"Tuan Francis membawa empat pengawal, apa mereka mengenalmu?" tanya Karina lagi.Joan mengangguk-angguk cepat. "Kenal!""Pengawal yang menemani Francis juga kenal Nona Joan. Panggil mereka, nanti kalian tahu yang sebenarnya," lanjut Karina.Pada saat ini, wajah Reva sudah sangat suram. Menurut akal sehat, dia harus melakukan konfirmasi untuk berjaga-jaga. Namun, dia tidak kuasa menelan kemarahannya. Mengapa dia harus mendengarkan perintah wanita ini di rumahnya sendiri?"Nggak mungkin!" kata Reva dengan gigi terkatup dan mata merah.Karina mengerutkan kening. Reva bertindak terlalu jauh. Tidakkah dia terpikir apa yang akan terjadi jika Joan benar-benar pendamping wanita Francis dan dia memperlakukan tamu pentingnya seperti ini?Bagaimana mungkin Reva tidak memikirkannya?Akan tetapi, dia bertaruh bahwa wanita ceroboh itu bukanlah pendamping wanita Francis!Sekarang, dia menuding Karina dengan wajah dingin dan suara gemetar. "Nona Karina, haruskah kamu merusak pesta dansa hari ini?"Kar
Seorang wanita muda bertubuh jangkung menerobos kerumunan dan berjalan mendekat.Penampilan wanita itu terasa sangat familier di mata Karina, tapi dia benar-benar belum pernah melihat orang ini sebelumnya."Saya nggak memihak siapa pun. Saya hanya ingin meluruskan seluk-beluk situasinya." Wanita itu memiliki wajah yang manis dan penampilan anggun. Jadi, Tessa tidak bisa mengatakan apa-apa dan hanya bisa mengangguk."Menurut Nona Karina, Nona Joan ini adalah tamu yang datang bersama Tuan Francis dan sekarang sedang mencari keberadaan Tuan Francis. Sayangnya, ada kendala bahasa. Nona Reva mungkin salah paham tentang dia.""Salah paham? Bagaimana mungkin dia ...." Reva cepat-cepat menyela dan membalas dengan tidak yakin."Tolong biarkan saya selesai bicara dulu."Wanita itu sekilas menyapu pandang ke arah Reva, dengan sedikit ketegasan di wajahnya.Tubuh Reva gemetar. Dia menyusut ke belakang ibunya, menatap marah pada wanita itu."Nona Karina mengerti yang diucapkan Nona Joan. Dia ingin
Melihat Francis, Joan segera melambai padanya dengan penuh semangat. "Francis, aku di sini!"Francis mengangguk kepada Joan. Matanya memperhatikan Joan dari atas ke bawah, memegangi dahinya yang tiba-tiba berkedut. "Kenapa kamu bisa sampai seperti ini lagi?""Hehe, ada sedikit masalah tadi." Joan tertawa canggung.Francis berjalan mendekat, melepas jasnya, dan menaruhnya di bahu Joan. "Kelak jangan ceroboh lagi."Joan mengangguk sambil tersenyum, sama sekali tanpa rasa penyesalan. "Aku mengerti ...."Dia buru-buru menarik Karina dan berkata dengan manis, "Untung ada Nona Karina. Kalau nggak, aku sudah ditendang ke luar. Ucapkan terima kasih padanya."Mata Francis tertuju pada Karina, matanya jauh lebih lembut dari sebelumnya. "Terima kasih."Karina tersenyum tipis. "Bukan apa-apa, memang sudah seharusnya."Mereka semua bicara dalam bahasa Cyrenia. Meski yang lain tidak mengerti, mereka tidak buta dan segera mengerti bahwa gadis kecil dengan penampilan tidak menarik ini adalah pendampin
Di luar, entah sejak kapan hujan mulai turun lagi, disertai dengan sedikit sepoi-sepoi dari angin yang sejuk.Jeremy pergi mengambil mobil, sedangkan Rafael dan Karina berteduh dari hujan di bawah atap sambil menunggu."Hacchi!"Perbedaan suhu di dalam dan luar rumah membuat Karina menggigil. Gaun mahal yang dikenakannya benar-benar tidak bisa menahan hawa dingin.Sesaat kemudian, jas Rafael mendarat di bahu Karina.Karina terkejut dan menatapnya dari samping."Aku kepanasan," jawab Rafael singkat."...."Mata Karina samar-samar berkedut dan dia hanya bisa mengerutkan bibirnya. Kapan tuan muda ini mau berhenti bertingkah canggung begitu?Dia merapikan jas di bahunya itu, yang masih terasa hangat dengan aroma lembut Rafael."Terima kasih."Sudut bibir Rafael terangkat sedikit dan matanya langsung tertuju pada wajah lembutnya. "Kamu bisa bahasa Cyrenia?""Aku pernah belajar sedikit."Tubuh Karina menegang, mengira pria itu akan mulai menginterogasinya.Penampilan hari ini pasti tidak mem
