Setelah kurang lebih menempuh waktu enam jam, mereka telah sampai di Jakarta. Faldo yang merupakan orang suruhan Arka segera menghubungi nya lewat telefon untuk menyampaikan informasi jika Alex telah bersamanya.
“Hallo Do,” ucap Arka di balik telefon.
“Hallo Ka, gue mau kasih tahu kalau Alex sudah sama gue sekarang. Baru saja kita sampai Jakarta. Kira-kira, Alex langsung di bawa ke rumah lu apa sama gue dulu?” tanya Faldo untuk mengetahui kepastian Alex akan di bawa kemana.
Alex yang duduk di samping Faldo, mencoba mendengar pembicaraan mereka. Ia dengar dalam diam dan mencerna siapa nama di balik penangkapannya. Ka adalah nama yang di ucapkan Faldo saat itu, dan nama itu sangat asing di telinga Alex. Alex sangat penasaran dengan sosok di balik telefon tersebut.
“Syukurlah kalau Alex udah sama lu sekarang Do. Gue minta tolong sama lu, bawa Alex sekarang ke rumah gue Do. Sekarang gue lagi di k
Di lain tempat, Dila saat ini tengah mengomel karena sedari tadi Arka tidak mengangkat telefonnya. Pria tampan yang statusnya kini menjadi kekasihnya itu sudah berjanji untuk mengantarkan Dila pulang. Alhasil Dila tidak membawa mobil karena paginya Arka juga menjemputnya untuk berangkat ke kantor. Sudah beberapa kali Dila menelfon namun tak kunjung mendapatkan jawaban. Dila penasaran dengan apa yang di lakukan Arka, akhirnya ia menelfon sekretarisnya untuk menanyakan keberadaan Arka. “Hallo Pak Tomy, saya Dila,” ucap Dila Pak Tomy yang saat ini sudah menjadi sekretaris Arka setelah pensiunnya Pak Dhanu di kantor. “Oh Dila, tumben kamu telefon saya?” Pak Tomy bertanya pada Dila karena pada dasarnya wanita cantik itu tidak akan menelfonnya jika tidak penting . “Bolehkah saya bertanya Pak Tomy?” Dila berbalik tanya dengan suara yang terlihat malu-malu. “Tentu, apa itu?” ba
Alex yang tidak asing dengan suara tersebut, memberanikan menengadahkan wajahnya untuk melihat sosok yang memanggilnya tersebut. Alex yang melihat langsung Pak Dhanu di hadapannya terkejut karena tidak percaya jika Pak Dhanu sampai saat ini masih mencari tahu tentang kematian sahabatnya tersebut. Alex yang sudah melihat siapa sosok tersebut kembali tertunduk dengan wajah yang menyesal. Ia merasa takut, pikirannya kalut, ia tidak tahu harus bagaimana, Alex hanya pasrah jika Pak Dhanu membuatnya mati saat itu juga. “Saya sampai saat ini bahkan masih menyangkal jika kamu pelaku nya Alex! Kamu adalah orang kepercayaan Harry waktu itu. Yang saya kenal, kamu adalah laki-laki yang baik dengan penuh tanggung jawab. Sulit bagi saya percaya jika kamu adalah pelaku pembunuhan itu,” ucap Pak Dhanu dengan memejamkan matanya dan menghembuskan nafas nya kasar. “Apa yang sebenarnya terjadi Alex, sehingga dengan tega kamu membuah B
“Baiklah Pak saya akan bicara, sebetulnya saya merupakan tulang punggung keluarga. Saat saya di minta untuk membunuh Pak Harry, laki-laki itu akan memberikan uang senilai sepuluh miliar dan menjanjikan setiap bulannya memberikan uang kepada saya sepuluh juta. Karena fikiran saya kalut tentang biaya operasi Mama saya, akhirnya saya menyetujui tawaran tersebut. Dan syarat yang di berikan waktu itu hanya menutup rapat rahasia tersebut dan menyuruh saya keluar dari kantor Pak Harry dan bersembunyi,” jelas Alex yang masih takut dengan Pak Dhanu. “Terlalu murah untuk harga sekelas Harry,” ucap Pak Dhanu tersenyum sinis. “Lalu siapa pria yang menyuruhmu membunuh Harry?” tanya Pak Dhanu lagi. Alex diam sejenak untuk mengatur nafasnya lalu berani mengatakannya,” pria itu adalah pemimpin perusahaan PT. Mahendra Sejahtera saat ini,” Mendengar fakta baru tentang kematian Pak Harry, entah apa fikiran Pak
