Yang beberapa bab kemarin sama/terulang, silakan cek lagi dan bisa dibaca ulang tanpa koin/iklan. Caranya hapus dulu, lalu masukkan ulang ke rak buku. Mohon maaf atas ketidaknyamanan nya.
“Belum, kata ayah kan makanan gak boleh dibuat mainan!” “Betul juga, kalau begitu main yang lain saja yuk?”Sebelum Noah menjawab, Haris sudah lebih dulu menyela.“Maaf, Nona. Pak Gio minta saya untuk menjaga Noah di sini, jadi saya tidak berani kalau Noah berada di luar pengawasan saya.”“Ya ampun Pak Haris ini! Saya hanya ingin mengakrabkan diri saja sama Noah, biar dia tidak merasa trauma gara-gara kejadian dulu itu ...”Haris tersenyum tidak enak.“Mungkin niat Nona memang baik, tapi maaf. Saya harus tetap menjaga Noah di sini, paling tidak sampai Pak Gio selesai urusannya.”Stevi ikut tersenyum, meski dalam hati mulai dongkol karena tidak mendapatkan kepercayaan dari Haris.“Aduh, padahal ini kesempatan bagus bagus bagi saya untuk dekat sama calon anak sambung ...”“Sekali lagi saya minta maaf, Nona. Mungkin anda bisa menunggu Pak Gio terlebih dulu,” saran Haris.Stevi menoleh ke arah Noah yang sedari tadi diam saja.“Noah mau ikut Tante naik lift? Atau keliling-kelil
“Aku kecewa sama kamu,” ucap Kalila dengan perasaan tak menentu. “Aku akan mempertahankan pernikahan ini, dengan catatan kamu juga mempertahankan aku sekuat tenaga. Seandainya tidak, maka aku akan pergi dengan kepala tegak.” “Lil!” Arka menggapai tangan Kalila saat akan beranjak pergi. “Tolong mengertilah ...” “Tidak ada pengkhianat yang bisa dimengerti!” “Aku tidak berkhianat, aku merasa dijebak!” “Kalau begitu buktikan, bela dirimu! Jangan pasrah saja macam orang yang benar-benar bersalah, astaga! Kamu seperti bukan Arka yang aku kenal,” ungkap Kalila penuh kekecewaan. “Dulu itu ... siapa yang mendukungku untuk selalu kuat saat terjadi masalah dalam hidupku?” Arka menatap Kalila dengan sorot mata tak berdaya. “Kamu! Kalau bukan karena dukungan dari kamu, belum tentu aku bisa bangkit saat itu ... Kamu teman yang baik, aku pikir kamu juga bisa pasangan yang baik.” “Jadi sekarang ... menurutmu aku bukan pasangan yang baik?” “Apa aku harus menjawabnya?” Arka te
Tanpa ada firasat apa-apa, dia membacanya dan detik itu langsung paham apa yang terjadi.“Sekarang aku mengerti kenapa Arka jadi bimbang ...” gumam Kalila seraya menaruh kembali kertas itu ke tempat semula.Terjawab sudah teka-teki tentang sikap Arka yang perlahan-lahan mulai berubah. Kertas itu ternyata berisi keterangan bahwa Sofi sehat rahim dan subur.Siapa pun yang memiliki ide untuk mengungkap kesuburan Sofi, jelas Kalila berpikir bahwa orang itu sangat menginginkan hadirnya orang ketiga di antara hubungannya dengan Arka.Benar-benar tega!Kalila berangkat ke outlet dengan suasana hati tidak menentu, meski dia sudah berusaha keras untuk mengenyahkan pikiran buruk tentang surat keterangan itu. Kalila juga menyayangkan kenapa Arka seceroboh itu meninggalkan surat pribadi Sofi, ataukah dia sengaja supaya Kalila membacanya?“Hei, melamun terus!” tegur Zia mengagetkan Kalila yang tatapannya lurus ke arah layar laptop.“Eh, aku sedang berpikir!” “Berpikir apa sih sampai ser
