“Oke,” pungkas Kalila, setelah itu dia menurunkan ponselnya. Berharap urusan Sofi sudah benar-benar berakhir. Di saat yang sama, Stevi masih berjuang untuk membuat hati Gio luluh. Berbagai cara dia lakukan, termasuk menunjukkan kepeduliannya terhadap Noah. “Selama Noah ikut ibunya, kamu selalu memantau perkembangannya kan? Maksud aku imunisasinya, makanan sehari-hari ...” “Tentu saja, aku percaya mantan istriku tidak akan lalai.” “Tapi dia kan bekerja, apa kamu yakin dia bisa mengurus Noah dengan baik?” Gio mengangguk datar. “Aku sangat kenal istriku, dia selalu membawa Noah ke mana-mana.” “Ah, baiklah ...” Stevi tidak lagi memiliki celah untuk mengulik kekurangan Kalila. “Kalau begitu ... kapan-kapan kita berkunjung ke rumah Noah, yuk?” Gio tidak paham apa yang dikatakan Stevi, tapi menurutnya itu adalah ide yang tidak buruk. Dia pikir jika Stevi memang sungguh-sungguh berniat untuk mendekatkan diri kepada orang-orang yang memiliki hubungan dengannya. “Halo?
“Ayah pulang dulu ya?” pamit Gio tanpa memedulikan Stevi. “Ayah akan cari uang banyak untuk Noah ...” “Janji ya, Yah?” “Iya, janji.” Sepeninggal Gio dan Stevi, Kalila menatap Arka. “Entah kenapa aku merasa tidak yakin sama dia.” “Kamu cemburu, ya?” “Tidak, siapa bilang?” Arka tersenyum lebar. Sementara itu Sania begitu penasaran dengan sosok Sofi yang mengaku memiliki perasaan terhadap anak sambungnya, Arka. Aku kok merasa pernah lihat dia ya, pikir Sania sambil mengingat-ingat dengan keras. Karena itu dia memiliki ide untuk mencari tahu siapa Sofi yang sebenarnya. “Mas, apa kamu ... tidak ingin segera gendong cucu?” tanya Sania hati-hati jelang tidur malam. “Untuk apa buru-buru? Arka dan Lila masih muda, biarkan mereka pacaran dulu. Bukankah sebentar lagi aku juga akan mendapatkan seorang bayi lucu dari kamu?” Sania tersenyum tersipu. “Aku hanya merasa tidak enak sama Lila.” “Kenapa begitu?” “Usiaku lebih tua darinya, tapi malah aku yang le
“Setidaknya hargai aku meskipun sedikit saja ...” “Menghargai kamu tidak harus dengan kita menikah, kan?” potong Gio. “Kamu tahu betul kalau itulah tujuan Tante Soraya mendekatkan kita!” “Kalau begitu kamu harus siap-siap kecewa, ibuku bukanlah penentu kehidupanku.” Stevi mati kutu, dia benar-benar frustrasi menghadapi pria seperti Gio. “Susah payah aku berusaha mengambil hati Noah, demi siapa?” “Aku tidak pernah suruh kamu, bukankah sejak awal aku sudah kasih tahu kamu?” “Apa tidak ada kesempatan sedikit saja untuk aku menjadi pendamping hidup kamu, Gio?” “Aku sudah berulang kali bilang sama ibuku juga, aku belum ingin menikah lagi. Kalau aku tolak kamu mentah-mentah di awal, nanti kamu anggap aku tidak punya hati. Tapi saat aku membuka diri, kamu anggap itu sebagai harapan ...” Gio menarik napas. “Kalau kamu peka, seharusnya kamu tahu kalau aku tidak pernah memberikan harapan sedikitpun sama kamu.” Stevi menggeleng lemah, haruskah dia menyerah sekarang?
