"Jam setengah sepuluh, Pak." Ahmad menjawab dengan pelan."Mampir kemana?" tanya Pak Harno lagi."Ngumpul sama teman-teman, Pak.""Kamu belum pernah menjenguk anak-anakmu, kan?" tanya Pak Harno.Ahmad menggelengkan kepala. Pak Harno menarik nafas panjang."Kamu kok sangat keterlaluan sih, Ahmad? Cepat selesaikan sarapanmu, kita ke rumah orang tua Novi, menjenguk anak-anakmu," kata Pak Harno. Ahmad hanya terdiam, tidak berani membantah. Karena ucapan bapaknya itu merupakan sebuah perintah yang tidak bisa diganggu gugat.Setelah selesai sarapan, Pak Harno dan Ahmad pergi bersama untuk mengunjungi Dina dan Haikal. Ahmad sangat kesal, ia tidak bisa mengunjungi Indah. Padahal tadi malam ia berjanji kalau pagi ini mau mengunjungi Indah sambil membawakan sarapan.Di sepanjang perjalanan Ahmad hanya diam saja. Tak terasa sudah sampai di rumah orang tua Novi. Sudah lama Ahmad tidak kesini, terakhir kesini ketika ia bersama orang tuanya mengembalikan Novi. Warung Novi tampak lebih besar dari y
"Indah?" kata Alif dengan kaget, ketika ia membuka pintu. Tampak Indah dengan penampilan yang seperti tidak terawat, tidak seperti dulu yang pernah ia lihat.Indah juga kaget melihat Alif ada disini, ia sangat gugup.“Mas Alif?” Indah berusaha untuk menutupi kegugupannya."Siapa Lif?" tanya Bu Wulan sambil berjalan mendekati Alif. Bu Wulan tampak sangat syok melihat orang yang ada dihadapannya."Mau apa kamu kesini? Bukankah kamu pulang ke rumah orang tuamu?" tanya Bu Wulan dengan ketus.“Iya, aku memang pulang ke rumah orang tua. Tapi sekarang aku kesini lagi. Ada yang ingin aku bicarakan dengan Pakde dan Bude.” Indah menjawab dengan pelan."Ooo, kamu masih menganggap kami ini keluargamu ya? Kalau memang masih keluarga, seharusnya kamu nggak membuat kacau semua yang ada disini." Bu Wulan berkata dengan sinis dan ketus.Indah hanya bisa menunduk. Bagaimanapun ia yang salah, tapi tetap saja ia tidak mau mengakuinya."Dasar nenek-nenek, lihat saja nanti kalau aku sudah menikah dengan Ma
Alif mendekati ibunya dan meminta Bu Wulan menarik nafas panjang untuk meredam emosinya. Perempuan yang rambutnya sudah penuh dengan uban itu, melakukan apa yang disuruh oleh Alif. "Kamu dengar sendiri kan, Ahmad? Apa kamu mau membuat ibumu sakit-sakitan karena melihat kamu dan Indah tinggal disini?" kata Pak Harno. Indah sangat kesal dengan kata-kata Pak Harno dan Bu Wulan."Kamu tahu kan, beberapa kali Novi kesini mengantar anak-anakmu menemui kami? Kalau kamu dan Indah tinggal disini, Novi pasti akan sungkan kesini. Bapak dan Ibu masih memiliki hati, karena itu kami berusaha untuk menjaga perasaan Novi dan anak-anakmu, terutama Dina. Kamu lihat kan, bagaimana Dina tadi berinteraksi denganmu?" Pak Harno menjelaskan."Tapi aku sedang hamil, Pakde," kata Indah dengan memelas."Itu urusanmu. Makanya jadi perempuan itu bisa menjaga kehormatan, jangan-jangan anak yang kamu kandung itu bukan anaknya Ahmad." Bu Wulan menimpali dengan nada ketus."Bude, aku nggak sebejat itu." Indah berka
