Home / Pernikahan / Ketika Istri Mati Rasa / Jawaban Alina yang Menohok

Share

Jawaban Alina yang Menohok

Author: Farid-ha
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Ya sudah, nggak papa kalau tidak mau. Bukan salah Wildan kalau akhirnya ia bersikap seperti itu. Ini murni salahku yang mengabaikannya selama ini." Radit tertunduk sedih. Suaranya bergetar.

Apa yang ia katakan tulus dari dalam hati. Sebab ia merasa semua ini akibat perbuatannya selama ini. Selain itu,

Radit sengaja segera menjawab demikian, sebab Desti sudah siap membuka mulut untuk menjawab kembali. Radit hapal betul karakter istrinya yang tak mau kalah.

Radit sangat malu terhadap Randu dan Alina gara-gara mulut Desti yang tak memiliki saringan sama sekali.

"Bagus kalau kamu akhirnya sadar, Radit! Ini kan buah dari perbuatanmu selama ini. Terima dan hadapi dengan kepala tegak!" pungkas Niswa sembari menepuk pundak sepupunya itu. Radit menganggukkan kepala sebagai responnya.

Sebenarnya Niswa kasihan terhadap Radit yang mendapatkan penolakan Wildan. Namun, ia tak tahan bila Alina disalahkan oleh Desti.

"Cepat atau lambat nanti anaknya pasti mengerti, Bro. Harap bersabar. Mungkin
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
marlaina marliana
sekarang malah ngumpulin poin cuma hanya satu dapatnya selain check in. yg lainya awalnya sj. malah setelah top up. kok gk bisa buka bab lewat iklan. dulu sebelum top up masih bisa mau baca, buka kunci nonton iklan .
goodnovel comment avatar
Marini Hamdi
waduh, kok terputus2 semua sih novelnya? nyesal aku sebenarnya baca novel disini, lg asyik eh ternyata blom rilis lengkap, nunggu lagi nunggu lagi, uang dah byk habis gara2 top up, payah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ketika Istri Mati Rasa    Penyesalan Radit 1

    POV RaditSelalu ada hikmah di balik musibah. Aku mencoba berpikir positif terhadap kematian ibu. Kehadiran Wildan adalah salah satu hikmah atas meninggalnya ibu saat ini. Aku yakin seratus persen, Alina tidak akan pernah membawa anak kami datang kemari kalau bukan untuk takziah. Dan ini sebuah kebahagiaan tersendiri bagiku yang bisa melihat dan menatap Wildan secara langsung meskipun, anak lelaki itu masih enggan aku pangku. Padahal, dulu ia akan merajuk bila aku tak langsung menyapanya di saat pulang ke rumah Alina. Namun, itu menjadi sebuah kewajaran karena akulah yang menyebabkan dia berubah.Aku harus mengucapkan ribuan terima kasih pada Alina yang telah sudi datang ke sini. Wanita itu memang memiliki hati seluas samudera. Dari sorot matanya aku bisa melihat ketulusan Alina. Tidak ada niat apa pun ia datang ke sini selain untuk takziah. Sebab itulah rasa penyesalan telah menyia-nyiakannya kembali membelenggu relung hatiku. Berkat keluasan hati Alina lah ia bisa membawa Wildan

  • Ketika Istri Mati Rasa    Penyesalan Radit 2

    "Bang! Buka pintunya!" Desti menggedor pintu kamar yang aku tempati ini.Suasana berduka yang seharusnya tenang berubah menjadi gaduh dan penuh keributan. Dan Desti yang menjadi penyebab semua itu. Seandainya aku tak termakan buaian Desti, mungkin saat kehilangan ibu seperti ini aku sudah terhibur oleh Alina. Wanita itu selalu bisa menyenangkan dan menenangkan. Hanya saja aku tak pandai bersyukur hingga kehilangan perempuan sebaik dia. Saat ini aku sudah tidak lagi bisa menggapai hati Alina yang memiliki ketulusan seluas samudera. "Bang! Kamu dengar suaraku kan?" Dari suaranya aku tahu Desti masih berdiri di balik pintu. Aku tahu maksud Desti memanggilku. Tujuannya adalah uang yang ada dalam genggamanku. Lekas, kubuka amplop putih yang tadi diberikan oleh Randu. Sepuluh lembar berwarna merah. Aku rasa ini cukup untuk bekal meninggalkan rumah ini. Uang dari para pelayat biarlah diambil Desti kalau memang ia sangat ingin uang. Toh, di rumah ini tidak akan ada acara tahlilan seper

  • Ketika Istri Mati Rasa    Kenapa Harus Aku?