“Tidak serepot itu, kok. Kamu bahkan bisa melakukannya sendiri,” ujar Nata. “Oh ya? Bagaimana ...” Nata lantas memberi tahu Stevi langkah-langkah apa saja yang harus mereka lakukan demi membuat Gio abai terhadap Noah, anak semata wayangnya dengan Kalila. “Bagaimana?” tanya Nata meminta pertimbangan. “Semua harus dicoba kan? Yang penting aku bisa dapat kepastian menikah dengan Gio.” “Bagus, aku akan bantu kamu dari jarak jauh ...” “Tunggu!” cegah Stevi saat Nata akan keluar dari mobilnya. “Bagaimana aku cari kamu kalau wajah kamu ditutupi masker begini?” “Tenang saja, aku sering di halaman parkir kok.” “Kamu tidak punya nomor ponsel yang bisa dihubungi?” “Ada, kapan-kapan aku kasih. Untuk saat ini aku akan fokus mengamati kegiatan Noah atau ibunya, kamu tinggal menjalankan saja.” “Baiklah kalau begitu, jangan lupa simpan rahasia ini.” “Tentu saja, niatku baik. Jadi aku tidak mau disalahkan,” pungkas Nata, setelah itu dia beringsut turun dari mobil Stevi.
Kalila menggeleng-geleng tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. “Sebenarnya ada apa?” tanya Kalila ingin tahu. “Aku ... aku tidak paham kenapa bisa jadi begini, aku merasa tidak melakukan kesalahan apa pun!” Kalila menatap Arka yang begitu gelisah. “Tolong jangan berbelit-belit, Arka. Intinya saja, kamu melakukan apa?” Arka memegang keningnya, lalu .... “Malam itu di villa, ada kesalahpahaman yang terjadi—aku yakin itu salah paham, karena ... Aku merasa tidak melakukan apa-apa, aku hanya menyantap makanan dan minuman yang disajikan ... Sumpah, Lil.” “Setelah itu?” tanya Kalila sabar, karena dia masih belum menemukan inti dari permasalahan yang dialami Arka. “Aku tidak tahu apa yang terjadi, bangun-bangun aku dan dia ...” Arka menghentikan ucapannya. “Dia siapa?” “Sofi.” Hati Kalila serasa dihantam sebongkah batu besar saat Arka menyebut nama itu. “Sofi ... jadi dia menjebak kamu menggunakan makanan dan minuman? Betul begitu, Arka?” “Bukan,
“Sepertinya aku akan bercerai lagi, Bu ...” Kalila menumpahkan perasaannya pada sang ibu. “Apa kamu bilang, bercerai? Kenapa, Lil?” “Baru kemungkinan saja, Bu ...” jawab Kalila lemah, dia lantas menceritakan situasi pelik yang saat ini melanda rumah tangganya dengan Arka. “Kalau suami kamu memang tidak melakukan kesalahan, kenapa harus bercerai? Sofi itu yang mestinya tersingkir,” komentar ibu. “Lagipula, perempuan kok sukanya sama suami orang.” “Aku akan berusaha mempertahankan, selama Arka punya niat baik untuk mempertahankan aku sebagai istrinya. Tapi aku tidak bisa diam saja seandainya dia ... memutuskan untuk menerima Sofi sebagai istri kedua.” “Jangan mau diduakan lagi!” “Tentu saja tidak, Bu. Mungkin ... memang ini ujianku, meski bisnis lumayan sukses ...” Ibu Kalila mengusap bahu putrinya. “Setiap manusia memang diuji, Lil. Tapi ibu tidak mengira ujianmu selalu di pernikahan, ibu sedih.” “Insha Allah aku kuat, Bu. Yang pasti, aku tidak mau menjalani p
