Tepat sebelum magrib Marvel sudah tiba di kampung untuk menjemput Anita, ia memberi kabar pada Sella jika dirinya sudah sampai di depan rumah bu Eros. "Assalamu'alaikum, Anita. Abang sudah di depan rumah bu Eros, coba kamu keluar samperin, Abang." ucap Sella diujung telpon. "Waalaikumsalam, Mbak. Baik sebentar Anita keluar dulu." jawab Anita, ia segera berlari ke laur rumah untuk memastikan jika suami kakak iparnya sudah sampai. "Hallo, Mbak. Abang sudah sampai, aku mau samperin dulu sebentar ya." ucap Anita kembali pada Sella yang belum mematikan sambung telponnya, "Iya, Dek." jawab Sella. "Kamu langsung saja berangkat ya, Mbak mau pulang dulu.""Iya Mbak. Mbak hati-hati ya.""Kamu juga ya." Sella menutup panggilan itu. Anita bergegas menghampiri mobil Marvel, Anita mengetuk kaca itu, dan seketika Marvel menurunkan kacanya. "Assalamu'alaikum, Abang." sapa Anita pada Marvel, namun Marvel tidak menjawab salam Anita, ia seperti kehilangan fokusnya. "Assalamu'alaikum, Abang!" ucap
Keberuntungan yang terus menerus menghampiri kehidupan Marwan, meski pun dirinya kehilangan sosok cinta pertamanya. Namun kehadiran Yuni, mampu menghilangkan semua rasa sedihnya. Ditambah lagi sekarang, ia memiliki banyak uang hasil Penjualan rumah ibunya yang hanya di bagi dia. Ditambah lagi hasil penjualan rumah, tanah serta perabotan yang ia miliki yang semuanya utuh menjadi haknya tanpa membagi pada Anita. "Papa, Mama mau beli perhiasan, tas, ponsel boba, juga baju dan sepatu berlogo C." ujar Yuni pada Marwan, mereka baru saja hendak pulang lagi ke kota dimana mereka tinggal sekarang. "Tentu boleh dong, Ma. Apa sih yang enggak buat kamu, Sayang." jawab Marwan tersenyum bahagia karena merasa berhasil membuat Yuni semakin mencintainya. "Pokoknya ya, Pa. Mama ingin rumah yang kemarin itu jadi kita beli, dan rumahnya harus atas nama anak kita Alvaro."Alvaro adalah anak Yuni yang ke dua, yang katanya itu adalah anak Marwan. "Tentu, Sayang. Al kan anak lelakiku yang berhak atas sem
Setelah sarapan pasangan suami istri itu pergi dari rumahnya dengan tujuan yang berbeda. [Sayang aku sudah sampai di lobby hotel.] pesan Yuni terkirim pada selingkuhannya. [Masuk saja lebih dulu, ke kamar kita. Lima belas menit lagi aku sampai.] balas lelaki itu. Semua karyawan disana sudah tahu siapa Yuni, karena itu mereka tidak pernah mempertanyakan apa pun pada Yuni. Dia terus berjalan ke kamarnya, tak perlu lagi meminta kunci, karena Yuni selalu membawa kunci duplikat kamar hotel itu. "Aku sangat rindu tempat ini!" ujar Yuni menjatuhkan tubuhnya pada kasur empuk di depannya. Yuni membuka lemari pakaian miliknya disana, ia memilih lingger sangat seksi untuk menyambut kekasihnya. Dalam lemari itu dipenuhi semua barang-barang milik Yuni, dari mulai baju, tas, sepatu bahkan puluhan koleksi lingger. Akan ada seseorang yang ditugaskan khusus untuk membersihkan semua pakaian Yuni. "Aku sudah tak sabar, ingin segera menghabiskan waktu bersamamu!" gumam Yuni menatap pantulan dirinya