    Niat tulus bertakziah harus ternodai dengan adu mulut. Mulutnya Desti tidak ramah dan tajam membuat aku tak sanggup lagi meredam emosi yang meletup-letup di dalam dada.Berdiam diri sama dengan menyerahkan dan membiarkan harga diriku diinjak-injak oleh istrinya Mas Radit. Dan aku tidak mau serta tak rela bila itu terjadi. Di dalam sini aku berusaha kuat untuk menekan emosi yang ingin meletup-letup. Bisa-bisanya Desti menuduh aku. Dia kira akulah yang mempengaruhi Wildan untuk tidak mau dipangku bapaknya. Padahal, kelakuan Mas Radit sendiri yang membuat anaknya enggan mendekat. Berita meninggalnya ibu adalah duka tersendiri bagiku. Hidup bersama hingga belasan tahun tentu akan menyisakan banyak kenangan dalam hidupku ini. Aku sedih dan merasa ada yang hilang saat diberitahu kabar duka dari Mbak Niswa. Namun, aku tidak antusias untuk bertakziah, sebab sudah ada bayangan perlakuan Desti terhadap kami nantinya.Kalau bukan karena wejangan Bang Randu aku enggan jauh-jauh datang ke rumah

  • Ketika Istri Mati Rasa    Pacaran

    "Karena saat ini Alina Shasa Putri adalah nyonya rumah di rumah itu." Ada yang menghangat di dalam sini hingga menjalar di pipi. Dari sorot matanya aku tahu Bang Randu tulus mengucapkan itu. Terima kasih ya Allah … telah Engkau berikan suami yang setulus — Bang Randu pada hamba. Terima kasih ya Allah … telah kau hadirkan bahagia setelah merasakan pedihnya pengkhianatan selama beberapa tahun terakhir.Memang, kadang untuk bisa merasakan nikmatnya sesuatu harus merasakan sakit terlebih dahulu. Contoh kecil, kita akan merasakan nikmatnya sehat setelah sembuh dari sakit. "Kok, melamun lagi. Kenapa?" Bang Randu merubah posisi duduknya."Aku bersyukur atas semua nikmat yang Allah berikan. Termasuk mensyukuri karunia diberi suami yang Masya Allah baiknya." "Kamu terlihat cantik kalau sedang merona, Sayang. Teruslah tersenyum seperti ini. Dan jangan biarkan siapapun merusak kebahagiaanmu. Terlebih orang semacam Desti." Bang Randu menggenggam tanganku erat."Terima kasih ya, Bang. Atas semu

  • Ketika Istri Mati Rasa    Desti, Mau Apalagi?

    "Nggak pengen tau kenapa, gitu?" tanyanya setelah aku ber oh ria. Aku menggeleng. "Karena tidak ada yang cocok di hati ini selain Alina Sasha Putri." "Gombal!" Aku mencibir sembari membuang muka. Lalu segera turun dari mobil. Segera kubawa langkah kaki untuk turun dari mobil. Selain untuk segera melaksanakan salat, aku pun tak ingin terjebak di hadapan Bang Randu dengan perasaan yang entah. Takut dia khilafah. Sebab itu aku sengaja segera lekas turun karena menghindar dari Bang Randu. Saat ini ia tak boleh melihat pipi ini yang seperti kepiting rebus. Merah. Aku pasti sangat malu bila suami melihat pipi ini memerah, disebabkan ada yang menghangat di dalam hati ini. Kepalaku pun rasanya penuh dengan bunga-bunga.Bersama Bang Randu, aku seperti lupa diri kalau sudah tak lagi muda. Bersama lelaki itu rasanya aku seperti kembali ABG yang merasakan jatuh cinta lagi. Semoga Allah menjaga cinta kami hingga ke Jannah-Nya. Aamiin.Segar, itu yang aku rasakan setelah muka ini terbasuh oleh