“Arka mungkin tidak mempermasalahkannya, karena tidak enak sama kamu.” Kalila berusaha untuk tetap bersikap tenang. “Jadi Ibu maunya bagaimana?” “Begini, Lil ... Bukannya saya mau ikut campur, tapi berusaha agar rumah tangga kalian tetap harmonis dan kuat.” Kalila diam, masih menunggu kelanjutan Sania. “Arka sangat mencintai kamu, tapi situasinya saat ini cukup rumit. Saya ingin bantu memberikan solusi, di samping supaya tidak ada yang dirugikan, saya harap kamu dan Arka bisa semakin solid dalam hubungan kalian.” Kalila tidak bisa lagi menyembunyikan ekspresi aneh di wajahnya. “Jadi solusi apa yang Ibu maksud, boleh aku tahu?” “Apa kamu tidak ingin mendengarkan penjelasan saya dulu?” “Maaf, aku malah bingung kalau Ibu sibuk menjelaskan latar belakang ... Kenapa tidak langsung saja, jadi aku bisa mempertimbangkannya.” Sania memperhatikan jika Kalila sudah tidak sabar untuk menunggu. “Maksud saya begini, andai suatu saat nanti Arka mengambil keputusan untuk mencarik
“Belum, kata ayah kan makanan gak boleh dibuat mainan!” “Betul juga, kalau begitu main yang lain saja yuk?”Sebelum Noah menjawab, Haris sudah lebih dulu menyela.“Maaf, Nona. Pak Gio minta saya untuk menjaga Noah di sini, jadi saya tidak berani kalau Noah berada di luar pengawasan saya.”“Ya ampun Pak Haris ini! Saya hanya ingin mengakrabkan diri saja sama Noah, biar dia tidak merasa trauma gara-gara kejadian dulu itu ...”Haris tersenyum tidak enak.“Mungkin niat Nona memang baik, tapi maaf. Saya harus tetap menjaga Noah di sini, paling tidak sampai Pak Gio selesai urusannya.”Stevi ikut tersenyum, meski dalam hati mulai dongkol karena tidak mendapatkan kepercayaan dari Haris.“Aduh, padahal ini kesempatan bagus bagus bagi saya untuk dekat sama calon anak sambung ...”“Sekali lagi saya minta maaf, Nona. Mungkin anda bisa menunggu Pak Gio terlebih dulu,” saran Haris.Stevi menoleh ke arah Noah yang sedari tadi diam saja.“Noah mau ikut Tante naik lift? Atau keliling-kelil
“Gio pasti mencariku!” Kalila agak kesulitan turun karena sudah mengenakan kebaya warna maron. “Kamu akan tetap di sini,” tegas Arka, mencekal pergelangan tangan Kalila. “Aku tidak bisa, mana ponselku? Aku harus pesan taksi!” “Aku bawa mobil, tidak usah pesan taksi.” Karena tidak ada pilihan lain, terlebih karena ponsel juga tidak dalam jangkauannya, Kalila terpaksa mengikuti saran Arka. Sebenarnya apa yang terjadi, batin Kalila saat mobil Arka mulai melaju. Dia ingat betul bahwa terakhir kalinya ada di gedung dan bersiap melangsungkan akad nikah dengan Gio, lalu saat berganti pakaian .... Sepertinya ada yang membekapku, sambung Kalila dalam hati. “Kenapa wajahmu tegang begitu?” tanya Arka memecah keheningan. “Tidak apa-apa!” Kalila buru-buru menggeleng. “Kamu ... hadir di acara Gio?” “Aku datang mewakili ayahku, tidak enak juga kalau tidak datang.” Kalila diam, ada setitik rasa curiga terhadap Arka. Namun, dia tidak ingin menampakkan rasa curiganya itu secara teran
“Sudah terlambat, percuma saja.” “Kenapa percuma, Mas? Aku akan bujuk Lila kalau itu yang kamu inginkan!” Arka menoleh dan menatap Sofi dengan penuh benci. “Sudah ada laki-laki lain yang akan merujuk Lila, sepupuku sendiri!” Sofi tercenung. “Jadi ... kita sudah terlambat?” Arka mendengus, merasa muak dengan sikap Sofi yang terkesan lemah. “Tapi ... apakah Lila benar-benar tidak bisa dibujuk lagi?” “Bujuk saja kalau kamu bisa,” pungkas Arka datar. Sofi masih berdiri membeku dengan pakaian dinas yang melekat di tubuhnya. Sepertinya ini bukan saat yang tepat, pikir Sofi muram. Suasana hati Arka jelas sedang buruk, sehingga akan sangat egois jika dia tetap meminta keinginannya. “Arka, akhir-akhir ini ayah perhatikan kamu semakin parah saja.” Sandy berkomentar di hadapan Sania dan Sofi saat sarapan pagi. “Pergilah berlibur kalau memang kamu membutuhkannya.” Arka menatap Sandy dengan sorot mata redup. “Ayah tahu apa yang aku inginkan.” “Arka, kamu bukan anak kecil lag
