Sesekali Ina melirik jam di dinding, malam sudah menunjukkan pukul 21.00 dan sepertinya belum ada tanda kedatangan suaminya itu akan pulang. Ina menghela napasnya pelan, meskipun Amir berkata untuk tidak perlu menunggu tapi rasanya Ina tidak bisa, karena ini juga menjadi salah satu hal rutin yang selalu dilakukannya semenjak menikah. Menunggu suaminya pulang dari bekerja itu adalah hal wajib baginya. Dan Ina sangat menyukainya. Rasanya ketika menunggu suami pulang dari bekerja itu ada rasa kebahagiaan tersendiri.
Sejak tadi, yang dilakukan Ina adalah duduk diam di sofa sembari mengganti-ganti saluran tv hingga membuatnya bosan. Bermain sosmed, melanjutkan sketsa yang sempat tertunda, hingga mengemil tiga jenis makanan ringan sudah ia lakukan. Bahkan lima kaleng soda dan satu botol air mineral sudah ia habiskan. Ah, Ina merasa seperti seorang gadis abg yang baru saja merasakan putus cinta. "Ih lama banget sih, ya kali sekalian nongkrong sampe lupa waktu," gumam Ina menyandaSetelah aktivitas panas di atas ranjang pagi menjelang siang ini, mereka memutuskan untuk pergi berjalan-jalan ke mall. Menghabiskan waktu berdua selagi mereka memiliki waktu seharian penuh untuk bersama. Mereka sudah siap dengan style masing-masing, seperti biasa selalu saja ada yang kembar dari keduanya. Entah itu style pakaian yang sama atau barang lainnya seperti sepatu, dan jam tangan. Selama mengelilingi mall, Amir tidak pernah sedetik pun melepaskan tangan Ina. Kedua tangan mereka terus tertaut sejak turun dari mobil. "Ai, coba deh ke sana!" seru Ina mengajak Amir pergi ke toko bayi.Amir menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa ke sana, ai?""Nggak papa, pengen aja."Amir mengangguk, mereka berjalan beriringan menuju toko yang menjual perlengkapan bayi. Di sana, begitu banyak perlengkapan bayi yang lucu-lucu, membuat mata Ina berbinar melihatnya. Ina melepaskan genggamannya dari tangan Amir, lalu beralih memegang sebuah topi bayi berbentuk sapi yang lucu
Sejak tadi, Ina terus saja bersembunyi di balik ketiak Amir. Saat ini, bukan drama romantis yang penuh dengan kemanisan dan keuwuan yang mereka tonton, melainkan sebuah drama korea bergenre horor juga thriller yang berjudul The Guest. Ina tidak takut sebenarnya, ia hanya terkejut dengan suaranya yang tiba-tiba mengejutkan dirinya saja. Amir terkekeh, sejak tadi ia tidak berhenti tertawa melihat tingkah istrinya yang lucu. Bersembunyi di balik ketiaknya dengan sebuah alibi, backsound suara yang mengejutkan secara tiba-tiba. "Ih, kok kamu dari tadi ketawa terus sih. Nyebelin!" seru Ina yang masih pada posisinya, matanya sedikit mengintip untuk kembali menonton dramanya."Udahlah, kalo kamu takut ganti aja. Mana tumben banget kamu nonton drama horor, biasanya aja kalo diajak nonton film horor selalu nolak. Nggak mau.""Aku kepo ai, katanya bagus itu dramanya. Aku lihat di salah satu akun di instagram yang rekomendasiin drakor gitu, dan ini katanya drakor hor
Drama rumah tangga sudah berakhir, Ina sudah terlelap di tempat tidurnya dengan nyenyak. Dan sekarang, Amir sudah bebas untuk merencanakan sesuatu. Beberapa hari lagi, istrinya itu akan berulang tahun. Amir berencana akan memberikan kejutan kecil. Dinner yang romantis dengan dua tiket honeymoon ke Maldives sebagai hadiahnya. Ah, bukankah itu sangat manis? Tentu saja Ina akan sangat menyukainya. Membayangkan senyum bahagia istrinya saja, membuat dada Amir menghangat.Lalu, Amir mencari referensi restoran yang bagus. Matanya menangkap salah satu gambar sebuah restoran di daerah puncak. Di sana terlihat lampu yang berkelap-kelip ketika malam hari. Seketika menampilkan pemandangan yang begitu indah dan sangat cantik. Amir segera menyimpan nomor telepon yang tertera dan ia akan menghubungi besok pagi. Menyiapkan semuanya dalam satu hari, untung saja bosnya itu sangat baik pada Amir. Menjadikan Amir sebagai anak kesayangannya di kantor. Kadang, ia merasa bersyukur. Karena dengan
