Karena Ryan pergi pagi dan pulang sampai tengah malam bahkan sering juga tak pulang, membuatnya tak menyadari adanya orang yang bekerja di rumah.
Aku juga memberi arahan pada kedua Asisten Rumah Tangga dan Baby Sister, agar jangan menampakkan diri sebelum suamiku berangkat kerja atau selama suamiku berada di rumah. Agar rencana balas dendam ku tak terbaca oleh suamiku. Tiga Minggu berlalu tanpa terasa.Selama itu pula aku olah raga rutin, senam, lari pagi dan yoga. Makanan yang masuk ke dalam perutku pun dalam pengawasan ahli gizi yang membantuku untuk dapat menurunkan berat badan. Aku pun mulai rajin kesalon dan skincare_an.Aku mematut diri di depan cermin dan tersenyum puas, melihat perubahan drastis penampilan dan berat badanku. Meski belum mencapai hasil maksimal tapi sudah lumayan cukup untuk membuat dua manusia pengkhianat itu support jantung.Aku tersenyum puas dengan mata menyipit. Ku pastikan suamiku itu akan menyesal telah menduakan ku dan menghina bobot tubuhku.DrrrtDrrrtSuara ponsel yang kuletak di atas ranjang berdering minta di angkat.Ternyata orang kepercayaan ku mengabarkan kalau beliau baru mengirimkan suara rekaman antara Sintya dan Ryan, yang nggak sengaja terdengar olehnya dari balik pintu ruangan utama suamiku, ruangan yang dulu sempat ku tempati saat masih memimpin perusahaan sebelum jabatan ku serahkan pada suami bejad ku tersebut."Mas, mau sampai kapan aku menunggumu menceraikan Alexa? Aku ingin menjadi wanitamu satu-satunya," terdengar suara manja Sintya."Sabar sayang! Aku masih butuh waktu sebentar lagi. Lagipula, aku kan sudah hampir dua bulan ini tak lagi menyentuh Alexa. Ya, walau sepertinya dia sedang berusaha menurunkan berat badannya. Tapi aku sudah nggak berselera menjamahnya. Jangan buru-buru, nanti dia curiga. Aku akan menguras semua uang perusahaan pelan-pelan. Setelah itu kita akan pindah keluar kota dan menikah," ujar Ryan dengan percaya diri, tanpa menyadari ada yang merekam pembicaraan mereka.Sintya sahabatku bukannya senang dengan apa yang ku lakukan untuk menurunkan berat badan, malah ia jelas-jelas mencemooh."Apa! Alexa diet agar kurus! Yakin banget dia bakal berhasil. Kalau udah bongkar mesin, ya tetap bakal gembrot seperti karung beras," ucapnya seiring suara tawa mengejek keluar dari mulut sahabatku itu.Suami yang seharusnya menjaga dan menutup aibku pun malah ikut tertawa. Membuat nyeri dan sakit hati di dada ini. Sungguh, laki-laki itu sudah bergeser otaknya.Namun suara tawa itu seperti di sumpal dengan perbuatan tak pantas yang mereka lakukan di ruang kerja suamiku. Karena dari rekaman tersebut sekilas terdengar desahan manja."Jangan disini, nanti ada yang melihat Mas. Kita ke Hotel aja yuk," pinta Sintya dengan tak tahu malu."Ok, lagipula pekerjaan sudah selesai semua, tak apalah meninggalkan kantor sejam dua jam. Ya, kan sayang," ujar Ryan seolah mendukung kelakuan bejad mereka."Kita ke Hotel Amartha saja, gimana? Maukan?" Ajak Sintya lagi.aku yakin suamiku itu setuju akan permintaan wanita murahan itu. Karena setelah itu yang terekam adalah suara gresek-gresek dan derap langkah kaki ikut terdengar diakhir Vidio, menandakan Pak Saipul yang merekam suara tersebut menjauh dari depan ruangan Ryan yang akan keluar untuk melanjutkan perbuatan busuk mereka disebuah tempat.Kalau dulu, saat pertama kali mengetahui ia berkhianat, aku menangis sejadi-jadinya, sampai-sampai nggak selera makan bahkan cenderung mengurung diri di dalam kamar. Tapi untungnya itu tidak berlangsung lama, hanya tiga hari aku meluapkan kekesalan, rasa kecewa, sakit hati dan