“Astaga tega sekali orang itu Pa. Mengapa mereka melakukan itu terhadap laki-laki yang sangat baik seperti Harry?” Bu Rosa terus bertanya-tanya bagaimana mungkin laki-laki baik seperti Harry mempunyai musuh.
“Karena Bakoro sudah gelap mata dengan harta. Semua aset milik Harry jatuh ke tangan nya melalui cara yang licik, seperti menfitnah Harry korupsi di kantor nya,” jawab Pak Dhanu seperti keterangan Alex pada nya.
“Mengapa laki-laki itu hanya memikirkan dunia melulu, harta bisa di cari dengan cara yang halal. Tidak punya hati nurani sekali orang itu melakukan hal keji seperti itu. Tidak sadarkah ia jika nanti hukuman dari Tuhan sangat pedih,” ucap Bu Rosa yang terlihat terpukul mengetahui alasan Pak Harry terbunuh.
“Dia tidak memikirkan itu karena yang ada di fikiran nya hanya harta Ma,” sambung Pak Dhanu.
“Astaga Mama masih tidak percaya dengan ini Pa. langkah selanjut nya yang Papa lakuka
“Pa jangan aneh-aneh. Hubungan aku dengan Dila sudah sampai sejauh ini,” protes Arka yang tidak mau hubungan nya dengan Dila berakhir karena perjodohan. “Sejak kapan Papa berniat menjodohkan Arka dengan anak Harry? Mengapa Papa tidak bicara dengan Mama?” cecar Bu Rosa karena suami nya tidak pernah membahas masalah perjodohan tersebut. “Niat Papa memang seperti itu karena Papa ingin hubungan dengan keluarga Harry bisa terikat. Dulu saat kamu lahir dan dua tahun setelah nya, anak Harry perempuan lahir. Terbesit niat Papa untuk menjodohkan kalian,” ucap Pak Dhanu sambil fikiran nya menerawang ke masa lalu. “Namun karena kesibukan Papa maupun Harry, saat itu. Papa hanya bertemu dua kali dengan putri nya yang cantik itu. Kartika adalah nama yang Papa ingat pada putri Harry. Hingga kejadian yang menimpa Harry, Papa belum pernah melihat bagaimana tumbuh dewasa nya Kartika,” tambah Pak Dhanu dengan raut wajah yang kembali
Aktifitas hari itu sehabis sarapan, Arka langsung mengemudikan mobil mewah nya menuju rumah Faldo. Hari itu, ia khusus kan tidak berangkat ke kantor untuk mengumpulkan bukti terkait pembunuhan Pak Harry. Sebelum berangkat Arka sempatkan memberi kabar pada Dila tentang kegiatan nya hari ini, dan niat nya menghubungi Dila agar Arka tidak kena amuk lagi. Mungkin jika Arka dan Dila sudah menikah tidak perlu lagi melakukan hal semacam ini. Karena ia akan meminta ijin langsung saat sarapan bersama. Membayangkan hal itu, membuat Arka senyum geli. Setelah beberapa menit menerjang jalanan kota Jakarta, mobil yang di kendarai Arka sudah memasuki halaman rumah Faldo yang luas dan tumbuh banyak pohon di pinggir jalan pintu masuk. Rumah berlantai dua, namun tidak terlalu besar itu memiliki kesan sebagai rumah mafia. Tidak banyak orang tahu, jika rumah Faldo memiliki ruangan bawah tanah untuk menjalankan misi detektif nya. Arka
Setelah pembahasan mereka selesai, ketiga pria itu terlihat seperti orang stress yang sedang menunggu seseorang. Seseorang itu untuk membantu dalam penyelidikan mobil milik Pak Harry. Kasus pembunuhan ini memang membuat ketiga pria itu seperti orang stress baru. Bagaimana tidak stress, jika masing-masing otak mereka di paksa bekerja meskipun jawaban nya sama yaitu mustahil. Mustahil mendapatkan barang bukti dari tangan Baskoro karena mereka tidak tahu di mana Baskoro menyimpan nya dan penjagaan di rumah itu sangat ketat. Dan mungkin saja Baskoro tidak menyimpan bukti itu dalam rumah nya. Lama mereka berfikir akhirnya, Rendi rekan Faldo yang ahli nya dalam bidang otomotif datang, setelah anak buah Faldo memberi tahu dan menyuruh nya untuk masuk ke dalam ruangan tersebut. “Hey Ren, gimana kabar? Sudah lama kita tidak bertemu,” ucap Faldo yang menyambut Rendi sambil bersalaman adu tangan seperti anak gaul. “Baik Do, k
