Setelah kejadian waktu lalu, Arka beserta Luna tak pernah bertemu dengan Alfi, tapi hubungannya dengan Bibi dan kedua anaknya yang lain masih terjalin baik. Mereka berdua juga belum datang ke rumah itu karena Arka terlalu sibuk.Hanya dengan Alfi saja ia membatasi komunikasi, Arka masih merasa sakit hati, apalagi kini ia menyadari kalau Alfi sengaja ingin membuat hubungannya dengan Luna berantakan."Satu minggu lagi pernikahan Dara dan juga Nina digelar," ucap Arka saat ia tengah menikmati waktu bersama istrinya di teras rumah. Luna memang menyukai duduk di teras sambil melihat bunga yang ia tanam tumbuh dengan subur. Tak lupa segelas kopi panas terhidang di meja, dan di sampingnya ada juga camilan pendamping kopi."Kamu sudah bantu bibimu?" tanya Luna. Ia tahu, bibinya kekurangan biaya, walaupun beliau tak mengeluh tetapi Dara sempat bercerita padanya."Sudah. Tapi tidak banyak, semoga bisa membantu.""Aamiin. Kasihan Bibi," ucap Luna. Arka menganggukkan kepalanya. "Dia ibu kedua bag
Acara pernikahan Dara dan juga Nina akhirnya hari ini digelar. Arka dan juga Luna mulai kemarin sore sudah datang ikut membantu, tak lupa mereka menjemput ibunya, walau bagaimanapun, sekarang ibunya Luna juga menjadi kerabat Bibi.Selama di rumah bibinya, Arka benar-benar menghindari Alfi. Ia tak sehangat dulu saat pada gadis itu. Ia bersikap acuh. Sedangkan Luna sendiri ikut sibuk membantu acara.Apalagi hari ini adalah resepsi pernikahan sepupunya itu, Luna di suruh Bibi untuk ikut menyalami para tamu di luar.Terlihat sekali raut kelelahan di wajah Luna, Arka yang melihatnya seperti tak tega. Ia kini menghampiri istrinya saat tamu mulai sepi."Kamu istirahat saja. Wajah kamu pucat, nanti sakit loh," ucap Arka memberi perhatian."Iya, Mas. Aku capek banget," keluh Luna."Maka dari itu, kamu istirahat saja. Ayo aku temani," ucap Arka lalu menggandeng lengan istrinya menuju kamar yang ia tempati ketika menginap di rumah bibinya."Mana yang capek, biar aku pijit," ucap Arka."Enggak. A
"Aku harus menemui lelaki itu. Dia harus bertanggungjawab dengan apa yang telah ia buat" ucap Luna. Ia merasa tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Apalagi pria itu, lelaki yang sangat ia kenal baik."Apa kamu tahu rumahnya dimana?" tanya Arka."Kalau belum pindah, aku tahu.""Coba kamu telepon, Sayang. Dia kan sahabatmu," ucap Arka. Luna mengangguk. Lalu ia menyalin nomor telepon itu ke HP nya dan mulai menghubungi."Tidak aktif," ucap Luna."Ya sudah, kita kesana besok saja, sekarang aku masih bingung mau jelasin kaya gimana sama Bibi, sudah pasti beliau sangat kecewa," ucap Arka. Kini ia nampak frustasi. Entah kenapa, cobaan yang dialami bibinya itu terlampau besar."Jadi Bibi belum tahu?"Arka menggeleng keras. "Belum, Alfi masih merahasiakan semuanya ini sendiri dan hanya mau berbagi sama aku tadi.""Kamu dekat banget ya sama dia, bahkan dia lebih percaya cerita sama kamu daripada ibunya sendiri," ucap Luna.Arka menoleh, kini ia merasa pertanyaan istrinya itu bakal mengar