murka karena kepercayaanku di khianati dan disalahgunakan. Hatiku sakit dan meraung meratapi diri. Berpikir akan dibawa kemana rumah tangga yang dulunya dilandasi sebuah kepercayaan dan janji suci.Kini, aku sudah membulatkan tekad untuk bangkit dari keterpurukan sesaat karena sebuah perselingkuhan dan pengkhianatan.Dengan semua rencana yang sudah ku susun, kini senyum licik terukir jelas di wajahku. Ku simpan rekaman Vidio dan ku buka GPS ponselku yang terhubung dengan GPS yang ku pasang di mobil yang digunakan suamiku. Mobil yang juga dibeli dengan uangku.Ku tarik nafas panjang, mempersiapkan diri untuk apa yang akan ku lihat nanti.Melihat pergerakan GPS yang berjalan keluar perusahaan. Aku berencana menyusul untuk mengumpulkan bukti yang banyak agar mudah mengurus perceraian nantinya."Dasar laki-laki nggak tahu diri! Kacang lupa kulitnya. Bisa-bisanya di jam kerja mereka keluar hanya untuk berzina." Gerutu ku yang masih fokus memperhatikan gerak GPS di ponsel pintar milikku.Mobil ku parkirkan tepat disebelah mobilnya. Mengikuti langkah kaki yang mengayun menuju lift, tapi sayang aku lupa menanyakan lantai dan kamar nomor berapa mereka berada saat ini.Lagi pula bila ku tanya pada bagian resepsionis, belum tentu mereka akan memberitahuku. Lift terhenti di lantai lima. Entah kenapa kaki bergerak keluar dari lift, kedua netra ku liar menelusuri tiga lorong di depan lift.Ternyata keberuntungan masih berpihak padaku. Tak jauh dari tempatku berdiri, Ryan suamiku sedang berbicara melalui ponselnya dan membelakangi ku.Mungkin kalian bertanya-tanya. Bagaimana bisa aku tahu kalau itu dia? Karena kemeja bewarna abu-abu yang ia kenakan hari ini adalah kemeja yang sengaja aku keluarkan dari dalam lemari pakaianku pagi tadi. Entah karena filing seorang istri yang teraniaya, sehingga sedikit demi sedikit kebusukan suamiku itu mulai tercium dan kartu hitamnya mulai terbuka. Antara senang dan sedih aku tersenyum miris.Bagaimanapun aku masih istrinya dan masih kewajiban ku melayani keperluannya. Termasuk menyiapkan pakaian kerja yang akan ia gunakan untuk ke kantor tiap hari. Meskipun ia tak meminta.Vidio ponsel sudah ku nyalakan. Dengan langkah pasti ku ayunkan kaki mendekati dia yang membelakangi ku. Berdiri tidak jauh di belakangnya. Karena ia masih fokus dengan percakapannya di ponsel pintar miliknya, suamiku sampai tidak menyadari kehadiranku.Tempatku berdiri juga tidak jauh dari depan bingkai pintu kamar hotel yang mereka sewa.Pintu kamar tempat mereka akan berbuat zina itu terbuka sedikit. Membuatku bisa melihat pakaian Sintya tergantung di sebelah lemari kaca. Sakit hati sudah pasti, karena bagaimanapun aku wanita normal yang punya perasaan.Ku tarik napas panjang, menetralisir dan menenangkan debaran jantung yang sempat nggak beraturan. Mengendalikan diri dari emosi yang mencoba menguasai diri. Aku kembalifokus melihat punggung suami yang dulu sangat ku cintai ini masih tegap dan gagah. Pantas saja kalau Sintya mau menjadi selingkuhannya.Beberapa menit aku menunggunya sampai mengakhiri percakapan di ponsel pintarnya.Ryan yang tak menyadari keberadaan ku membalikkan tubuhnya bersiap akan memasuki kamar. Bola matanya membulat dan wajahnya terlihat pucat pasi, saat melihatku berdiri di belakangnya.Ryan yang tak menyadari keberadaan ku membalikkan tubuhnya bersiap akan memasuki kamar. Bola matanya membulat dan wajahnya terlihat pucat pasi, saat melihatku berdiri di belakangnya."A_Alexa...." Gumamnya dengan bibir bergetar dan wajah seakan tak berdarah. Pias!"Hay Mas! Tadi katanya lagi sibuk di kantor. Aku