Pak Dhanu yang sedari tadi sabar akhirnya meluapkan emosi nya dengan menggebrak meja. Gebrakan tersebut membuat orang yang berada di ruangan tersebut terkejut termasuk Arka. Kemarahan orang sabar memang lebih mengerikan dan itu yang terjadi saat ini pada Papa nya. Umpatan demi umpatan yang keluar dari mulut Pak Dhanu tidak terkontrol. Pak Dhanu semakin di rundung rasa bersalah karena sampai saat ini, beliau tidak kunjung menemukan keberadaan istri dan anak Pak Harry. Pak Dhanu yakin mereka hidup susah karena kepergian Harry dan mereka tidak punya harta untuk kehidupan nya usai semua harta di sita. “Seharus nya tidak semudah itu Baskoro mengambil alih semua nya. Terlihat konyol dengan penjelasan mu itu Alex, namun semua nya terjadi seperti itu,” “Dan kamu tahu Alex di mana keberadaan istri dan anak Harry?” tanya Pak Dhanu pada Alex yang mungkin mengetahui keberadaan mereka. “Maaf Pak saya tida
Karena telfon nya tidak Dila angkat, Arka mengirimkan pesan pada Dila. Dengan pesan yang ia kirim, mungkin Dila akan membaca nya. “Dila maafkan aku karena tadi aku tidak sempat menghubungimu. Aku tahu jika kamu marah, tolong maafkan aku. Jika kamu tidak membalas atau mengangkat telfon ku, aku akan segera datang ke rumah mu,” kira-kira itu lah bunyi pesan yang di krimkan Arka pada Dila. Beberapa menit menunggu, Dila tidak kunjung membalas pesan meskipun saat ini Dila masih online di sosmed nya. “Aku bahkan baru tahu jika menghadapi wanita serumit ini,” lirih Arka yang nampak frustasi karena Dila marah pada nya. Arka yang masih awam menghadapi wanita terus mengirim pesan dan menelfon Dila untuk sekian kalinya. Arka yang sudah lelah karena sikap Dila, ia berniat untuk datang ke rumah Dila. Namun keberuntungan datang pada Arka, sebelum langkah kaki nya keluar kamar, Dila mengangkat telfon Arka na
Pagi itu Dila sarapan bersama sang Ibu. Menu rumahan yang sederhana menemani sarapan mereka. pernyataan Arka tadi malam soal niat nya melamar Dila, mau tidak mau Dila harus membicarakan niat itu dengan Ibu nya. Setelah sarapan mereka selesai, Dila baru berani berbicara dengan Ibu. Hal itu karena Dila ingin leluasa pembicaraan mereka. “Buk bisa bicara sebentar?” tanya Dila sebelum Ibu nya membersihkan piring sehabis mereka makan. “Tentu, bicara apa sayang?” tanya Bu Nella penasaran karena tidak seperti biasa nya Dila meminta ijin untuk bicara. “Hmm Kak Arka bilang sama aku tadi malam kalau besok dia bersama Papa dan Mama nya datang ke rumah,” ujar Dila yang tampak senyum-senyum. “Benarkah Dil. Bagus dong, Ibu senang mendengar nya. Alhamdulilah kamu langsung di beri jodoh yang srek di hati Ibu. Memang Arka laki-laki yang baik dari dulu, sudah tampan, sholeh, dia anak orang kaya namun tidak somb
