Terlihat Melisa sibuk sekali mengambil foto kakaknya, Yoga dan Riana yang tengah memakai kebaya putih nan anggun.Ya, hari ini adalah hari pernikahan antara Yoga dan Riana. Pernikahan tersebut tak terkesan mewah, sebab hanya dilaksanakan secara sirih. Dan keluarga Yoga berencana untuk meresmikan pernikahan tersebut ketika nanti perceraian antara Yoga dan Lia resmi terjadi. Dan Riana sendiri sangat tidak keberatan dengan keputusan tersebut."Kamu tidak usah khawatir, Sayang, nanti ketika perceraian Yoga dan Lia resmi, maka pernikahan kalian juga akan segera ibu resmikan. Ibu akan mengadakan pesta besar-besaran untukmu. Ibu janji deh, nggak bakal bohong." Bu Lasmi meyakinkan Riana. Bagaimanapun, Bu Lasmi tidak ingin membuat Riana kecewa.Riana sama sekali tak terlihat keberatan. Jauh di lubuk hatinya, Riana sesungguhnya merasa bersyukur, sebab pernikahan itu telah membuat janin yang ada di kandungannya busa mendapatkan sosok seseorang yang bisa ia panggil dengan sebutan "ayah"."Mbak R
"Bu, Tolong ambilin Riana makan malam dan juga sekalian tolong bawain ke kamar ya, Bu! Habis Tadi kata Riana kakinya sakit, pegal, dan susah buat diajak jalan, Bu." Yoga berkata pada ibunya."Emang istrimu kenapa, Yoga? Ibu kok jadi khawatir ya sama dia. Baiklah, baiklah ibu akan bawain makan malam ke kamarnya. Atau lebih baik nanti kamu bawa ajah istri kamu ke ke dokter kandungan langsung. Ibu khawatir kalo cucu dan mantu tersayang ibu kenalan-napa." ujar Bu Lasmi."Aku udah nawarin sama dia, Bu. Tapi dianya nolak. Katanya ntar aja. Aku enggak bisa maksa dia, Bu. Habis kayaknya dia kecapean banget. kasihankan." ucap Yoga."Ya nggak apa-apa kalau begitu. Kalau dia nggak mau sekarang, ya besok aja nggak apa. Mungkin juga sih bisa jadi dia capek kalau harus diajak malam-malam kayak gini. Ya udah, pokoknya kamu perhatiin istrimu! kalo misalnya ada kenapa-napa cepet bilang sama ibu." Bu Lasmi mengingatkan."Sebentar Ibu ambilkan makan malam untuknya?."Bu Ladmi bergegas menuju ke belakang
Riana beserta kedua orang tuanya keluar dari area gedung. Di di samping mereka berjalan secara beriringan Ricardo dam Pak Hamid. Pak Hamid adalah seseorang yang membeli rumahnya Lia.Sebagai ucapan terimakasih dan untuk mempererat tali silaturahmi, keluarga Lia mengajak Pak Hamid untuk mampir di sebuah restoran untuk menikmati makan siang bersama-sama.Pak Hamid tidak menolak tawaran tersebut.Sedangkan Pak Richardo sendiri tidak bisa untuk ikut menikmati makan siang bersama mereka, dikarenakan ada urusan tertentu yang membuatnya harus segera pulang."Aku sangat bersyukur bisa membeli rumah itu, Pak Edwin." Pak Hamid bertutur."Ya, kami juga berterima kasih sama Pak Hamid yang udah bersedia membeli rumah anak kami. Rencananya Lia akan segera pindah dari sana dan mencari tempat tinggal baru di Jakarta. Kurasa di Jakarta ini juga tidak akan kalah menarik untuk dijadikan tempat untuk berinvestasi. Bahkan lebih baik." ujar Pak Edwin."Oh gitu toh alasannya. Sebelumnya juga saya mikir ke