Sofi terkesiap, dia tidak peduli apa pun asalkan bisa berada di sisi Arka. Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Kalila yang menyaksikan itu sontak menyingkir pergi dari tempat itu. Sejauh ini, dia belum tahu apa keputusan Arka. Jika dilihat dari surat keterangan milik Sofi yang menyatakan rahimnya subur, ada perasaan jika Arka memiliki keraguan untuk memilih. Lihat sajalah nanti, batin Kalila sementara taksi yang dia tumpangi terus melaju. Sekarang lebih baik fokus pada karir dan juga masa depan Noah. “Bik, tidak ada kabar apa-apa selama Noah ikut ayahnya kan?” tanya Kalila memastikan. “Setahu saya tidak ada, Nyonya. Tuan Gio juga tidak bilang apa-apa ...” Kalila termenung, sudah beberapa hari ini dia tinggal terpisah dari putra semata wayangnya. Ada rasa rindu membuncah, tentu saja. Namun, untuk membawa Noah kembali rasanya masih ada kekhawatiran mengingat situasi di rumah Arka sedang tidak kondusif. Suasana hati Kalila sendiri masih juga belum membaik, karena itu
Tiba-tiba Nia menyela. “Maaf kalau itu salahku. Aku hanya kasihan melihat anak ini ditinggal sendirian ...” Stevi menoleh menatap Nia. “Kamu ini sebetulnya siapa sih, kenapa ikut campur masalah ini?” Nia memilih diam. “Dia adalah orang yang menemukan Noah sendirian di koridor sepi,” sahut Gio tanpa diminta. “Oh ya?” Bukannya berterima kasih, Stevi justru menatap Nia dengan pandangan tidak suka. “Kok dia bisa selancang itu sih, seharusnya kan dia cari aku dulu—minimal menyerahkan Noah karena aku yang membawanya pergi dari Haris ...” “Apa kamu pikir Nia kenal kamu?” tukas Gio lagi. “Kamu kenal Stevi?” Pria itu menoleh ke arah mantan istri pertamanya. “Aku tidak tahu menahu ... Yang penting bagiku saat itu adalah mengantarkan Noah kembali ke sini.” Stevi mengepalkan tangannya. Ini tidak bisa dibiarkan, posisinya bisa betul-betul jatuh gara-gara Nata yang tidak becus dengan rencana mereka. “Oke, oke, ya sudah ... Aku yang salah karena sudah ceroboh, aku minta maaf ... T
“Siapa kamu ngatur-ngatur aku?” “Aku ayahnya Noah, setidaknya aku ingin ibu dari anakku tidak menunjukkan pertengkaran di tempat umum seperti tadi.” Kalila menatap Gio tegas. “Dengar ya, aku bukan lagi diriku yang dulu. Yang akan diam saja saat kamu atau Nia menghinaku.” Gio terpaku melihat ketegasan mantan istri keduanya. Usai memberikan keterangan di hadapan Gio, Nia kembali ke tempatnya semula dengan hati puas meski harus tersulut emosi gara-gara kedatangan Kalila yang tidak diinginkan. “Yang penting perempuan yang mengaku-ngaku sebagai calon istri Mas Gio itu sudah berhasil aku singkirkan, aku tidak mengira kalau dia sebodoh itu ...” Nia tersenyum sembari menatap ponselnya. Ya, dia adalah wanita di balik sosok Nata yang telah menjerumuskan Stevi. Bodohnya lagi, Stevi tidak mengenali suaranya dengan baik. “Satu pengganggu sudah aku tendang,” gumam Nia, sorot matanya terarah kepada nomor Stevi yang telah dia blokir untuk menghilangkan jejak. *** “Noah sudah pulang?”
