Luna diam, bingung mau menjawab apa. Tidak mungkin ia memberikan hak pada suaminya, dirinya sama sekali tak mau disentuh, jangankan disentuh, tidur seranjang saja ia ogah-ogahan."Kamu kok bicara begitu, Mas?" tanya Luna"Boleh aku meminta hakku?" tanya Arka. Padahal ucapannya tidaklah serius, ia hanya ingin menguji sang istri saja, tetapi respon yang didapatnya malah diluar kepala."Aku tidak tahu ingatanmu sudah kembali atau belum, tetapi melihatmu seperti ini kurasa jika kamu sudah mengingat semuanya. Baiklah, Mas, mari kita berpisah dan mengakhiri hubungan ini," ucap Luna dengan tegas. Jika memang suaminya sudah mengingat semuanya, tidak ada alasan baginya untuk tetap di sini. Semua yang ia lakukan selama suaminya sakit karena tak tega, walaupun hatinya mengatakan cinta, tetapi rasa sakit yang sudah ia rasa sangat sulit dimaafkan."Aku tidak ingat apa pun," jawab Arka karena memang dia belum ingat semuanya.Apa yang diucapkannya semata-mata karena ingin menguji istrinya dan statu
Luna melihat Arka tak sadarkan diri dan anaknya yang mencoba membangunkan sang Papa tetapi tidak berhasil. Mungkin sebab itu Arsya menangis kencang, bocah kecil itu takut dengan kondisi papanya yang seperti ini."Biar Ibu telepon Dokter," ucap ibunya dan langsung ke bawan untuk mengambil ponselnya. Sedangkan Luna sendiri mencoba membangunkan suaminya dengan cara memberi suaminya minyak kayu putih.Arsya sendiri yang ketakutan langsung memeluk mamanya."Sudah, jangan takut, Papa tidak apa-apa kok," ucap Luna. Kini ia pangku anaknya."Papa," ucap Arsya sambil menangis terisak."Sudah Sayang, Papa tidak apa." Luna menenangkan anaknya.Tak lama kemudian, ibunya pun datang bersama Dokter langganan keluarga."Tadi tidak apa-apa, Dok, setelah saya keluar tiba-tiba saja Mas Arka sudah tak sadarkan diri," ucap Luna.Dokter itu tersenyum sambil mengangguk, setelahnya ia pun memeriksa keadaan Arka."Semua normal, tapi alangkah baiknya di bawa ke rumah sakit agar ditindak lanjuti, karena sepertin
"Jangan mendekat!" tekan Roni saat istrinya itu masuk. Lelaki itu terlihat sangat kacau, amarah dan sedih bercampur jadi satu."Bagaimana dengan Chacha?" tanya Putri."Dia harus dioperasi karena kakinya ada yang patah," ketus Roni tanpa melihat ke arah istrinya."Separah itu kah?" tanya Putri tak percaya, kini air matanya luruh begitu saja. Ibu mana yang akan kuat ketika mendengar anaknya yang masih kecil haris dioperasi, apalagi anak itu baru saja bisa berjalan dan umurnya belum genap dua tahun."Semua gara-gara kamu! Pergi kamu dari sini!" bentak Roni dan langsung mendapat teguran Dokter tersebut.Tak mau berlama-lama, Roni pun pamit keluar dan disusul oleh istrinya."Aku akan mengabari mamaku," ucap Putri. Walau bagaimanapun, Chacha adalah cucu pertamanya. Mengingat Putri tidak punya saudara kandung, maka Chacha adalah cucu satu-satunya."Terserah!" ketus Roni. Kini ia pun beranjak ke depan untuk mengurus administrasi.Sedangkan Putri mondar mandir di depan ruangan. Anaknya harus s