"Hei! Kalian orang miskin jangan terlalu banyak omong!" umpat Bu Lasmi."Dari tadi kudengar kamu ini selalu saja koar-koar bilang kami miskin! Kalo Anda udah merasa kaya, sebaiknya jangan menyombongkan diri!""Aku tidak menyambung diri. Tapi kayaknya aku rmang harus ngatain itu sana kalian! Supaya kalian tahu siapa kami!" "Kalian nggak perlu koar-koar nunjukkin diri kaluan ke orang lain. Dari cara kalian ajah, orang yang melihat udah bisa menilai bagaimana keadaan kalian!" tanggap Bu Aleena."Tentu saja, Aleena! Orang nisa menilai siapa kami." sahut Bu Lasmi."Kamu dan Lia ajah yamg rupanya sama-sama tidak sadar diri. Udah miskin pintar bicara saja. Perlu dong aku nunjukin diri buat kalian yang nggak tahu malu!" balas Bu Lasmi.Mulut Bu Lasmi tidak bisa di hentikan begitu saja. Ia bermaksud untuk ingin membuat Bu Aleena semakin sakit hati. kendatipun yang terjadi justru sebaliknya."Kurasa kata-kata itu lebih tepat di tujukan buat kamu dan anak-anakmu sendiri, Bu Lasmi!" Bu Lina berk
Perceraian itu pun resmi terjadi. Hingga saat ini tidak ada satupun ikatan yang mengikat diantara Yoga dan Lia.Keluarga Yoga merasa banyak mendapatkan kemenangan karena ini. Yang pertama semua biaya perceraian yang dibebankan kepada Lia. Dengan begitu mereka merasa jika mereka tidak repot dengan urusan tersebut.Yang kedua, keluarga Yoga menganggap semua ini adalah takdir yang baik buat mereka. Yang menandakan Kalau Tuhan tengah berpihak pada mereka.Uang yang seharusnya mereka keluarkan untuk mengurus segala keperluan untuk perceraian bisa mereka pakai untuk mengurus acara pesta pernikahan Yoga dan istri barunya.Dan hari ini, pesta pernikahan tersebut dilaksanakan di sebuah gedung mewah yang di desain dengan dekorasi sedemikian rupa, dengan lonse outdoor.Untuk bisa membuat pesta yang sebegitu meriah, Bu Lasmi dan keluarganya tak tanggung-tanggung mengeluarkan biaya mahal dan itu semua demi janji yang telah Bu Lasmi katakan pada Riana sebelumnya. Tidak peduli uang hasil menggadaik
Sementara wanita yang dielu-elukan oleh banyak orang tersebut maju kian mendekat. Senyum anggun nan cantik wanita itu terlihat jelas di mata setiap orang yang memandang.Terkesima! Itulah kata yang terciprat dari muka setiap orang yang melirik. Langkah wanita itu menjadi sorotan. Bahkan perhatian orang-orang jauh lebih memperhatikan wanita itu daripada kedua mempelai sendiri.Bu Lasmi pun tertegun. Demikian pula halnya dengan Melisa. Kedua wanita yang tadinya berbangga hati itu sekarang menjadi bungkam. Bu Lasmi mencoba mencubit pipinya sendiri. Memastikan kalau ini bukanlah mimpi."Aw sakit ...!" gumamnya.Artinya ini benar-benar nyata. Bukan mimpi seperti yang Bu Lasmi harapkan."Bu! Ibu apa apaan?" Melisa berkata gelisah.Bu Lasmi menoleh."Ibu lihat nggak? Itu beneran Lia yang datang, Bu! Bagaimana bisa dia jadi kayak gini? Apa yang harus kita lakuin? Lia udah semakin dekat tuh." Melisa berucap masih dengan nada gelisah dan khawatir."I... Ibu juga nggak tahu harus ngelakuin apa,
Bu Lasmi lagi-lagi terdiam. Memang benar apa yang Bu Aleena katakan, memang Bu Lasmi sendiri yang telah mengirimkan undangan kepada dua orang tersebut. Bahkan bukan cuma via undangan, tapi lewat via telepon pun Bu Lasmi telah terlanjur berkata-kata buruk dalam mengundang mereka.Sementara itu, Yoga kembali menatap Lia tak berkedip. Kontan saja tingkah Yoga membuat Riana semakin dongkol melihatnya.Dengan tidak mempedulikan Yoga yang sedari tadi memperhatikannya, Lia melangkah mendekati Riana yang justru terlihat gugup kali ini."Selamat atas pernikahan kalian Riana! Aku turut bersukacita karena pernikahan kalian. Semoga bahagia dan awet hubungan kalian!"Lia mengulurkan tangannya sambil Mengucap selamat untuk Riana. Dengan perasaan canggung Riana menyambut uluran tangan dari istri pertama suaminya tersebut. Orang yang dulu ia remehkan ternyata sekarang mampu membuatnya merasa cemburu. "Lia, maaf jika selama ini aku nggak sempat menjenguk kalian ke Jakarta. Sebenarnya aku mau sih me