Perjuangan tidak akan berakhir dengan sia-sia. Itulah yang saat ini mereka rasakan, rasa bangga dan bahagia seketika menular pada Arka, Faldo, Rendi dan anak buah Faldo, setelah Alex berhasil menemukan mobil sedan milik Pak Harry. Mereka segera menghampiri Alex dengan senyum yang tampak dari bibir mereka. keadaan mobil tersebut memang seperti dengan apa yang mereka bayangkan. Mobil yang ringsek bagian depan kemudi dan keadaan nya sudah berkarat. Dan banyak rerumputan yang tumbuh tinggi sedikit menghalangi penyelidikan mereka. Rendi yang sudah siap dengan alat-alat pendukung, segera ia menyelidiki mobil itu. Rendi mengalami sedikit masalah karena ringsek dan kabel di mobil tersebut sudah sangat berkarat sehingga sangat kaku untuk di selidiki. Arka, Faldo, Alex dan anak buah Faldo menyaksikan penyelidikan itu dengan tegang. Senyum yang semula mereka tampilkan, kini sudah berganti dengan wajah cemas. Rasa cemas itu be
“Apakah fikiran lu sama dengan yang gue fikirin?” Tanya Arka yang menebak fikiran Faldo saat itu. “Seperti nya begitu Ka,” jawab Faldo yang mengiyakan pertanyaan Arka. Faldo tersenyum sinis,“ dan seperti nya kita bodoh terlalu percaya dengan Alex,” “Tapi bukan kah orang suruhan lu masih mengawasi Alex,” tanya Arka yang ingat jika Faldo menyuruh anak buah nya membuntuti Alex. “Ahh iya, gue baru ingat. Bentar gue telfon dulu,” balas Faldo lalu mengambil ponsel di saku nya. “Hah umur masih muda otak orang tua lu,” ledek Arka sambil tertawa. “Perpaduan yang sangat pas bukan,” jawab Faldo sambil memutar bola mata nya malas. Setelah telfon itu tersambung, Faldo langsung mencecar pertanyaan pada anak buah nya,“Kalian di mana, Mengapa kalian tidak kunjung kembali? apa Alex melarikan diri?” “Tidak Pak, hanya sa
Tanpa terasa sore datang dengan cepat. Saat ini Dila dan Bu Nella sedang menyibukkan diri di dapur. Mereka terlihat kompak dalam meracik bahan makanan maupun bahan membuat kue. Tangan lihai mereka membuat pekerjaan memasak cepat selesai. Harum wangi di dapur itu, membuat Dila dan Bu Nella puas dengan hasil karya masakan mereka. Terlihat Dila tengah mengelap beberapa toples kue lalu memasukkan kue kering yang mereka buat ke dalam toples tersebut. Sudah menjadi budaya atau kebiasaan jika setiap memasukkan kue dalam toples, kue tersebut juga masuk ke dalam mulut Dila. Berbeda dengan Dila, Bu Nella tengah mempersiapkan makanan kesukaan Vano yang sudah siap ke dalam wadah dan meletakkan nya ke meja makan. Rasa lelah yang mereka rasakan seketika hilang ketika pekerjaan mereka telah selesai dan dapur mereka sudah kembali bersih. “Dila, kita mandi dulu. Sebentar lagi waktu mahrib sudah mau habis. Dan kemungkinan Vano sampa
