"Jika nanti cucuku sudah siuman, maka Mama akan membawanya pulang, hidup saja kamu dalam cemburu butamu," ketus mamanya."Ma..."Mamanya memberi kode dengan mengangkat tangannya untuk tidak mengatakan sesuatu.Putri pasrah, ia tak tahu harus berbuat apa, dirinya pun tak menyangka akan dipisahkan dengan anaknya.Kini pandangannya menatap ke arah Reno, di sana suaminya itu sedang duduk termenung, terlihat tak ada air mata di sana, mungkin sudah kering."Mas," panggil Putri. Reno hanya diam tak bergeming, pikirannya masih kacau. Dirinya pun merasa gagal sebagai seorang Ayah."Aku minta maaf," ucap Putri lagi, kali ini ia bisa menurunkan sedikit egonya."Simpan saja kata maafmu," ketus Reno yang tak bisa menyembunyikan rasa kesalnya.***"Papa," teriak Arsya saat melihat papanya pulang. Ya, hari ini Luna diperbolehkan pulang. Sama seperti hari-hari kemarin, mereka pun ditemani sang Ibu. Tapi kali ini ibunya lebih banyak diam, ia tak mau salah bicara lagi yang nantinya akan membuat anaknya
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Arka saat melihat istrinya juga meringis kesakitan, bahkan kini ia abaikan rasa sakitnya dan lebih khawatir dengan keadaan Luna."Maaf, Mas. Aku kesandung kakiku sendiri," jawab Luna sambil berdiri."Perutmu tidak apa-apa, kan?"Luna menggeleng keras, setelah itu ia pun beranjak untuk mengambil anaknya.Sedangkan Arka hanya bisa menatap kepergian istrinya dengan tatapan sedih, bukan sedih akan kehamilan Luna, tapi lebih kemerasa tak berguna sebagai lelaki.Tak menunggu lama, Luna pun sudah kembali sambil menggendong Arsya."Sini sama Papa," ucap Arka. Arsya pun mengulurkan tangannya, kini bocah kecil itu sudah berada dalam dekapan Arka."Kalian tidur, ya," ucap Luna sambil mengangsurkan selimut pada keduanya."Kamu juga, Sayang," ucap Arka sambil mencekal lengan istrinya."Iya, ini juga mau tidur kok, tapi ada sesuatu yang harus diurus, perihal perusahaan," ucap Luna.Arka pun sempat ingat tentang perusahaannya yang mendapat beberapa kendala."Nanti aku ban
"Mbak Dara kenapa mengusirku?!" bentak Alfi yang seolah tak terima. Kini ia lepaskan cengkraman kakaknya yang terasa menyakiti kulit."Kamu anak durhaka, anak tak tahu diri!" umpatnya lagi.Alfi tersenyum sinis. "Ibu sendiri yang mengatakan rindu padaku, jika aku pergi, maka Ibu akan semakin sedih, Mbak Dara mau hal itu terjadi?""Kalian jangan bertengkar terus, Ibu pusing," ucap ibunya. Seketika Dara terdiam, tetapi tidak dengan Alfi."Mbak Dara jahat, Bu. Lihat tangan Alfi, sampai merah begini," ucap Alfi sambil mengerucutkan bibirnya."Dara, jangan begitu sama adikmu, kasihan dia. Sebagai Kakak, harusnya kamu bisa melindungi Alfi, bukan malah menyakiti," ucap ibunya. Ia tak bermaksud membela siapapun, ternyata apa yang terlontar dari mulutnya malah membuat anak keduanya sakit hati.Bukan apa, selama ini Dara yang lebih banyak mengurusnya daripada Alfi. Serepot-repotnya ia mengurus bayi, ia tetap merawat ibunya, bukan yang lain."Ya sudah, mumpung ada Alfi di sini, Dara mau pamit ke