'Ahhh! Kenapa begitu sulit untuk aku memilikimu seutuhnya, Damian?' teriak Yuni setelah kepergian Damian. 'Aku pastikan suatu hari nanti, aku bisa memilikimu. Kamu milikku.' gumam Yuni kembali. Meski Yuni sering mendengar penolakan dan kekecewaan, namun hal itu tidak membuat dirinya pergi dari kehidupan Damian. Semakin Damian membandingkan dirinya dengan istrinya, saat itu juga jiwa egois ingin memiliki semakin membuncah Yuni rasakan. Yuni masih dalam mode malasnya, ia mencoba membuka ponselnya dan ternyata sudah banyak sekali panggilan tak terjawab dari Marwan. Tak lama ponsel itu kembali berdering, dan Marwan lah yang menghubungi Yuni, "Hallo, Ma. Kamu sedang dimana?" tanya Marwan begitu panggilan terhubung, "Aku lagi treatment, Pa." degan perasaan malas, Yuni menjawab. "Aku baru saja selesai bertransaksi ruko itu, aku nyusul kamu kesana ya. Dari tadi perasaan Papa gelisah terus, takut terjadi hal buruk sama Mama." Mendengar ucapan Marwan, Yuni segera membenarkan posisinya m
Sebelum adzan subuh berkumandang, Anita sudah terbangun dan melaksanakan sholat sunah terlebih dahulu. Setelah ia melaksanakan sholat subuh, Anita turun ke lantai dasar untuk membuat sarapan orang rumah, namun ada yang aneh dirinya tidak melihat Sella dari semalam. "Eh, Non Anita sudah bangun, Non?" tanya Mbok Meri asisten rumah tangga Sella. "Sudah, Mbok. Mbok sedang bikin sarapan ya, biar sama aku saja, Mbok." jawab Anita, Anita sudah kenal dengan mbok Meri, karena mbok Meri sudah lama bekerja sama Sella dari mulai anak pertama Sella kecil sampai sekarang sudah remaja. "Sudah, Non Anita duduk saja. Sebentar lagi juga selesai. Kalau enggak ada Ibu yang sarapan hanya anak-anak saja." jelas mbok Meri, Anita terdiam sejenak, "Memangnya Mbak Sella kemana, Mbok?" tanya Anita penasaran, "Loh memangnya, Non Anita tidak tahu, jika bu Sella tugas kerja keluar kota untuk seminggu yang akan datang?" jelas mbok Meri yang membuat Anita terdiam. 'Jadi mbak Sella tidak ada di rumah, pantas s
Saat keadaan rumah sedang sepi, tiba-tiba muncul kembali ide gila Marvel. "Seandainya saja di rumah ini, tidak ada si mbok. Aku pasti sudah bersenang-senang bersama Anita," gumam Marvel yang sedang gabut di ruang tengah. "Apa aku usir saja ya wanita tua itu?""Tapi apa alasannya aku mengusir dia. Dan apa yang harus aku katakan pada Sella nantinya?" ujar Marvel lagi. Hingga tiba-tiba dirinya mendapatkan ide, Marvel segera menghubungi Sella dan mengatakan jika cucunya mbok Meri sakit parah di kampung. Sella merasa kasian, mengizinkan begitu saja mbok Meri pulang. Tak lupa Marvel juga mengatakan, jika mbok Meri sudah lelah bekerja karena sudah merasa tua. Ia ingin menikmati hari tuanya bersama dengan anak cucunya. Sella sangat menyayangkan hal itu, namun dirinya juga tak bisa egois. Karena memang itulah kenyataannya. "Asik! Sella sudah percaya. sekarang giliran memanggil si Mbok, lalu mengusirnya dari sini. Tapi sebelum itu, akan aku siapkan dulu kendaraan agar tak menyita banyak w
"Tante, ayok makan dulu. Kita enggak jadi makan diluar, karena kata Papa, lebih baik makan sama-sama saja di rumah. Jadi kami hanya membeli makanan saja di restoran tadi." ajak Ziva menghampiri Anita di kamarnya. "Baiklah, kebetulan Tante juga sudah laper." jawab Anita, ia baru saja selesai menidurkan baby Shakira. Begitu Anita dan Ziva sampai dimeja makan ternyata, makanan sudah tertata rapi bahkan Marvel sudah menyiapkan alas untuk kedua anaknya. "Hoammm," Zalfa menguap, "Kak aku ngantuk sekali," ucap Zalfa yang masih duduk dimeja makan, ia baru saja selesai menghabiskan makanannya. "Sama kakak juga, Dek. Papa, Tante kita ke atas duluan ya. Aku sama Zalfa sudah ngantuk." pamit Ziva pada Anita dan Marvel, "Iya, Kak. Duluan saja, sebentar lagi juga Tante nyusul ke atas." jawab Anita, yang sedang mencuci piring. Sedangkan di meja makan Marvel tertawa jahat, karena rencananya berhasil. Ia memang sengaja mencampurkan obat tidur pada makanan anak-anaknya. Untuk melancarkan aksinya