baru tahu kalau kantorku pindah ke kamar hotel." Ucapku yang menatap tajam ke kedua netranya memang berniat mengintimidasinya.Ryan melotot melihat tubuhku dari atas hingga ke bawah. Bahkan terlihat mengedipkan kedua netranya berkali-kali seakan memperjelas penglihatannya saat ini."Kenapa, Mas? Nggak usah kaget gitu lah," kilahku berniat menyadarkannya dengan bibir tertarik sebelah keatas."Alexa, bagaimana bisa kamu...."Aku tahu pria yang masih menjadi suamiku ini terkejut sekaligus terpana melihat penampilan dan bentuk tubuhku kali ini. Terbaca dari matanya yang membulat menelusuri tiap jengkal tubuh yang berbalut busana cesual nan modis.Tentu, suamiku terkejut. Pasti dia
Ryan tiba, yang di iringi langkah Sintya ikut masuk ke ruang rapat dengan napas terengah-engah. Mereka yang baru saja ikut bergabung dalam ruangan ini, menatap tajam ke arahku. Terutama suamiku Ryan yang mengepalkan kedua tangannya, karena melihat aku duduk di tempat yang biasa ia tempati, kursi kebesaran yang menjadikannya orang nomor satu di perusahaan serta memegang tampuk kekuasaan."Dengan ini saya Alexa Wardana pemilik tunggal perusahaan menyatakan mengambil alih kembali perusahaan warisan orang tua saya Tio Wardana dari Ryan Aldera yang selama ini menjadi pengganti sementara. Semoga untuk kedepannya perusahaan ini akan lebih maju dengan karyawan yang setia dan memiliki loyalitas tinggi," tuturku dengan lantang diiringi tepuk tangan dari semua yang ada di ruangan.Tapi tak begitu dengan suamiku, jangankan bertepuk tangan, senyum dari bibirnya pun seakan musnah. Mas Ryan menatapku tajam seakan ingin menelanku hidup-hidup saat itu juga, sementara Sintya terlihat kacau karena ia pa
"Cinta! Cinta seperti apa? Dan satu hal lagi, jangan jadikan Anggia sebagai alasan kita untuk terus bersama. Karena selama ini pun kau tidak pernah ada waktu untuk bersamanya." Cerca ku yang muak mendengar alasan yang menjadikan Anggia sebagai tumbal keegoisannya."Ok, terserah! Kamu terlalu sombong dengan kekayaanmu, kalau bukan karena aku! Belum tentu perusahaan ini akan berkembang. Kamu nggak ngerti apa-apa Alexa," geramnya mulai memperlihatkan sifat aslinya."Oh, Ok. Wajar dong aku sombong. Semua milik ayahku tentu dan sudah sudah pasti sekarang menjadi milikku. Kamu nggak lupakan, suamiku sayang! Ya, untuk kerja kerasmu selama ini takkan ku pungkiri, ada keringatmu disana. Tapi ku harap kau juga tak lupa, berapa banyak uang perusahaan yang kau mainkan untuk jalan bersama gundikmu itu! Dan satu lagi, ku harap kau juga tak lupa, kalau dulu kau pernah mengajariku dan aku pernah duduk di kursi itu?" Ucapku sedikit pongah dan panjang lebar, sedikit menunjukkan taring di hadapan suami
POV Author Flashback on.Ryan yang nggak menyangka dengan apa yang di lakukan sang istri, merasa kesal dan harga dirinya di injak-injak. Tangannya mengepal kuat saat melihat wanita yang masih menjadi istrinya itu kembali mengalihkan kuasa perusahaan ke tangannya.Sakitnya lagi, semua staf dan petinggi tak satupun berpihak padanya. Sintya yang masih setia berdiri disamping Ryan pun ikut merasa gusar melihat pemandangan di hadapannya kini. Sahabat yang ia rebut suaminya itu, kini malah berdiri dan mengucapkan kata yang membuat dirinya syok. "Bagaimana mungkin Alexa yang memimpin perusahaan ini? Bagaimana dengan posisiku? Mas Ryan aja lengser, apalagi aku?" lirih Sintya.Tatapan mata yang tadi tertuju ke arah Alexa, kini beralih ke Ryan yang masih berdiri terpaku disampingnya. Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut laki-laki itu.Hanya terlihat rahang yang mengeras dan kepalan tangan yang kuat hingga buku-buku di tangannya terlihat jelas. Sintya tahu kalau laki-laki disebelahnya i