"Kamu kenapa, Liv?" tanya Luna keesokan harinya."Aku disuruh nikah sama lelaki yang tak kusukai, Lun. Aku enggak mau," jawab Oliv."Ya, kan tinggal bilang saja jika kamu enggak mau.""Tidak semudah itu menolak. Kamu tahu, kami ini sudah dijodohkan sejak kecil. Aku bahkan sempat memberontak, tetapi ibuku malah memarahiku habis-habisan. Aku ingin pergi saja dari kota ini," ucap Oliv. Rasanya beban yang ia pikul amatlah berat. Dirinya sempat berjanji untuk menunggu kekasihnya kembali, kalau dihitung saat keberangkatannya dulu, mungkin tiga bulan lagi kekasihnya itu kembali.Tidak mungkin juga ia menerima pinangan lelaki lain, apalagi ia tak pernah bertemu lelaki itu dan yang paling utama urusan hati. Ia tidak mencintai lelaki itu, ia hanya mencintai kekasihnya.Walaupun sampai saat ini kekasihnya belum bicara sama Ibu, tetapi Oliv sangat yakin jika kekasihnya itu tidak ingkar janji."Ini bukan zaman Siti Nurbaya, jika kamu tidak mau, kamu harus tegas menolaknya," ucap Luna. Ia sangar ta
"Mas." Luna nampak tak percaya dengan suaminya yang bisa berdiri sendiri. Mulutnya ternganga saat ini.Sedangkan Arka sendiri terpaku sejenak, kini ia menatap kakinya lalu beralih menatap istrinya."Aku bisa jalan, Sayang," ucap Arka. Walaupun pelan, tetapi ini termasuk kemajuan yang cukup baik. Ia sendiri juga tak menyangka jika kakinya kuat untuk berdiri, apalagi untuk melangkah.Kini Luna pun berjalan menghampiri suaminya, senyum mengembang masih ia perlihatkan. Ia sangat bahagia saat mengetahui jika suaminya sudah bisa berjalan, ya, walaupun pelan tapi ini sungguh kabar yang membahagiakan."Besok kita ke Dokter, Mas. Kamu hanya perlu beberapa kali terapi saja, setelah itu kamu tinggal latihan di rumah. Intinya jangan menyerah, aku akan selalu ada untuk kamu," ucap Luna. Lalu ia memeluk suaminya dalam keadaan berdiri, sama hal nya yang ia lakukan dahulu sebelum ia bertengkar dan suaminya belum bisa berjalan."Yuk bersiap, kita antar Oliv pulang, katanya dia takut pulang sendiri," u
"Ibu kenapa, Fi!" pekik Nina saat ia tak sengaja datang. Ia baru ingat jika meninggalkan filenya di rumah ini, makanya mumpung longgar ia ingin mengambilnya, tatapi ketika di luar, ia mendengar suara tangis menyayat dari keponakannya tersebut. Karena dikira terjadi apa-apa dengan keponakannya, maka ia pun berinisiatif untuk mendatangi kamar ibunya karena suara itu berasal kamar ibunya. Tapi dirinya terkejut saat melihat ibunya terkapar di lantai dengan keadaan tak sadarkan diri, apalagi terdapat ceceran dari yang berasal dari tangan keponakannya."Ibu ja-jatuh, a-aku...." Alfi nampak bingung mau menjawab apa, sedangkan tangis anaknya semakin melengking."Bawa anakmu ke rumah sakit, Ibu pun harus dibawa juga," ucap Nina sambil berjalan keluar untuk meminta bantuan tetangganya. Hari ini ia datang sendiri dan tak diantar oleh suaminya."Sayang, sabar, ya?" ucap Alfi penuh kepanikan, apalagi fokusnya harus terbagi mengingat keadaan ibunya yang tak sadarkan diri.Tak lama kemudian, Nina ba
"Ada apa, Sayang?" tanya Arka saat melihat istrinya terpaku beberapa saat."Kamu kenal orang itu enggak, Mas?" tanya Luna sambil menunjuk seseorang. "Mana?" tanya Arka. Ia melihat ke arah yang istrinya tunjuk tetapi tak melihat apapun."Itu loh, Mas." Tapi Luna terlihat kebingungan saat melihat orang itu sudah tak ada di tempat."Mana?" tanya Arka lagi karena tak melihat siapa pun."Tadi ada di sana, Mas.""Memangnya siapa yang kamu lihat?" tanya Arka dengan lembut."Entah lah, aku tidak bisa menyebutkan, takutnya salah." Tapi dalam hatinya, ia sangat yakin jika orang yang dilihatnya adalah dia, orang yang sangat ia kenali."Kita langsung ke kantor saja, ya? Tidak usah mencari Oliv. Urusan anak itu, nanti setelah kita pulang dari kantor," ucap Arka."Iya, Mas."Bahkan sampai saat ini, mereka belum mengetahui jika bibinya sedang berada di rumah sakit karena memang belum ada yang mengabari.***"Bagaimana ada laporan seperti ini tidak kalian cek terlebih dahulu?" tanya Arka dengan tega