Hari ini Ahmad akan menikah dengan Indah di KUA. Jadwal akadnya nanti jam sebelas siang. Rencananya hanya Alif dan Pak Harno yang datang, mereka langsung ke KUA. Bu Wulan tetap bersikeras tidak mau datang. Tadi pagi Ahmad sudah pergi ke kontrakan Indah. Ia akan menjemput Indah untuk pergi ke KUA bersama."Benar Ibu nggak mau ikut?" tanya Pak Harno yang sudah bersiap untuk berangkat."Enggak." Bu Wulan menjawab dengan singkat."Ya sudah, kita berdua saja," kata Pak Harno pada Alif. Alif mengangguk. Mereka sudah bersiap mau ke KUA.Drtt…drtt ponsel Alif berdering, sebuah panggilan dari Ferdi kakaknya Vera. Alif yang baru mau keluar dari rumah, segera menerima panggilan itu."Halo, Mas," sapa Alif."Alif, Vera kecelakaan. Sekarang ada di rumah sakit," kata Ferdi."Astaghfirullahaladzim," kata Alif dengan gemetaran. Ia langsung lemas mendengar berita itu."Ada apa, Lif?" tanya Bu Wulan."Vera kecelakaan, Bu. Sekarang ada di rumah sakit," kata Alif dengan mata berkaca-kaca. Sudah beberapa
Pak Harno dan istrinya masih bingung dengan situasi ini. "Ada apa ini sebenarnya?" tanya Pak Harno.Shifa yang tampak emosi berkata pada Pak Harno."Maaf, Bapak orangtuanya Pak Alif ya?" tanya Shifa. "Iya," jawab Pak Harno sambil mengangguk."Vera sudah lama berselingkuh dengan suami saya. Terakhir kemarin saya menangkap basah mereka di kamar hotel hanya berdua saja, Vera dalam posisi tidak berpakaian dan ditutupi selimut, pakaian dalam Vera berserakan di lantai. Apa yang mereka lakukan kalau bukan zina? Hari ini, mereka berdua berada dalam mobil suami saya, dan mengalami kecelakaan." Shifa menjelaskan panjang lebar."Oh, berarti foto yang ada di ponsel Bapak itu benar ya?" tanya Bu Wulan.Pak Harno hanya mengangguk saja."Bapak meminta orang untuk mencari informasi tentang Vera dan hasilnya memang mengejutkan. Vera sering pergi berdua dengan seorang laki-laki," kata Pak Harno."Jadi Bapak sudah tahu kalau Vera berselingkuh?" tanya Alif.Pak Harno mengangguk lagi."Kenapa Bapak tida
"Dek, pamali minta warisan padahal orang tuaku masih sehat walafiat. Apa kamu memang mendoakan orang tuaku cepat meninggal? Kamu seharusnya menerimaku apa adanya. Aku kan memang sudah kere, tapi kamu masih saja tetap mengejarku. Berarti kamu menyesal ya? Dek kita baru beberapa jam menjadi suami istri, tapi kamu sudah terlihat watak aslinya. Aku jadi semakin yakin kalau kamu memang sengaja hamil. Supaya bisa menikah denganku. Iya kan?" kata Ahmad dengan tegas. Indah gelagapan."Bukan begitu, Mas. Aku memang ingin menikah denganmu, karena aku memang mencintaimu. Buktinya aku mencarimu kesini. Aku tidak mau terlalu lama melakukan zina denganmu. Memangnya Mas nggak mencintaiku ya?" kata Indah sambil mendekati Ahmad dan mulai merayu-rayu Ahmad dengan mengelus-elus paha Ahmad. Tentu saja Ahmad tergoda.***Setelah berbincang dengan dokter, Alif menuju ke tempat Vera. Alif memandang wajah Vera yang masih belum sadarkan diri. Vera yang pandai merawat wajah dan tubuhnya, masih tampak cantik, w
Ahmad mengajak Indah mengunjungi orang tua Ahmad. Sekalian mau mengambil pakaian Ahmad. Pak Harno dan Bu Wulan masih sarapan ketika Ahmad dan Indah datang."Ayo ikut sarapan," ajak Pak Harno. Ahmad dan Indah pun ikut bergabung, mereka sarapan dengan lahapnya.Bu Wulan yang dari tadi mengamati kelakuan Indah, menjadi kasihan melihat Indah sangat rakus mengambil makanan. Seperti tidak pernah makan enak saja. Tak ada pembicaraan disela-sela makan. Semuanya fokus dengan makanan masing-masing. Selesai makan, Indah hanya mengikuti Ahmad saja. Tidak mau membantu membereskan meja makan, persis layaknya tamu. Bu Wulan segera membereskan meja makan, dibantu oleh Tini, ARTnya. "Perempuan itu nggak punya etika sama sekali. Habis makan, bukannya membantu membereskan meja makan malah ikut Ahmad masuk ke dalam kamar. Dasar nggak punya sopan santun," gerutu Bu Wulan. Tini hanya diam saja sambil mendengarkan celotehan Bu Wulan. Ia juga tidak menyukai Indah, berlagak seperti nyonya besar."Kenapa si
