Bab 4

Floella tertegun. Dia menggigit bibir bawahnya yang mulai memucat. "Ini perintah Alvaro?"

"Benar," jawab Kayden.

Sebenarnya Kayden memang tidak pernah menyukai Floella. Meskipun wanita itu telaten dan cukup kompeten, di matanya, Floella adalah wanita yang dulu naik ke ranjang bos demi pernikahan. Wanita seperti ini membuatnya merasa jijik.

"Pak Alvaro bilang hari ini kamu nggak boleh ke mana-mana sampai isu di media sosial reda. Kalau kamu nggak bisa, Bluford nggak butuh orang yang kerjanya nggak becus!"

Floella tahu dirinya tidak memiliki posisi di hati Alvaro. Namun, dia tidak menyangka dirinya masih diberikan tugas seperti ini saat mereka hendak bercerai. Menyuruh istri sah membersihkan reputasi pelakor di depan publik, padahal semua gosip itu adalah kenyataan.

Amarah membara di dalam dada, sakit di perutnya kembali terasa. Dia menopang diri ke meja, berusaha menahan sakitnya, lalu memandang sinis ke arah tanda pengenal yang ada di mejanya. Setelah meraihnya, dia melingkarkan tali gantungan ke tanda pengenal itu.

"Bluford memang nggak butuh orang yang kerjanya nggak becus, tapi aku juga nggak bisa terus bekerja di sini lagi." Floella membalikkan tanda pengenal itu dan meletakkannya ke samping meja. "Aku mengundurkan diri."

Semalam, bersamaan dengan dia menyelesaikan surat cerai, dia juga sudah menyerahkan surat pengunduran diri. Mungkin sistem belum memprosesnya, jadi belum sampai ke meja Alvaro. Yang jelas, dia tidak akan mengerjakan tugas yang berkaitan dengan Rinoa ini.

"Ke depannya, jangan suruh aku tangani urusan Rinoa lagi. Silakan suruh Pak Alvaro tunjuk orang lain. Bluford sangat besar, pasti nggak kekurangan karyawan!"

Kayden sempat melongo. Floella mengundurkan diri? Apa dia benar-benar rela melepaskan posisi strategis yang memungkinkan dia dekat dengan Alvaro? Atau ini cuma taktik mundur selangkah untuk maju dua langkah?

Kayden kembali ke lantai atas. Alvaro sedang sibuk. Dia akan bertemu dengan presdir dari Peak Tech.

"Pak Alvaro, ini kontrak dari Peak Tech, silakan diperiksa."

Alvaro melirik dokumen sekilas. "Soal Rinoa, gimana penanganan dari departemen humas?"

Kayden termangu sesaat. "Bu Floella ...."

"Langsung saja."

"Bu Floella bilang dia nggak bisa menangani itu. Dia menyerahkan surat pengunduran diri. Katanya, jangan suruh dia tangani urusan Bu Rinoa lagi."

Alvaro menghentikan gerakan tangannya, lalu mendongak. Sorot matanya gelap dan datar.

"Dia serahkan sendiri hari ini?"

"Sebenarnya Bu Floella izin cuti hari ini. Tapi, aku panggil dia kembali. Menurut HRD, suratnya sudah masuk sejak kemarin."

"Cuti?" Alvaro tampak tidak terlalu peduli soal pengunduran diri Floella, malah bertanya soal cutinya.

Kayden tidak mengetahui arah pikiran atasannya. Dia menjawab dengan ragu, "Mungkin ada urusan pribadi yang penting. Soalnya selama tiga tahun ini, Bu Floella nggak pernah cuti."

Itu memang benar dan Alvaro mengetahuinya.

Floella terlihat tenang dan menjaga jarak dari siapa pun. Namun, sebenarnya dia sangat fokus pada pekerjaannya, cerdas, dan penuh strategi. Tanpa ambisi dan ketekunan itu, tak mungkin dia duduk di posisi manajer departemen humas dalam waktu dua tahun.

Kalau sampai dia cuti sekaligus mengundurkan diri ... itu berarti memang ada hal yang luar biasa.

Alvaro menurunkan pandangannya, entah sedang memikirkan apa. Kemudian, ekspresinya menjadi dingin. Dia bangkit dari kursinya.

"Boleh disetujui, tapi dia tetap harus selesaikan urusan Ririn. Kalau reputasi Ririn menjadi buruk di kalangan bisnis, dia yang tanggung konsekuensinya."

Kayden semakin bingung. Bukankah seharusnya Alvaro senang Floella pergi dari Bluford? Kenapa sekarang malah menahannya? Benar-benar tidak bisa dimengerti.

"Oh ya, Pak, aku juga sempat menerima satu dokumen dari Bu Floella ...."

Alvaro mengangkat telepon. Dia hanya melambaikan tangan tanpa menoleh. "Seperti biasa."

Seperti biasa artinya semua yang dikirim Floella diabaikan. Dulu Floella pernah menyuruh orang mengirim pakaian, dasi, manset, hadiah buatan tangan.

Karena Bluford punya proyek andalan di bidang drone, Floella pernah membuatkan kerajinan tangan berbentuk drone dan mengirimkannya sebagai kejutan.

Namun, semua itu tak pernah dibuka, hanya disimpan di lemari kerja Alvaro yang jarang disentuh. Hanya di saat darurat, barulah benda-benda itu diambil dan dipakai.

Kayden yang sudah paham langsung melempar dokumen itu ke laci yang sama seperti biasanya. Semua siasat Floella pada akhirnya sia-sia belaka.