Karina yakin bahkan jika dia mengulangi kata-kata Rafael kepada Abila secara utuh, Abila tetap tidak akan menyerah."Itu urusannya. Jangan terlibat di antara mereka. Jangan sampai pada akhirnya kakak seniormu jadi membencimu." Rafael menganalisis secara rasional.Karina cemberut dan berkata, "Kak Abila nggak akan seperti itu.""Aku bilang akan seperti itu pasti seperti itu," ujar Rafael dengan tegas.Karina tidak tahu bahwa alih-alih mengintrospeksi diri sendiri, orang sering kali lebih cenderung mengalihkan tanggung jawab kepada orang-orang di sekitarnya dan menganggap kegagalannya karena kesalahan orang lain.Melihat Karina tetap diam, Rafael menambahkan, "Sekalipun mereka benar-benar mencintai satu sama lain, Keluarga Anuma nggak akan setuju seorang gadis dari keluarga biasa menjadi menantu mereka. Hubungan kakak seniormu dengan Zayn ditakdirkan berakhir dengan tragedi."Karina tertawa setelah mendengar itu dan berkata, "Kalau begitu, bukankah kita juga sebuah tragedi?"Keluarga Sta
Karina membanting ponselnya ke ranjang empuk, seolah-olah ponsel itu adalah Rafael. Dia menggertakkan gigi dan berkata, "Kamu salah. Aku hanya khawatir kamu nggak akan bisa meladeni wanita-wanita itu, lalu mati karena kelelahan.""Oh, bisa-bisanya kamu bicara seperti itu. Karina, nggak kelihatan, ternyata kamu sangat mesum."Karina senjata makan tuan, dia tersipu sejenak dan berkata, "Kamu yang mesum. Aku ... aku hanya mengatakan yang sebenarnya!"Rafael membalas ucapan itu dengan tenang, "Bagaimana dengan diriku, bukankah baru semalam kamu merasakannya? Bukankah kamu juga menikmatinya? Kenapa? Apa kamu tiba-tiba menderita amnesia?"'Kenapa orang ini bisa mengucapkan kata-kata senonoh seperti itu dengan begitu santai?'Karina merasa dia terlalu malu untuk bertemu siapa pun.Dia berguling-guling di ranjang, terlalu malu untuk melakukan apa pun.'Ingin mati rasanya, harus bagaimana?'"Karina, jangan berpura-pura bodoh. Jujur saja, apa kamu menikmatinya semalam?"Rafael terus memaksa Kari
"Latar belakang keluarga Zayn nggak biasa," ujar Karina yang memilih kata-kata agar tidak menyakiti perasaan Abila."Lalu apa?" Nada suara Abila terdengar sedikit dingin."Sebenarnya kalian berdua nggak cocok. Kak Abila, bukankah idola itu untuk digemari? Ketika kamu benar-benar menjadi dekat dengannya, sifat aslinya akan semakin jelas. Aku khawatir kamu kecewa."Abila mengatupkan bibirnya, memandang Karina dengan sedikit marah dan berkata, "Karina, bukankah itu pilihanku sendiri meskipun nanti aku kecewa atau nggak? Kenapa kamu harus menghentikanku?""...."Karina menyadari bahwa dirinya sebenarnya tidak pandai dalam hal semacam ini."Aku bukan berusaha menghentikanmu, aku hanya takut kamu terluka."Mendengar ini, Abila tiba-tiba terlihat serius dan berkata, "Karina, di matamu, apa aku orang yang begitu rapuh?""Tentu saja nggak." Karina menggelengkan kepalanya. Sepengetahuannya, Abila selalu merupakan wanita yang sangat mandiri."Setiap orang berhak mengejar kebahagiaan. Sekalipun
Zayn langsung mengerti apa yang sedang terjadi.Dia terus memasang senyuman yang seakan dapat menghipnotis semua makhluk hidup di wajahnya. Senyuman itu membuat Abila semakin terlena. "Kamu tahu 'Gagak'? Masuklah ke dalam dan cari administrator bernama 'Entrada', lalu beri tahu namaku. Dia akan menambahkanmu ke grup anggota inti," ujar Zayn.Ini jauh lebih efektif dibandingkan memberikan nomor ponsel.Senyuman di wajah Abila semakin melebar. Dia mengangguk berulang kali dan berkata, "Aku tahu. Dewa Zayn, ke depannya mohon kerja samanya, ya!"Zayn tersenyum dan berkata, "Jangan panggil aku Dewa Zayn, panggil saja Zayn."".... Zayn," panggil Abila dengan pelan sambil tersipu malu."Kalau begitu aku pergi dulu. Sampai jumpa nanti." Saat Zayn berbalik pergi, Abila menatap punggungnya yang menawan.Abila terlena cukup lama menatap orang yang sudah menjauh itu.Melihat ini, Karina menghela napas. Dia tidak begitu mengerti apa itu cinta pada pandangan pertama, tetapi dia sedikit khawatir meli