"Mas yang mengambil uang di laci ya?" tanya Novi dengan pelan. Novi mendekati Ahmad yang sudah selesai makan malam. Ia tampak asyik merokok sambil mata menatap di layar ponselnya."Iya, besok aku ganti," jawab Ahmad dengan ketus, tapi mata masih tetap fokus pada ponsel. "Besok kapan?" tanya Novi lagi."Kalau sudah dapat uang, pelit amat sih! Sama suami sendiri kok perhitungan sekali." Ahmad menjawab dengan kesal, kemudian menatap tajam pada Novi."Bukannya pelit, Mas? Uang itu mau dipakai untuk bayar sales rokok besok! Terus besok aku harus membayar pakai apa?" kata Novi dengan nada kesal juga."Kebiasaan sekali Mas Ahmad ini, mengambil uang hasil penjualan di warung untuk kepentingannya sendiri. Mending kalau mengambil uang terus ngomong. Ini, nggak pakai ngomong! Jadi kesannya seperti mencuri uang di warung." Tentu saja Novi hanya berani berkata dalam hati.Selesai salat dan makan malam tadi Novi masuk ke warung untuk mengecek uang yang ada di laci. Novi kaget, ternyata uangnya ti
Ahmad mengajak Indah mengunjungi orang tua Ahmad. Sekalian mau mengambil pakaian Ahmad. Pak Harno dan Bu Wulan masih sarapan ketika Ahmad dan Indah datang."Ayo ikut sarapan," ajak Pak Harno. Ahmad dan Indah pun ikut bergabung, mereka sarapan dengan lahapnya.Bu Wulan yang dari tadi mengamati kelakuan Indah, menjadi kasihan melihat Indah sangat rakus mengambil makanan. Seperti tidak pernah makan enak saja. Tak ada pembicaraan disela-sela makan. Semuanya fokus dengan makanan masing-masing. Selesai makan, Indah hanya mengikuti Ahmad saja. Tidak mau membantu membereskan meja makan, persis layaknya tamu. Bu Wulan segera membereskan meja makan, dibantu oleh Tini, ARTnya. "Perempuan itu nggak punya etika sama sekali. Habis makan, bukannya membantu membereskan meja makan malah ikut Ahmad masuk ke dalam kamar. Dasar nggak punya sopan santun," gerutu Bu Wulan. Tini hanya diam saja sambil mendengarkan celotehan Bu Wulan. Ia juga tidak menyukai Indah, berlagak seperti nyonya besar."Kenapa si
"Dek, pamali minta warisan padahal orang tuaku masih sehat walafiat. Apa kamu memang mendoakan orang tuaku cepat meninggal? Kamu seharusnya menerimaku apa adanya. Aku kan memang sudah kere, tapi kamu masih saja tetap mengejarku. Berarti kamu menyesal ya? Dek kita baru beberapa jam menjadi suami istri, tapi kamu sudah terlihat watak aslinya. Aku jadi semakin yakin kalau kamu memang sengaja hamil. Supaya bisa menikah denganku. Iya kan?" kata Ahmad dengan tegas. Indah gelagapan."Bukan begitu, Mas. Aku memang ingin menikah denganmu, karena aku memang mencintaimu. Buktinya aku mencarimu kesini. Aku tidak mau terlalu lama melakukan zina denganmu. Memangnya Mas nggak mencintaiku ya?" kata Indah sambil mendekati Ahmad dan mulai merayu-rayu Ahmad dengan mengelus-elus paha Ahmad. Tentu saja Ahmad tergoda.***Setelah berbincang dengan dokter, Alif menuju ke tempat Vera. Alif memandang wajah Vera yang masih belum sadarkan diri. Vera yang pandai merawat wajah dan tubuhnya, masih tampak cantik, w