  • Ketika Istri Mati Rasa    Desti Menyerahkan Diri untuk Dihina

    Mau ngapain lagi manusia satu itu? belum puas rupanya manusia itu mencari masalah dengan aku? "Sini, Mbak." Tangan ini menengadah pada perempuan berkerudung ungu. Kakak perempuan Mas Radit pun segera menyerahkan benda pipih yang canggih itu padaku."Mau ngomong apa? Cepat, waktuku nggak banyak!" Sedikit kusentak perempuan di seberang sana. Wanita macam dia tidak perlu diajak bicara dengan lemah lembut."Apa yang kamu katakan pada suamiku hingga dia kabur dari rumah? Kamu dari dulu memang jahat, Alina!" Suara Desti tersengal-sengal di sana. Jelas, emosi sedang menguasai dirinya.Baiklah, Desti, kamu ibarat daging yang nyamperin tusukan. Maka siaplah untuk dibakar dengan permainanku. Bersiaplah menjadi sate. Sepertinya asyik kalau aku memainkan perasaannya. "Mau tahu apa yang aku katakan pada suamimu? Tapi, sayangnya aku tidak akan membocorkan padamu!" Salah satu bibir ini kutarik ke atas saat membayangkan Desti menahan geram. "Setan kamu Alina! Tidak salah kalau aku benar-benar mem

  • Ketika Istri Mati Rasa    Radit Minggat

    Ketika Istri Mati Rasa Bab 76POV Radit"Bang. Mana uang dari pelayat kemarin?" Desti datang padaku dengan tangan menengadahkan. Tak lagi nampak senyum ramah seperti dulu-dulu lagi.Tadi selepas kepergian Alina dan rombongannya Mbak Ratmi menyerahkan uang dari para pelayat. Ia yang menghitung dan mengurusi uang tersebut. "Untuk apa kamu meminta uang tersebut?" tanyaku tanpa menoleh padanya. Saat itu aku sedang memikirkan bagaimana langkah hidupku setelah ini."Iya untuk mengganti biaya perawatan ibumu selama di sinilah." Jawaban Desti membuatku menoleh dan melotot ke arahnya."Berapa banyak uang yang kamu keluarkan untuk membiayai ibuku? Berapa banyak? Itu tidak sebanding dengan apa yang kamu rampas dari ibu. Tanah. Jadi jangan harap aku akan memberikan uang tersebut." "Bang! Jangan pernah kau ungkit lagi uang tanah tersebut. Sudah habis tak bersisa. Selain itu, biaya hidup ibu dan kamu selama di sini itu jumlahnya jauh lebih besar daripada uang tanah tersebut! Nggak imbang, Bang!"

  • Ketika Istri Mati Rasa    Jatuh Talak

    Dering handphone yang berisik menggagalkan lamunanku tentang Alina.Kuambil salah satu gawai itu dari dalam saku jaket. Nama Desti muncul sebagai pemanggil. Sejenak ku atur napas. Mau apa dia?"Mau apa?" Tak lagi ada salam pembuka saat berbicara dengannya. Muak itu yang aku rasakan saat ini."Bang! Apa yang ada di otakmu hingga benar-benar meninggalkan aku? Apa yang dikatakan Alina padamu? Cepat pulang! Kamu pikir bisa bebas pergi setelah melihat aku jatuh miskin dan hancur begini?" Suara Desti terdengar memburu di sana. Entah apa yang membuatnya marah. Seharusnya ia senang melihat kepergianku. Bukankah ia akan bebas pergi kemanapun bersama Irwan?"Kenapa kamu bawa-bawa nama Alina? Semua ini tidak ada sangkut pautnya dengan mantan istriku. Wanita sebaik dia tidak pernah menghasut orang lain! Aku pergi karena kelakuanmu se —" Aku belum sempat menyelesaikan ucapan sebab segera dipotong oleh Desti."Bang! Aku tahu di mana letak salahku, tapi tidak seharusnya kamu membandingkan aku denga