"Lun, aku mau bicara sama kamu, berdua saja," ucap Aldo sebelum Luna beranjak pulang.Setelah berdiskusi panjang, akhirnya Aldo mau bertanggungjawab dengan janin yang dikandung oleh Alfi."Tidak bisa, Do. Kamu kalau mau ngomong, langsung saja," ucap Luna.Ia tidak mau suaminya salah paham lalu cemburu dan mengakibatkan pertengkaran."Aku mau bicara sama kamu, hanya sama kamu.""Tidak, Aldo. Please! Kamu ngomong di sini saja," ucap Luna."Aku tidak tahu kalau Alfi adalah sepupu suami kamu. Aku tidak bermaksud merusaknya.""Apapun itu, yang penting kamu sudah mau bertanggungjawab. Itu sudah cukup, terimakasih Aldo, sebagai sahabat, aku bangga sama kamu," ucap Luna tersenyum."Tapi ada satu hal yang kamu harus tahu, Lun. Aku berhubungan sama Alfi bukan karena dasar suka sama suka."Luna dan suaminya mendengarkan dengan seksama apa yang akan Aldo ucapkan."Aku hanya melampiaskan saja, begitupun juga dengan Alfi," ucap Aldo."Alasan apapun, kamu tetap salah. Semua yang kamu lakukan adalah
"Kamu blokir nomor itu. Aku nggak mau kita berurusan dengan orang itu lagi," ucap Luna sambil mengembalikan handphone miliknya suaminya setelah ia selesai membaca pesan itu."Siap, Sayang."Luna tersenyum, memang dalam pesan itu tidak ada sesuatu yang aneh. Putri cuma mengirimkan pesan kenapa Arka tidak datang dalam acara pernikahannya, ia juga titip salam pada Luna dan meminta maaf pernah jadi duri dalam rumah tangganya.Tetapi semua itu tidak serta merta membuat hati Luna luluh. Ia lebih menjaga diri dan hubungannya dengan suaminya tanpa ada orang di masa lalu."Kamu nggak marah sama aku, kan?" tanya Arka ketika melihat istrinya diam. Ia takut kalau istrinya ngambek karena cemburu pada pesan itu."Enggak. Penting kamu bisa jaga hati kamu saja, Mas.""Aku nggak mau berjanji, nanti kena omel kamu lagi. Tapi aku akan berusaha menjaga hati hanya untuk kamu."***"Bu, kita pergi dulu, ya? Titip rumah, kalau perlu apapun tinggal bilang sama Bi Nah," ucap Arka sebelum ia beranjak pergi."
"Terimakasih karena kamu selalu bersikap lembut terhadapku. Walau rasa itu belum kunjung datang, tetapi aku akan mencoba membuka hatiku untuk kamu," ucap Putri. Kini ia sudah sah menyandang status sebagai istri Roni. Ia awalnya ragu menerima Roni, apalagi ketika mengingat ucapannya dulu yang seolah merendahkan harga dirinya, membuatnya takut kalau Roni akan berbuat kasar.Tapi semua asumsinya itu terpatahkan. Roni sangat menyayanginya, ia selalu bersikap baik dan menjadikannya ratu di rumah yang tak begitu besar karena notabennya Roni adalah orang biasa, yang tak sekaya orang tuanya."Aku mencintaimu. Maaf juga karena untuk mendapatkanmu dengan cara menjijikkan, sampai kamu sendiri merasa benci terhadapku," jawab Roni sambil menatap lekat wajah istrinya.Ia begitu bahagia, akhirnya wanita yang ia cintai berada dalam penjagaannya dan bisa ia pandangi setiap hari.Sebenarnya Roni ini bukan orang jahat, tetapi cinta buta nya pada Putri menjadikannya lelaki bejat. "Aku memang benci cara
"Lucu-lucu sekali bajunya," ucap Luna saat melihat baju bayi. Tak lupa ia mengambil gedong dan perlengkapan lainnya."Ambil seperlunya saja, Sayang. Yang cocok buat bayi cowok maupun cewek, karena kita belum tahu jenis kelaminnya. Kalau nanti dedeknya sudah lahir, baru kita beli baju yang sesuai jenis kelaminnya," ucap Arka. Saat ini mereka tengah belanja di toko yang khusus menjual perlengkapan bayi."Kamu lebih suka anak cowok atau cewek?" tanya Luna sambil menatap ke arah suaminya yang juga sedang memilih perlengkapan lain."Cowok cewek sama saja, Sayang. Yang paling utama, kamu dan anak kita sehat, persalinan lancar. Aku tidak butuh yang lainnya."Luna tersenyum, ia merasa bersyukur mempunya suami seperti Arka, suami yang tidak menuntut apapun. Ya, walaupun dulu selalu membuatnya sakit, tetapi kini suaminya itu membuktikan semua ucapannya, ia sudah berubah dan lebih menyayangi dirinya juga memprioritaskan dirinya."Kenapa senyum-senyum gitu?""Enggak. Makasih banyak," ucap Luna."