"Bisa diam enggak!" bentak Alfi yang merasa pusing mendengar anaknya menangis terus menerus."Jangan bentak seperti itu. Dia juga merasakan perih di kaki dan tangannya!" bentak Nina saat melihat kaki keponakannya diperban. Luka yang didapat anaknya Alfi memang terbilang cukup dalam, maka dari itu, anak tersebut harus dirawat walaupun cuma satu malam."Dari tadi rewel terus, Mbak! Aku lelah, aku pusing, aku ingin istirahat sejenak. Apalagi Ibu yang belum kunjung sadar," jawabnya."Tapi tidak dengan membentaknya. coba kamu pikir, apa anakmu akan mengerti ucapanmu? Dia masih kecil, ketika kamu bentak dia tak akan mengerti, yang ada psikisnya akan semakin terganggu. Ini si Dara juga gitu, dari tadi ditelepon enggak diangkat. Sebenarnya ke mana itu anak."Nina pun nampak tak bisa menyembunyikan kekesalannya.***Keesokan harinya, Dara sendiri lebih banyak uring-uringan saat di rumah. Apa yang dilakukan suaminya selalu salah di matanya.Beruntung Dara mempunyai suami yang sabar dan mengerti
Karena merasa tidak mengenal dan merasa asing terhadap laki-laki itu, ibunya Oliv pun enggan membuka pintu.Ia takut jika orang itu berniat jahat terhadap keluarganya, sebab yang dirinya tahu kalau para penjahat tersebut masih tersisa satu orang yang belum tertangkap."Buka pintunya!" Suara laki-laki tersebut terdengar sangat jelas sambil terus menggedor pintu."Cepat buka!" teriak laki-laki itu kembali.Sedangkan ibunya Oliv masih tertahan di dalam. Lantas Ia pun segera menelpon bu RT untuk membawa beberapa warga ke sini karena dirasa jika orang yang bertamu ke rumahnya saat ini bukanlah orang baik-baik.Berulang kali panggilan itu terhubung tetapi sama sekali tidak diangkat oleh bu RT.Pikiran ibunya Oliv saat ini sudah buntu. Dirinya tidak tahu harus meminta bantuan kepada siapa lagi.Kepada polisi rasanya juga percuma saja, karena Dirinya belum bisa memastikan apakah orang yang berada di luar itu memang punya jahat atau tidak.Setidaknya kalau dirinya memanggil RT, RT bisa menyele
Setelah beberapa hari dari peristiwa itu, kehidupan Arka dan juga Luna mulai membaik.Mereka tidak lagi ketakutan untuk menyongsong hari. Ada banyak rencana-rencana indah yang telah mereka buat setelah hari ini. Tentunya mereka memastikan dulu kalau perusahaan dalam keadaan bagus dari segi keuangan dan yang lain.Beruntung sekali perusahaan Arka tidak jadi bangkrut, dan itu semua berkat bantuan dari istrinya."Ibu katanya mau menginap di sini malam ini, Mas," ucap Luna saat melayani suaminya makan.Arka terlihat sangat lahap sekali setelah beberapa waktu dirinya tidak bisa bernafas lega setelah rentetan peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan."Sama Dio juga?""Ya. Katanya ada sesuatu yang ingin dia bicarakan sama kita. Mungkin tentang masalah pernikahan Dio," jawab Luna yang hanya menduga-duga saja.Sebab selama ini ibunya jarang sekali menginap Kalau tidak ada sesuatu yang penting, ataupun saat dirinya sedang sakit.Itu saja bisa dihitung dengan jari. Bahkan saat Arka masuk rumah