Siang berganti malam, rembulan bersinar terang di atas langit yang kelam. Semilir angin malam menambah sejuk udara. Ini untuk pertama kali aku kembali menjadi Alexa sang pewaris, setelah sekian lama aku vakum dan menjadi babu di rumah ku sendiri. Demi melayani suami yang tak tahu berterima kasih.Meminta Om Wijaya mencarikan dua Asisten Rumah Tangga untuk melakukan semua tugas yang aku handle sendiri selama ini."Bu, makan malam sudah tersedia." Siti mengingatkanku yang masih mematut diri di depan cermin.Dengan pakaian malam yang modis aku kenakan, meski hanya di rumah saja. Dandanan yang natural membuat aku semakin percaya diri. Sengaja aku lakukan ini agar Ryan menyadari kebodohannya yang lebih memilih kerikil di banding berlian yang tersimpan apik. Bukan ku memuji diri sendiri, tapi ku rasa itu kiasan yang tepat. Benar nggak?"Iya, terima kasih. Sebentar lagi saya turun," jawabku.Sudah memasuki jam makan malam tetapi suamiku belum juga memperlihatkan batang hidungnya di rumah.E
Ponsel di saku celananya berdering dan minta diangkat. Ku lihat dengan jelas, Ia merogoh menggunakan tangan yang satunya, melihat layarnya saja dan meletakkan benda pipih itu di atas meja. Suamiku hanya melirik layar ponselnya yang masih terus berdering. Tentu hatiku sedikit menaruh rasa penasaran dong! Siapa yang menghubunginya di luar jam kerja?Netraku menyipit menelisik ke kedua manik matanya. Dan aku tau dia yang mendapat tatapan dariku, terlihat menelan ludah dari gerakan jakunnya yang naik turun."Nggak penting sayang, yang terpenting saat ini kamu mau memaafkanku dan mengizinkanku memulai dengan lembaran baru bersamamu," ucapnya padaku menerangkan, padahal aku tak bertanya penting atau nggak nya si penelepon.Sungguh, kelakuannya membuat relung hatiku menjerit, ingin meninju mulutnya yang berbicara tanpa berpikir bagaimana sakitnya hatiku ia khianati dan kini malah sok-sok'an menggombal dengan memanggilku sayang. "Aku nggak bisa, Mas. Kesalahanmu sudah sangat tidak bisa ku tol
POV Ryan.Aku hanya bisa melihat punggung Alexa yang mulai menjauh menuju peraduannya, kamar yang dua bulan ini tak pernah ku jamah begitupun dengan tubuh istriku itu. Teganya ia meninggalkanku duduk sendiri disini. Kali ini aku gagal meyakinkannya untuk memberiku maaf dan kesempatan kedua. Apa yang ku sampaikan padanya ternyata tak berhasil membuat pendirian wanita itu berubah. Keras kepalanya yang dominan kini ketara sekali. "Apa susahnya sih memberi maaf dan kesempatan, toh nggak ada ruginya. Dasar perempuan dimana-mana egois!" rutukku dengan menggusar wajah.Di tengah pikiranku yang masih kalut dan pusing memikirkan reaksi Alexa barusan. Kini ponsel pintar ku kembali menjerit minta diangkat. Ingin rasanya membiarkan ponselku itu terus berbunyi, mengabaikannya. Tapi setelah sambungan putus, lagi-lagi benda pipih itu berdering, pertanda ada yang penting. Dengan perasaan kesal ku sambar benda pipih yang tergeletak di atas meja setelah sesaat lalu di hempaskan oleh istriku itu karen