Kini usia Arsya menginjak lima belas bulan dan sudah bisa berjalan. Badannya ngikutin badan papanya, tidak gemuk juga tidak kurus, tetapi walaupun begitu makannya sangat lahap. Berat badan setiap bulannya juga naik."Sini, sama Papa ya, dek?" Arka tetap memanggil anaknya dengan sebutan dedek. Arsya kecil pun berjalan menghampiri papanya. "Kita jalan-jalan, biarkan Mama masak dulu, kita jalan berdua saja,"ucap Arka sambil menggendong anaknya. Arsya kecil tersenyum menggemaskan."Jangan lama-lama, Sayang." Luna mewanti-wanti suaminya karena Arsya sendiri juga belum diberi makan.***"Arka! Ini anak kamu?" Tak sengaja Arka bertemu Putri di taman. Putri sendiri juga tengah hamil, terlihat dari perutnya yang sudah membuncit."Iya," jawab Arka sambil tersenyum dan tetap mengawasi anaknya yang tengah bermain."Sudah besar, ya?" ucap Putri lagi.Arka mengangguk." Ke sini sama siapa?""Sendiri," jawab Putri. Raut wajahnya terlihat sedih. Arka bisa melihatnya, kebersamaan waktu dulu tidak memb
Karena merasa tidak mengenal dan merasa asing terhadap laki-laki itu, ibunya Oliv pun enggan membuka pintu.Ia takut jika orang itu berniat jahat terhadap keluarganya, sebab yang dirinya tahu kalau para penjahat tersebut masih tersisa satu orang yang belum tertangkap."Buka pintunya!" Suara laki-laki tersebut terdengar sangat jelas sambil terus menggedor pintu."Cepat buka!" teriak laki-laki itu kembali.Sedangkan ibunya Oliv masih tertahan di dalam. Lantas Ia pun segera menelpon bu RT untuk membawa beberapa warga ke sini karena dirasa jika orang yang bertamu ke rumahnya saat ini bukanlah orang baik-baik.Berulang kali panggilan itu terhubung tetapi sama sekali tidak diangkat oleh bu RT.Pikiran ibunya Oliv saat ini sudah buntu. Dirinya tidak tahu harus meminta bantuan kepada siapa lagi.Kepada polisi rasanya juga percuma saja, karena Dirinya belum bisa memastikan apakah orang yang berada di luar itu memang punya jahat atau tidak.Setidaknya kalau dirinya memanggil RT, RT bisa menyele
Setelah beberapa hari dari peristiwa itu, kehidupan Arka dan juga Luna mulai membaik.Mereka tidak lagi ketakutan untuk menyongsong hari. Ada banyak rencana-rencana indah yang telah mereka buat setelah hari ini. Tentunya mereka memastikan dulu kalau perusahaan dalam keadaan bagus dari segi keuangan dan yang lain.Beruntung sekali perusahaan Arka tidak jadi bangkrut, dan itu semua berkat bantuan dari istrinya."Ibu katanya mau menginap di sini malam ini, Mas," ucap Luna saat melayani suaminya makan.Arka terlihat sangat lahap sekali setelah beberapa waktu dirinya tidak bisa bernafas lega setelah rentetan peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan."Sama Dio juga?""Ya. Katanya ada sesuatu yang ingin dia bicarakan sama kita. Mungkin tentang masalah pernikahan Dio," jawab Luna yang hanya menduga-duga saja.Sebab selama ini ibunya jarang sekali menginap Kalau tidak ada sesuatu yang penting, ataupun saat dirinya sedang sakit.Itu saja bisa dihitung dengan jari. Bahkan saat Arka masuk rumah