Latest chapter

  • Ketika Istri Mati Rasa    Alina Melahirkan

    "Mak … apa ini anak pertamamu, Mak?" Pak Sardi mengelus-elus punggung ibunya.Desti terkejut mendengar dirinya dianggap anak pertama Mak Teti."Apa maksudnya?" Desti berusaha melepaskan pelukannya wanita asing itu."Nduk, akulah ibumu kandungmu," jelas Mak Surti di sela isak tangisnya. Desti mematung mendengar penjelasan orang tua asing itu. Hati yang semula penuh sukacita karena ketemu Ralia, kini perasaan itu tidak lagi bisa dinarasikan."Ka — kamu perempuan perebut bapakku?" Ratmi yang sedari tadi dalam mode kalem kali ini meninggikan suaranya.Mak Teti menangis meraung di hadapan Ratmi. " Kamu anaknya Dalilah? Maafkan semua kesalahan ku di masa lalu, Nduk." Drama pertemuan ibu dan anak itu cukup lama berlangsung. Desti tidak bisa menerima begitu saja pengakuan wanita tua itu. Memang, Desti pernah mempertanyakan keberadaannya. Tapi, mantan istri Radit itu masih butuh waktu untuk bisa menerima kenyataan ini. "Kenapa, Mak tega meninggalkan aku demi laki-laki lain? Kenapa?" cecar D

  • Ketika Istri Mati Rasa    Siapa Namamu?

    POV Author"Namamu siapa, Cah ayu?" tanya perempuan bernama Bu Timah — yang telah membantu memandikan dan meminjami baju ganti Ralia. Di sampingnya duduk seorang nenek."Ralia, Bude," jawab Ralia setelah meneguk segelas air putih pemberian tuan rumah."Kamu ingat di mana rumahmu, Nduk?" tanya Pak Sardi— suami dari Bu Timah.Ralia pun menyebutkan nama desa tempat tinggal ibunya selama ini. "Waduh … itu jauh sekali, Bu. Apa bisa kita ke sana?" Pak Sardi menatap istrinya.Sepasang suami istri yang tidak memiliki anak itu saling bersitatap. "Pak, sebaiknya orang tuanya saja yang suruh datang ke sini." Usulan Bu Timah diterima oleh suami dan ibu mertuanya."Ingat nggak nomor telepon ibumu, Nduk?" Pak Sardi menatap wajah bocah perempuan tersebut."Hanya ingat nomor Ayah." Ya, Ralia hanya mengingat nomor bapaknya. Karena memang sering menelpon bapaknya.Dengan segera Pak Sardi menghubungi nomor Radit. Bapaknya Ralia itu kaget mendengar kabar tentang Ralia. Setelah mengucapkan banyak terima

  • Ketika Istri Mati Rasa    Ralia Terjatuh ke Sungai

    Ralia membekap mulutnya sendiri saat ada belatung yang loncat ke arah pipinya. Rasa jijik dan geli membelenggunya saat ini. Bergerak dan menimbulkan suara sedikit saja, membuat nasibnya terancam. Dia tahu di luar drum ada seseorang yang sedang berjalan mendekatinya.Mata Ralia membeliak sempurna saat tutup drum dibuka dari luar. Degup jantungnya bertalu lebih keras dari biasanya. Ralia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Di dalam hati, Ralia merapalkan doa pada Allah. Gadis cilik itu memohon perlindungan. Anak itu menahan rindu pada ibunya."Ya Allah … kalau Ralia ketangkap tolong pertemuan dengan Ibu terlebih dahulu. Ralia mau bilang, kalau Ralia sayang Ibu banyak-banyak. Ralia kangen Ibu Ya Allah …." Salah satu doa yang dipanjatkan Ralia di dalam hati saat melihat tangan laki-laki yang membuka drum tersebut. Ralia sudah pasrah bila pada akhirnya tertangkap. Tangan laki-laki yang penuh tato itu membuka tutup drum. Bau busuk yang menguar dari dalam drum menyelamatkan Ralia. Sebab akh