Jam telah menunjukkan pukul dua siang, hari itu adalah hari bahagia untuk Dila. Perasaan tidak menentu di rasakan Dila hingga diri nya tidak nafsu untuk makan. Sepanjang hari ia hanya melakukan aktifitas yang tidak jelas. Sudah berkali-kali ia mengecek ponsel nya untuk mengetahui kabar dari Arka karena kekasih nya belum juga memberi kabar. Entah itu di sengaja atau kah memang ada sesuatu hal. Tidak ingin berfikir buruk, Dila akhir nya membersihkan diri dan tak lupa menunaikan ibadah meskipun tidak tepat waktu. Setelah berdoa selesai, kini Dila berhias secukupnya. Make up tipis Dila mampu mengubah wajah nya menjadi cantik natural. Setelah menghias diri telah selesai, Dila memakai baju dress selutut berwarna merah marron dengan lengan panjang broklat. Dress itu sangat anggun di kenakan oleh Dila. Setelah urusan pribadi nya selesai, Dila turun ke lantai satu untuk membantu Ibu nya. “Bu apakah masih ada yang kurang, biar aku bantu,” ucap Dil
Pandangan tersebut semakin intens untuk memastikan jika penglihatan nya memang benar. Bu Nella yang masih mengenali wajah itu terus diam lalu menutupi mulut dengan tangan nya karena itu memang nyata. Tak jauh berbeda dengan Bu Nella, Pak Dhanu dan Bu Rosa juga saling pandang. Mereka melihat Bu Nella dari atas hingga bawah untuk melihat apakah benar yang mereka lihat saat ini. Dalam hati menyangkal jika orang yang selama ini mereka cari ada di depan mata nya, namun kenyataan memang benar orang yang mereka cari saat ini berada di depan mereka. Sedangkan Arka, Dila dan Vano hanya terpaku menyaksikan ke dua orang tua mereka. mereka tampak bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Suatu lintasan negatif di pikiran Arka maupun Dila, mereka beranggapan jika orang tua nya saling mengenal dan bisa saja terjadi permasalahn hingga sampai saat ini belum terselesaikan. Perasaan khawatir tengah melanda kedua pasangan yang akan saling terikat tersebu
“Tenanglah Do, kita sedang menghadapi seorang perempuan. Jangan kotori harga diri laki-lakimu dengan membentaknya,” ujar Alex menenangkan Faldo. Bagi Alex menyakiti seorang wanita adalah haram hukumnya. Meskipun wanita itu menyebalkan. “Aku hanya kesal saja dengannya. Situasi seperti ini membuatku mudah terpancing,” Faldo adalah tipe orang yang tidak bisa menahan emosi. Mau dia seorang wanita, Faldo dengan tega akan membentaknya. “Melia, sebetulnya bukti terkuat ada di tangan ayah kamu. Dalam bukti itu terdapat bukti CCTV ketika Alex memutus rem mobil om Hary. CCTV lainnya menampilkan pertemuan Alex dengan ayah kamu ketika di kantor. Dan ada bukti lain mengenai dokumen asli kerja sama antar perusahaan yang mengakibatkan om Hary di tuduh korupsi,” jelas Arka pada Melia. Melia mendengarkan penjelasan itu dengan baik. Melia mencoba menelaah setiap kalimat yang Arka utarakan. “Bukti terkuat itu sangat sulit untuk kita
Mobil milik Arka saat ini sudah memasuki halaman rumah Faldo. Melia sejenak mengatur nafasnya untuk menghilangkan grogi. Setelah di rasa siap, Melia turun dari mobil dan mengikuti langkah kaki Arka di belakangnya. Pandangan mata Melia terus tertuju pada dua orang yang berdiri tidak jauh dari keberadaannya. Melia menebak jika salah satu dari mereka adalah orang yang di maksud sebagai saksi.“Dia Melia, anak dari Baskoro,” setelah mereka saling berhadapan. Arka memperkenalkan Melia pada Faldo dan Alex. Melia menunjukkan tata kramanya dengan menyalami Faldo dan Alex. Melihat wajah pria yang merupakan saksi kasus pembunuhan ayahnya, perasaan Melia tidak menentu. Melia mempersiapkan mentalnya untuk mendengar penjelasan pria di depannya ini jika memang ayahnya merupakan otak pembunuhan tersebut.“Mari ikuti aku, sepertinya akan lebih pantas jika kita bicara di dalam,” ujar Faldo mempersilahkan tamunya untuk masuk ke dalam.