Ayah dan ibu Kalila saling pandang. “Kamu serius?” “Pernikahan ini tidak untuk main-main, kamu sadar?” “Aku sangat serius, dan aku sadar itu.” Gio menatap kedua orang tua Kalila bergantian. “Kamu pernah menduakan putri kami,” ungkit ayah Kalila, seolah hal itu belum lama terjadi. “Sekali lagi aku minta maaf, Yah. Tapi kali ini aku jamin, aku tidak akan mengecewakan Lila. Dia hanya jadi satu-satunya istri jika kami rujuk nanti.” Ayah Kalila menarik napas panjang dan tidak menjawab. “Lila sendiri bagaimana?” tanya ibu ingin tahu. “Kami sudah bertemu dan Lila menyerahkan sepenuhnya kepada Ayah dan Ibu.” “Kalau begitu kami juga harus membicarakannya dengan Lila terlebih dahulu,” pungkas ayah. “Kamu tidak bisa mengambil keputusan sepihak, karena nantinya Lila yang akan menjalani ini semua.” Gio mengangguk, menurutnya pertemuan ini tidaklah terlalu buruk dari yang dia bayangkan. Kalila sedang ikut mengepak pesanan reseller ketika ponselnya berdering nyaring. “Izin seb
Sesaat setelah mobil Gio melaju pergi, mobil Arka justru baru saja menepi di depan outlet Zideka. “Sepertinya Lila serius mau rujuk sama Gio,” gumam Arka nyaris putus asa. “Ya ampun, aku harus bagaimana?” Ingin rasanya Arka membuntuti mereka, tapi dia tidak kuat menyaksikan kebersamaan mantan istrinya. “Sudah kamu pertimbangkan matang-matang?” tanya Gio begitu dia dan Kalila sudah berada di dalam kafe miliknya. “Pertimbangkan apa?” “Rujuk lah!” Kalila mengerutkan keningnya. “Itu serius? Tidak, kan? Aku tahu kamu mengatakannya spontan saja karena terbatasnya waktu untuk berpikir, sekarang jadi seperti ini kan ...” Giliran Gio yang mengerutkan keningnya, dia tidak mengira jika Kalila menganggap apa yang dia katakan di media tempo hari adalah sebuah ketidaksengajaan. “Kita bisa menjadikannya benar-benar serius,” cetus Gio, tapi malah mendapat tatapan tajam dari Kalila. “Demi Noah, tentu saja!” imbuh Gio buru-buru supaya Kalila tidak salah paham. “Anak keci
Kalila untuk sementara tidak mau pusing-pusing memikirkan berita yang beredar tentang dirinya dan Gio. Namun, tetap saja dia merasa kebingungan juga saat ibunya menelepon untuk mengonfirmasi kebenaran itu. “Kamu serius mau rujuk sama Gio?” Kalila menarik napas panjang, tidak tahu harus memulai dari mana untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. “Belum pasti kok, Bu ...” “Kok belum pasti, bagaimana sih? Jangan jadikan pernikahan sebagai permainan, Lil!” “Bukan maksudku begitu, tapi memang semua ini serba mendadak dan belum pasti. Aku tidak menganggap serius ucapan Gio di depan media, mungkin biar meredam kesalahpahaman saja.” “Salah paham seperti apa sampai kalian harus bicara dusta di depan orang-orang?” Kalila lagi-lagi bingung jika harus menjelaskan kejadian yang bermula di rumah kontrakannya. “Ceritanya panjang, Bu. Mungkin Ibu bisa hubungi Gio karena dia pertama kali punya ide bilang rujuk di depan orang-orang,” usul Kalila, mau tak mau harus menumbalkan Gio.