"Singkirkan tubuh kotormu dari kakiku! Rasanya aku sudah tidak sudi lagi dekat-dekat dengan kalian," ucap Arka dengan sangat Ketus."Aku mohon, Jangan sakiti keluargaku karena mereka tidak tahu perbuatanku. Jangan apa-apa kan mereka, cukup aku saja yang kamu hukum. Jangan kedua orang tuaku," ucap Eva yang masih belum mau beranjak dan tetap memegang kaki Arka."Sembahlah Tuhanmu! Kau tidak perlu bersujud seperti ini kepadamu.""Ka! Kita adalah sahabat. Tolong jangan tega sama aku," ucap Eva dan langsung mendapatkan tatapan tajam dari Arka."Sahabat? Lalu kamu mengatakan Aku tega sama kamu. Sekarang aku tanya sama kamu, di sini yang tega itu kamu atau aku. Kamu sendiri yang merusak kepercayaanku sebagai seorang sahabat. Kamu yang pura-pura baik di depanku tetapi menusukku dari belakang. Jangan mengira aku tidak tahu kebusukanmu selama ini. Dan apa yang telah kamu lakukan kepada keluarga kecilku! Jadi tidak usah merasa sok tersakiti Sedangkan kamu sendiri adalah penjahat sesungguhnya!" b
Andi dan juga Eva saling bertatap muka sebentar. Rasanya mereka berdua ingin segera kabur dari sini, tetapi hal itu tidak mungkin mereka lakukan.Saat ini mereka berdua sudah dikepung. Tidak ada celah bagi mereka untuk pergi dari sini Apalagi pistol tersebut sudah mengarah ke arah mereka, yang artinya jika sampai mereka berani kabur maka yang ada para polisi itu akan menembaknya."Tangkap mereka berdua!" perintah salah satu polisi yang kemungkinan besar adalah atasannya.Baik Andi dan juga Eva sama-sama tidak bisa melawan dan hanya pasrah saat polisi itu memborgol tangannya.Kejadian ini pun juga tak luput dari perhatian warga yang memang kebetulan mereka masih berada di rumah dan belum berangkat ke sawah.Mereka menjadi tontonan orang-orang yang berada di sana. Malu? Sudah tentu.Lalu sesaat kemudian mereka pun dibawa oleh polisi.Sementara di tempat lain Arka mendapatkan kabar jika dua orang sahabatnya itu sudah berhasil ditangkap.Tetapi saat ini Dirinya belum merasa puas Kalau bel
"Suara apa itu?" tanya Andi, suami Eva."Mas! Apa jangan-jangan polisi sudah menemukan keberadaan kita?" tanya Eva yang begitu sangat panik karena merasa hidupnya sudah terancam."Kita lewat pintu belakang," ucap Andi yang langsung disetujui oleh Eva.Setelah berhasil keluar dari rumah, lantas Ia pun menoleh ke sana kemari untuk memastikan kalau keadaan aman."Tidak ada polisi. Lalu tadi itu suara apa?" tanya Eva.Dirinya tidak menemukan siapa pun di sana dan keadaan pun juga masih sunyi. "Mungkin tikus atau kucing." Andi menjawab sekenanya saja."Mana kunci mobilnya?" tanya Andi.Eva pun langsung memberikan kunci mobil tersebut kepada suaminya. Lalu setelahnya Mereka pun segera pergi meninggalkan tempat ini.Tetapi tanpa mereka sadari ada seseorang yang melihat kepergiannya dan membuntutinya dari belakang sambil menelpon seseorang.Entah apa tujuan orang tersebut, tetapi yang pasti Andi merasa jika saat ini dirinya memang ada yang mengikuti.Ia pun mengemudikan mobil dengan kecepata
Arka yang baru saja masuk ke ruangan itu pun juga tak kalah kagetnya saat mendengar ungkapan dari Oliv.Laki-laki itu tertahan di sana sambil menatap tajam ke arah Oliv. Rahangnya mengeras dan tangannya mengepal. Ia begitu sangat marah terhadap Oliv.Sungguh tidak menyangka jika wanita yang selama ini selalu ditolong oleh istrinya dan katanya dekat berani meminta sesuatu yang tidak pantas diminta."Bicara apa kamu, Liv?" tanya Luna."Tidak ada laki-laki yang nantinya mau sama aku! Wanita kotor dan telah dijamah oleh beberapa laki-laki. Siapa lagi yang mau sama aku? Gak ada, Lun! Nggak ada laki-laki yang mau sama aku!" ucap Oliv."Tetapi tidak harus meminta suamiku kan? Kamu pasti dapat laki-laki yang baik, tetapi bukan mas Arka," ucap Luna dan Oliv menjawab dengan gelengan kepala."Sudah cukup drama ini! Sayang, ayo kita pulang dan kamu biarkan saja temanmu yang tidak tahu diri ini," ketus Arka lalu menarik paksa istrinya."Nak Arka, tolong maafin Oliv ya," ucap wanita paruh baya itu,
