Di dalam kamar, Anita sangat canggung sekali. Meski dirinya sudah sah menjadi istri Lucas, tapi ini adalah momen pertama ia masuk ke dalam kamar itu, sekaligus berstatus istri Lucas. 'Apa yang harus aku lakukan ya?' gumam Anita dalam hati. 'Aku takut, dia ilfil dengan tubuhku.''Bagaimana jika tuan muda tak menyukai pelayananku?' berbagai pertanyaan memenuhi otak kecil Anita. Anita duduk di pinggir ranjang, tiba-tiba Lucas mendekatinya. "Apa boleh aku melihat kamu tanpa menggunakan hijab?" tanya Lucas. Anita terdiam sejenak, bertekad dalam hati jika apa yang ada pada dirinya adalah milik Lucas. "Bismillahirrahmanirrahim!" ucap Anita pelan, dengan tangan mulai membuka ujung hijabnya. Perlahan tapi pasti, Lucas dapat melihat rambut panjang dan hitam Anita yang selama ini tertutup rapih. "Sempurna!" puji Lucas setelah Anita melepaskan semua jilbabnya. Mendengar pujian dari suaminya, seketika pipi Anita berubah menjadi rona kemerah-merahan. Dengan tangan gemetar, Lucas membelai r
Dari mulai bukan apa-apa, bukan orang penting, bukan orang yang berjasa. Bahkan lebih ke sering di hina, di caci maki, di fitnah, di selingkuhi, di usir, bahkan sampai kehadirannya di benci di mana-mana. Keburukannya selalu di ingat, dan semua kebaikannya dilupakan. Itu lah kisah Anita yang dulu. Berbeda dengan sekarang, menjelma sebagai seorang wanita yang sangat mandiri dan memiliki ahklak yang sangat terpuji. Bukan karena ia beristri kan Lucas, tapi semua karena kinerjanya yang patut di apresiasi. Enam bulan menjadi istri Lucas, kehidupan Anita jauh lebih baik, bahkan jauh-jauh lebih baik. Dari kehidupannya sebelumnya. Lucas memang tidak mengekang Anita harus seperti apa, ia memberikan kebebasan untuk hal yang membuat Anita nyaman dan bahagia, selagi mampu melayani dirinya. "Honey, kamu tidak masalah kan kalau kita pindah ke kota A sementara waktu?" tanya Lucas pada Anita yang sedang menyiapkan makan siangnya, di ruangan khusus milik mereka. Lucas merubah kantornya senyaman mun
"Sayang hari ini katanya, Kak Sella dan suaminya jadi berkunjung ke rumah kita deh." ucap Marwan pada Yuni yang sedang asik menaikan ponsel. "O begitu ya, Mas. Kalau begitu aku akan memasak banyak hari ini, untuk menyambut kedatangan mereka." jawab Yuni yang segera turun dari posisi nyamannya. "Kalau mereka ingin menginap kamu keberatan tidak?" "Ya tentu tidak lah, Mas. Lagi pula dia itu kakak iparku, yang wajib aku hormati." jelas Yuni. "Terima kasih, Sayang. Nanti aku suruh kak Sella menginap saja, biar besoknya kita piknik keluarga." "Ide yang bagus juga itu, Mas, sudah lama kita tidak menginap di hotel. Bagaimana kalau kita ke pantai?" "Terserah kamu, kamu atur saja semuanya. Yang pasti jangan yang jauh-jauh." "Oke, Mas. Kamu terima beres saja ya.""Oke, Sayang. Aku berangkat dulu, kemungkinan aku akan pulang setelah kak Sella datang." ujar Marwan segera berpamitan ala-ala keluarga bahagia, cipaka cipiki kiri kanan dan tak ada yang tersisa. Usaha Marwan semakin maju, dan Yu