Pak Harno dan istrinya masih bingung dengan situasi ini. "Ada apa ini sebenarnya?" tanya Pak Harno.Shifa yang tampak emosi berkata pada Pak Harno."Maaf, Bapak orangtuanya Pak Alif ya?" tanya Shifa. "Iya," jawab Pak Harno sambil mengangguk."Vera sudah lama berselingkuh dengan suami saya. Terakhir kemarin saya menangkap basah mereka di kamar hotel hanya berdua saja, Vera dalam posisi tidak berpakaian dan ditutupi selimut, pakaian dalam Vera berserakan di lantai. Apa yang mereka lakukan kalau bukan zina? Hari ini, mereka berdua berada dalam mobil suami saya, dan mengalami kecelakaan." Shifa menjelaskan panjang lebar."Oh, berarti foto yang ada di ponsel Bapak itu benar ya?" tanya Bu Wulan.Pak Harno hanya mengangguk saja."Bapak meminta orang untuk mencari informasi tentang Vera dan hasilnya memang mengejutkan. Vera sering pergi berdua dengan seorang laki-laki," kata Pak Harno."Jadi Bapak sudah tahu kalau Vera berselingkuh?" tanya Alif.Pak Harno mengangguk lagi."Kenapa Bapak tida
Hari ini Ahmad akan menikah dengan Indah di KUA. Jadwal akadnya nanti jam sebelas siang. Rencananya hanya Alif dan Pak Harno yang datang, mereka langsung ke KUA. Bu Wulan tetap bersikeras tidak mau datang. Tadi pagi Ahmad sudah pergi ke kontrakan Indah. Ia akan menjemput Indah untuk pergi ke KUA bersama."Benar Ibu nggak mau ikut?" tanya Pak Harno yang sudah bersiap untuk berangkat."Enggak." Bu Wulan menjawab dengan singkat."Ya sudah, kita berdua saja," kata Pak Harno pada Alif. Alif mengangguk. Mereka sudah bersiap mau ke KUA.Drtt…drtt ponsel Alif berdering, sebuah panggilan dari Ferdi kakaknya Vera. Alif yang baru mau keluar dari rumah, segera menerima panggilan itu."Halo, Mas," sapa Alif."Alif, Vera kecelakaan. Sekarang ada di rumah sakit," kata Ferdi."Astaghfirullahaladzim," kata Alif dengan gemetaran. Ia langsung lemas mendengar berita itu."Ada apa, Lif?" tanya Bu Wulan."Vera kecelakaan, Bu. Sekarang ada di rumah sakit," kata Alif dengan mata berkaca-kaca. Sudah beberapa
Alif mendekati ibunya dan meminta Bu Wulan menarik nafas panjang untuk meredam emosinya. Perempuan yang rambutnya sudah penuh dengan uban itu, melakukan apa yang disuruh oleh Alif. "Kamu dengar sendiri kan, Ahmad? Apa kamu mau membuat ibumu sakit-sakitan karena melihat kamu dan Indah tinggal disini?" kata Pak Harno. Indah sangat kesal dengan kata-kata Pak Harno dan Bu Wulan."Kamu tahu kan, beberapa kali Novi kesini mengantar anak-anakmu menemui kami? Kalau kamu dan Indah tinggal disini, Novi pasti akan sungkan kesini. Bapak dan Ibu masih memiliki hati, karena itu kami berusaha untuk menjaga perasaan Novi dan anak-anakmu, terutama Dina. Kamu lihat kan, bagaimana Dina tadi berinteraksi denganmu?" Pak Harno menjelaskan."Tapi aku sedang hamil, Pakde," kata Indah dengan memelas."Itu urusanmu. Makanya jadi perempuan itu bisa menjaga kehormatan, jangan-jangan anak yang kamu kandung itu bukan anaknya Ahmad." Bu Wulan menimpali dengan nada ketus."Bude, aku nggak sebejat itu." Indah berka
"Indah?" kata Alif dengan kaget, ketika ia membuka pintu. Tampak Indah dengan penampilan yang seperti tidak terawat, tidak seperti dulu yang pernah ia lihat.Indah juga kaget melihat Alif ada disini, ia sangat gugup.“Mas Alif?” Indah berusaha untuk menutupi kegugupannya."Siapa Lif?" tanya Bu Wulan sambil berjalan mendekati Alif. Bu Wulan tampak sangat syok melihat orang yang ada dihadapannya."Mau apa kamu kesini? Bukankah kamu pulang ke rumah orang tuamu?" tanya Bu Wulan dengan ketus.“Iya, aku memang pulang ke rumah orang tua. Tapi sekarang aku kesini lagi. Ada yang ingin aku bicarakan dengan Pakde dan Bude.” Indah menjawab dengan pelan."Ooo, kamu masih menganggap kami ini keluargamu ya? Kalau memang masih keluarga, seharusnya kamu nggak membuat kacau semua yang ada disini." Bu Wulan berkata dengan sinis dan ketus.Indah hanya bisa menunduk. Bagaimanapun ia yang salah, tapi tetap saja ia tidak mau mengakuinya."Dasar nenek-nenek, lihat saja nanti kalau aku sudah menikah dengan Ma