Plak !! Satu tamparan keras mendarat di pipi mulus Anita, "Dasar ipar tidak tahu diri! Sudah dikasih bantuan malah musuk dari belakang! Pergi kamu dari rumah saya!" teriak Sella pada Anita, "Tapi, Mbak. Aku tidak merayu, Bang Marvel. Justru dia yang menjebak aku." ujar Anita, "Dijebak kamu bilang? Sekarang lihatlah kondisimu, siapa yang akan percaya jika kamu dijebak!" ucap Sella, "Betul itu, Sayang. Tidak mungkin aku menjebak dia, untuk apa? Aku sama sekali tidak tertarik untuk padanya!" timpal Marvel membuat suasana semakin panas, "Sudah jelas kan sekarang? Jika kamu yang memaksa suami saya! Dasar wanita tidak tahu malu. Pantas saja adik saya menduakan kamu, ternyata kamu itu wanita mur**n!"Anita tidak mampu berkata-kata lagi, ia hanya bisa menangis. Di fitnah dengan begitu kejam, bahkan di sebut bukan wanita baik-baik. "Atau jangan-jangan, anakmu itu bukan keponakan saya. Tapi hasil perbuatanmu sama lelaki lain!" sinis Sella, "Aku sepemikiran dengan kamu, Sayang. Karena se
"Zaki antarkan saya pulang ke apartemen.""Sekarang?" tanya Zaki spontan. "Tahun depan, Zaki. Lagi pula kamu kenapa menatap saya seperti itu?""Ah tidak ada, Bos. Memangnya kenapa kok tumben mau pulang ke apartemen?""Kamu mulai kepo lagi?" Akhirnya Zaki terdiam. Ia tak lagi bertanya pada Lucas dan segera mengantarkan Lucas ke apartemennya. Begitu sampai di lobby, "apa kamu menempati apartemen pemberian saya?""Tentu dong, Bos. Dikasih fasilitas enak masa di sia-siakan.""Hmmm!" gumam Lucas. Kemudian dirinya segera berjalan lebih dulu. "Si Bos kenapa ya? Penampilannya kucel, kaya tidak memiliki semangat hidup saja. Dan tumben sekali berjauhan dengan Nyonya muda?" heran Zaki. Berbagai pertanyaan memenuhi pikiran Zaki, tapi dirinya tak mau ambil pusing. Ia lebih suka menghabiskan seluruh waktunya dengan wanita yang sudah menjadi istrinya saat ini. Sebelum masuk ke dalam kamar unitnya, Zaki melihat seorang pelayan membawakan banyak sekali jenis minuman beralkohol di depan pintu kam
Cekrek. Cekrek. Beberapa kali Sella mengabadikan momen Yuni dengan lelaki itu. "Akan aku pastikan adikku melihat dengan mata kepalanya sendiri, baca kelakuan istrinya itu."Yuni tersenyum bahagia, karena sebentar lagi dirinya akan sukses membuat dua orang yang pernah melukai hatinya akan segera hancur. Aku harus menghubungi Marwan," ucap Sella. Ia segera melakukan panggilan pada adiknya. "Hallo," sapa Sella setelah panggilan itu terhubung. "Hallo, Mbak. Apa benar ini kamu?" "Kamu pikir siapa?""Ya Allah Mbak selama ini dirimu kemana aja? Aku sudah mencari kamu kemana-mana tapi tak pernah ketemu."Sella sedikit terharu mendengar kekhawatiran sang adik, "terima kasih. Mbak hanya sedang sibuk akhir-akhir ini. Maafkan Mbak sudah membuatmu cemas.""Mbak dimana sekarang?""Aku baru kembali ke ibu kota. Apa bisa kita ketemuan?""Kenapa Mbak tidak datang langsung saja ke tempat aku?""Mungkin lain kali.""Yasudah tidak masalah. Mau ketemu dimana Mbak?"Sella segera menyebutkan alamatny