"Kalian yakin ingin liburan ber tiga?" tanya bunda Clara, memastikan anak dan menantunya sebelum mereka benar-benar pergi. "InsyaAllah yakin, Bun." jawab Anita. "Sudah, Bun. Bunda tidak usah sedih, aku dan Anita bisa kok menjaga Shakira." ucap Lucas pada ibunya. "Bukan begitu, nanti kalau Bunda kangen Shakira bagaimana." tanya bunda Clara yang tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Nenek muda itu, tidak bisa berjauhan dengan cucu kesayangannya. "Kalau begitu, bagaimana kalau Bunda juga ikut?" usul Anita. "Saran yang bagus itu, sebentar Bunda siap-siap dulu. Tiga puluh menit, tidak lama." ujar bunda Clara girang. "No! Bun, Bunda di sini saja." ucap Lucas pada bunda Clara, "sayang kok kamu begitu, sih?" rajuk Lucas pada Anita. "Bunda ikut ya, ya, ya. Janji Bunda hanya ingin bersama Shakira. Tidak akan mengganggu kalian di sana, ya, ya, ya." rayu bunda Clara pada anaknya. "Bunda, sudah Bunda siap-siap saja, Abang biar jadi urusan Anita." ucap Anita, saat itu juga bunda Clara langs
Bunda Clara berjalan dengan tergesa-gesa, menuju villa dimana mereka singgahi. "Kalian semua, cepat bereskan barang-barang kalian. Tolong bereskan juga milik saya, dan Shakira, ya!" ucap bunda Clara pada semua asistennya, begitu mereka sampai di pintu utama villa. "Baik, Ibu." jawab mereka kompak, meski mereka bingung. Namun tak ada satu pun yang bertanya, mereka memilih menuruti semua perintah majikannya. Anita dan Lucas sedang bersantai di ruangan tengah, mereka berdua kaget, melihat kedatangan bunda Clara dengan napas memburu. "Bunda, ada apa? Kenapa Bunda seperti di melihat hantu saja." tanya Lucas pada ibunya sendiri. "Hust, kamu ini ya kalau ngomong suka sembarangan saja." jawab bunda Clara mengatur napas. "Lah terus kenapa, lari-larian begitu?" "Ini gawat, Lucas, Anita!" ucap bunda Clara panik. "Gawat kenapa, Bun?" tanya Anita heran. "Pokoknya gawat sekali, kita semua harus segera pergi dari tempat ini. Sekarang juga!" jelas bunda Clara, yang membuat anak menantunya sal
"Anita!" ucap Sella dan Marwan secara bersamaan, begitu melihat kehadiran Anita bersama Lucas. Sedangkan Anita terpaku di tempatnya, ia sangat syok melihat kakak ipar dan mantan suaminya berada di tempat itu juga. Marwan melangkah mendekati Anita, "Anita, apa ini beneran kamu?" tanya Marwan, pada Anita. "Apa benar ini, Anita. Mantan istriku dulu?" tanya Marwan lagi, sedangkan Anita masih terdiam. Hati dan pikiran Anita menolak kehadiran mereka, "mau apa lagi mereka?" tanya Anita dalam hati. "Maaf, kalian siapa ya?" pada akhirnya Anita memilih berdusta seakan-akan tidak mengetahui mereka semua. "Siapa kamu bilang?" tanya Marwan seolah tak percaya dengan pernyataan yang baru saja ia dengar. "Ia, kalian siapa? Maaf aku bukan Anita, dan aku tidak kenal kalian semua!" ucap Anita, "Bunda, ayo masuk mobil. Kita harus segera pergi dari sini!" ajak Anita pada bunda Clara. "Hei, Anita! Sombong sekali ya kamu sekarang!" sentak Sella tiba-tiba, menghentikan langkah Anita. "Lelaki mana lag
Sedangkan Sella dengan perasaan dongkol mereka kembali ke villa yang telah mereka sewa. "Kenapa kamu melarang, Mbak untuk melakukan visum sih, Dek?" tanya Sella kesal. "Mbak, kamu mau berurusan dengan mereka, memangnya kamu yakin bisa menang?" "Ya setidaknya, dengan berusan dengan mereka kita bisa mengetahui anak itu. Dia benar anak kamu atau bukan?" papar Sella. "Sebenarnya aku yakin itu anakku, Mbak. Tapi aku tak yakin Anita mau memaafkan aku," jelas Marwan lemas. Pasalnya sejak bertemu dengan Shakira tadi, hati Marwan menjadi tak karuan. Hati kecil Marwan mengakui dengan yakin, jika Shakira anaknya. Tapi perkataan Anita tadi membuatnya kembali ragu. "Tapi kalau di pikir-pikir, tidak masuk akal juga kalau itu bukan anakmu. Karena dia sangat mirip denganmu, Dek.""Kalau memang itu anakku, apa mungkin Anita memberikan izin untuk aku bertemu dengannya, Mbak?""Mbak tidak tahu pasti, tapi yang jelas kamu juga memiliki hak penuh atas anak itu. Karena sampai kapan pun, kamu adalah w
