Bab 110. Tolong Bunuh Saya!
“Mbak mau ke mana?” tanyanya sesaat setelah kami berada jauh dari komplek itu.
“Terserah!” sahutku pasrah.
“Lho, kok terserah?”
“Iya, terserah! Aku gak tak mau ke mana! Bawa saja aku ke mana pun yang Anda mau!”
Lelaki itu terbatuk. Mungin kaget, tak menyangka semudah dia menuntaskan kewajibannya. Entah berapa Om Herman akan membayarnya, yang jelas bayangan kesuksesan dan segepok uang telah memenuhi otaknya.
“Mbak sepertinya sedang ada masalah, ya? Kita ke tempat saya saja, ya! Kita bisa ngobrol, siapa tahu beban pikirannya bisa hilang?”
“Boleh.”
“Pegang yang kencang, ya!”
Diraihnya tanganku, meletakkan di pinggangnya. Laju motor semakin kencang, kurapatkan&n
Bab 111. Pinjam Sebentar Tubuhmu#Adegan21+“Kau?” Lelaki itu tercekat. Perlahan cengkramannya mengendur.“Tolong bunuh saya! Saya mohon!” pintaku memelas.“Ya, saya sebenarnya mau bunuh diri, saya ingin mati saja! Saya ingin mengakhiri semuanya. Untuk apa saya hidup lagi kalau sudah tak bermahkota! Percuma saja meskipun saya balas dendam. Orang kaya punya uang untuk mewujudkan impiannya, mereka pun punya uang untuk melenyapkan penghalangnya, seperti tugas yang dia berikan pada Anda. Tolong saya, tolong bunuh saja saya, sekarang juga! Setidaknya, kematian saya bermanfaat untuk hidup Anda, tolong lakukan sekarang! Tolong! Bantu saya mengakhiri ini semua!”“Tidak! Tidak! Tidaaaaak!”Aku tersentak. Lelaki itu berteriak sambil menutup kedua telinga.“Kenapa?
Bab 112. Pisau Itu Menancap Di Perutku“Buka saja, ya, Sayang!” pintanya dengan mata sayu.Tak menunggu jawabanku, kain pembungkus dadaku telah terbuka. Lama dia bermain di sana. Kucoba meronta. Namun semakin kumeronta, semakin liar dia mempermainkan kedua daging kenyal itu.“Kamu sangat mengairahkan, Nona! Jangan meronta lagi! Nikmati saja!” ucapnya dengan napas kian memburu. Jemarinya mulai meraba kulit perutku, lalu turun menyusuri setiap senti tubuhku. Hingga terhenti di bawah pusarku.“Tolong jangan lagi! Saya gak mau diperkosa lagi, kumohon!” pintaku memelas.Namun, suaraku hanya bagai angin lalu baginya. Dengan sekali sentak, tangan kekarnya berhasil merobek kain segitiga yang membungkus areal sensitifku. Lalu Dengan gerakan liar tangannya mulai meraba dan bermain di sana. Kurasakan sesuatu yang sudah begitu men
Bab 113. Renata Ibarat Porselin Retak“Hallo, Mbak Renata? Mbak sudah sadar, kan? Saya periksa dulu, ya?” Sesuatu yang terasa dingin menyentuh dada dan beberapa bagian tubuhku. Sepertinya dia adalah dokter yang tadi mereka panggil.“Hallo, Dokter Danu! Cepat ke ruangan Renata! Dia sudah sadar!”Sepertinya perempuan tadi menelpon seseorang. Dokter Danu? Dia memanggil Dokter Danu? Siapa lagi itu?“Mbak Renata? Coba buka matanya sekarang! Pelan-pelan, ya! Ayo!” Suara Dokter itu terdengar membujuk. Aku mencoba patuh. Tetapi sia-sia. Kelopak mata ini masih enggan terbuka.”Renata! Syukurlah kamu sudah siuman.” Seseorang mengegengam tanganku.“Bagaimana keadaannya, Dokter Riki?” tanyanya kemudian.“Tenang Dokter Danu! Pasien baik baik saja. Tikaman itu hanya merobek k
Bab 114. Mas Darry Cemburu“Bagaimana pendapatmu? Kau sudah memikirkannya, bukan?” kutatap matanya dengan serius. Sangat berharap agar dia mau meneriman tawaran Dokter Danu. Itu bagus untuknya, juga untukku tentu saja. Dengan begitu, perseteruan antara Mas Darry dengan Dokter itu, akan teratasi.“Bagaimana, Re?” bujukku lagi.“Maaf, Kak. Aku tidak mau.”Gagal.Renata tetap kekeh tak mau menerima Dokter Danu. Dan aku tak akan memaksa lagi. Artinya, aku harus tetap menjaga sikap pada kedua lelaki itu, agar tak ada yang merasa tersakiti.===“Belum pulang?” Mas Darry menjemputku sore ini. Ya, sudah seharian aku di sini. Meninggalkan jadwal kuliah, meninggalkan Raya dan Radit. Aku harus pulang tentu saja. Tetapi, bagaimana dengan Renata? Siapa yang