Hotel Kencana nomor 112 adalah kamar yang di tempati Sella saat ini, tapi rupanya di hotel yang sama juga seseorang sedang memandu kasih penuh kenikmatan. "Sayang bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar," ajak Yuni pada Damian. "Berikan servis terbaikmu dahulu. Apa pun yang kamu inginkan akan aku turutkan."Tanpa membantah lagi Yuni segera melancarkan aksinya. Sejak Leon dan Marvel masuk penjara, teman kencan Yuni satu-satunya hanya Damian. Terlebih sekarang Damian memiliki waktu lebih untuk bertemu Al meski tanpa sepenuhnya Marwan. Rasa sayang Damian pada Al begitu besar, tapi dirinya juga tak bisa meninggalkan Thalia karena semua aset kekayaan yang ia miliki berasal dari keluarga Thalia. Pria beristri dan perempuan memiliki suami, menjalani hubungan rumit sampai memiliki anak. Sungguh kisah cinta yang sangat di luar nalar. "Ahhhhh Yuniku! Kamu memang selalu memberikan servis terbaik," erang Damian di sela-sela Yuni menelan habis larva putih kental itu ke dalam mulutnya. "Ap
Tak ada pilihan untuk meredakan kemarahan Sella, Lucas milih untuk menuruti kemauan Sella dengan membawa kembali dirinya ke rumah yang ditinggali Anita. Sepanjang perjalanan jantung Lucas berdetak tak karuan. Meski dirinya marah pada Anita. Namun, untuk membawa gadis lain secara terang-terangan ia juga menjadi ketar ketir. "Babe," ucap Sella tiba-tiba. "Hmmm.""Sepertinya aku berubah pikiran.""Maksud kamu bagaimana?" Lucas menoleh ke samping. "Bagaimana kalau kamu belikan saja aku apartemen mewah?" Sella memberikan usul. "Kenapa begitu?" Lucas heran dengan permintaan Sella yang mendadak. "Hm! Setelah aku pikir-pikir kayanya bermain di belakang Anita lebih menyenangkan, dari pada bermain secara langsung.""Usul yang cerdas!" balas Lucas cepat. Sedetik kemudian jantungnya berpacu dengan normal kembali, ia lega dengan permintaan Sella. Lucas segera menghubungi Zaki untuk mempersiapkan satu unit apartemen mewah yang akan digunakan Sella. "Sedang di urus. Bagaimana kalau sementa
"Apa kamu ingin kita melakukannya lagi, Babe?" dengan lancang Sella membelai pipi Lucas. "Hentikan! Hapus video itu atau kamu akan menyesal.""Uhhh takut! Bagaimana kalau vidio itu sampai ke tangan Anita ya?""Itu tidak akan pernah terjadi!" Lucas mencekal dagu Sella. "Kamu takut, Babe? Bukan kan semalam kamu memaki-maki Anita pada saat dirimu mabuk?""Stop!""Kenapa? Atau kamu mau semua client kamu tahu skandal kamu?" ancam Sella tidak main-main. Dengan kasar Lucas menghempaskan cekalan itu. "Kamu mau apa? Uang? Sebutkan berapa jumlahnya?""Aku ingin kamu. Dan aku ingin memilikimu, Babe," balas Sella. Ia langsung menyerang Lucas dengan ciuman panasnya. Awalnya Lucas memberontak, tapi semakin Sella berbuat liar semakin Lucas tak berdaya. Dirinya lelaki normal meski Sella baru sekali bermain gila dengannya tapi sepertinya Sella telah berhasil menemukan titik kelemahan Lucas. "Ahhhhh!" akhirnya erangan tertahan itu keluar juga dari bibir seksi Lucas. Dengan lihai Sella telah mengu
Sepanjang malam Anita terjaga, berkali-kali dirinya menghubungi Lucas. Namun tak ada satu pun panggilan yang di jawab hingga sering telpon itu terjawab oleh oprator pertanda ponsel Lucas telah kehabisan batrei. "Kamu ada dimana Abang?" ucap Anita dengan lirih. Luka bekas operasi saja belum sembuh, tapi sekarang ada yang lebih sakit dari luka itu. Yaitu hilangnya kepercayaan Lucas pada dirinya. "Aku bukan orang yang menyebabkan Bunda meninggal, Bang. Kenapa kamu tega menuduh aku seperti ini?""Aku kehilangan anak-anakku, mertuaku dan sekarang aku juga kehilangan kepercayaan kamu Bang."Beberapa kali pelayanan mengetuk pintu kamar Anita, tapi tak ada satu pun yang dihiraukan Anita. Ia larut dalam kesedihan yang mendalam. "Nyonya muda, anda harus makan. Dari pagi anda tidak makan apa pun, kalau Nyonya seperti ini Bunda Clara pasti akan sedih," ucap Bi Sum. Wanita berusia lanjut itu tidak pernah lelah membujuk Anita sedari tadi. Mendengar kata-kata Bunda Clara, seketika Anita bangki