"Tuh kan, salah lagi. Padahal tadi kamu sendiri yang membahas Putri, tapi giliran diladeni kamu marah dan seolah aku yang salah," ucap Arka sambil garuk-garuk kepalanya."Tapi kan enggak harus ke sana juga. Ngapain ke rumah Putri kalau enggak melepas rindu," sungut Luna. Entah kenapa akhir-akhir ini emosinya sering tak terkendali bahkan ia sangat sensitif."Iya, aku minta maaf," ucap Arka. Sedangkan Luna hanya diam sambil membuang muka. Tak tinggal diam, Arka pun mengambil tangan istrinya dan dikecup perlahan, ia ingin menunjukkan betapa cintanya ia pada Luna, walaupun kebodohan dan kesalahan sering ia lakukan, bahkan terkadang tak bisa mengendalikan emosi, tetapi cinta pada istrinya tak pernah pudar."Aku mau terapi, Sayang, biar bisa cepat jalan," ucap Arka kemudian."Terapi?"Arka mengangguk. "Iya, aku enggak mau terus merepotkanmu.""Boleh, Mas. Lagian capek juga harus mengangkatmu," ucap Luna. Ucapan itu tidak lah serius karena ia tak pernah merasa direpotkan oleh Arka. Dirinya
Dengan kaki yang masih sulit digerakkan, Arka mencoba menghampiri istrinya, sedangkan asisten yang mendengar teriakannya datang melihat apa yang tengah terjadi sampai majikannya berteriak sekencang itu.Dia pun tak kalah kaget saat melihat kondisi sang majikan yang berlumuran darah. Kini dengan cepat, sang asisten pun lari keluar untuk mencari pertolongan. Tak menunggu lama, dia kembali dengan membawa beberapa orang laki-laki.Kini tubuh Luna pun di bopong menuju mobil, Arka pun tak ketinggalan, dengan dibantu tetangganya, ia pun dipapah menuju ke arah mobil dan setelahnya mereka pun menuju ke rumah sakit.***"Bagaimana, Arka?" tanya sang mertua yang terlihat panik ketika mendengar anaknya masuk rumah sakit."Sedang ditangani Dokter, Bu," jawab Arka yang terlihat lesu dengan wajah berantakan."Bagaimana ceritanya bisa seperti ini?" tanya ibunya setengah sebal. Tidak biasanya Luna seceroboh ini, ia mengira ada sangkut pautnya dengan Arka."Semua terjadi begitu saja, Bu. Aku yang terpe
"Kamu yakin?" tanya Luna dengan menatap sayu ke arah suaminya, ia merasa tak yakin dengan apa yang diucapkan oleh Arka."Yakin." Saat mengucapkan itu, Arka lebih memilih membuang muka dan menyembunyikan rasa sakitnya, mungkin memang benar jika ia harus menurunkan ego, tak mungkin memaksa istrinya untuk bertahan dalam kondisi hamil seperti itu. Ia tak mau terjadi sesuatu dengan anaknya, sejahat-jahatnya dirinya, ia sangat menyayangi calon anaknya itu, apalagi sudah lama ia mendamba ingin seorang anak lagi. Jika ini jawaban atas doa-doanya untuk memiliki keturunan lagi, maka ia pun harus rela melepas istrinya dan tak membiarkan dia terbebani olehnya yang seperti ini."Tapi aku tidak yakin, Mas. Aku tidak bisa meninggalkanmu dalam kondisi seperti ini. Akan jauh lebih menyakitkan jika kamu di rumah tanpa ada orang yang mengurusmu," ucap Luna. Sebenarnya ia ingin sekali beristirahat karena merasakan badannya sakit semua, apalagi kepalanya terasa pusing saat ini. Tetapi ia tak bisa meningga
"Jika nanti cucuku sudah siuman, maka Mama akan membawanya pulang, hidup saja kamu dalam cemburu butamu," ketus mamanya."Ma..."Mamanya memberi kode dengan mengangkat tangannya untuk tidak mengatakan sesuatu.Putri pasrah, ia tak tahu harus berbuat apa, dirinya pun tak menyangka akan dipisahkan dengan anaknya.Kini pandangannya menatap ke arah Reno, di sana suaminya itu sedang duduk termenung, terlihat tak ada air mata di sana, mungkin sudah kering."Mas," panggil Putri. Reno hanya diam tak bergeming, pikirannya masih kacau. Dirinya pun merasa gagal sebagai seorang Ayah."Aku minta maaf," ucap Putri lagi, kali ini ia bisa menurunkan sedikit egonya."Simpan saja kata maafmu," ketus Reno yang tak bisa menyembunyikan rasa kesalnya.***"Papa," teriak Arsya saat melihat papanya pulang. Ya, hari ini Luna diperbolehkan pulang. Sama seperti hari-hari kemarin, mereka pun ditemani sang Ibu. Tapi kali ini ibunya lebih banyak diam, ia tak mau salah bicara lagi yang nantinya akan membuat anaknya