"Kalian hati-hati di sana ya, sering-sering memberi kabar sama, Bunda ya," ujar bunda Clara mengantarkan Lucas dan Anita yang bersiap akan pergi ke kota A. "Iya, Bun, Bunda juga di sini baik-baik ya. Maaf ya, Anita sudah merepotkan sama Bunda, dengan menitipkan Shakira.""Kamu ngomong apa sih? Bunda sama sekali tidak pernah merasa direpotkan, Bunda bahagia bisa merawat Shakira.""Terima kasih, Bunda." Anita memeluk sang mertua. "Titip anak, Bunda ya. Bunda heran kok dia jadi ketergantungan banget sama kamu!" bisik bunda Clara sambil terkekeh pelan. "Itu sudah kewajiban Anita, Bun." Anita kembali berisik. "Kalian bisik-bisik apa sih?" tanya Lucas pada ke dua wanita berharga dalam hidupnya. "Kepo banget sih kamu, sudah sana pergi!" usir bunda Clara. Setelah acara berpamitan, Anita dan Lucas masuk ke dalam mobilnya dan berangkat ke kota tujuan. Mereka sengaja tidak membawa supir, kalau lelah mengemudi mereka bisa bergantian. Perjalanan mereka dipenuhi canda tawa, Lucas yang bucin
"Zaki antarkan saya pulang ke apartemen.""Sekarang?" tanya Zaki spontan. "Tahun depan, Zaki. Lagi pula kamu kenapa menatap saya seperti itu?""Ah tidak ada, Bos. Memangnya kenapa kok tumben mau pulang ke apartemen?""Kamu mulai kepo lagi?" Akhirnya Zaki terdiam. Ia tak lagi bertanya pada Lucas dan segera mengantarkan Lucas ke apartemennya. Begitu sampai di lobby, "apa kamu menempati apartemen pemberian saya?""Tentu dong, Bos. Dikasih fasilitas enak masa di sia-siakan.""Hmmm!" gumam Lucas. Kemudian dirinya segera berjalan lebih dulu. "Si Bos kenapa ya? Penampilannya kucel, kaya tidak memiliki semangat hidup saja. Dan tumben sekali berjauhan dengan Nyonya muda?" heran Zaki. Berbagai pertanyaan memenuhi pikiran Zaki, tapi dirinya tak mau ambil pusing. Ia lebih suka menghabiskan seluruh waktunya dengan wanita yang sudah menjadi istrinya saat ini. Sebelum masuk ke dalam kamar unitnya, Zaki melihat seorang pelayan membawakan banyak sekali jenis minuman beralkohol di depan pintu kam
Cekrek. Cekrek. Beberapa kali Sella mengabadikan momen Yuni dengan lelaki itu. "Akan aku pastikan adikku melihat dengan mata kepalanya sendiri, baca kelakuan istrinya itu."Yuni tersenyum bahagia, karena sebentar lagi dirinya akan sukses membuat dua orang yang pernah melukai hatinya akan segera hancur. Aku harus menghubungi Marwan," ucap Sella. Ia segera melakukan panggilan pada adiknya. "Hallo," sapa Sella setelah panggilan itu terhubung. "Hallo, Mbak. Apa benar ini kamu?" "Kamu pikir siapa?""Ya Allah Mbak selama ini dirimu kemana aja? Aku sudah mencari kamu kemana-mana tapi tak pernah ketemu."Sella sedikit terharu mendengar kekhawatiran sang adik, "terima kasih. Mbak hanya sedang sibuk akhir-akhir ini. Maafkan Mbak sudah membuatmu cemas.""Mbak dimana sekarang?""Aku baru kembali ke ibu kota. Apa bisa kita ketemuan?""Kenapa Mbak tidak datang langsung saja ke tempat aku?""Mungkin lain kali.""Yasudah tidak masalah. Mau ketemu dimana Mbak?"Sella segera menyebutkan alamatny