Hari terus berjalan, dan hari itu adalah janji Arka pada Melia. Sesuai kesepakatan, mereka akan bertemu di sebuah restoran. Mereka bertemu di waktu jam kantor telah usai. Mereka sengaja bertemu di restoran agar tidak mengundang kecurigaan dari pihak mana pun. Tidak lama Arka menunggu kedatangan Melia di restoran itu, hanya lima menit. “Maaf jika aku datang terlambat,” ucap Melia merasa tidak enak hati dengan Arka. Pria di depannya saat ini merupakan pria yang disiplin. Arka tidak segan meninggalkan seseorang yang tidak datang sesuai jam yang telah di tentukan. Menurut Arka menunggu adalah membuang-buang waktu. “Tidak mengapa,” balas Arka yang tidak mempermasalahkan terlambatnya Melia. Lima menit untuk ukuran orang Indonesia bisa Arka maklumi. “Sepertinya aku akan membawamu ke suatu tempat untuk bertemu dengan seseorang,” tambah Arka. “Seseorang? Tidak biasakah orang itu datang kemari?”
Rutinitas Arka maupun Dila kembali seperti biasanya. Pagi itu Arka di sibukkan oleh dokumen yang cukup banyak karena sudah beberapa hari ia tidak berangkat ke kantor dan di gantikan oleh papanya. Arka harus meneliti beberapa dokumen yang membuat matanya terasa kaku. Setelah beberapa jam waktunya tersita oleh kertas-kertas itu. Di lihatnya jam tangan mewah Arka yang menunjukkan pukul dua belas siang. Waktu yang menandakan jika jam istirahat telah tiba. Arka yang sudah siap meninggalkan ruangannya untuk beristirahat, terdengar suara ketokan pintu. Ketokan pintu tersebut belum berhenti jika Arka tidak mempersilahkan pengetok pintu itu untuk masuk. Arka sedikit kesal dengan pengetok pintu tersebut yang tidak tahu waktu istirahat. Arka mencoba bersabar dengan menahan amarahnya. Saat di rasa amarahnya sudah terkendali, Arka mempersilahkan orang tersebut untuk masuk ke dalam ruangannya. “Permisi pak, ada tamu yang ingin b
Suasana sedih menyelimuti keluarga Aditama. Baik Bu Nella dan juga Dila diam seribu bahasa karena situasi yang canggung bagi mereka. Mereka masih tidak enak hati karena dengan pertanyaan Bu Nella, Bu Rosa kembali teringat dengan kejadian beberapa tahun silam.“Arka, Dila kami sepakat untuk mengajukan pernikahan kalian dua bulan lagi,” celetuk Pak Dhanu. Antara Pak Arka, Bu Rosa dan Bu Nella memang sepakat untuk mengajukan pernikahan mereka.“Bagaimana, apa kalian keberatan dengan keputusan kami?” Pak Dhanu menatap Arka dan juga Dila secara bergantian. Dengan sabar Pak Dhanu menunggu keputusan mereka.Arka dan Dila saling menatap satu sama lain. Mereka saling memberi kode, bibir mereka saling komat kamit dan mata mereka saling melotot. Satu dua menit mereka masih sibuk bahasa isyarat yang hanya mereka mengerti. Baik Arka maupun Dila terus berdebat dengan bahasa mereka untuk salah satu dari mereka m
Keluarga Aditama saat ini tengah menikmati makan malam bersama dengan Dila dan Bu Nella. Khusus hari itu, Bu Rosa dan Bu Nella masak bersama untuk menu makan malam hari. Seperti kebanyakan ibu-ibu lain, di sela-sela memasak Bu Rosa dan Bu Nella ghibah atau membicarakan orang. Namun target orang tersebut ialah keluarga mereka sendiri. Bahan ghibahan keluarga sendiri justru lebih menarik bagi mereka ketimbang orang luar. Obrolan mereka lebih condong ke anak-anak mereka. Bu Rosa maupun Bu Nella membicarakan tentang kepribadian Arka, Dila maupun Vano. Obrolan yang sangat seru, membuat acara memasak mereka sedikit terganggu. Mungkin Bu Rosa dan Bu Nella harus meluangkan waktu bersama untuk melanjutkan ghibahannya. Menu masakan mereka kali itu sangat istimewa. Bu Rosa dan Bu Nella berkolaborasi menciptakan hidangan yang membuat Pak Dhanu, Arka maupun Dila ketagihan. Sudah kedua kalinya mereka menambah porsi makan. Hidangan makan malam yang ter