“Astaga tega sekali orang itu Pa. Mengapa mereka melakukan itu terhadap laki-laki yang sangat baik seperti Harry?” Bu Rosa terus bertanya-tanya bagaimana mungkin laki-laki baik seperti Harry mempunyai musuh. “Karena Bakoro sudah gelap mata dengan harta. Semua aset milik Harry jatuh ke tangan nya melalui cara yang licik, seperti menfitnah Harry korupsi di kantor nya,” jawab Pak Dhanu seperti keterangan Alex pada nya. “Mengapa laki-laki itu hanya memikirkan dunia melulu, harta bisa di cari dengan cara yang halal. Tidak punya hati nurani sekali orang itu melakukan hal keji seperti itu. Tidak sadarkah ia jika nanti hukuman dari Tuhan sangat pedih,” ucap Bu Rosa yang terlihat terpukul mengetahui alasan Pak Harry terbunuh. “Dia tidak memikirkan itu karena yang ada di fikiran nya hanya harta Ma,” sambung Pak Dhanu. “Astaga Mama masih tidak percaya dengan ini Pa. langkah selanjut nya yang Papa lakuka
“Pa jangan aneh-aneh. Hubungan aku dengan Dila sudah sampai sejauh ini,” protes Arka yang tidak mau hubungan nya dengan Dila berakhir karena perjodohan. “Sejak kapan Papa berniat menjodohkan Arka dengan anak Harry? Mengapa Papa tidak bicara dengan Mama?” cecar Bu Rosa karena suami nya tidak pernah membahas masalah perjodohan tersebut. “Niat Papa memang seperti itu karena Papa ingin hubungan dengan keluarga Harry bisa terikat. Dulu saat kamu lahir dan dua tahun setelah nya, anak Harry perempuan lahir. Terbesit niat Papa untuk menjodohkan kalian,” ucap Pak Dhanu sambil fikiran nya menerawang ke masa lalu. “Namun karena kesibukan Papa maupun Harry, saat itu. Papa hanya bertemu dua kali dengan putri nya yang cantik itu. Kartika adalah nama yang Papa ingat pada putri Harry. Hingga kejadian yang menimpa Harry, Papa belum pernah melihat bagaimana tumbuh dewasa nya Kartika,” tambah Pak Dhanu dengan raut wajah yang kembali
“Tenanglah Do, kita sedang menghadapi seorang perempuan. Jangan kotori harga diri laki-lakimu dengan membentaknya,” ujar Alex menenangkan Faldo. Bagi Alex menyakiti seorang wanita adalah haram hukumnya. Meskipun wanita itu menyebalkan. “Aku hanya kesal saja dengannya. Situasi seperti ini membuatku mudah terpancing,” Faldo adalah tipe orang yang tidak bisa menahan emosi. Mau dia seorang wanita, Faldo dengan tega akan membentaknya. “Melia, sebetulnya bukti terkuat ada di tangan ayah kamu. Dalam bukti itu terdapat bukti CCTV ketika Alex memutus rem mobil om Hary. CCTV lainnya menampilkan pertemuan Alex dengan ayah kamu ketika di kantor. Dan ada bukti lain mengenai dokumen asli kerja sama antar perusahaan yang mengakibatkan om Hary di tuduh korupsi,” jelas Arka pada Melia. Melia mendengarkan penjelasan itu dengan baik. Melia mencoba menelaah setiap kalimat yang Arka utarakan. “Bukti terkuat itu sangat sulit untuk kita
Mobil milik Arka saat ini sudah memasuki halaman rumah Faldo. Melia sejenak mengatur nafasnya untuk menghilangkan grogi. Setelah di rasa siap, Melia turun dari mobil dan mengikuti langkah kaki Arka di belakangnya. Pandangan mata Melia terus tertuju pada dua orang yang berdiri tidak jauh dari keberadaannya. Melia menebak jika salah satu dari mereka adalah orang yang di maksud sebagai saksi.“Dia Melia, anak dari Baskoro,” setelah mereka saling berhadapan. Arka memperkenalkan Melia pada Faldo dan Alex. Melia menunjukkan tata kramanya dengan menyalami Faldo dan Alex. Melihat wajah pria yang merupakan saksi kasus pembunuhan ayahnya, perasaan Melia tidak menentu. Melia mempersiapkan mentalnya untuk mendengar penjelasan pria di depannya ini jika memang ayahnya merupakan otak pembunuhan tersebut.“Mari ikuti aku, sepertinya akan lebih pantas jika kita bicara di dalam,” ujar Faldo mempersilahkan tamunya untuk masuk ke dalam.