Lila, sebenarnya apa yang terjadi sama kamu?“Noah, kapan-kapan kamu ikut Ayah Gio lagi ya? Ibu ada kerjaan sebentar ...”“Ibu keja telus!” Noah membuang muka, dengan kedua tangan terlipat di dada. Ciri khasnya ketika dia tengah merajuk.“Ibu kan harus cari uang untuk jajan kita, beberapa tahun lagi Noah juga masuk sekolah kan ... Jadi harus ada uang buat bayar, tidak apa-apa ya?”Kalila membelai rambut putranya dengan perasaan campur aduk.“Nanti kalau kerjaan ibu sudah selesai, kita belanja mainan kesukaan Noah, oke?”“Owa sudah beli sama Ayah Jio kemalin!”“Kalau begitu kita beli jajan, ibu mau burger yang besar.”Setelah dibujuk dengan perlahan-lahan, Noah tidak lagi merajuk.“Bik, sekarang tiap kita berangkat kerja, kita harus bawa barang-barang Noah sedikit demi sedikit ...”“Kenapa begitu, Nyonya? Noah kan tidak ada rencana menginap.”Kalila tidak bisa menutupinya dari Bik Nuri, sehingga dia terpaksa menceritakan rencana untuk keluar dari rumah mertua.“Pak Arka bag
“LILA!” Karena menurutnya Arka tidak bisa diajak bicara baik-baik, Kalila terpaksa memilih jalan ini. “Lil, jangan seperti ini! Aku mohon!” Kalila tidak memedulikan teriakan Arka dari dalam kamar mandi. Baginya, tidak ada toleransi untuk sebuah pengkhianatan. Dia sudah tahu jika Arka diam-diam menikah lagi, entah atas dasar paksaan atau kerelaan hati .... Kalila tidak peduli, dia cepat-cepat menyeret kopernya menuruni tangga. “Lil, kamu mau ke mana?” Sania berseru dari pembatas tangga. “Mau pindah ke rumah tangga yang tidak ada pengkhianatan di dalamnya!” sahut Kalila sambil menoleh sekilas. “Kamu sudah izin Arka?” “Tidak perlu, dia juga tidak meminta izinku saat menikah lagi!” Sania terdiam dengan wajah pucat, tapi Kalila tidak peduli. Dia harus pergi sejauh mungkin dari rumah mertuanya, baru setelah itu dia akan menghubungi Bik Nuri yang sedang ada keperluan di luar. “Aku harus cepat cari taksi, semoga saja Bik Nuri masih di jalan ...” gumam Kalila sembari berja
“Gio pasti mencariku!” Kalila agak kesulitan turun karena sudah mengenakan kebaya warna maron. “Kamu akan tetap di sini,” tegas Arka, mencekal pergelangan tangan Kalila. “Aku tidak bisa, mana ponselku? Aku harus pesan taksi!” “Aku bawa mobil, tidak usah pesan taksi.” Karena tidak ada pilihan lain, terlebih karena ponsel juga tidak dalam jangkauannya, Kalila terpaksa mengikuti saran Arka. Sebenarnya apa yang terjadi, batin Kalila saat mobil Arka mulai melaju. Dia ingat betul bahwa terakhir kalinya ada di gedung dan bersiap melangsungkan akad nikah dengan Gio, lalu saat berganti pakaian .... Sepertinya ada yang membekapku, sambung Kalila dalam hati. “Kenapa wajahmu tegang begitu?” tanya Arka memecah keheningan. “Tidak apa-apa!” Kalila buru-buru menggeleng. “Kamu ... hadir di acara Gio?” “Aku datang mewakili ayahku, tidak enak juga kalau tidak datang.” Kalila diam, ada setitik rasa curiga terhadap Arka. Namun, dia tidak ingin menampakkan rasa curiganya itu secara teran
“Sudah terlambat, percuma saja.” “Kenapa percuma, Mas? Aku akan bujuk Lila kalau itu yang kamu inginkan!” Arka menoleh dan menatap Sofi dengan penuh benci. “Sudah ada laki-laki lain yang akan merujuk Lila, sepupuku sendiri!” Sofi tercenung. “Jadi ... kita sudah terlambat?” Arka mendengus, merasa muak dengan sikap Sofi yang terkesan lemah. “Tapi ... apakah Lila benar-benar tidak bisa dibujuk lagi?” “Bujuk saja kalau kamu bisa,” pungkas Arka datar. Sofi masih berdiri membeku dengan pakaian dinas yang melekat di tubuhnya. Sepertinya ini bukan saat yang tepat, pikir Sofi muram. Suasana hati Arka jelas sedang buruk, sehingga akan sangat egois jika dia tetap meminta keinginannya. “Arka, akhir-akhir ini ayah perhatikan kamu semakin parah saja.” Sandy berkomentar di hadapan Sania dan Sofi saat sarapan pagi. “Pergilah berlibur kalau memang kamu membutuhkannya.” Arka menatap Sandy dengan sorot mata redup. “Ayah tahu apa yang aku inginkan.” “Arka, kamu bukan anak kecil lag