Hotel Kencana nomor 112 adalah kamar yang di tempati Sella saat ini, tapi rupanya di hotel yang sama juga seseorang sedang memandu kasih penuh kenikmatan. "Sayang bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar," ajak Yuni pada Damian. "Berikan servis terbaikmu dahulu. Apa pun yang kamu inginkan akan aku turutkan."Tanpa membantah lagi Yuni segera melancarkan aksinya. Sejak Leon dan Marvel masuk penjara, teman kencan Yuni satu-satunya hanya Damian. Terlebih sekarang Damian memiliki waktu lebih untuk bertemu Al meski tanpa sepenuhnya Marwan. Rasa sayang Damian pada Al begitu besar, tapi dirinya juga tak bisa meninggalkan Thalia karena semua aset kekayaan yang ia miliki berasal dari keluarga Thalia. Pria beristri dan perempuan memiliki suami, menjalani hubungan rumit sampai memiliki anak. Sungguh kisah cinta yang sangat di luar nalar. "Ahhhhh Yuniku! Kamu memang selalu memberikan servis terbaik," erang Damian di sela-sela Yuni menelan habis larva putih kental itu ke dalam mulutnya. "Ap
Tak ada pilihan untuk meredakan kemarahan Sella, Lucas milih untuk menuruti kemauan Sella dengan membawa kembali dirinya ke rumah yang ditinggali Anita. Sepanjang perjalanan jantung Lucas berdetak tak karuan. Meski dirinya marah pada Anita. Namun, untuk membawa gadis lain secara terang-terangan ia juga menjadi ketar ketir. "Babe," ucap Sella tiba-tiba. "Hmmm.""Sepertinya aku berubah pikiran.""Maksud kamu bagaimana?" Lucas menoleh ke samping. "Bagaimana kalau kamu belikan saja aku apartemen mewah?" Sella memberikan usul. "Kenapa begitu?" Lucas heran dengan permintaan Sella yang mendadak. "Hm! Setelah aku pikir-pikir kayanya bermain di belakang Anita lebih menyenangkan, dari pada bermain secara langsung.""Usul yang cerdas!" balas Lucas cepat. Sedetik kemudian jantungnya berpacu dengan normal kembali, ia lega dengan permintaan Sella. Lucas segera menghubungi Zaki untuk mempersiapkan satu unit apartemen mewah yang akan digunakan Sella. "Sedang di urus. Bagaimana kalau sementa
"Apa kamu ingin kita melakukannya lagi, Babe?" dengan lancang Sella membelai pipi Lucas. "Hentikan! Hapus video itu atau kamu akan menyesal.""Uhhh takut! Bagaimana kalau vidio itu sampai ke tangan Anita ya?""Itu tidak akan pernah terjadi!" Lucas mencekal dagu Sella. "Kamu takut, Babe? Bukan kan semalam kamu memaki-maki Anita pada saat dirimu mabuk?""Stop!""Kenapa? Atau kamu mau semua client kamu tahu skandal kamu?" ancam Sella tidak main-main. Dengan kasar Lucas menghempaskan cekalan itu. "Kamu mau apa? Uang? Sebutkan berapa jumlahnya?""Aku ingin kamu. Dan aku ingin memilikimu, Babe," balas Sella. Ia langsung menyerang Lucas dengan ciuman panasnya. Awalnya Lucas memberontak, tapi semakin Sella berbuat liar semakin Lucas tak berdaya. Dirinya lelaki normal meski Sella baru sekali bermain gila dengannya tapi sepertinya Sella telah berhasil menemukan titik kelemahan Lucas. "Ahhhhh!" akhirnya erangan tertahan itu keluar juga dari bibir seksi Lucas. Dengan lihai Sella telah mengu
Sepanjang malam Anita terjaga, berkali-kali dirinya menghubungi Lucas. Namun tak ada satu pun panggilan yang di jawab hingga sering telpon itu terjawab oleh oprator pertanda ponsel Lucas telah kehabisan batrei. "Kamu ada dimana Abang?" ucap Anita dengan lirih. Luka bekas operasi saja belum sembuh, tapi sekarang ada yang lebih sakit dari luka itu. Yaitu hilangnya kepercayaan Lucas pada dirinya. "Aku bukan orang yang menyebabkan Bunda meninggal, Bang. Kenapa kamu tega menuduh aku seperti ini?""Aku kehilangan anak-anakku, mertuaku dan sekarang aku juga kehilangan kepercayaan kamu Bang."Beberapa kali pelayanan mengetuk pintu kamar Anita, tapi tak ada satu pun yang dihiraukan Anita. Ia larut dalam kesedihan yang mendalam. "Nyonya muda, anda harus makan. Dari pagi anda tidak makan apa pun, kalau Nyonya seperti ini Bunda Clara pasti akan sedih," ucap Bi Sum. Wanita berusia lanjut itu tidak pernah lelah membujuk Anita sedari tadi. Mendengar kata-kata Bunda Clara, seketika Anita bangki