Yani terkejut dengan sikap Karina itu.Dia bertanya dengan tergagap, "Karina, apa yang ingin kamu lakukan?""Yani, sebenarnya aku sangat kecewa padamu," ujar Karina dengan serius sambil menatap lurus ke arah Yani.Kedua mata Yani melebar karena terkejut. "Apa maksudmu?" tanyanya."Saat tahun pertama kuliah, aku pikir kita bisa menjadi teman, tapi kamu merusaknya hanya karena rasa irimu."Karina mengenang tahun pertama mereka. Awalnya, mereka ditempatkan di kelas yang sama dan hubungan mereka tidak seburuk sekarang.Yani seakan-akan baru saja mendengar sebuah lelucon besar. Dia tersenyum dingin dan mencibir, "Karina, otakmu sudah rusak, ya? Kamu dan aku, berteman? Sungguh sebuah lelucon."Karina tidak peduli dengan apa yang Yani katakan dan lanjut berkata, "Kamu membenciku karena aku berada diperingkat pertama dan menjadi mahasiswa favorit Pak Neo. Jadi, kamu berkonspirasi dengan Simon untuk menjebakku, ingin menghancurkan reputasiku. Kamu tahu kenapa Simon membayar mahal atas perbuatan
"Karina, kamu nggak tahu malu, hanya bisa mengandalkan kekuatan pria untuk menindas orang lain! Kamu pikir kamu akan mendapatkan hasil yang baik?" Yani memelototi Karina dengan kesal, seperti ingin memakannya hidup-hidup."Apa salahnya mengandalkan kekuatan pria?" Karina tersenyum. Rafael berulang kali menekankan bahwa untuk mencarinya jika terjadi sesuatu. Dia punya pilihan ini, mengapa tidak menggunakannya?"Setidaknya aku nggak pernah mengambil inisiatif untuk menyakiti orang lain. Yani, aku tahu kalau aku nggak mulia, tapi aku nggak sejahat dan sehina dirimu.""Kamu yang tercela!""Siapa yang tercela biarkan semua orang menilai setelah kita pergi ke ruang kantor Pak Zuhri.""Beraninya kamu!" teriak Yani dengan panik. Jika masalah ini tersebar luas, masa depannya pasti akan berakhir."Kamu berani menjebakku, aku tentu berani membeberkan kejahatanmu. Sekarang ada dua cara. Pertama, berinisiatif untuk mengakui perbuatanmu dan secara sukarela mundur dari berpartisipasi dalam pertemuan
Setelah Yani mengakui bahwa dia yang sudah menjebak Karina, Karina merasa akar permasalahan sudah teratasi dan rumor tentangnya pasti akan hilang. Alhasil, dia sekarang merasa lega.Dia segera mengisi ulang pulsa dan bersiap melaporkan hasilnya kepada Rafael."Halo? Apa Tuan Muda Rafael sedang sibuk sekarang?" Nada bicara Karina menjadi lebih penuh perhatian."Masih berani kamu berinisiatif meneleponku? Kamu masih ingin memohon padaku untuk urusan teman perempuanmu itu?" Nada bicara Rafael terdengar anggun, tetapi kata-katanya selalu membuat Karina ingin memukulnya.Karina berusaha menenangkan diri dan tidak meladeni kata-kata provokatif Rafael.Dia terus tersenyum dan berkata, "Aku meneleponmu untuk melaporkan hasil pertarunganku.""Oh?""Yani sudah mengambil inisiatif untuk mengakui kalau dia yang menyebarkan rumor itu.""Begitu saja, sudah mengakui?" Rafael tidak puas dengan hasilnya. Dia kemudian berkata dengan sedikit kesal, "Karina, kamu mau bodoh sampai kapan baru puas? Kalau ka
"Aku nggak peduli, yang aku peduli hanya pendapat orang yang peduli padaku," ujar Karina sambil tersenyum.Karina asik mengobrol sambil berjalan. Saat dia hendak menyeberangi jalan, kembali ke kampus untuk mengambil barang-barangnya.Rafael terdiam sesaat, menyadari nada bicara Karina samar-samar terdengar senang."Karina, kenapa aku nggak menyadari kalau kamu begitu pandai berbicara sebelumnya? Sebenarnya, kamu cukup pandai menyenangkan hati pria, bukan?""Aku sendiri nggak tahu apakah aku pandai menyenangkan hati pria, tapi yang pasti, kalau seseorang memperlakukanku dengan baik, aku akan memperlakukannya dua kali lebih baik.""Apa menurutmu aku memperlakukanmu dengan baik?""Memangnya kamu nggak memperlakukanku dengan baik?" tanya balik Karina.Setelah mengenal Rafael cukup lama, Karina tidak buta, dia tentu tahu Rafael memperlakukannya dengan baik atau tidak.Meskipun Rafael sedikit mendominasi dan terkadang keras kepala, dia memperlakukan Karina dengan sangat baik. Selain itu, dia