Ayah dan ibu Kalila saling pandang. “Kamu serius?” “Pernikahan ini tidak untuk main-main, kamu sadar?” “Aku sangat serius, dan aku sadar itu.” Gio menatap kedua orang tua Kalila bergantian. “Kamu pernah menduakan putri kami,” ungkit ayah Kalila, seolah hal itu belum lama terjadi. “Sekali lagi aku minta maaf, Yah. Tapi kali ini aku jamin, aku tidak akan mengecewakan Lila. Dia hanya jadi satu-satunya istri jika kami rujuk nanti.” Ayah Kalila menarik napas panjang dan tidak menjawab. “Lila sendiri bagaimana?” tanya ibu ingin tahu. “Kami sudah bertemu dan Lila menyerahkan sepenuhnya kepada Ayah dan Ibu.” “Kalau begitu kami juga harus membicarakannya dengan Lila terlebih dahulu,” pungkas ayah. “Kamu tidak bisa mengambil keputusan sepihak, karena nantinya Lila yang akan menjalani ini semua.” Gio mengangguk, menurutnya pertemuan ini tidaklah terlalu buruk dari yang dia bayangkan. Kalila sedang ikut mengepak pesanan reseller ketika ponselnya berdering nyaring. “Izin seb
Sesaat setelah mobil Gio melaju pergi, mobil Arka justru baru saja menepi di depan outlet Zideka. “Sepertinya Lila serius mau rujuk sama Gio,” gumam Arka nyaris putus asa. “Ya ampun, aku harus bagaimana?” Ingin rasanya Arka membuntuti mereka, tapi dia tidak kuat menyaksikan kebersamaan mantan istrinya. “Sudah kamu pertimbangkan matang-matang?” tanya Gio begitu dia dan Kalila sudah berada di dalam kafe miliknya. “Pertimbangkan apa?” “Rujuk lah!” Kalila mengerutkan keningnya. “Itu serius? Tidak, kan? Aku tahu kamu mengatakannya spontan saja karena terbatasnya waktu untuk berpikir, sekarang jadi seperti ini kan ...” Giliran Gio yang mengerutkan keningnya, dia tidak mengira jika Kalila menganggap apa yang dia katakan di media tempo hari adalah sebuah ketidaksengajaan. “Kita bisa menjadikannya benar-benar serius,” cetus Gio, tapi malah mendapat tatapan tajam dari Kalila. “Demi Noah, tentu saja!” imbuh Gio buru-buru supaya Kalila tidak salah paham. “Anak keci
Kalila untuk sementara tidak mau pusing-pusing memikirkan berita yang beredar tentang dirinya dan Gio. Namun, tetap saja dia merasa kebingungan juga saat ibunya menelepon untuk mengonfirmasi kebenaran itu. “Kamu serius mau rujuk sama Gio?” Kalila menarik napas panjang, tidak tahu harus memulai dari mana untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. “Belum pasti kok, Bu ...” “Kok belum pasti, bagaimana sih? Jangan jadikan pernikahan sebagai permainan, Lil!” “Bukan maksudku begitu, tapi memang semua ini serba mendadak dan belum pasti. Aku tidak menganggap serius ucapan Gio di depan media, mungkin biar meredam kesalahpahaman saja.” “Salah paham seperti apa sampai kalian harus bicara dusta di depan orang-orang?” Kalila lagi-lagi bingung jika harus menjelaskan kejadian yang bermula di rumah kontrakannya. “Ceritanya panjang, Bu. Mungkin Ibu bisa hubungi Gio karena dia pertama kali punya ide bilang rujuk di depan orang-orang,” usul Kalila, mau tak mau harus menumbalkan Gio.