Hari terus berjalan, dan hari itu adalah janji Arka pada Melia. Sesuai kesepakatan, mereka akan bertemu di sebuah restoran. Mereka bertemu di waktu jam kantor telah usai. Mereka sengaja bertemu di restoran agar tidak mengundang kecurigaan dari pihak mana pun. Tidak lama Arka menunggu kedatangan Melia di restoran itu, hanya lima menit. “Maaf jika aku datang terlambat,” ucap Melia merasa tidak enak hati dengan Arka. Pria di depannya saat ini merupakan pria yang disiplin. Arka tidak segan meninggalkan seseorang yang tidak datang sesuai jam yang telah di tentukan. Menurut Arka menunggu adalah membuang-buang waktu. “Tidak mengapa,” balas Arka yang tidak mempermasalahkan terlambatnya Melia. Lima menit untuk ukuran orang Indonesia bisa Arka maklumi. “Sepertinya aku akan membawamu ke suatu tempat untuk bertemu dengan seseorang,” tambah Arka. “Seseorang? Tidak biasakah orang itu datang kemari?”
Rutinitas Arka maupun Dila kembali seperti biasanya. Pagi itu Arka di sibukkan oleh dokumen yang cukup banyak karena sudah beberapa hari ia tidak berangkat ke kantor dan di gantikan oleh papanya. Arka harus meneliti beberapa dokumen yang membuat matanya terasa kaku. Setelah beberapa jam waktunya tersita oleh kertas-kertas itu. Di lihatnya jam tangan mewah Arka yang menunjukkan pukul dua belas siang. Waktu yang menandakan jika jam istirahat telah tiba. Arka yang sudah siap meninggalkan ruangannya untuk beristirahat, terdengar suara ketokan pintu. Ketokan pintu tersebut belum berhenti jika Arka tidak mempersilahkan pengetok pintu itu untuk masuk. Arka sedikit kesal dengan pengetok pintu tersebut yang tidak tahu waktu istirahat. Arka mencoba bersabar dengan menahan amarahnya. Saat di rasa amarahnya sudah terkendali, Arka mempersilahkan orang tersebut untuk masuk ke dalam ruangannya. “Permisi pak, ada tamu yang ingin b
Suasana sedih menyelimuti keluarga Aditama. Baik Bu Nella dan juga Dila diam seribu bahasa karena situasi yang canggung bagi mereka. Mereka masih tidak enak hati karena dengan pertanyaan Bu Nella, Bu Rosa kembali teringat dengan kejadian beberapa tahun silam.“Arka, Dila kami sepakat untuk mengajukan pernikahan kalian dua bulan lagi,” celetuk Pak Dhanu. Antara Pak Arka, Bu Rosa dan Bu Nella memang sepakat untuk mengajukan pernikahan mereka.“Bagaimana, apa kalian keberatan dengan keputusan kami?” Pak Dhanu menatap Arka dan juga Dila secara bergantian. Dengan sabar Pak Dhanu menunggu keputusan mereka.Arka dan Dila saling menatap satu sama lain. Mereka saling memberi kode, bibir mereka saling komat kamit dan mata mereka saling melotot. Satu dua menit mereka masih sibuk bahasa isyarat yang hanya mereka mengerti. Baik Arka maupun Dila terus berdebat dengan bahasa mereka untuk salah satu dari mereka m
Keluarga Aditama saat ini tengah menikmati makan malam bersama dengan Dila dan Bu Nella. Khusus hari itu, Bu Rosa dan Bu Nella masak bersama untuk menu makan malam hari. Seperti kebanyakan ibu-ibu lain, di sela-sela memasak Bu Rosa dan Bu Nella ghibah atau membicarakan orang. Namun target orang tersebut ialah keluarga mereka sendiri. Bahan ghibahan keluarga sendiri justru lebih menarik bagi mereka ketimbang orang luar. Obrolan mereka lebih condong ke anak-anak mereka. Bu Rosa maupun Bu Nella membicarakan tentang kepribadian Arka, Dila maupun Vano. Obrolan yang sangat seru, membuat acara memasak mereka sedikit terganggu. Mungkin Bu Rosa dan Bu Nella harus meluangkan waktu bersama untuk melanjutkan ghibahannya. Menu masakan mereka kali itu sangat istimewa. Bu Rosa dan Bu Nella berkolaborasi menciptakan hidangan yang membuat Pak Dhanu, Arka maupun Dila ketagihan. Sudah kedua kalinya mereka menambah porsi makan. Hidangan makan malam yang ter