"Singkirkan tubuh kotormu dari kakiku! Rasanya aku sudah tidak sudi lagi dekat-dekat dengan kalian," ucap Arka dengan sangat Ketus."Aku mohon, Jangan sakiti keluargaku karena mereka tidak tahu perbuatanku. Jangan apa-apa kan mereka, cukup aku saja yang kamu hukum. Jangan kedua orang tuaku," ucap Eva yang masih belum mau beranjak dan tetap memegang kaki Arka."Sembahlah Tuhanmu! Kau tidak perlu bersujud seperti ini kepadamu.""Ka! Kita adalah sahabat. Tolong jangan tega sama aku," ucap Eva dan langsung mendapatkan tatapan tajam dari Arka."Sahabat? Lalu kamu mengatakan Aku tega sama kamu. Sekarang aku tanya sama kamu, di sini yang tega itu kamu atau aku. Kamu sendiri yang merusak kepercayaanku sebagai seorang sahabat. Kamu yang pura-pura baik di depanku tetapi menusukku dari belakang. Jangan mengira aku tidak tahu kebusukanmu selama ini. Dan apa yang telah kamu lakukan kepada keluarga kecilku! Jadi tidak usah merasa sok tersakiti Sedangkan kamu sendiri adalah penjahat sesungguhnya!" b
Andi dan juga Eva saling bertatap muka sebentar. Rasanya mereka berdua ingin segera kabur dari sini, tetapi hal itu tidak mungkin mereka lakukan.Saat ini mereka berdua sudah dikepung. Tidak ada celah bagi mereka untuk pergi dari sini Apalagi pistol tersebut sudah mengarah ke arah mereka, yang artinya jika sampai mereka berani kabur maka yang ada para polisi itu akan menembaknya."Tangkap mereka berdua!" perintah salah satu polisi yang kemungkinan besar adalah atasannya.Baik Andi dan juga Eva sama-sama tidak bisa melawan dan hanya pasrah saat polisi itu memborgol tangannya.Kejadian ini pun juga tak luput dari perhatian warga yang memang kebetulan mereka masih berada di rumah dan belum berangkat ke sawah.Mereka menjadi tontonan orang-orang yang berada di sana. Malu? Sudah tentu.Lalu sesaat kemudian mereka pun dibawa oleh polisi.Sementara di tempat lain Arka mendapatkan kabar jika dua orang sahabatnya itu sudah berhasil ditangkap.Tetapi saat ini Dirinya belum merasa puas Kalau bel
"Suara apa itu?" tanya Andi, suami Eva."Mas! Apa jangan-jangan polisi sudah menemukan keberadaan kita?" tanya Eva yang begitu sangat panik karena merasa hidupnya sudah terancam."Kita lewat pintu belakang," ucap Andi yang langsung disetujui oleh Eva.Setelah berhasil keluar dari rumah, lantas Ia pun menoleh ke sana kemari untuk memastikan kalau keadaan aman."Tidak ada polisi. Lalu tadi itu suara apa?" tanya Eva.Dirinya tidak menemukan siapa pun di sana dan keadaan pun juga masih sunyi. "Mungkin tikus atau kucing." Andi menjawab sekenanya saja."Mana kunci mobilnya?" tanya Andi.Eva pun langsung memberikan kunci mobil tersebut kepada suaminya. Lalu setelahnya Mereka pun segera pergi meninggalkan tempat ini.Tetapi tanpa mereka sadari ada seseorang yang melihat kepergiannya dan membuntutinya dari belakang sambil menelpon seseorang.Entah apa tujuan orang tersebut, tetapi yang pasti Andi merasa jika saat ini dirinya memang ada yang mengikuti.Ia pun mengemudikan mobil dengan kecepata
Arka yang baru saja masuk ke ruangan itu pun juga tak kalah kagetnya saat mendengar ungkapan dari Oliv.Laki-laki itu tertahan di sana sambil menatap tajam ke arah Oliv. Rahangnya mengeras dan tangannya mengepal. Ia begitu sangat marah terhadap Oliv.Sungguh tidak menyangka jika wanita yang selama ini selalu ditolong oleh istrinya dan katanya dekat berani meminta sesuatu yang tidak pantas diminta."Bicara apa kamu, Liv?" tanya Luna."Tidak ada laki-laki yang nantinya mau sama aku! Wanita kotor dan telah dijamah oleh beberapa laki-laki. Siapa lagi yang mau sama aku? Gak ada, Lun! Nggak ada laki-laki yang mau sama aku!" ucap Oliv."Tetapi tidak harus meminta suamiku kan? Kamu pasti dapat laki-laki yang baik, tetapi bukan mas Arka," ucap Luna dan Oliv menjawab dengan gelengan kepala."Sudah cukup drama ini! Sayang, ayo kita pulang dan kamu biarkan saja temanmu yang tidak tahu diri ini," ketus Arka lalu menarik paksa istrinya."Nak Arka, tolong maafin Oliv ya," ucap wanita paruh baya itu,