"Bisa-bisanya kamu memuji Lia di hadapanku? Kamu kira aku senang mendengarnya, Yoga? Baru ngeliat penampilan Lia segitu aja kamu udah kelihatan kembali tertarik sama dia." Riana mengomel tidak keluar membuat beberapa tamu undangan semakin ilfil melihat mereka."Maaf, maaf, aku bukannya tertarik sama dia, Sayang. Tadi aku... aku cuma keceplosan." jawab Yoga dengan terburu-buru."Nggak usah bohong kamu! Aku udah bisa lihat kok dari cara kamu sejak Lia datang sampe dia pulang." Riana menggerutu kesal.Sedangkan Yoga terlihat meraba pipinya yang memerah sebab tamparan Riana barusan cukup keras dan menyakitkan.Jadilah pada hari itu acara resepsi pernikahan mewah tersebut berubah menjadi sebuah drama yang memalukan bagi Yoga dan keluarganya. Terlebih-lebih lagi Bu Lasmi dan Melisa. Terasa mereka berdua ditampar oleh kedatangan Lia dan Bu Aleena.***"Aku gak nyangka akan bakalan jadi kayak gini, Bu. Acara pernikahan Kak Yoga kerasa jadi amat berantakan. Asli deh aku kesel banget sama keda
Beberapa tahun kemudian, setelah sekian lama hidup dalam jeruji besi, Bu Lasmi dan Yoga keluar dalam keadaan menanggung kemiskinan.keadaan jauh lebih sulit. Tak ada rumah untuk Bernaung dan tak ada tempat untuk pekerjaan.Sedangkan Melissa, sekarang anak itu harus meringkuk di sudut ruangan sempit di pojok ruang kontrakan. Tak ada lagi yang bisa di harapkan dari gadis itu. Penyakit HIV yang menyerangnya membuatnya tak bisa melakukan apa-apa. Penyakit yang menggerogoti Melissa juga membuat orang-orang menjauh dari mereka. Mereka di kucilkan.Sementara Bu Lasmi yang juga sudah menua dan tulang punggung yang membungkuk juga tak bisa melakukan apa-apa. Keadaan yang benar-benar menyedihkan. Seiring usia tua yang menyongsong hidupnya, telinga Bu Lasmi tak bisa lagi berfungsi dengan baik, begitupun dengan indera penglihatan yang ia miliki. Wanita yang dulu selalu mau menang sendiri tersebut harus menerima takdirnya sebagai wanita tua yang tuli dan hampir buta.Akhirnya dengan segala perti
Sementara itu, di sebuah gedung yang cukup mewah, sebuah pesta pernikahan di adakan. Dengan dekorasi yang menawan dan elegan, pesta perayaan itu terlihat begitu megah.Di deretan parkir, deretan mobil mewah berjejer, menunjukkan bahwa sebagian besar tamu yang hadir di sana bukanlah orang biasa.Benar-benar luar biasa.Yoga yang kebetulan baru saja datang ke kota Jakarta dengan harapan akan mendapatkan pekerjaan lebih baik, untuk pertama kalinya harus puas dengan menyandang tugas sebagai satpam di acara pernikahan tersebut."Mewah banget acara pernikahannya ya." celetuk teman Yoga."Iya bener, baru sekali ini sih aku melihat pesta pernikahan semewah ini. Wajar kalau bayaran kita gede. Ternyata sesuai sih sama kemewahan pestanya." Yoga menimpali."Ya iyalah, mereka bayarin kita gede. Toh kedua mempelainya memang berasal dari keluarga kaya semua, kok. Masa keluarga konglomerat bayarin kita kecil. Tuh liat tamu-tamu mereka! Rata-rata pakai mobil bagus kan. Tamu-tamu Mereka emang orang pen