  • Ketika Istri Mati Rasa    Nasib Ralia Kini

    POV AuthorSuara kursi jatuh membuat nyali Ralia menciut seketika. Takut ditangkap mendominasi pikiran gadis kecil itu. Ralia merutuki kecerobohannya sendiri sebab secara tak sengaja kaki jenjangnya telah menyenggol kursi itu hingga membuat benda mati itu terjatuh. Walaupun, bocah perempuan yang memiliki badan lebih tinggi dari anak seusianya, itu sudah ada di atas jendela. Sesekali ia menoleh ke arah perempuan yang sedang tertidur itu. Untungnya, wanita yang bertugas menjaganya, tertidur seperti kerbau. Sehingga membuat gadis kecil itu sedikit bisa bergerak bebas.Ralia yang sudah terbiasa memanjat pohon tidak merasa takut saat menatap ke arah bawah jendela. Dengan sekali lompatan anak kecil itu sudah berhasil ke luar dari ruangan pengap tersebut. Ralia tersenyum sembari menepuk-nepuk tangannya yang terkena tanah. Anak Perempuan Radit itu merasa sedikit lega telah berhasil meloloskan diri. Namun, rasa bangga itu tidak begitu lama ia rasakan, sebab detik berikutnya terdengar suara te

  • Ketika Istri Mati Rasa    Bagaimana Nasib Ralia Selanjutnya?

    POV Author"Maka apa?" Tidak sabar Desti menanti ucapan orang di seberang sana yang sengaja digantung. "Maka serahkan uang seratus juta. Atau kamu anakmu mati secara perlahan? Semua keputusan ada di tanganmu, Sayang." Perempuan yang memakai masker itu mendekati Ralia yang sedang duduk di kursi. "Ha ha ha. Seratus juta? Kamu pikir gampang cari uang sebanyak itu? Kalau mau uang itu kerja jangan malakin orang bisanya! Kamu pikir aku bodoh yang bisa dimanfaatkan manusia macam kalian! Ha ha ha." Tawa Desti meremehkan lawan bicaranya. Perempuan itu tidak yakin Ralia diculik orang tersebut. Desti pikir ini hanyalah akal-akalannya orang yang sedang mencari kesempatan dalam kesempitan. Sebab, beberapa jam lalu saka mengumumkan berita kehilangan Ralia di media sosial miliknya."Kamu pikir kami bercanda? Salah besar! Anakmu benar-benar dalam genggaman kami. Dengar suara anakmu kalau tidak percaya! Bocah cilik, kamu mau ngomong sama ibumu, kan? Nih ngomong! Cepetan!" Perempuan yang rambutnya d

  • Ketika Istri Mati Rasa    Ditelpon Penculik Ralia.

    Ketika Istri Mati RasaTubuhku membeku di tempat berdiri. Rasanya, aku tidak sanggup lagi melangkahkan kaki setelah mendengar obrolan orang yang tidak aku kenal itu. Bagaimana kalau perkiraan ku tidak meleset? Bagaimana kalau yang mereka bicarakan adalah Ralia? Apa aku masih sanggup untuk hidup di dunia ini? Dalam diam air mataku terus membanjiri pipi. Deras dan menganak sungai. Ketakutanku terlalu besar terhadap kondisi Ralia. Bayangan buruk tentang anakku sudah membayang dalam benak ini."Tan, ada apa? Kenapa menangis?" Saka bingung melihat air mataku yang terus berderai. Dia pun ikut mematung di belakangku. Aku tidak sanggup untuk menjawab pertanyaan anaknya Mbak Ratmi. Otakku memerintahkan untuk berbicara, tapi lidahku kelu untuk berucap. Kata-kataku tercekat di tenggorokan."Yuk, kita ke sana." Saka menuntunku ke arah rumah seseorang yang ada di pojokan rumah lelaki yang menelpon tadi. Tepatnya Saka membawaku ke warung yang sedang ditutup. Di depannya ada kursi panjang. Kujatu

  • Ketika Istri Mati Rasa    Ralia kah Itu?