Semua sudah Amir siapkan, mulai dari restoran untuk dinner, dua tiket ke Maldives, dan buket bunga yang cantik. Hari ini, Amir berencana untuk menjemput Ina di butik. Ya, istrinya itu memutuskan untuk pergi ke butik karena merasa kakinya sudah baik-baik saja. Akhirnya pun juga setelah beberapa pertimbangan, Amir mengijinkannya. Karena ia juga merasa kasihan jika melihat Ina yang hanya diam di rumah tanpa mengerjakan apa pun.Hari ini, dirinya memang tidak masuk bekerja. Berangkat pun hanya alibi, dan yang sebenarnya terjadi ia tidak benar-benar pergi ke kantor karena seharian ini ia menyiapkan semuanya. Ia pun juga sudah rapi dengan pakaiannya dengan sneakers menjadi alas kaki. Tadi, sebelum memutuskan pergi ke butik ia sudah memesan buketnya terlebih dahulu. Mawar merah dan tulip merah menjadi pilihannya kali ini. Kedua bunga itu sudah disusun secara rapi. Ukurannya tidak terlalu besar ataupun kecil tapi mampu untuk istrinya peluk dengan erat, dan buketnya sudah berada di
Ina tak henti-hentinya terkejut dengan mulut yang menganga. Berulang kali, ia berdecak kagum dengan kejutan yang telah diberikan Amir untuknya. Begitu Amir melepaskan kain yang menutup matanya, Ina disuguhkan dengan sebuah meja dengan dua kursi, lengkap dengan makanan yang tersaji di atas meja, dan satu mini cake berbentuk menara Eiffel. Lalu di hadapannya hamparan lampu kota yang berkelap-kelip memanjakan mata. Begitu indah, sangat-sangat indah. Kenapa sangat romantis sekali suaminya ini. Batin Ina dengan hati yang berbunga-bunga.Dan tiba-tiba saja, semua menjadi gelap. Tubuh Ina bergeser, meringkuk pada Amir, “Ai. Kok gelap?” tanyanya bingung.Amir diam tidak berniat menjawab pertanyaan istrinya itu, di dalam kegelapan ia tersenyum penuh arti. Di dalam hati, ia menghitung mundur. Tepat di hitungan satu, lampu kembali menyala tapi berbeda dan sekali lagi mampu membuat Ina menganga terkejut dengan pemandangan yang dilihatnya di depan. “Aiii,” gumamnya penuh keterk
Hari yang ditunggu-tunggu Ina akhirnya tiba juga, di mana ia dan Amir akan berangkat berlibur sekalian untuk bulan madu lagi setelah sekian lama. Untung saja, Amir membelikan obat berupa salep yang begitu mujarab untuk kakinya. Karena sekarang, luka di kaki Ina sudah sembuh dan benar-benar kering. “Udah lengkap semuanya, ai?” tanya Amir pada Ina. Wanita itu menganggukkan kepalanya, lalu mengacungkan jempol. “Semua sudah beres, bos!”Amir terkekeh. “Sip, berangkattt!” serunya sembari menarik dua koper yang berada di tangan kanan dan kirinya. Sedangkan Ina, wanita itu mengekor di belakang Amir sembari menenteng tas warna peach bermereknya. Mereka masuk ke dalam mobil, dan Amir mulai menginjak pedal gasnya, membelah jalanan Bogor di pagi hari untuk menuju bandara Soekarno Hatta. “Ai, berangkatnya jam berapa?” tanya Ina menoleh ke arah Amir.“Jam sebelas,” balasnya tanpa menoleh ke arah istrinya karena fokus pada kemudi.Ina menganggukkan k