Bab 115. Kau Tidak Mau Menjadi Istriku?“Artinya, kamu sudah menerimaku, bukan?” tanyanya memastikan. Mata itu mengerjap, menatap penuh harap.Aku mengangguk, sungguh tak mampu menolak lagi. Tak juga punya alasan untuk menunda lagi. Ya, entah bagaimana aku bisa secepat ini memutuskan. Tidakah ini terlalu cepat? Jujur, aku pun sangat mencintainya. Rasa itu sudah tumbuh sejak lama, sajak aku masih belum menikah dulu. Aneh bukan? Bagaimana bisa rasa ini masih tetap sama, padahal masa itu telah lama berlalu? Bahkan sudah pernah ada Mas Ray yang mempersuntingku, Raya dan Radit terlahir setelah itu.Namun, Posisi Mas Darry di hati ini, tak pernah terganti. Hingga detik ini, rasa yang pernah ada, masih tetap sama. Mas Darry, lelaki pilihan Mama.======Kala itu aku masih duduk di bangku SMA. Mama mengajakku ke rumah salah seorang sahabatny
Bab 116. Aku Sudah Terlalu Lama Menunggggu.*****“Kenapa? Kau tidak mau menjadi istriku?” sorot Mas Darry kembali tajam.Aku bergeming. Untuk menolak permintaanya, aku harus menggunakan kalimat yang paling tepat. Mas Darry teramat mudah tersinggung. Aku takut menyinggung perasaannya lagi dengan penolakan.“Kamu diam, artinya setuju, bukan? Masa iddahmu sudah berakhir, dan kamu sedang tidak hamil, bukan?”“Mas?” sergahku terkejut.“Kenapa? Bukankah itu salah satu gunanya masa iddah? Untuk memastikan si istri hamil atau tidak. Siapa tahu saat jatuh talak, kau masih tidur dengan Ray sehari sebelumnya?”“Gak usah bicara begitu? Aku gak suka, ya, kamu membicarakan hal seperti itu?”“Aku enggak salah, kan, Embun. Jika kamu ham
Bab 117. Lelaki Yang Hampir Membunuhmu Itu Kirim SalamKasihan lelaki ini. Telah kehilanagn Kak Embun, menanggung beban pikiran dan rasa malu karena ulah papanya, kini dia curiga aku akan menghancurkan reputasinya. Sungguh jelek nasipmu, Dokter.Ternyata, kedudukan yang tinggi, pendidikan yang tinggi, dan harta yang berlimpah bukan merupakan jaminan ketenangan dan kebahagiaan seseorang. Jangankan Kak Embun yang begitu elegant, aku saja yang merupakan seonggok sampah busuk, menolak untuk dijadikannya istri.“Justru saya ingin menghapusnya Dokter, berikan pada saya! Saya akan segera menghapusnya!” titahku.“Kalau mmenag kau berbaik hati mau menghapusnya, izinkan saya saja yang melakukannya, Re! Biar saya yang menghapus! Kau setuju?”Mungkin dia memang masih tak percaya padaku. Ini menyangkut r
Bab 118. Panggilan Mama Dari Putri Mas Deo“Kakak kenal dia? Di mana kalian bertemu? Dia sudah keluar pemjara kan?” tanyaku . Entah mengapa ada rasa lega di hati mendnegar tentang mantan suami Kak Sandra itu.“Dia di rumah, di rumah kakak. Putrinya juga tadi mau ikut, lho. Pengen minta maaf, mewakili papanya katanya.”“Di rumah kakak? Putrinya juga Kakak kenal?” Aku mengerjap, semakin penasaran.“Kenal, dong. Kakak, kan, Kakak kandung dia!”Ops!Kenapa, dunia ini terasa begitu sempit? Hidup ini juga terasa amat rumit. Masalah yang aku hadapi, seperti mata rantai yang saling terkait.Ucapan Kak Liza benar-benar mengejutkan. Aku memang sudah mengenal dia sejak dulu. Saat dia masih berhubungan Mas Ray. Dia juga pernah mai