“Jelaskan ini, Dan! Apa maksudnya?” Dengan suara melengking miliknya, Soraya mengintrogasi sang putra begitu mereka bertemu. “Jelaskan soal apa, Bu?” “Itu, berita yang sedang beredar! Kamu bilang kalau kamu akan rujuk dengan mantan istri kedua kamu kan?” Gio menatap Soraya sekilas. “Doakan saja, Bu.” “Maksud kamu apa? Kalian betulan mau rujuk?” “Kalau memang itu takdirku, mau bagaimana lagi?” “Kamu jangan bercanda, Dan! Kalau kamu sudah ada keinginan untuk menikah lagi, kenapa tidak cari orang lain saja?” “Memangnya kenapa, Bu? Lila kan ibu dari anakku juga ...” “Tapi ibu tidak setuju! Apa kamu tidak ingat bagaimana dia berkeras untuk cerai dari kamu, jadi buat apa sekarang kamu rujuk sama dia? Buang-buang waktu, tenaga, dan pastinya uang!” Gio menarik napas. “Entahlah, kita lihat saja nanti. Setidaknya Lila bukanlah orang lain dalam keluarga kita.” Tidak puas dengan jawaban Gio, Soraya mencebikkan bibirnya. Susah payah dia mencarikan calon yang sesuai untuk Gio
Kalila memijat-mijat kepalanya yang terasa pening, di sebelahnya ada Bik Nuri yang sedang menyeduh secangkir teh lemon untuknya. “Jangan terlalu dipikirkan, Nyonya. Saya saksinya kalau Nyonya dan Tuan tidak berbuat seperti apa yang mereka tuduhkan ...” hibur Bik Nuri seraya menghidangkan teh buatannya. “Tapi kan masalahnya mereka lihat sendiri bagaimana Tuan ada di rumah ini, kami tidur hanya dengan Noah sebagai pembatas ... Saya malu, Bik. Orang-orang di luar sana pasti berpikiran macam-macam tentang kami ...” Bik Nuri mengusap-usap bahu Kalila untuk meredakan kegelisahannya. “Kita memang tidak bisa memaksa orang untuk percaya dengan apa yang kita jelaskan, Nyonya. Mereka cenderung mempercayai apa yang mereka lihat saja,” ujar Bik Nuri. “Mungkin butuh beberapa waktu lagi sampai kejadian ini mereka lupakan ...” Kalila menatap tehnya. Apa mungkin mereka akan lupa kejadian tadi seiring berjalannya waktu? Dia tidak yakin karena beberapa orang dari mereka bahkan secara terang-ter
Noah terbangun dengan kaget dan kebingungan melihat keberadaan banyak orang di depannya. “Sebentar, sebentar ... ada apa ini?” Gio yang baru terbangun dari tidurnya, tampak bingung dengan situasi ruang tamu yang kini penuh orang. “Ada apa, ada apa, ada yang mesum di lingkungan ini!” “Mesum?” “Jangan pura-pura tidak tahu, kamu bukan warga sini kan?” Melihat Noah yang bingung sekaligus ketakutan, Kalila mengisyaratkan kepada Bik Nuri untuk memeluknya. “Saya cuci muka sebentar,” kata Kalila tegas. “Tidak bisa begitu, kamu pasti mau kabur ya?” “Kalian harus mempertanggungjawabkan perbuatan kalian!” Suara-suara ribut terus terdengar di seluruh ruangan. “Paling tidak jangan membuat anak ini takut!” seru Bik Nuri sambil mendekap Noah erat-erat. “Ini hanya salah paham, berikan kesempatan pada majikan saya untuk menjelaskan. Paling tidak biarkan nyonya saya cuci muka dulu!” “Nanti dia kabur ...” “Untuk apa saya kabur? Rugi, saya sudah membayar sewa rumah ini
Ketika hari mulai malam, demam di tubuh Noah semakin meninggi. “Minum obat dulu, ya?” bujuk Kalila. “Habis ini Noah tidur ...” “Ayah kapan datang, Bu?” Kalila tidak segera menjawab. “Telepon ayah ...” pinta Noah pelan, wajah yang biasanya ceria itu kini terlihat sayu. Sumpah demi apapun, Kalila tidak tega melihat Noah sakit seperti ini. Apa dia betul-betul harus menelepon Gio? Tapi ini kan sudah malam, batin Kalila tidak mengizinkan. “Noah tidur dulu ya, besok baru ibu telepon ayah.” “Gak mau, aku mau ayah sekarang ...” Kalila tidak mendengarkan dan malah berbaring di samping Noah, di dekatnya sang putra dengan erat dan berharap panas itu berpindah ke tubuhnya saja. “Sama ibu dulu, nama Harus istirahat biar cepat sembuh.” “Mau ayah sekarang ... Ayah ...” Kalila terlihat bimbang, dia tentu segan jika harus menghubungi Gio malam-malam begini. Namun, melihat keadaan Noah yang sedang terbaring demam, membuatnya tidak tega untuk tetap menolak keinginannya. “Halo?