Ina bangun pagi sekali untuk menikmati sunrise, meninggalkan Amir, suaminya yang masih bergelung di balik selimut. Karena tumben sekali, sehabis sholat subuh tadi, Amir memutuskan untuk tidur kembali. Sepertinya karena pria itu yang kelelahan. Dengan bertelanjang kaki, Ina melangkahkan kakinya yang berpijak pada pasir pantai. Dress selutut tanpa lengan bergerak-gerak mengikuti arah angin, begitu pun dengan surai hitamnya. Jarak antara penginapan dan pantai sangat dekat, keadaan pantai pun belum terlalu ramai. Masih beberapa orang yang datang, tentu dengan para pasangannya.Ina memilih untuk mendudukkan diri di atas pasir, sembari menunggu matahari terbit. Angin yang berhembus dengan damai membuat Ina memejamkan matanya. Menikmati setiap hembusan angin yang menyapu wajah cantik dan surai hitamnya. Tadinya, Ina ingin membangunkan Amir, mengajak suaminya itu untuk menikmati sunrise bersama, tapi melihat Amir yang begitu nyenyak membuat Ina tidak tega membangunkan. Ia berpikir, masih ada
Karena Amir juga merasa, Ina telah menjahilinya—membuat ia mendadak juga memiliki sebuah ide. Tanpa aba-aba Amir menggelitiki Ina membuat istrinya itu tertawa terbahak.“Ih geli, ai! Berhenti, nggak!” serunya masih dengan tawa yang berderai.“Ampun nggak?” tanya Amir, “abisnya iseng banget sih.”“Yakan aku iseng juga karena kamu.” Ina masih saja tertawa, “u-udah ai, ampun,” lanjutnya lagi dengan terbata. Amir menghentikan gelitikannya, lalu memilih merapatkan tubuhnya pada tubuh istrinya dengan memeluk mesra dari belakang. “Ai,” panggilnya.“Hmmm?” tanya Ina bergumam.“Aku cinta kamu!” kata Amir dengan ringan penuh kelembutan. Ina tersenyum dalam diamnya. “Aku juga cinta kamu. Cinta ... cinta banget malah!” balasnya.“Janji yah kita harus selalu bersama, sampai maut memisahkan?” tanya Amir.“Tumben tanya gitu?” kata Ina menoleh.“Pengen aja,” balas Amir tersenyum simpul.Ina mengangguk. “Apa pun itu aku percaya, kamu adalah jodohku. Suami aku, pelengkap hidup aku.”“Tau apa ketakuta
Agenda saat malam minggu tiba bagi keluarga kecil Amir adalah menonton film bersama di rumah. Ya, mereka memang membuat family time setiap akhir pekan sejak kelahiran Abi dan Aira. Saat malam minggu, mereka akan nonton film bersama di rumah dengan menyulap ruang keluarga menjadi bioskop mini. Sedangkan saat minggu, berkebun di halaman rumah atau pergi keluar—tergantung dengan yang diinginkan oleh anak-anak. Abi dan Aira terlihat sangat bersemangat. Mereka saling membantu satu sama lain untuk menata semuanya. Film yang akan ditonton kali ini adalah sebuah film yang berasal dari Korea dan pernah ramai pada masanya. Sampai-sampai ada beberapa negara yang mengadaptasi film tersebut. Dari beberapa versi memiliki ending yang sedih, tetapi hanya 1 versi yang berasal dari Turki yang endingnya dibuat bahagia. Kali ini mereka akan menonton yang berasal dari versi negara aslinya, Korea. Judulnya adalah Miracle in Cell No. 7. “Ibu, apa film ini endingnya sedih?” tanya Aira tiba-tiba menggunakan
"Ibuuuu, Abi nakal!" Aira berlari menghampiri Ina yang sedang menyirami tanaman. Dua tahun yang lalu, ternyata dirinya sedang mengandung bayi kembar laki-laki dan perempuan. Tentu saja, setelah kesedihan dan luka yang terjadi, tidak berselang lama semuanya digantikan oleh kebahagiaan di saat mendengar suara pecah tangis dua bayi sehat tanpa kekurangan apa pun yang baru saja Ina lahirkan. Lalu mereka memberinya nama Syabian Alan Habiburrahman dan Jennaira Alana Habiburrahman.Syabian yang berarti penghuni surga, Alan adalah gabungan nama dari Amir dan Alaina, lalu Habiburrahman yang diambil dari nama belakang Amir. Sedangkan Jennaira berarti calon penghuni surga yang bersinar, sama seperti Alan, Alana adalah gabungan dari Amir dan Alaina, begitu juga dengan Habiburrahman yang diambil dari nama belakang Amir."Kenapa sayang?" tanya Ina menatap Aira yang sudah berdiri di sampingnya."Abi, jail banget. Masa ngatain Aira gendut," ujarnya kesal sembari memajukan bibirnya. "Tapi, kan, eman