Lia memegang kepalanya. Lia merasakan kepalanya sedikit pusing. Terasa kurang nyaman. Akhirnya, dengan menggunakan sepeda motornya, Lia memutuskan untuk pulang. Di tengah perjalanan, Lia merasakan pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi. “Aduuh! sepertinya aku harus berhenti dulu.” Lia meminggirkan sepeda motornya.Lia memegang kepalanya. Lia bisa merasakan keningnya panas.“Ada apa denganku? Mengapa tubuhku seperti ini?”“Seharusnya aku harus sampai di rumah lebih cepat.” batin Lia.Lia mencoba menstarter kembali sepeda motornya. Namun kepalanya terasa tak bisa diajakdi ajak bekerja sama. Pusingnya malah bertambah-tambah.Dengan kepala yang terasa berputar-putar, Lia meraih ponsel, dan mencoba menghubungi seseorang yang bisa ia hubungi.Dengan pemandangan kabur, Lia menghubungi seseorang di ponselnya.“Halo, Ma. Tolong jemput aku sekarang didepan Keiza Butik, Ma. kepalaku pusing. Aku … aku…” suara Lia terputus. “Bruukh!Wanita itu ambruk.***Samar-samar Lia membuka matanya. ha
Riana tak tahu lagi apa yang telah terjadi. Tubuhnya lemas, batinnya menangis. Semua terasa bagaikan mimpi."Kamu menipuku, Doni!" hardik Riana tiba-tiba merasa jijik dengan pria paruh baya berkepala botak di hadapannya."Maafkan aku Riana. Tapi aku sudah berusaha benar untuk bikin kamu bahagia.""Kalau kamu memang berniat untuk membuat aku bahagia, masalah kayak gini nggak akan pernah terjadi, Doni!" hardik Riana kembali."Kamu benar-benar udah bikin aku kecewa, Doni! Kurang ajar banget!" sembari terisak, Riana melangkah pergi tanpa bisa Doni mencegahnya."Setelah anak ini lahir, kamu harus bertanggung jawab dengan anak dalam perutku Ini Doni!" ucap Riana sebelum benar-benar pergi."Iya Riana. Aku janji aku akan bertanggung jawab! Tapi please tetaplah bersamaku!" "Tidak! Aku akan datang padamu ketika anak ini nanti sudah lahir dan menyerahkannya sama mu!"***Beberapa bulan berlalu, Riana membawa bayinya menuju ke sebuah rumah di mana Doni tinggal. Riana mengetahuinya setelah diberi
"Apa ini Nayla? Apa maksudmu?" Doni bangkit dari duduknya."Kurasa aku tak perlu menjelaskan untuk kedua kalinya sama kamu, Doni! Aku yakin barusan kamu sudah mendengar apa yang aku katakan Doni!" Nayla menyeringai."Tidak! Tidak, Nayla! Kau tidak sungguh-sungguh memecatku sekarang, kan? Kamu tidak bisa melakukan ini Nayla?""Kenapa tidak bisa?" Nayla bertanya balik.Terlihat muka Doni merah padam, tangannya mengepal dan giginya gemerutuk.Sedangkan Riana, masih kebingungan dan tidak mengerti apa maksud Nayla. Ia tidak percaya."Nayla, kau tidak berhak untuk memecat suamiku dari pekerjaannya! Jelas-jelas suamiku adalah seorang manajer disini. Dia punya kekuasaan yang tinggi. Dan dia punya kekuatan yang besar di sini. Lalu apa hakmu melemparkan surat pemecatan begitu saja? Siapa yang menyuruhmu? Sedangkan kamu hanya seorang ibu rumah tangga! Tahu apa kamu soal perusahaan? Ha ... haa..! Kau pikir kau akan mudah untuk memecat suamiku dari sini? Hanya karena kau mendendam sebab suamimu te
Dengan nafas ngos-ngosan, Riana melempar tasnya ke atas ranjang. Pertemuannya dengan Nayla sama sekali tak memuaskan hati."Wanita aneh, didatangi sama selingkuhan suaminya malah anteng aja! Lihat aja kamu Nayla, beneran akan ku bujuk Mas Doni untuk cepat-cepat cerein kamu! Biar tahu rasa kamu nggak bisa apa-apa setelah kehilangan Mas Doni yang selama ini memanjakan ekonomi kamu!" janji Riana dalam hati.***"Mas, mapan Mas akan menceraikan Nayla? Aku udah nggak betah lagi sama dia Mas!" Riana berbicara dengan nada.Mendengar pertanyaan itu, tidak seperti biasa, Doni yang biasanya selalu murung jika ditanya soal perceraiannya dengan Nayla, tapi kali ini Doni terlihat sumringah seperti ada kabar baik yang ia bawa. "Kenapa Mas justru terlihat senang? Nggak kayak biasanya?" Riana heran."Sini dulu, Sayang! kebetulan banget Mas pengen bicara soal ini sama kamu."Keduanya berjalan menuju balkon."Mas bawa kabar apa? Kayaknya beneran emang ada yang istimewa nih." "Sangat istimewa, Sayang