Dila menatap Arka sambil menggelengkan kepalanya. Calon suaminya itu terkapar di sofa, tempat ruangan TV. Cara tidurnya yang buruk namun wajahnya masih terlihat tampan bagi Dila. Lama Dila mengamati Arka dalam tidurnya. Dila meneliti seluruh bagian tubuh Arka. Pikiran yang sebelumnya khawatir jika Arka tidak baik-baik saja, kini berubah lega. Dalam pandangannya, Arka terlihat sehat dan tidak ada luka bearti di badannya. “Bagaimana caranya aku membangunkan dia jika cara tidurnya seperti ini,” lirih Dila memikirkan bagaimana membangunkan Arka. Selepas metting bersama Pak Dhanu usai, Dila datang ke rumah Arka bersama Ibunya. Dila sengaja mengajak Bu Nella karena tempo hari Ibunya berjanji akan berkunjung ke rumah Bu Rosa untuk masak bersama. “Kak bangun,” Dila menggoyang-goyangkan badan Arka dengan tangannya. Niat Dila ingin membabat habis Arka ia urungkan. Dila merasa kasian setelah melihat wajah Arka yang terlihat lelah. &nb
Matahari telah menampakkan sinarnya. Aktivitas kembali berjalan seperti biasanya. Dila berangkat ke kantor tanpa adanya Arka. Pagi-pagi sekali, Arka mengirimkan pesan untuknya jika ia tidak berangkat ke kantor. Arka menyuruh Dila berangkat tanpa menunggu dirinya. Meskipun sudah beberapa kali Dila mengirim pesan ingin mengetahui alasan Arka tidak berangkat ke kantor, namun kekasihnya tersebut belum juga membalasnya. Hari itu Dila di sibukkan oleh beberapa agenda yang harus ia selesaikan. Fokusnya sedikit terganggu saat Dila kembali ingat tentang Arka. Hari segera menjelang siang namun pria itu belum ada tanda-tanda membalas pesannya. Ingin rasanya Dila angat kaki dari kantor menuju rumah Arka untuk mengetahui alasan pria itu. Dering telfon menyadarkan Dila dari lamunan, tanpa pikir panjang, Dila mengambil ganggang telfon itu lalu meletakan telfon tersebut di telinganya. “Dila bisakah kamu datang ke ruangan saya,” uc
“Kau tahu bagaimana cara kita bisa keluar dari sini Alex? Semua orang sedang berada di halaman belakang,” tanya Faldo yang masih berbicara lewat earphonenya. Arka dan Faldo bersembunyi di balik pintu. Mata mereka mencuri pandangan untuk melihat situasi di rumah tersebut. “Kalian lewat depan saja jika memang mereka berada di halaman belakang,” Alex memberikan perintah yang di laksanakan oleh Arka dan Faldo. Ketegangan ternyata belum usai. Mereka masih harus melewati rintangan satu lagi. Rumah besar milik Baskoro tersebut membuat Arka dan Faldo jengkel di buatnya. Jarak rumah antara bagian belakang menuju depan terlampau panjang. Setiap langkah mereka seperti tidak bergerak. Mungkin mereka merasakan itu karena berada di situasi tegang. Arka dan Faldo mulai merasakan pegal di bagian pungung karena jalan mereka selalu mengendap-ngendap. Setelah beberapa langkah mereka lalui, akhirnya dua pria tersebut su