Kekecewaan akibat kehilangan ternyata membuat Lucas benar-benar kehilangan arah hidupnya. Dari arah beberapa meter. Sella melihat Lucas berjalan memasuki Bar ternama di ibu kota. "Ini adalah kesempatan emas untuk aku memanfaatkan keadaan," gumam Sella. Dengan penuh semangat Sella keluar dari mobilnya, sebelum itu tak lupa dirinya membenarkan riasan pada wajahnya juga menyemprotkan parfum di area tertentu. Sella mengambil duduk sedikit berjarak dengan Lucas. Agar dirinya leluasa memperhatikan objek fantasinya selama ini. Dari kejauhan Sella melihat Lucas terus menuangkan minuman beralkohol kedalam gelasnya. Sudah lima botol minuman itu ia habiskan dan sepertinya Lucas sudah mabuk berat. "Ini adalah saatnya." Sella berjalan mendekat ke arah Lucas."Stop jangan tuangkan lagi! Kamu sudah mabuk berat," cegah Sella mengambil botol itu. "Kembalikan," desah Lucas dengan suara berat. "Tidak! Kamu sudah mabuk berat.""Kembalikan!"Lucas mencoba merebut botol itu. Namun, Sella dengan s
"Masuk!" ucap Lucas dengan datar. Yang langsung berlalu. Dengan perasaan heran, pak Anang membuka pintu lebar mempersilakan Marwan untuk memasuki rumah mewah itu. Setelah diantarkan oleh pak Anang, akhirnya Marwan menginjakkan kaki juga di rumah mewah milik suami baru Anita. Ekor mat Marwan tidak berhenti memindai sekitar. Ia begitu mengagumi interior rumah bergaya modern itu. "Beruntung sekali hidup Anita sekarang," gumam Marwan. "Silakan duduk," ucap Lucas yang baru saja kembali diikuti dengan Anita di belakang. "Terima kasih." Marwan segera menjatuhkan badannya di kursi empuk. "Sekarang jelaskan kebusukan apa yang sudah kalian lakukan di belakang saya?""Bang stop menuduh seperti itu!" Anita berucap dengan lirih. "Katakan sekarang atau mau polisi yang langsung menginterogasi kalian?""Ma-ksud anda apa?" tanya Marwan terbata. "Seorang suami yang pergi meninggalkan istrinya demi perempuan lain, dan tiba-tiba menyusun rencana dengan mantan istrinya untuk mengamankan masa depa
"Auhhh!" Marwan memegangi dadanya yang terasa sesak. Seakan ada beban besar yang menghimpit bagian dalam hatinya. "Kenapa Pa?" tanya Yuni. "Dadaku sesak, Ma."Yuni melirik sekilas, "loh kok Papa nangis sih? Ada apa?"Bukannya menjawab Marwan malah semakin terisak, hatinya bagaikan diiris sangat sakit. Namun ia juga tak paham kenapa bisa seperti itu. "Anakku," lirih Marwan pelan. "Maksud kamu apa, Pa?""Anakku. Aku kangen anakku Ma.""Makanya Pa. Jangan kamu habiskan waktumu untuk bekerja, Al juga membutuhkan kamu. Dia juga ingin bermain bersama kamu.""Bukan Al Ma. Papa kangen anak perempuan Papa."Brak! Yuni menggebrak meja dengan kasar. Ia segera berdiri. "Maksud Papa apa? Sejak kapan kamu ingat anak perempuan murahan itu Pa?""Jaga bicara kamu Ma. Kamu tidak ada hak untuk memaki Anita dan juga anakku."Yuni terkekeh mendengar pembelaan dari Marwan. "Oh jadi sekarang kamu mulai membela mereka? Sejak kapan? Kerasukan setan apa kamu Pa?" ujar Yuni dengan sinis. Bukannya menjawa