"Kamu yakin?" Rafael tersenyum dingin. "Kuharap kamu memegang kata-katamu."Ketika Karina mendengar nada tidak ramah itu, dia mengira Rafael masih menganggapnya sebagai wanita yang mengincar uangnya. Dia pun tidak bisa menahan diri untuk tidak meluruskan dengan serius, "Jangan khawatir, Tuan Rafael, aku janji nggak akan pernah mengganggumu."Sikap ini tidak membuat Rafael merasa lebih lega. Sebaliknya, malah membuatnya terlihat semakin kelam."Heh, sebaiknya begitu."Rafael mengambil langkah panjang melewati Karina dan langsung masuk ke dalam mobil.Karina segera mengikuti masuk ke dalam mobil.Di dalam mobil, samar-samar tercium bau pertentangan yang memenuhi udara.Jeremy, yang mengemudi di depan, merasakan hawa dingin datang dari belakang dan tidak bisa menahan sakit kepalanya. Bukankah mereka tadi baik-baik saja? Masalah apa yang terjadi saat dia pergi sebentar mengambil mobil?Karina tiba-tiba teringat sesuatu dan buru-buru mengeluarkan ponselnya.Beberapa pesan dari Safira membua
Dalam hati, dia merasa rumit.Ya sudah kalau tidak boleh, dia tidak bisa memaksa.Akan tetapi, apa yang harus dia lakukan sekarang? Tidur di jalan? Tidak bisa. Pakaiannya saat ini bernilai jutaan dan sangat mencolok. Kalau dia berkeliaran seperti ini di tengah malam, tinggal tunggu sampai dia dirampok.Dia juga tidak bisa kembali ke kampus. Jika ada yang melihat, dia pasti akan menjadi berita utama di forum kampus.Apa yang harus dia lakukan? Mau menginap di hotel pun tidak bawa KTP.Karina terlihat kebingungan. Memikirkan beberapa cara, tidak ada yang mungkin dilakukan.Pada akhirnya, dia teringat kata-kata Neo.Katanya, dia boleh menelepon kalau masih di luar setelah lewat jam malam asrama.Meski dia merasa tidak enak harus mengganggunya, dia tidak punya pilihan lain! Dengan begitu, Karina meyakinkan dirinya. Jantungnya sedikit berdebar, tetapi juga sedikit takut-takut.Dia baru saja akan mengeluarkan ponsel untuk menelepon Neo ketika suara dingin Rafael kembali terdengar. "Kamu mau
"Kembalikan ponselku!" Karina sangat marah. Apa sebenarnya yang diinginkan pria ini?"Haha, Nona Karina, kamu terlalu sombong." Rafael menggoyang ponsel itu di depan mata Karina dan tertawa kecil. "Aku akan mengembalikannya kalau kamu memohon. Hormatlah sedikit di depanku.""Ponsel ini punyaku!" Karina sampai harus menyatakan fakta ini kepadanya.Atas dasar apa dia mengambil ponselnya? Masihkah ada keadilan di dunia ini?Setelah mendengar kalimat itu, Rafael mendengus dan akhirnya seperti baru ingat akan fakta ini. Dia memicingkan matanya dan berpikir sejenak. Tepat ketika Karina mengira dia menyadari kesalahannya dan berencana mengembalikan ponselnya, dia melontarkan sebuah kalimat."Oh, memangnya kenapa?""...."Memangnya kenapa?Bukankah sudah seharusnya Rafael mengembalikan ponselnya? Wajah Karina memerah karena terlalu marah. Napasnya terengah-engah, dan dia merasakan darah di sekujur tubuhnya mendidih. Dilemparnya jauh-jauh segala kehati-hatian dan keanggunannya sebagai seorang w
Sebelum Jeremy bisa mengatakan "kekanak-kanakan", Rafael menghentikannya dengan meliriknya dengan tajam.Rafael memandang Karina dengan sedikit kesal dan perasaan bersalah. Meskipun demikian, dia berjalan menghampiri Karina sambil memasukkan tangannya di sisi saku celana, berpura-pura santai dan berkata, "Itu hanya sebuah ponsel, lagi pula sudah sangat tua, aku akan berikan yang baru, oke?"Mendengar itu, Karina hanya tertawa dingin."Sudahlah, bukan masalah besar juga. Begitu paniknya hanya karena sebuah ponsel. Selama kamu ingin, aku bisa berikan ponsel yang paling bagus di dunia ini. Hujan semakin deras, jadi cepat masuk ke dalam mobil."Rafael meraih tangan Karina dan berencana membawanya masuk ke mobil.Namun, Karina tidak mau bergerak dan menatap Rafael dengan tatapan yang sangat marah. Saat melihat ini, tangan Rafael seketika berhenti. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia merasakan perasaan bersalah yang sangat kuat.Meskipun merasa seperti itu, dia tidak ada niat untuk minta