Bersamamu melewati momen yang terjadi setiap detik begitu berarti bagiku.Bagiku, kamu adalah kebahagiaanku dan sebagian dari jiwaku.Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana hidupku tanpamu, semua akan terasa hampa, tidak berarti dan menyedihkan.Dalam hidup berumah tangga, aku percaya selalu ada pasang surut di setiap perjalanannya, tapi aku percaya, aku dan kamu selalu bisa melewatinya.Aku mencintaimu, dulu, sekarang, bahkan nanti di masa yang akan datang.Perasaanku padamu akan tetap selalu sama, tidak berkurang, tapi semakin bertambah setiap detiknya.Percayalah, Ina-ku aku sedang tidak membual.Ina-ku, terima kasih untuk warna yang kamu berikan padaku, terima kasih sudah selalu mencintai dan menyayangiku dengan segenap hatimu, terima kasih juga karena sudah memberi kesempatan untuk rumah tangga kita bertahan.Ah, terima kasih karena sudah kembali padaku. Selamat datang, sayang! Aku selalu percaya, kamu milikku dan akan selamanya begitu. Te Amo, Mi AmorSuamimuIna membaca surat
Amir menatap sendu ke arah pintu, berharap jika seseorang yang begitu ia rindukan dan sangat ia nantikan kehadirannya datang, lalu memeluknya dengan hangat. Alainanya, ia sangat merindukan wanitanya. Untuk beberapa saat jauh dengan Ina, membuat hati Amir begitu tersiksa. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika mereka benar-benar bercerai. Karena itu artinya Amir akan jauh dari Ina. Ia tidak akan bisa lagi melihat wajah cantik dan berseri istrinya itu 24 jam. Ia juga tidak bisa melihat tumbuh kembang anaknya nanti dan tidak bisa menemani selama pertumbuhannya. Akan ada banyak hal yang akan Amir lewatkan, setelah mereka resmi bercerai. Sakit rasanya, hanya dengan membayangkannya saja. Sesekali juga Amir selalu menyalahkan dirinya perihal kelumpuhan yang terjadi. Menjadi pria tidak berguna membuatnya tidak berdaya. Ina yang meninggalkan, membuat Amir kecewa dengan diri sendiri. Andai saja ia tidak cacat, Ina pasti tidak akan meninggalkannya. Wanita itu tetap akan setia berada
Setelah bertemu Alia, Ina juga menyempatkan diri untuk bertemu Hilmi tadi. Karena ia berpikir jika semua yang sudah terjadi harus segera ia akhiri dan menjelaskannya pada Hilmi. Ketika Ina menjelaskan semuanya pada Hilmi, pria itu hanya diam. Lalu saat Ina berkata untuk mengakhiri semua, awalnya pria itu menolak. Hilmi merasa Ina tidak boleh melakukan itu dan meninggalkan dia. Hilmi juga berkata jika dia benar-benar mencintai Ina, akan membahagiakan Ina dan menganggap bayi yang ada di dalam kandungan Ina sebagai anaknya. Namun, Ina menegaskan kembali jika semuanya salah dan tidak seharusnya mereka melanjutkan hubungan salah itu. Lagipula, Ina juga kembali sadar jika Hilmi adalah pria beberapa tahun lalu yang juga pernah melukainya dengan berselingkuh dengan wanita yang menjadi mantan istri pria itu. Terkadang jika mengingat kejadian beberapa hari lalu membuat Ina merutuki dirinya, betapa bodohnya ia kemarin.Sekarang ia sedang berada di kamar Amir. Menyiapkan beberapa keperluan yang