Seketika mata Arka membulat sempurna saat mendapati pesan seperti itu dari Alfi.Segera ia menelpon kembali sepupunya itu."Siapa yang telah mengancammu?" tanya Arka."Keluarganya mas Aldo.""Seharusnya kamu tidak perlu panik dan juga takut. Sebab kamu bisa melaporkan ancaman itu kepada polisi, biar nanti polisi yang akan menindak lanjutinya," ucap Arka.Sebenarnya ia ingin sekali membantu sepupunya itu, tetapi dirinya sadar jika itu bukanlah ranahnya. Masalah Alfi dengan keluarga suaminya, adapun untuk ancaman itu biar nanti Alfi sendiri yang melaporkannya kepada polisi.Dirinya yang sebagai orang luar tidak berani terlalu masuk karena takut dipersalahkan.Apalagi saat ini dirinya banyak sekali masalah-masalah yang belum kunjung menemukan titik terang.Selain ancaman, juga terdapat teror yang membuat istrinya sendiri sampai tidak tenang dan saat ke kantor saja harus ikut."Mas Arka, tolong bantu aku, Mas," ucap Alfi lagi."Fi, bukannya aku nggak mau membantu kamu. Tetapi aku sendiri
"Eva." Arka benar-benar terkejut atas kedatangan temannya itu."Ka, kok kamu ada di sini?" Kini ganti Eva yang bertanya."Aku sedang ada urusan. Lalu kamu sendiri?""Sama halnya denganmu. Aku juga ada perlu di sini," jawab Eva.Sementara kedua laki-laki tadi nampak takut dan sama sekali tidak bisa memandang ke arah Arka."Cepat katakan sekarang juga!" ucap Arka dengan tegas.Dirinya tak ada waktu bermain-main. Siapapun orang yang telah berani mengusik kehidupan istrinya, maka dia harus mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang telah dia lakukan."Tidak ada, Pak," ucap laki-laki tersebut dan membuat Arka semakin geram."Kamu jangan bermain-main dengan saya! Kamu belum mengenal saya seperti apa, saya bisa menjadi singa bagi orang yang berani menantang saya!" ucap Arka dengan mata melotot.Tetapi kedua orang itu sama sekali tidak menggubris ucapan Arka dan memilih untuk menundukkan kepala saja, sampai pada akhirnya salah satu polisi yang melihat Arka tidak bisa mengontrol emosinya
Arka terlihat memanggil suster karena sepertinya Oliv membutuhkan penanganan ekstra karena ketika dilihat-lihat, Oliv terkena gangguan mental.Tak lama suster itu pun datang bersama dengan dokter, dan saat melihat keadaan Oliv Mereka pun langsung memberikan suntikan penenang.Lambat laun mata Oliv mulai terpejam seiring dengan reaksinya obat itu."Dia seperti itu selama di rumah. Dia mengatakan kalau dirinya kotor," ucap ibunya Oliv dengan mata yang sudah basah dengan air mata.Sungguh dirinya tidak menyangka Jika kehidupan anaknya akan malang seperti ini."Luna turut prihatin, Tante. Tetapi data tidak perlu khawatir karena Luna akan selalu ada untuk tante dan Luna akan menjadi orang pertama yang selalu mensuport Oliv," ucapnya.Arka sendiri menatap iba ke arah wanita itu. Tetapi dirinya benar-benar tidak bisa melakukan apa pun saat ini."Tolong bantu Tante. Tante bingung harus berbuat apa," ucapnya dengan tatapan mengiba."Luna akan bantu Oliv semampu Luna, Tante. Kita akan bersama-s