    Otakku benar-benar membeku setelah mendengar berita ini. Tubuhku yang sedang berdiri luruh ke lantai seiring dengan pipiku yang mulai basah.Rasa takut tiba-tiba menyeruak memenuhi seluruh pikiranku. Aku meraung, menangisi Ralia. Imajinasi ku sudah tidak tentu arah. Bagaimana kalau anakku diculik lalu dijual? Bagaimana kalau Ralia dibunuh lalu, diambil organ dalamnya? Seperti desas-desus yang sering aku dengar. Ah, tidak. Tidak mungkin Ralia diculik oleh orang lain. Di sini tidak ada kasus penculikan anak. Aku segera menepis semua prasangka yang tadi sempat bersarang di kepala. Dengan segera, Ralia Hilang pasti diculik oleh Irwan. Aku yakin ini pasti ulah Irwan. Iya, pasti pria itu yang sengaja menculik Ralia. Hanya saja aku belum tahu apa motifnya. Apakah untuk dijadikan sandera atau mau …? Bagaimana kalau itu terjadi? Lalu, Bang Radit mendengarnya? Bisa-bisa Ralia akan diambil oleh Bang Radit. Ini bisa bahaya. Bisa jadi aku tidak punya kesempatan untuk mengasuh Ralia. Rasa takut

  • Ketika Istri Mati Rasa    Ada apa dengan Ralia

    Ketika Istri Mati Rasa"Irwan!" pekikku dengan suara lantang. Ingin rasanya aku menghajar lelaki tak tahu diri itu. Bisa-bisanya ia bertukar liur di kamarku dengan perempuan lain. Membuat darahku menggelegak seketika.Mereka sepertinya sedang melakukan pemanasan sebelum memulai aktivitas suami istri. Dua orang yang berbeda kelamin itu terjingkat kaget mendengar suaraku yang lantang. Spontan mereka menghentikan kegiatan memagut. Lalu, keduanya duduk dengan wajah yang serba salah. Namun, itu hanya sekejap. Detik berikutnya dua manusia brengsek itu sudah bisa menguasai situasi.Pemandangan di depan mata sungguh membuatku jijik dan mual. Tega Irwan membawa gundiknya ke kamarku di saat tidak ada empunya. Di mana otak dan hati nuraninya?"Pergi dari rumah ini, bajingan! Kalau mau kumpul kebo silakan ke hotel!" Kutatap tajam perempuan yang tidak aku ketahui namanya itu. Lalu, berganti ke arah Irwan yang berdecak kesal sebab kegiatannya terganggu.Sakit sekali hati ini melihat pemandangan me

  • Ketika Istri Mati Rasa    Apa yang Irwan Lakukan?

    Ketika Istri Mati RasaAku membuka mata bersamaan dengan bunyi 'tok-tok' dari depan rumah yang terdengar nyaring. Suara bambu yang dipukul berulang-ulang oleh pedagang bakso. Penanda penjaja makanan berbentuk bulat itu sedang berkeliling."Des, udah bangun? Makan siang, gih!" Nyawa yang belum sepenuhnya kumpul membuatku hanya mengangguk di posisi semula. Bola mata ini bergerak ke sana ke mari mengamati sekeliling.Suara tadi milik Mbak Ratmi yang datang dari arah depan dengan membawa se-kresek buah mangga. Plastik berwarna putih itu menjelaskan dengan gamblang apa isi yang ada di dalamnya. Lima buah mangga yang masih hijau ada di dalamnya.Diletakkan buah tersebut di atas meja kaca oleh Mbak Ratmi. Setelahnya, kakak perempuanku itu membawa tubuh berisinya masuk ke dalam. Tak lama kemudian Mbak Ratmi kembali dengan membawa nampan serta pisau."Ini dapat buah dari rumah depan. Seger buat dirujak." Mbak Ratmi menjelaskan tanpa kutanya terlebih dahulu. Sepertinya sorot mataku yang ter

DMCA.com Protection Status