"Jam setengah sepuluh, Pak." Ahmad menjawab dengan pelan."Mampir kemana?" tanya Pak Harno lagi."Ngumpul sama teman-teman, Pak.""Kamu belum pernah menjenguk anak-anakmu, kan?" tanya Pak Harno.Ahmad menggelengkan kepala. Pak Harno menarik nafas panjang."Kamu kok sangat keterlaluan sih, Ahmad? Cepat selesaikan sarapanmu, kita ke rumah orang tua Novi, menjenguk anak-anakmu," kata Pak Harno. Ahmad hanya terdiam, tidak berani membantah. Karena ucapan bapaknya itu merupakan sebuah perintah yang tidak bisa diganggu gugat.Setelah selesai sarapan, Pak Harno dan Ahmad pergi bersama untuk mengunjungi Dina dan Haikal. Ahmad sangat kesal, ia tidak bisa mengunjungi Indah. Padahal tadi malam ia berjanji kalau pagi ini mau mengunjungi Indah sambil membawakan sarapan.Di sepanjang perjalanan Ahmad hanya diam saja. Tak terasa sudah sampai di rumah orang tua Novi. Sudah lama Ahmad tidak kesini, terakhir kesini ketika ia bersama orang tuanya mengembalikan Novi. Warung Novi tampak lebih besar dari y
Sore ini Ahmad mengantar Indah periksa ke dokter, untuk memastikan usia kandungan Indah. Tempat praktek dokter tampak begitu ramai, mereka pun harus antri menunggu giliran. Hampir satu jam mereka menunggu, belum juga mendapatkan panggilan. Tak berapa lama ada perempuan hamil yang baru datang langsung di panggil oleh asisten dokter. Ahmad yang tampak capek menunggu segera mendatangi asisten dokter itu."Mbak, saya kan sudah dari tadi antri, kok perempuan itu duluan yang masuk?" tanya Ahmad."Oh, Ibu itu sudah mendaftar duluan, Pak. Kalau Bapak ingin tidak lama mengantri, harus daftar duluan. Jam empat pendaftaran sudah dibuka," kata asisten dokter itu, menjelaskan pada Ahmad. Ahmad langsung terdiam, kemudian duduk lagi. Tak lama perempuan yang tadi masuk, sudah keluar dari ruang periksa."Mas Ahmad?" sapa perempuan itu, ternyata dia itu Lia alias Weni. Ia juga memeriksakan kandungannya.Ahmad yang merasa dipanggil namanya, segera menoleh ke arah suara."Lia? Sama siapa?" tanya Ahmad de
Tindakan Alif memang patut diacungi jempol. Walaupun ia dalam keadaan marah dan emosi, tapi ia masih menjaga martabat istrinya, supaya tidak semakin malu terlihat auratnya. Semua menatap Vera dan Alif."Lihatlah, Mas. Pak Alif berusaha menutup aurat istrinya yang tadi sudah kamu jelajahi. Memalukan sekali perbuatanmu itu, Mas? Apa lagi alasanmu sekarang? Kamu mau berkata kalau aku terlalu cemburu dan mengada-ada lagi? Ngapain kalian berdua di dalam kamar kalau tidak berzina. Apakah hanya mengobrol saja? Kok sampai buka-buka pakaian segala?" kata Shifa panjang lebar. "Bukan urusanmu," sahut Richard."O ya? Kalau bukan urusanku, berarti itu urusannya Pak Alif. Karena kamu bersama dengan istrinya." Shifa tampak mengejek Richard.Tak lama kemudian, Vera sudah keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang lengkap."Kamu sudah siap keluar dari rumah, Shifa? Karena saat ini juga aku akan menceraikanmu," tantang Richard."Aku nggak takut dengan ancamanmu. Aku pun siap untuk keluar dari rumah i