Sebenarnya Asih tidak suka ikut campur mengurusi masalah rumah tangga putrinya, tetapi entah kenapa ia merasa hatinya resah dan firasat buruk telah terjadi. Apalagi melihat gerak-gerik Ina yang menurutnya sangat membuatnya curiga saat ditanyai perihal Amir, putrinya itu selalu menghindar. “Ibu nggak tau, apa yang lagi terjadi antara kamu sama Amir. Ibu juga nggak mau ikut campur, tapi ngeliat kamu yang menghindar setiap kali ibu menyinggung nama Amir, ngebuat ibu nggak bisa tinggal diam.”Ina diam, ia terkejut saat mendengar pernyataan ibunya yang secepat ini. Ina pikir, ia akan memberitahukan kepada Asih saat ia dan Amir resmi bercerai. Namun sepertinya, rencananya berubah dan ia harus mengatakan lebih cepat dari seharusnya. “Sebenernya apa yang terjadi antara kamu sama Amir?” tanya Asih to the point.Ina menarik napas dan menghembuskan perlahan, sebelum mengatakan semua kepada ibunya itu. “Ina sama Amir mau cerai.”Asih terlihat tenang, juga merasa tidak terkejut sedikit pun. Sepert
Ina mengendarai mobilnya sendiri tanpa sopir. Entah apa yang terjadi pada dirinya juga, pergi begitu saja meninggalkan Amir sendiri di rumah. Ina hanya merasa, ada yang salah dengan dirinya. Niatnya ia akan pergi ke rumah ibunya. Sudah lama juga dirinya tidak berkunjung. Namun, sebelum itu ia akan terlebih dulu bertemu dengan Hilmi di tempat biasa mereka bertemu. Ia turun dari mobil, saat masuk ke kafe pandangannya menangkap sosok Hilmi yang ternyata sudah datang. "Maaf nunggu lama," ujar Ina saat sudah duduk di hadapan Hilmi."Santai aja, gue juga baru nyampe.""Lo keliatan nggak baik-baik aja. Kenapa?" Lanjut Hilmi bertanya, saat melihat raut Ina yang memang terlihat tidak baik-baik saja. "Gue mau nyeraiin Amir," gumam Ina menjawab sedikit tidak yakin. Hilmi yang mendengar itu tentu terkejut. Sangat mendadak baginya, meskipun di sisi lain ia merasa senang. Karena dengan begitu, kesempatan untuk mendapatkan Ina sangat besar. "Mendadak banget, Na. Lo sama dia kenapa?" Ina menggele
Semalam, begitu istrinya pulang dan untuk pertama kalinya Amir berhadapan langsung dengan pria itu. Melihat dengan jelas bagaimana wajahnya. Tadi malam juga pertama kali, istrinya itu membawa pria selain keluarga masuk ke dalam rumah. Sebenarnya tidak masalah, hanya saja Amir merasakan ada hal janggal. Saat ditanya pun siapa pria itu, Ina hanya menjawab temannya. Namun, Amir merasa ada hal yang tidak biasa dari hubungan mereka meskipun masih bersifat abu. Mendengar sekilas juga Ina memanggil nama pria itu, nama yang sama seperti orang dari masa lalu istrinya. Cara mereka berinteraksi juga sudah seperti teman lama, sangat akrab. Saking akrabnya Amir sampai bingung bagaimana harus menilai dan membuatnya semakin memiliki pikiran yang tidak-tidak tentang istrinya. Apalagi pagi-pagi sekali, Amir sudah tidak mendapati Ina di rumah. Entah ke mana istrinya itu pergi, ia tidak tau. Saat Amir menanyakan keberadaan Ina pada art-nya pun, beliau juga tidak tau."Mas, ada tamu. Nyariin Mas Amir ka
Sebuah hubungan akan bertahan jika ada kepercayaan di dalamnya. Namun, jika salah satu di antara keduanya mengingkari kepercayaan itu. Apakah hubungan akan tetap bertahan atau justru kandas di tengah jalan?- author.*****Tawa Ina berderai mendengar lelucon dari pria di hadapannya, Hilmi. Ina tertawa karena pria dari masa lalu yang telah menyakitinya. Hanya dalam 1 jam, saat Ina memberikan kesempatan beberapa saat lalu, ia mampu memaafkannya. Ini memang tentang waktu dan sekeras usaha yang dilakukan. Namun, bukan berarti kita mampu membenarkan usaha Hilmi dalam merebut Ina kembali. Tentu saja itu sudah sangat jelas jika salah. Entah apa yang membuat Ina menjadi sedikit goyah dan tidak lagi membatasi jarak dengan Hilmi. Padahal awalnya, Ina sudah melakukan hal yang benar dengan menghindari pria itu. "Shella suka banget sama kado pilihan lo," ujar Hilmi. "Makasih ya, Na."Ina mengangguk tersenyum. "Sama-sama."Siang ini mereka sedang berada di kafe yang berada tidak jauh dari rumah In