Jadi pertanyaan aku harus bagaimana? Apa yang harus aku lakukan? Terjawablah sudah. Sekali lagi, yah akhirnya kami bercerai! Aku pun kembali tinggal di rumah orang tua di Perumahan Citraland Bukit Palma. Sebenarnya Mama menyuruhku mempertahankan pernikahan demi Fahri. Tapi aku memilih pergi karena aku tak mau sakit lebih lama lagi. Hak asuh Fahri pun ada padaku. Walau aku dan Ridho kini sudah tidak menjadi suami-istri lagi, tetapi kami tetap orang tua buat Fahri. Sehingga aku tak pernah melarang Ridho mengunjungi Fahri.
Solusi atas permasalahanku sudah ketemu. Tapi aku belum menemukan mutiara indah yang terkandung dalam peristiwa ini, seperti yang dikatakan Nisa. Dan arti surat Al-Baqarah ayat 216 yang diterangkan sahabatku itu kembali terngiang, “..Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”SekitarDalam memperbaiki diri itu. Sebelumnya aku yang sering sholat di akhir waktu dan tidak berjamaah pula. Sekarang tidak demikian. Sebab melambat-lambatkan sholat sama dengan melambatkan terkabulnya doa, pertolongan, dan ampunan Allah. Aku benar-benar meningkatkan ibadah sholat. Melipatgandakan sedekah. Padahal sebelumnya jarang-jarang. Merutinkan puasa senin-kamis. Padahal sebelumnya hampir-hampir tidak pernah.Menakjubkan. Hanya dalam waktu enam bulan aku memperbaiki diri. Allah akhirnya memberi jawaban. Dia memberi mutiara hikmah. Mutiara hikmah yang pertama: Dia seperti berbisik, bukan di telingaku tapi ditransfer dalam pikiran dan ditancapkan di hatiku. Yaitu Allah memberiku pemahaman bagaimana “cahaya-Nya” bekerja.“Sungguh Allah Maha Pemberi. Pemberi kegelapan dan pemberi cahaya. Contoh kegelapan: Orang yang berharap jodoh, tapi tidak ketemu jodohnya. Apakah tidak ada orang yang perlu dengan jodoh? Apakah cuma dia sendiri sehingga tida
Laki-laki itu bernama Anas. Kami bertemu di pengajian sebulan sekali yang diasuh Kyai Lukman Hakim. Oh iya tempat pengajiannya berada di masjid. Dan tidak ada sekat atau pembatas antara jamaah laki-laki dan jamaah perempuan. Hanya saja jarak antara laki-laki dan perempuan lumayan jauh. Laki-laki berada di bagian kanan sedangkan perempuan berada di sebelah kiri.Aku tak akan melupakan detail kejadiannya ketika pertama kali Anas memberanikan diri berkenalan denganku. Saat itu selesai pengajian, aku keluar dari masjid dan menuju mobil bersama anakku Fahri. Tiba-tiba.“Assalamu’alaikum. Permisi Bu”“Wa’alaikum salam. Iyah Pak?” Jawabku.“Emm, Ibu ikut pengajian tadi yaa?”Pertanyaan basa-basi. Sudah tahu kok bertanya.“Iyah betul. Ada apa Pak?”“Aaa.. Emm..” Bapak itu memegang bibir dengan ujung jarinya. Lama sekali ia dalam k
“Bagaimana sayang ceritanya?” Kataku pada Reny.“Luar biasa. Senang sekali bisa baca cerita ini. Aku jadi ingin lebih banyak membaca karya-karya lain dari orang ini”“Nah, kan? Jadi ketagihan kan? Terus pelajarannya apa dari baca cerita tadi?” Tanyaku lagi.“Banyak sih pelajarannya. Salah satunya yang paling penting adalah dalam berumah tangga harus menjaga hubungan baik dengan Allah. Supaya hubungan kita dengan pasangan juga menjadi baik. Dan supaya hidup kita selalu dalam naungan cahaya Allah”“Mantab. Semoga kita kuat beribadah dan taat pada Allah sehingga cahaya-Nya selalu meliputi kita”“Aamiin..” Kami berdua hampir bersamaan mengucapkannya.“Nah, bacanya sudah selesai. Sekarang ayuk” Aku mengingatkan.“Kemana sayang?” Tanya Reny. Yang diingatkan malah lupa.“Loh? Kamu lupa y
Alhamdulillah aku diterima PNS pada Kementerian Agama. Bagian yang mengurus tentang Perlindungan Jama’ah Haji. Aku suka sekali pada devisi ini. Karena para jama’ah haji adalah tamu Allah. Dan aku ingin menjadi salah satu yang terbaik dalam melayani tamu-tamu Allah tersebut.Segenap jiwa, raga, dan hati aku hadirkan sebagai abdi negara. Bekerja dengan cinta, agar jerih payah tak terasa. Bekerja dengan cinta, agar bernilai ibadah. Tak menunggu waktu lama. Karirku meningkat. Awalnya staf biasa. Sekarang sudah jadi Kepala Bagian. Seperti yang ku bilang. Aku hanya berpindah dari satu takdir ke takdir yang lain. Dan aku yakin takdir itulah yang dipilihkan Allah yang terbaik untuk diriku. Karena Allah yang paling tahu keadaan diriku, yang paling tahu kebutuhanku dibandingkan diriku sendiri. Terimakasih Allahku. Dan aku juga sering memperhatikan staf-staf yang ada di bawahku. Bukan untuk menghakimi tapi untuk memotivasi mereka. Supaya mereka mengeluarkan potensi ter
