sangat kecil dan ibu menitipkan hasil masakan ke tok
27"Baik kak, Tya pulang dulu assalamu'alaikum," pamit Tya kemudian pergi mengendarai motornya.Setelah sampai di rumah Tya langsung memarkirkan motornya di garasi, kemudian sambil berjalan Tya mengambil ponselnya di dalam tas kecil yang terselempang di pundaknya. Kemudian segera di buka chat yang dikirimkannya tadi kepada mas Seno dan ternyata, mas Seno masih belum juga membukanya."Mungkin mas Seno juga lembur seperti mas Hamid, ya udahlah aku tungguin aja balasan dari mah Seno. Aku gak jadi telfon nanti takutnya ganggu bisa-bisa mas Seno marah lagi sama aku," ujar Tya sambil menutup aplikasi hijau di ponselnya.Ketika Tya baru saja masuk ke dalan rumah, Tya di kejutkan suara dari balik pintu."Tya, kamu sudah dapat kabar mengenai Niken?"Dari tadi Bu Rahmi menanti kedatangan Tya di ruang tamu. Beliau berharap Tya mendapatkan petunjuk kemana perginya Niken, istri Seno."Astagfirullah, ibu... bikin kaget saja.""Gitu saj
26"Sebetulnya sudah dari dulu mbk Niken jarang dikasih uang sama mas Seno, mbak. Dia yang cerita ke aku langsung. Bahkan aku juga pernah menemukan mbak Niken bekerja menjadi penjaga toko. Aku bingung juga ya dengan mas Seno, ngomongnya aja yang besar namun realitanya tidak sesuai. Kasihan Hani dan mbak Niken," ujar Tya."Memang dari dulu mas Seno itu ibarat kata tong kosong nyaring bunyinya, kupikir setelah menikah dia berubah, apalagi dapat istri seperti mbak Niken. Aku sangat mengenal mbak Niken, dia orangnya kalem dan mandiri. Tapi mungkin mas Seno jadi keenakan punya istri mandiri. Jarang minta-minta kepada dia," ujar Ria."Terus kamu udah tahu belum siapa pelaku penyebar fitnah, kalau mas Hamid sudah berselingkuh?" tanya Ria kepada adiknya."Aku sih curiganya dengan mas Seno mbak. Kapan lalu saat mbak Ria pergi itu kan aku ke sini tiba-tiba ibu menanyakan mbak Ria dan curiga mbak Ria ada masalah dengan mas Hamid. Aku lihat memang ada ora
25"Maaf ya, saya tidak kenal. Anda mungkin sudah salah orang," jawab Mbak Niken atau seseorang yang sangat mirip Mbak Niken.Degg... Ria kaget dan hanya bisa terdiam di tempatnya.'Masak iya, salah orang? tapi kalau dilihat dari mata hidung dan tahi lalatnya mirip sekali. Apa lagi di tangannya, terdapat tanda lahir berwarna hitam yang bentuknya sangat mirip dengan mbak Niken. Tidak mungkin aku salah orang,' ujar Ria dalam hati."Oh... iya maaf iya, soalnya wajahnya mirip sekali dengan mbk Niken, istri sepupu saya. Kalau begitu saya pamit dulu, permisi," ujar Ria.Wanita itu sedikit gugup saat Ria menyebutkan nama Niken. Dia merasa sedikit kurang nyaman."Iya, tidak apa-apa mbk," jawab wanita itu.Setelah berpamitan, Ria kemudian cepat-cepat pergi dari tempatnya. Sekarang Ria langsung menuju lantai dua, ruangan tempat dia bekerja.Waktu menunjukkan pukul 17:00 waktunya Ria pulang bekerja. Sore ini dia pulang