Bab 11Aku yang masih tiduran ayam mendengar suara deru mesin mobil yang meninggalkan garasi mobil.Ku intip dari jendela kamar, ternyata Mas Ryan keluar rumah dengan tergesa-gesa. Entah kenapa hati ini bergerak dan aku ingin menyusulnya. Ku ganti pakaianku dengan kaos dan celana panjang. Ku sambar jaket kain yang ku beli di luar Negeri saat kedua orang tuaku masih hidup dahulu. Cukup tebal menahan terpaan angin malam yang dingin. Sedingin hatiku yang pilu.Menyambar kunci sepeda motor metic yang tergantung di sudut pintu kamar. Kendaraan yang dulunya sebagai transportasi ku saat diharuskan menjadi ibu rumah tangga. Bukan nggak ada mobil di garasi, tapi kalau pakai mobil ntar malah ketahuan dan lambat karena ruang gerak yang sempit.Nggak ku sia-siakan waktu yang ada. Sesudah mengingatkan asistenku untuk menutup pagar dan memastikan Anggia sudah tertidur pulas bersama Baby Sisternya, aku melajukan kendaraan menyusul mobil yang dikemudikan laki-laki yang masih menjabat suami itu.Untu
Ponselku berdering saat aku fokus melihat ke layar laptop yang memutar rekaman.'Alexa?' gumamku melihat ke layar ponsel, yang menampilkan namanya.Suara wanita itu terdengar memburu dan tercekat, membuat aku semakin penasaran ada apa dengannya disana."Alexa, kau kenapa?""Razka, kau tahu siapa yang barusan aku lihat?" Aku mengerutkan kening dengan rasa penasaran yang membuncah."Kau aneh! Mana mungkin aku tahu, sementara aku disini dan kau disana," jawabku menggaruk pelipis yang sebenarnya tidak gatal."Ryan...," "Ryan..., suamimu. Kau tidak bermimpi kan Alexa. Kau tahukan dia sedang dalam penjara. Kau tidak mengigaukan? Atau kau rindu padanya?" jawabku mencoba membuat lelucon yang tak lucu sama sekali."Razka! Aku serius. Rindu? Rasa ini sudah mati untuknya. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, dia didalam mobil bersama gundiknya itu. Kau pikir aku akan bercanda dalam hal seperti ini?" cercanya dengan nada emosi.Aku yang sedang duduk, kini bangkit dengan kening berkerut."K
POV RazkaAku menghempaskan tubuh disofa ruang tamu. Tubuhku terasa lelah dan pikiranku sangat kacau."Bagaimana bisa aku kecolongan untuk yang kedua kali. Mana keduanya proyek besar. Seperti aku sudah harus mulai bertindak.akin dibiarkan para tikus-tikus itu makin merajalela ingin menghancurkan perusahaan Alexa," lirih Razka dengan tangan kanan mengepal.Pak Wijaya yang mengetahui anaknya pulang, yang ia lihat dari CCTV ponselnya. Menyusul Razka keruang tamu."Kamu sudah pulang? Ada apa? Kenapa akhir-akhir ini Papa lihat kamu pulang larut dan begitu kacau," tegur Wijaya yang keluar dari ruang kerjanya.Aku yang baru bersandar dipunggung sofa menoleh."Eh, Papa. Iya, aku baru pulang. Akhir-akhir ini perusahaan ada masalah. Aku kecolongan, membiarkan tikus-tikus itu leluasa bergerak di sekitar Alexa, Pa. Bahkan, kami harus kehilangan dua proyek besar," ungkapku menggusar kepala yang terasa pusing.Wijaya tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala. Menepuk bahu sang anak, seolah mengat
POV AuthorRyan bisa bernapas lega, saat Sintya datang bersama Santoso. Lelaki tua yang dikabarkan Sintya yang akan menjadi penanggung jawab dan penjamin kebebasannya dari jeruji besi.Ryan yakin, pasti ada persyaratan yang diajukan Santoso pada Sintya. Tapi untuk saat ini, baginya kebebasan dirinya adalah yang paling utama. Beberapa lama di dalam jeruji besi, sungguh membuatnya tersiksa. Belum lagi adanya tahanan yang sok merasa berkuasa karena paling lama menghuni sel tahanan tersebut.Tapi yang pasti, Santoso ada hubungan dekat dengan salah satu orang terpandang yang bisa membuat dirinya terbebas. Walau hanya tahanan kota, setidaknya, ia bisa menghirup udara segar dan terlepas dari hotel prodeo."Terima kasih, atas bantuan anda Pak Santoso," ucap Ryan mengulurkan tangan.Tapi sayang, lelaki itu tak bergeming. Hanya tersenyum dengan bibir tertarik sebelah, membuat Ryan harus menahan malu dan amarah."Kau tahukan, tak ada yang gratis di dunia ini!" Sarkas lelaki berperut buncit itu.