Seketika mata Arka membulat sempurna saat mendapati pesan seperti itu dari Alfi.Segera ia menelpon kembali sepupunya itu."Siapa yang telah mengancammu?" tanya Arka."Keluarganya mas Aldo.""Seharusnya kamu tidak perlu panik dan juga takut. Sebab kamu bisa melaporkan ancaman itu kepada polisi, biar nanti polisi yang akan menindak lanjutinya," ucap Arka.Sebenarnya ia ingin sekali membantu sepupunya itu, tetapi dirinya sadar jika itu bukanlah ranahnya. Masalah Alfi dengan keluarga suaminya, adapun untuk ancaman itu biar nanti Alfi sendiri yang melaporkannya kepada polisi.Dirinya yang sebagai orang luar tidak berani terlalu masuk karena takut dipersalahkan.Apalagi saat ini dirinya banyak sekali masalah-masalah yang belum kunjung menemukan titik terang.Selain ancaman, juga terdapat teror yang membuat istrinya sendiri sampai tidak tenang dan saat ke kantor saja harus ikut."Mas Arka, tolong bantu aku, Mas," ucap Alfi lagi."Fi, bukannya aku nggak mau membantu kamu. Tetapi aku sendiri
"Eva." Arka benar-benar terkejut atas kedatangan temannya itu."Ka, kok kamu ada di sini?" Kini ganti Eva yang bertanya."Aku sedang ada urusan. Lalu kamu sendiri?""Sama halnya denganmu. Aku juga ada perlu di sini," jawab Eva.Sementara kedua laki-laki tadi nampak takut dan sama sekali tidak bisa memandang ke arah Arka."Cepat katakan sekarang juga!" ucap Arka dengan tegas.Dirinya tak ada waktu bermain-main. Siapapun orang yang telah berani mengusik kehidupan istrinya, maka dia harus mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang telah dia lakukan."Tidak ada, Pak," ucap laki-laki tersebut dan membuat Arka semakin geram."Kamu jangan bermain-main dengan saya! Kamu belum mengenal saya seperti apa, saya bisa menjadi singa bagi orang yang berani menantang saya!" ucap Arka dengan mata melotot.Tetapi kedua orang itu sama sekali tidak menggubris ucapan Arka dan memilih untuk menundukkan kepala saja, sampai pada akhirnya salah satu polisi yang melihat Arka tidak bisa mengontrol emosinya
Arka terlihat memanggil suster karena sepertinya Oliv membutuhkan penanganan ekstra karena ketika dilihat-lihat, Oliv terkena gangguan mental.Tak lama suster itu pun datang bersama dengan dokter, dan saat melihat keadaan Oliv Mereka pun langsung memberikan suntikan penenang.Lambat laun mata Oliv mulai terpejam seiring dengan reaksinya obat itu."Dia seperti itu selama di rumah. Dia mengatakan kalau dirinya kotor," ucap ibunya Oliv dengan mata yang sudah basah dengan air mata.Sungguh dirinya tidak menyangka Jika kehidupan anaknya akan malang seperti ini."Luna turut prihatin, Tante. Tetapi data tidak perlu khawatir karena Luna akan selalu ada untuk tante dan Luna akan menjadi orang pertama yang selalu mensuport Oliv," ucapnya.Arka sendiri menatap iba ke arah wanita itu. Tetapi dirinya benar-benar tidak bisa melakukan apa pun saat ini."Tolong bantu Tante. Tante bingung harus berbuat apa," ucapnya dengan tatapan mengiba."Luna akan bantu Oliv semampu Luna, Tante. Kita akan bersama-s