"Kamu bilang gitu karena kamu sedang berusaha kuat di hadapanku, kan?" Riana mencibir."Apakah jika kamu berada di losisiku kamu akan melakukan hal seperti itu, Riana? Kalau begitu, mentalmu tidak cukup kuat. Sudahlah, sekarang tidak ada lagi yang perlu kita bahas, ada baiknya kamu pulang!"Riana merasa terusir."Aku nggak nyangka ya, ternyata kamu ini orangnya cukup sombong, Nayla. Wajar kalau suamimu nggak betah hidup sama kamu dan memutuskan buat mencari istri yang kedua." sinis Riana."Riana, kamu boleh aja membuat berkesimpulan apapun yang kamu suka terhadapku sekarang. Taoi, yang pasti Doni bukannya nggak betah sama aku. Tapi memang kalian berdua yang mempunyai sifat yang sama. Oleh karena itu, emang kulihat kalian berdua cocok untuk menyatu. Dan nanti sekalian akan kubantu untuk menyatukan kalian sepenuhnya. Bagaimana? apa kau puas sekarang?" Nayla menyeringai tajam."Nayla, kalau cuma sekedar untuk menyatu dengan Mas Doni, kurasa aku nggak perlu bantuan dari kamu! Aku bisa saj
"Kulihat kamu agak kaget dengan ucapanku, ada apa?" Nayla bertanya.Riana mendekat dan duduk di kursi tepat di hadapan Nayla."Apa kamu udah kenal sama aku sebelumnya?" tanya Riana."Bagaimana menurut kamu? Apakah aku nampak kenal sama kamu atau enggak?""Kudengar tadi kamu menyebut namaku? Tahu namaku dari mana?" Riana melanjutkan pertanyaannya.Terlihat Nayla tersenyum."Kalau aku tahu sama nama kamu lalu apa salahnya?""Hmm..." Riana mulai berfirasat tak baik."Lalu tadi kudengar juga Kamu nyebut aku sebagai Nyonya Doni. Apa maksudmu?""Ohoo, kamu bertanya soal itu rupanya. Apa kamu nggak ngerasa sebagai Nyonya Doni?"Riana kesal. Bukannya menjawab, malah Nayla selalu saja melontarkan pertanyaan balik.Riana mulai serba salah untuk menjawab pertanyaan tersebut."Sudahlah Riana! kamu nggak usah pusing memikirkan pertanyaanku. Kamu tenang saja, tak perlu takut, setelah ini kau akan bergelar Nyonya Doni secara seutuhnya! Bukankah itu yang kamu mau?"Huuufth!Terasa badan Riana panas d
Dengan langkah percaya diri, Riana berjalan ke sebuah rumah yang cukup megah dan mewah.Perutnya yang membesar tidak menyusutkan rasa percaya diri yang ia miliki. Justru ia merasa patut merasa bangga dengan janin yang ada di rahimnya saat ini.Sejenak Riana mematung, mengagumi rumah di hadapannnya, namun keberadaan seorang satpam yang berjaga bergerak membukakan pintu, membuat Riana tersadar ia harus menjaga sikap untuk tidak boleh terlihat senorak itu."Maaf, Mbak, ada yang bisa saya bantu? Mbak ingin bertemu dengan siapa?""Pak Satpam, Saya ingin bertemu dengan mbak Nayla." jawab Riana."Oh, rupanya Mbak adalah tamunya nyonya besar di rumah ini, ya?"Riana menyeringai sinis mendengar satpam tersebut menyebut Nayla sebagai nyonya besar."Iya, Pak. Saya tamu spesialnya Nayla, istrinya Mas Doni. Benar, kan?"Satpam mengangguk."Baiklah Mbak, kebetulan Nyonya Nayla baru saja pulang dari perusahaan. Biar kuberitahu beliau terlebih dahulu!" jawab sang satpam berlalu setelah sebelumnya ter