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Arka saat melihat istrinya juga meringis kesakitan, bahkan kini ia abaikan rasa sakitnya dan lebih khawatir dengan keadaan Luna."Maaf, Mas. Aku kesandung kakiku sendiri," jawab Luna sambil berdiri."Perutmu tidak apa-apa, kan?"Luna menggeleng keras, setelah itu ia pun beranjak untuk mengambil anaknya.Sedangkan Arka hanya bisa menatap kepergian istrinya dengan tatapan sedih, bukan sedih akan kehamilan Luna, tapi lebih kemerasa tak berguna sebagai lelaki.Tak menunggu lama, Luna pun sudah kembali sambil menggendong Arsya."Sini sama Papa," ucap Arka. Arsya pun mengulurkan tangannya, kini bocah kecil itu sudah berada dalam dekapan Arka."Kalian tidur, ya," ucap Luna sambil mengangsurkan selimut pada keduanya."Kamu juga, Sayang," ucap Arka sambil mencekal lengan istrinya."Iya, ini juga mau tidur kok, tapi ada sesuatu yang harus diurus, perihal perusahaan," ucap Luna.Arka pun sempat ingat tentang perusahaannya yang mendapat beberapa kendala."Nanti aku ban
Karena merasa tidak mengenal dan merasa asing terhadap laki-laki itu, ibunya Oliv pun enggan membuka pintu.Ia takut jika orang itu berniat jahat terhadap keluarganya, sebab yang dirinya tahu kalau para penjahat tersebut masih tersisa satu orang yang belum tertangkap."Buka pintunya!" Suara laki-laki tersebut terdengar sangat jelas sambil terus menggedor pintu."Cepat buka!" teriak laki-laki itu kembali.Sedangkan ibunya Oliv masih tertahan di dalam. Lantas Ia pun segera menelpon bu RT untuk membawa beberapa warga ke sini karena dirasa jika orang yang bertamu ke rumahnya saat ini bukanlah orang baik-baik.Berulang kali panggilan itu terhubung tetapi sama sekali tidak diangkat oleh bu RT.Pikiran ibunya Oliv saat ini sudah buntu. Dirinya tidak tahu harus meminta bantuan kepada siapa lagi.Kepada polisi rasanya juga percuma saja, karena Dirinya belum bisa memastikan apakah orang yang berada di luar itu memang punya jahat atau tidak.Setidaknya kalau dirinya memanggil RT, RT bisa menyele
Setelah beberapa hari dari peristiwa itu, kehidupan Arka dan juga Luna mulai membaik.Mereka tidak lagi ketakutan untuk menyongsong hari. Ada banyak rencana-rencana indah yang telah mereka buat setelah hari ini. Tentunya mereka memastikan dulu kalau perusahaan dalam keadaan bagus dari segi keuangan dan yang lain.Beruntung sekali perusahaan Arka tidak jadi bangkrut, dan itu semua berkat bantuan dari istrinya."Ibu katanya mau menginap di sini malam ini, Mas," ucap Luna saat melayani suaminya makan.Arka terlihat sangat lahap sekali setelah beberapa waktu dirinya tidak bisa bernafas lega setelah rentetan peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan."Sama Dio juga?""Ya. Katanya ada sesuatu yang ingin dia bicarakan sama kita. Mungkin tentang masalah pernikahan Dio," jawab Luna yang hanya menduga-duga saja.Sebab selama ini ibunya jarang sekali menginap Kalau tidak ada sesuatu yang penting, ataupun saat dirinya sedang sakit.Itu saja bisa dihitung dengan jari. Bahkan saat Arka masuk rumah