Kekecewaan akibat kehilangan ternyata membuat Lucas benar-benar kehilangan arah hidupnya. Dari arah beberapa meter. Sella melihat Lucas berjalan memasuki Bar ternama di ibu kota. "Ini adalah kesempatan emas untuk aku memanfaatkan keadaan," gumam Sella. Dengan penuh semangat Sella keluar dari mobilnya, sebelum itu tak lupa dirinya membenarkan riasan pada wajahnya juga menyemprotkan parfum di area tertentu. Sella mengambil duduk sedikit berjarak dengan Lucas. Agar dirinya leluasa memperhatikan objek fantasinya selama ini. Dari kejauhan Sella melihat Lucas terus menuangkan minuman beralkohol kedalam gelasnya. Sudah lima botol minuman itu ia habiskan dan sepertinya Lucas sudah mabuk berat. "Ini adalah saatnya." Sella berjalan mendekat ke arah Lucas."Stop jangan tuangkan lagi! Kamu sudah mabuk berat," cegah Sella mengambil botol itu. "Kembalikan," desah Lucas dengan suara berat. "Tidak! Kamu sudah mabuk berat.""Kembalikan!"Lucas mencoba merebut botol itu. Namun, Sella dengan s
"Masuk!" ucap Lucas dengan datar. Yang langsung berlalu. Dengan perasaan heran, pak Anang membuka pintu lebar mempersilakan Marwan untuk memasuki rumah mewah itu. Setelah diantarkan oleh pak Anang, akhirnya Marwan menginjakkan kaki juga di rumah mewah milik suami baru Anita. Ekor mat Marwan tidak berhenti memindai sekitar. Ia begitu mengagumi interior rumah bergaya modern itu. "Beruntung sekali hidup Anita sekarang," gumam Marwan. "Silakan duduk," ucap Lucas yang baru saja kembali diikuti dengan Anita di belakang. "Terima kasih." Marwan segera menjatuhkan badannya di kursi empuk. "Sekarang jelaskan kebusukan apa yang sudah kalian lakukan di belakang saya?""Bang stop menuduh seperti itu!" Anita berucap dengan lirih. "Katakan sekarang atau mau polisi yang langsung menginterogasi kalian?""Ma-ksud anda apa?" tanya Marwan terbata. "Seorang suami yang pergi meninggalkan istrinya demi perempuan lain, dan tiba-tiba menyusun rencana dengan mantan istrinya untuk mengamankan masa depa
"Auhhh!" Marwan memegangi dadanya yang terasa sesak. Seakan ada beban besar yang menghimpit bagian dalam hatinya. "Kenapa Pa?" tanya Yuni. "Dadaku sesak, Ma."Yuni melirik sekilas, "loh kok Papa nangis sih? Ada apa?"Bukannya menjawab Marwan malah semakin terisak, hatinya bagaikan diiris sangat sakit. Namun ia juga tak paham kenapa bisa seperti itu. "Anakku," lirih Marwan pelan. "Maksud kamu apa, Pa?""Anakku. Aku kangen anakku Ma.""Makanya Pa. Jangan kamu habiskan waktumu untuk bekerja, Al juga membutuhkan kamu. Dia juga ingin bermain bersama kamu.""Bukan Al Ma. Papa kangen anak perempuan Papa."Brak! Yuni menggebrak meja dengan kasar. Ia segera berdiri. "Maksud Papa apa? Sejak kapan kamu ingat anak perempuan murahan itu Pa?""Jaga bicara kamu Ma. Kamu tidak ada hak untuk memaki Anita dan juga anakku."Yuni terkekeh mendengar pembelaan dari Marwan. "Oh jadi sekarang kamu mulai membela mereka? Sejak kapan? Kerasukan setan apa kamu Pa?" ujar Yuni dengan sinis. Bukannya menjawa