“Jelaskan ini, Dan! Apa maksudnya?” Dengan suara melengking miliknya, Soraya mengintrogasi sang putra begitu mereka bertemu. “Jelaskan soal apa, Bu?” “Itu, berita yang sedang beredar! Kamu bilang kalau kamu akan rujuk dengan mantan istri kedua kamu kan?” Gio menatap Soraya sekilas. “Doakan saja, Bu.” “Maksud kamu apa? Kalian betulan mau rujuk?” “Kalau memang itu takdirku, mau bagaimana lagi?” “Kamu jangan bercanda, Dan! Kalau kamu sudah ada keinginan untuk menikah lagi, kenapa tidak cari orang lain saja?” “Memangnya kenapa, Bu? Lila kan ibu dari anakku juga ...” “Tapi ibu tidak setuju! Apa kamu tidak ingat bagaimana dia berkeras untuk cerai dari kamu, jadi buat apa sekarang kamu rujuk sama dia? Buang-buang waktu, tenaga, dan pastinya uang!” Gio menarik napas. “Entahlah, kita lihat saja nanti. Setidaknya Lila bukanlah orang lain dalam keluarga kita.” Tidak puas dengan jawaban Gio, Soraya mencebikkan bibirnya. Susah payah dia mencarikan calon yang sesuai untuk Gio
Kalila memijat-mijat kepalanya yang terasa pening, di sebelahnya ada Bik Nuri yang sedang menyeduh secangkir teh lemon untuknya. “Jangan terlalu dipikirkan, Nyonya. Saya saksinya kalau Nyonya dan Tuan tidak berbuat seperti apa yang mereka tuduhkan ...” hibur Bik Nuri seraya menghidangkan teh buatannya. “Tapi kan masalahnya mereka lihat sendiri bagaimana Tuan ada di rumah ini, kami tidur hanya dengan Noah sebagai pembatas ... Saya malu, Bik. Orang-orang di luar sana pasti berpikiran macam-macam tentang kami ...” Bik Nuri mengusap-usap bahu Kalila untuk meredakan kegelisahannya. “Kita memang tidak bisa memaksa orang untuk percaya dengan apa yang kita jelaskan, Nyonya. Mereka cenderung mempercayai apa yang mereka lihat saja,” ujar Bik Nuri. “Mungkin butuh beberapa waktu lagi sampai kejadian ini mereka lupakan ...” Kalila menatap tehnya. Apa mungkin mereka akan lupa kejadian tadi seiring berjalannya waktu? Dia tidak yakin karena beberapa orang dari mereka bahkan secara terang-ter
Noah terbangun dengan kaget dan kebingungan melihat keberadaan banyak orang di depannya. “Sebentar, sebentar ... ada apa ini?” Gio yang baru terbangun dari tidurnya, tampak bingung dengan situasi ruang tamu yang kini penuh orang. “Ada apa, ada apa, ada yang mesum di lingkungan ini!” “Mesum?” “Jangan pura-pura tidak tahu, kamu bukan warga sini kan?” Melihat Noah yang bingung sekaligus ketakutan, Kalila mengisyaratkan kepada Bik Nuri untuk memeluknya. “Saya cuci muka sebentar,” kata Kalila tegas. “Tidak bisa begitu, kamu pasti mau kabur ya?” “Kalian harus mempertanggungjawabkan perbuatan kalian!” Suara-suara ribut terus terdengar di seluruh ruangan. “Paling tidak jangan membuat anak ini takut!” seru Bik Nuri sambil mendekap Noah erat-erat. “Ini hanya salah paham, berikan kesempatan pada majikan saya untuk menjelaskan. Paling tidak biarkan nyonya saya cuci muka dulu!” “Nanti dia kabur ...” “Untuk apa saya kabur? Rugi, saya sudah membayar sewa rumah ini
Ketika hari mulai malam, demam di tubuh Noah semakin meninggi. “Minum obat dulu, ya?” bujuk Kalila. “Habis ini Noah tidur ...” “Ayah kapan datang, Bu?” Kalila tidak segera menjawab. “Telepon ayah ...” pinta Noah pelan, wajah yang biasanya ceria itu kini terlihat sayu. Sumpah demi apapun, Kalila tidak tega melihat Noah sakit seperti ini. Apa dia betul-betul harus menelepon Gio? Tapi ini kan sudah malam, batin Kalila tidak mengizinkan. “Noah tidur dulu ya, besok baru ibu telepon ayah.” “Gak mau, aku mau ayah sekarang ...” Kalila tidak mendengarkan dan malah berbaring di samping Noah, di dekatnya sang putra dengan erat dan berharap panas itu berpindah ke tubuhnya saja. “Sama ibu dulu, nama Harus istirahat biar cepat sembuh.” “Mau ayah sekarang ... Ayah ...” Kalila terlihat bimbang, dia tentu segan jika harus menghubungi Gio malam-malam begini. Namun, melihat keadaan Noah yang sedang terbaring demam, membuatnya tidak tega untuk tetap menolak keinginannya. “Halo?