Dila menatap Arka sambil menggelengkan kepalanya. Calon suaminya itu terkapar di sofa, tempat ruangan TV. Cara tidurnya yang buruk namun wajahnya masih terlihat tampan bagi Dila. Lama Dila mengamati Arka dalam tidurnya. Dila meneliti seluruh bagian tubuh Arka. Pikiran yang sebelumnya khawatir jika Arka tidak baik-baik saja, kini berubah lega. Dalam pandangannya, Arka terlihat sehat dan tidak ada luka bearti di badannya. “Bagaimana caranya aku membangunkan dia jika cara tidurnya seperti ini,” lirih Dila memikirkan bagaimana membangunkan Arka. Selepas metting bersama Pak Dhanu usai, Dila datang ke rumah Arka bersama Ibunya. Dila sengaja mengajak Bu Nella karena tempo hari Ibunya berjanji akan berkunjung ke rumah Bu Rosa untuk masak bersama. “Kak bangun,” Dila menggoyang-goyangkan badan Arka dengan tangannya. Niat Dila ingin membabat habis Arka ia urungkan. Dila merasa kasian setelah melihat wajah Arka yang terlihat lelah. &nb
Matahari telah menampakkan sinarnya. Aktivitas kembali berjalan seperti biasanya. Dila berangkat ke kantor tanpa adanya Arka. Pagi-pagi sekali, Arka mengirimkan pesan untuknya jika ia tidak berangkat ke kantor. Arka menyuruh Dila berangkat tanpa menunggu dirinya. Meskipun sudah beberapa kali Dila mengirim pesan ingin mengetahui alasan Arka tidak berangkat ke kantor, namun kekasihnya tersebut belum juga membalasnya. Hari itu Dila di sibukkan oleh beberapa agenda yang harus ia selesaikan. Fokusnya sedikit terganggu saat Dila kembali ingat tentang Arka. Hari segera menjelang siang namun pria itu belum ada tanda-tanda membalas pesannya. Ingin rasanya Dila angat kaki dari kantor menuju rumah Arka untuk mengetahui alasan pria itu. Dering telfon menyadarkan Dila dari lamunan, tanpa pikir panjang, Dila mengambil ganggang telfon itu lalu meletakan telfon tersebut di telinganya. “Dila bisakah kamu datang ke ruangan saya,” uc
“Kau tahu bagaimana cara kita bisa keluar dari sini Alex? Semua orang sedang berada di halaman belakang,” tanya Faldo yang masih berbicara lewat earphonenya. Arka dan Faldo bersembunyi di balik pintu. Mata mereka mencuri pandangan untuk melihat situasi di rumah tersebut. “Kalian lewat depan saja jika memang mereka berada di halaman belakang,” Alex memberikan perintah yang di laksanakan oleh Arka dan Faldo. Ketegangan ternyata belum usai. Mereka masih harus melewati rintangan satu lagi. Rumah besar milik Baskoro tersebut membuat Arka dan Faldo jengkel di buatnya. Jarak rumah antara bagian belakang menuju depan terlampau panjang. Setiap langkah mereka seperti tidak bergerak. Mungkin mereka merasakan itu karena berada di situasi tegang. Arka dan Faldo mulai merasakan pegal di bagian pungung karena jalan mereka selalu mengendap-ngendap. Setelah beberapa langkah mereka lalui, akhirnya dua pria tersebut su