Pernah juga aku melihat ada staf yang tidak nyaman bekerja. Mudah saja melihatnya. Yaitu dari sikap, perilaku yang ditampilkan, dan tentu saja yang paling utama yakni mimik wajah. Karena pada wajah seseorang terkadang berbagai informasi dengan jelas terlihat di sana. Langsung saja aku menyuruh menghadap ke ruangku. Dalam ruangan.“Rizky, kamu tahu kenapa aku memanggilmu ke sini?”“Tidak tahu. Ada apa ya Pak?”“Begini ya Riz. Aku perhatikan kamu itu kok seperti tidak nyaman bekerja. Ada apa?” Tanyaku kepada Rizky.“Oh iya betul Pak. Sebenarnya saya bukan tidak nyaman dengan pekerjaannya. Tetapi saya tidak nyaman dengan staf-staf yang lain” Jawab Rizky.“Memang ada masalah apa kamu dengan staf yang lain?”“Mereka itu suka ngomong di belakang Pak. Saya dari awal sudah terasa. Hingga akhirnya saya dengar sendiri”“Mereka
Sebelum menikah, aku sudah hidup bahagia. Karena aku yakin Allah selalu baik kepadaku di manapun aku berada dan dalam kondisi apapun diriku. Aku juga percaya, bahwa semua perkara orang yang beriman amatlah bagus. Allah memberi kabar baik, lalu aku bersyukur itu bagus. Allah memberi kabar buruk, yang sesungguhnya itu juga demi kebaikan diriku. Lalu aku bersabar, itu juga bagus. Maka setelah menikah tujuanku bukanlah mencari bahagia. Yang terjadi adalah aku dan istriku Reny saling berbagi kebahagiaan. Bukan saling menuntut kebahagiaan.Waktu melesat begitu cepat. Dan kebahagiaan kini bertambah sebab aku punya momongan. Buah hati itu kami beri nama Muhammad Abdullah. Nama panggilan Abdul atau lebih pendek lagi Dul. Usianya kini satu tahun delapan bulan. Setiap melihat Dul. Tanpa diperintah, bahagia menyeruak begitu saja mengisi jantungku. Dipompa oleh jantung dan kebahagiaan itu ikut mengalir layaknya aliran darah yang menyebar ke seluruh tubuh.“Gimana
Malam itu dalam suasana hikmat yang penuh dengan kebahagiaan, Reny menarik tanganku ke dalam ruangan. Ruangan itu menghadap ke barat. Dengan panjang 6 meter dari timur ke barat. Dan lebar 4 meter dari utara ke selatan. Pada bagian pojok barat laut di dalam ruangan itu terdapat kamar mandi yang menghadap ke selatan. Lalu persis di samping kiri sebelah luar tembok kamar mandi, ada satu ranjang yang membujur dari utara ke selatan. Kemudian TV LED dengan ukuran 32 inci menghadap ke ranjang. Dan di sebelah kanan TV LED, almari yang besar dan berwarna cokelat ada di sana.Lantai dan dinding ruangan itu berselimut keramik putih bersih. Kecuali dinding pada bagian timur yang berbeda, bukan terbuat dari keramik putih. Melainkan ianya terbuat dari kaca tebal yang bening. Pada bagian tengah dinding yang terbuat dari kaca tersebut bisa dibuka untuk sirkulasi udara. Atau yang biasa kita sebut jendela. Oleh karenanya, kesemua kaca pada bagian timur itu cukup diberi penutup korden bes
Setelah itu aku mengubah posisi rebahanku yang awalnya miring, menjadi rebahan telentang. Sedangkan Reny tetap miring dengan menyandarkan kepalanya ke dadaku. Kini aku bebas membelai rambutnya atau memeluknya. Semua benda yang ada di kamar itu seolah menatap kami, mereka seperti cemburu kepada kami.Dengan terus membelai rambutnya, tanpa aku minta Reny mulai bercerita tentang dirinya, ibunya, dan ayahnya.“Sayang, dulu pas aku mengaji di TPQ (Taman Pendidikan Qur’an), aku pernah membuat guruku menangis”“Oh ya? Kok bisa?” Seruku sambil menghentikan sejenak belaian di rambutnya. Saat dia melanjutkan cerita, baru aku teruskan lagi aktifitas yang dipuji Tuhan itu.“Iyah, waktu itu ba’da maghrib kami berkumpul di rumah beliau. Nama beliau adalah Pak Ahmad Zainuri. Kami biasa memanggilnya Pak Zen. Beliau mengajari kami membaca Al Qur’an, menghafal do’a-do’a umum, dan juga mengh