Razka dan Aku kembali ke kantor dengan wajah ketat. Keduanya berperang dengan pikiran masing-masing. Hingga pintu lift terbuka dan langkah kaki terdengar di koridor, melewati kubikel-kubikel, dimana para karyawan sibuk dengan pekerjaan masing-masing.Aku yang biasanya menyapa beberapa dari mereka, kini milih menatap ke depan tanpa menoleh. Jujur, pikiran kalut dan ruwet saat ini. Ayunan kaki kupercepat, agar segera sampai di ruanganku. Razka asistenku pun tak pernah jauh, ia selalu setia mengiringi langkahku di belakang.Pintu kaca kudorong, segera menuju sofa dan menghempaskan tubuhku di sofa kulit berlapis bisa empuk itu. Melepas penat dan letih, yang tak cuma mendera tubuh namun juga pikiran.Tak ada ukiran senyum diwajah ku dan lelaki itu, kami yang baru pulang dari tempat pertemuan, dimana proyek kerjasama diajukan dan pengumuman perusahaan mana saja yang mendapatkan proyek untuk kerjasama dengan perusahaan mereka.Untuk yang kedua kalinya mengalami kegagalan mendapat proyek be
POV AUTHOR"Apa yang harus kita lakukan untuk menghancurkan perusahaan Alexa, aku ingin ia bangkrut," ucap Santosoa memainkan pena ditangannya."Bagaimana kalau proyek kerjasamamu dengannya kita buat kacau?" Jawab Sintya."Jangan! Alexa kenal dekat dengan istriku, aku tidak mau ia curiga dan memberi tahu Rosana tentang diriku," cegah Santoso."Apa! Rupanya buaya darat satu ini ternyata berada dibawah ketiak istri!" Ejek Sintya.Santoso menatap nyalang pada wanita berpakaian seksi dihadapannya itu. Kalau bukan karena sama-sama ingin menghancurkan orang yang sama, mungkin Santoso sudah menerkam Sintya, seperti saat masih menjadi selimut tidur sebagai pelancar negosiasi dalam setiap proyek kerjasama mereka dahulu."Tutup mulutmu! Jangan lancang! Bagaimanapun aku yang membayarmu. Aku nggak mau ambil resiko besar. Bisa bahaya kalau istriku tau," jawab Santoso sedikit gusar."Aku ingin kau mengambil berkas-berkas penting perusahaannya, aku yakin kau tahu dimana letaknya bukan? Secara kau
POV AuthorSintya yang masih menemani sang suami hanya bisa menahan rasa kesal. Setelah selesai di introgasi dan menukar pakaiannya dengan baju tahanan, Ryan diizinkan bertemu dengan Sintya."Kenapa kamu bisa seceroboh ini sih, Mas!" Umpat Sintya kesal pada sang suami."Aku nggak tahu Sintya, aku nggak nyangka Rena bagian keuangan itu akan buka mulut. Padahal aku sudah mengancamnya habis-habisan agar membuat laporan asli dan palsu untukku satu dan untuk Alexa satu. Ya, walaupun dia tak pernah mau ku bayar. Karena katanya itu adalah tugasnya," jawab Ryan apa adanya."Kesal aku sama kamu, Mas. Tapi aku nggak akan diam saja. Aku akan berusaha membebaskan mu secepatnya," ucap Sintya meyakinkan sang suami."Iya, aku juga nggak mau lama-lama disini sayang. Aku nggak suka. Di koper ada ATM yang ku selipkan di balik lipatan baju. Disana ada tabunganku yang Alexa nggak tahu, gunakan untuk biaya membebaskan aku dari sini, PINnya tanggal jadian kita," ucap Ryan sedikit berbisik. Tak ingin ada y