"Singkirkan tubuh kotormu dari kakiku! Rasanya aku sudah tidak sudi lagi dekat-dekat dengan kalian," ucap Arka dengan sangat Ketus."Aku mohon, Jangan sakiti keluargaku karena mereka tidak tahu perbuatanku. Jangan apa-apa kan mereka, cukup aku saja yang kamu hukum. Jangan kedua orang tuaku," ucap Eva yang masih belum mau beranjak dan tetap memegang kaki Arka."Sembahlah Tuhanmu! Kau tidak perlu bersujud seperti ini kepadamu.""Ka! Kita adalah sahabat. Tolong jangan tega sama aku," ucap Eva dan langsung mendapatkan tatapan tajam dari Arka."Sahabat? Lalu kamu mengatakan Aku tega sama kamu. Sekarang aku tanya sama kamu, di sini yang tega itu kamu atau aku. Kamu sendiri yang merusak kepercayaanku sebagai seorang sahabat. Kamu yang pura-pura baik di depanku tetapi menusukku dari belakang. Jangan mengira aku tidak tahu kebusukanmu selama ini. Dan apa yang telah kamu lakukan kepada keluarga kecilku! Jadi tidak usah merasa sok tersakiti Sedangkan kamu sendiri adalah penjahat sesungguhnya!" b
Andi dan juga Eva saling bertatap muka sebentar. Rasanya mereka berdua ingin segera kabur dari sini, tetapi hal itu tidak mungkin mereka lakukan.Saat ini mereka berdua sudah dikepung. Tidak ada celah bagi mereka untuk pergi dari sini Apalagi pistol tersebut sudah mengarah ke arah mereka, yang artinya jika sampai mereka berani kabur maka yang ada para polisi itu akan menembaknya."Tangkap mereka berdua!" perintah salah satu polisi yang kemungkinan besar adalah atasannya.Baik Andi dan juga Eva sama-sama tidak bisa melawan dan hanya pasrah saat polisi itu memborgol tangannya.Kejadian ini pun juga tak luput dari perhatian warga yang memang kebetulan mereka masih berada di rumah dan belum berangkat ke sawah.Mereka menjadi tontonan orang-orang yang berada di sana. Malu? Sudah tentu.Lalu sesaat kemudian mereka pun dibawa oleh polisi.Sementara di tempat lain Arka mendapatkan kabar jika dua orang sahabatnya itu sudah berhasil ditangkap.Tetapi saat ini Dirinya belum merasa puas Kalau bel
"Suara apa itu?" tanya Andi, suami Eva."Mas! Apa jangan-jangan polisi sudah menemukan keberadaan kita?" tanya Eva yang begitu sangat panik karena merasa hidupnya sudah terancam."Kita lewat pintu belakang," ucap Andi yang langsung disetujui oleh Eva.Setelah berhasil keluar dari rumah, lantas Ia pun menoleh ke sana kemari untuk memastikan kalau keadaan aman."Tidak ada polisi. Lalu tadi itu suara apa?" tanya Eva.Dirinya tidak menemukan siapa pun di sana dan keadaan pun juga masih sunyi. "Mungkin tikus atau kucing." Andi menjawab sekenanya saja."Mana kunci mobilnya?" tanya Andi.Eva pun langsung memberikan kunci mobil tersebut kepada suaminya. Lalu setelahnya Mereka pun segera pergi meninggalkan tempat ini.Tetapi tanpa mereka sadari ada seseorang yang melihat kepergiannya dan membuntutinya dari belakang sambil menelpon seseorang.Entah apa tujuan orang tersebut, tetapi yang pasti Andi merasa jika saat ini dirinya memang ada yang mengikuti.Ia pun mengemudikan mobil dengan kecepata
Arka yang baru saja masuk ke ruangan itu pun juga tak kalah kagetnya saat mendengar ungkapan dari Oliv.Laki-laki itu tertahan di sana sambil menatap tajam ke arah Oliv. Rahangnya mengeras dan tangannya mengepal. Ia begitu sangat marah terhadap Oliv.Sungguh tidak menyangka jika wanita yang selama ini selalu ditolong oleh istrinya dan katanya dekat berani meminta sesuatu yang tidak pantas diminta."Bicara apa kamu, Liv?" tanya Luna."Tidak ada laki-laki yang nantinya mau sama aku! Wanita kotor dan telah dijamah oleh beberapa laki-laki. Siapa lagi yang mau sama aku? Gak ada, Lun! Nggak ada laki-laki yang mau sama aku!" ucap Oliv."Tetapi tidak harus meminta suamiku kan? Kamu pasti dapat laki-laki yang baik, tetapi bukan mas Arka," ucap Luna dan Oliv menjawab dengan gelengan kepala."Sudah cukup drama ini! Sayang, ayo kita pulang dan kamu biarkan saja temanmu yang tidak tahu diri ini," ketus Arka lalu menarik paksa istrinya."Nak Arka, tolong maafin Oliv ya," ucap wanita paruh baya itu,
Seketika mata Arka membulat sempurna saat mendapati pesan seperti itu dari Alfi.Segera ia menelpon kembali sepupunya itu."Siapa yang telah mengancammu?" tanya Arka."Keluarganya mas Aldo.""Seharusnya kamu tidak perlu panik dan juga takut. Sebab kamu bisa melaporkan ancaman itu kepada polisi, biar nanti polisi yang akan menindak lanjutinya," ucap Arka.Sebenarnya ia ingin sekali membantu sepupunya itu, tetapi dirinya sadar jika itu bukanlah ranahnya. Masalah Alfi dengan keluarga suaminya, adapun untuk ancaman itu biar nanti Alfi sendiri yang melaporkannya kepada polisi.Dirinya yang sebagai orang luar tidak berani terlalu masuk karena takut dipersalahkan.Apalagi saat ini dirinya banyak sekali masalah-masalah yang belum kunjung menemukan titik terang.Selain ancaman, juga terdapat teror yang membuat istrinya sendiri sampai tidak tenang dan saat ke kantor saja harus ikut."Mas Arka, tolong bantu aku, Mas," ucap Alfi lagi."Fi, bukannya aku nggak mau membantu kamu. Tetapi aku sendiri
"Eva." Arka benar-benar terkejut atas kedatangan temannya itu."Ka, kok kamu ada di sini?" Kini ganti Eva yang bertanya."Aku sedang ada urusan. Lalu kamu sendiri?""Sama halnya denganmu. Aku juga ada perlu di sini," jawab Eva.Sementara kedua laki-laki tadi nampak takut dan sama sekali tidak bisa memandang ke arah Arka."Cepat katakan sekarang juga!" ucap Arka dengan tegas.Dirinya tak ada waktu bermain-main. Siapapun orang yang telah berani mengusik kehidupan istrinya, maka dia harus mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang telah dia lakukan."Tidak ada, Pak," ucap laki-laki tersebut dan membuat Arka semakin geram."Kamu jangan bermain-main dengan saya! Kamu belum mengenal saya seperti apa, saya bisa menjadi singa bagi orang yang berani menantang saya!" ucap Arka dengan mata melotot.Tetapi kedua orang itu sama sekali tidak menggubris ucapan Arka dan memilih untuk menundukkan kepala saja, sampai pada akhirnya salah satu polisi yang melihat Arka tidak bisa mengontrol emosinya
Arka terlihat memanggil suster karena sepertinya Oliv membutuhkan penanganan ekstra karena ketika dilihat-lihat, Oliv terkena gangguan mental.Tak lama suster itu pun datang bersama dengan dokter, dan saat melihat keadaan Oliv Mereka pun langsung memberikan suntikan penenang.Lambat laun mata Oliv mulai terpejam seiring dengan reaksinya obat itu."Dia seperti itu selama di rumah. Dia mengatakan kalau dirinya kotor," ucap ibunya Oliv dengan mata yang sudah basah dengan air mata.Sungguh dirinya tidak menyangka Jika kehidupan anaknya akan malang seperti ini."Luna turut prihatin, Tante. Tetapi data tidak perlu khawatir karena Luna akan selalu ada untuk tante dan Luna akan menjadi orang pertama yang selalu mensuport Oliv," ucapnya.Arka sendiri menatap iba ke arah wanita itu. Tetapi dirinya benar-benar tidak bisa melakukan apa pun saat ini."Tolong bantu Tante. Tante bingung harus berbuat apa," ucapnya dengan tatapan mengiba."Luna akan bantu Oliv semampu Luna, Tante. Kita akan bersama-s