"Selamat siang Jeng Rosana, masih ingat denganku bukan?" Ucapku setelah sambungan telepon tersambung.Aku baru tahu beberapa menit lalu, kalau Jeng Rosana yang merupakan salah satu anggota arisanku itu rupanya istri dari lelaki gila selangkangan di hadapanku ini. Rupanya selama ini Santoso hanya mesin penggerak dari harta yang Rosana miliki. tak jauh beda dengan suami mokondoku dulu. Aku merasa ingin muntah melihat matanya yang liar terus menatap tubuhku."Tentu Alexa, mana mungkin aku lupa pada wanita yang pernah menolongku. Apa kabar? Tumben kamu menghubungiku, ada cerita apa?" tanya wanita dibalik ponsel yang suaranya terdengar jelas di telinga kami bertiga, karena sengaja aku menyalakan speakernya.Klien yang kini kuhadapi ini agak berbeda dari yang lain, pikirannya hanya wanita untuk bisa melepas candu. Santoso yang hampir meninggalkan meja tempat kami berdiskusi tadi membalikkan tubuhnya melihat ke arahku, setelah mendengar nama dan suara yang kini berada dibalik ponsel pintarku
Bab 26Perutku yang memang sudah merasa lapar menyambar roti dan kue pemberian Razka. Setidaknya dapat mengganjal perut sebelum bertemu dengan klien yang pasti dilanjutkan dengan makan siang bersama.Sebuah Resto ternama menjadi tempat aku dan klien bertemu, tentu di dampingi Razka yang merupakan asistenku itu."Selamat siang, Pak Santoso. Perkenalkan, ini Bu Alexa yang saat ini menjadi pemimpin perusahaan," Razka memperkenalkanku dengan lelaki yang katanya merupakan klien perusahaan tetap kami. Sebelum tiba disini, Razka juga sempat menerangkan kalau Pak Santoso itu juga type lelaki mata keranjang. Jujur aku terkejut saat Razka mengucapkan itu. "Pak Santoso ini suka pada wanita cantik. Inilah salah satu hal yang membuat para pengusaha perempuan tak suka bekerjasama dengannya. Tapi ia tak segan menggelontorkan dana bila mendapatkan ya g ia mau. Makanya tak jarang pula para pebisnis yang ingin meraup untung besar memberinya hadiah berupa perempuan yang bisa di pakai," ucap Razka panj
Ku lihat Ryan seperti orang hilang kewarasan. Ia memaki dan menghujamkan kata-kata kasar. Setelah berhasil membuat suasana ruang sidang riuh, kini laki-laki itu di lempar keluar oleh pihak keamanan.Ku akui ada rasa takut saat mata merahnya menatap kedua netraku, saat dirinya di seret keluar ruangan."Tenang Alexa, Om jamin kamu akan aman," ucap Om Wijaya yang melihat kegusaran di wajahku.Sidang kembali dilanjutkan, tanpa Ryan. Razka baru masuk kedalam ruang sidang. Kedua netra ku beradu pandang dengannya. Ku pikir laki-laki itu sudah kembali kekantor, rupanya ia masih disini, mengawasi jalannya persidangan hingga selesai."Kau baik-baik saja?" Tanyanya padaku."Kau tidak lihat keadaanku sekarang. Sudah pasti aku baik-baik saja, aku nggak selemah yang kau pikirkan," ucapku meyakinkannya."Baguslah. Kau tidak boleh terlihat lemah di depan orang-orang itu. Atau kau akan diintimidasi oleh mereka," ucap Razka mengekori ku.Ryan menghadang jalanku, saat akan kembali ke parkiran."Kau su