Andi pergi ke tempat yang ditunjukkan pada pesan teks anonim tadi. Dan dia mendapati hamparan hutan lebat, yang membuatnya sedikit ragu. Apa benar tempatnya disini?
Andi tahu kalau kawasan ini merupakan hutan lindung, yang biasa dipakai untuk resepsi pernikahan, foto prewedding hingga berkemah. Namun, apa mungkin seseorang seperti kepala keluarga Aditama, mengadakan pesta pernikahannya di tempat seperti ini?
Meskipun sedikit ragu, Andi tetap melangkahkan kakinya. Saat memasuki hutan, Andi merasa lega karena melihat resepsi pernikahan mewah, tengah berlangsung dihadapannya.
Tanpa membuang waktu, Andi bergegas berbaur dengan tamu undangan. Apalagi, dia melihat tingkat keamanan yang sedikit lengang. Andi yang mengenali beberapa pengusaha ternama, ikut berbincang mencari relasi. Satu hal yang sedikit membuatnya heran adalah, dia tidak melihat kehadiran kedua mempelai di manapun.
‘Mungkin mereka sudah beristirahat,' pikir Andi. Dia tidak peduli dengan hal
Karena alasan stamina Agni kurang fit, maka ritual malam pertama mereka harus tertunda. Namun, bukan berarti Samudera melepaskannya begitu saja. Pria itu tetap mencuri kesempatan.Cakaran pada punggung Samudera dan tanda merah yang tersebar dari tulang selangka hingga pangkal paha Agni, adalah saksinya...Agni perlahan membuka matanya dan menyesuaikan cahaya yang masuk. Ia masih mengumpulkan nyawa, hingga suara pintu yang dibuka membuat Agni mengalihkan pandangannya. Dan mendapati, Samudera keluar dari kamar mandi dengan mengenakan pakaian santai.“Selamat pagi, istri....” Ucap Samudera sambil mengecup kening Agni.“Pagi suami....” Agni melebarkan kedua tangannya meminta pelukan.“Mandi dulu, setelah itu makan. Sarapannya sudah aku pesan. Dan, baju kamu juga sudah Ku siapkan yang baru. Yang lebih layak pakai,” ucap Samudera setelah melepas pelukan mereka.“Aku??” Agni mengangkat sebelah
Mbok Inem masih menunggu Aska di depan pintu Toilet, tetapi hampir lima belas menit, anak itu belum juga keluar. Sejak tadi hanya seorang pria yang membawa carrier¹ saja, yang keluar dari dalam Toilet. Selebihnya tidak ada. “Aska....” Karena merasa ada yang aneh, Mbok Inem mencoba memanggil Aska. Namun, tidak ada sahutan dari anak itu. Tok tok tok... “Aska... Sudah selesai apa belum?” Wanita paruh baya itu sampai mengetuk berkali-kali. Namun, lagi dan lagi, tidak ada jawaban dari Aska. Hal itu membuat mbok Inem gelisah. Ia takut jika anak itu terjatuh di kamar mandi atau apa. Mbok Inem masih terus mengetuk, hingga suara langkah kaki dari ujung lorong, membuatnya memalingkan wajah. Dan terlihat Butler Karim berjalan dengan terburu-buru kearahnya. “Ada apa?” tanya Butler Karim. “Aska... Sudah lebih dari lima belas menit dia di dalam, dan belum keluar sampai sekarang,” jawab Mbok Inem tanpa memandang Butler Karim. “Biar saya lihat.” Butle
Bunyi ban berdecit, membuat orang-orang terkejut. Terlihat, Agni dan Samudera keluar dari mobil dengan wajah khawatir.Semua orang yang ada di sana tidak bisa menyembunyikan raut penyesalan dari wajah mereka. Apalagi mbok Inem, wajah wanita paruh baya itu pucat pasih. Dia terus menyalahkan dirinya atas kejadian ini.Agni berjalan kearah mbok Inem, lalu memeluknya.“Maaf, Mbak....”“Ssttt... Tidak apa-apa, Mbok. Ini bukan salah Mbok Inem, penculik itu yang terlalu licik,” ucap Agni sembari mengusap punggung Mbok Inem.“Tapi, Mbak....”Agni menggeleng, “Nggak apa-apa, Mbok. Sekarang serahkan semuanya pada aku dan Samudera,” ucap Agni setelah melepas pelukan mereka. “Mbok tidak perlu khawatir. Sebaiknya, mbok istirahat saja ya, biar kami yang mencari Aska.”Mbok Inem ingin menolak keinginan Agni. Akan tetapi, saat melihat raut tidak ingin dibantah dari majikannya itu, Mbok Inem
“Agni...?” Lirih pria itu. “Untuk apa dia ada di sini?” Karena penasaran, pria itu diam-diam mendekati mereka. Namun, tetap menjaga jarak. Hingga ia mendengar percakapan mereka.“Aska di culik?” Dia semakin mengerutkan keningnya.“Pak Andi....” Tepukan pelan di bahunya, membuat Andi terlonjak kaget. Dia masih sempat menoleh ke arah Agni, untung saja wanita itu tidak menyadari kehadirannya.Saat berbalik, Andi mendapati seorang wanita cantik dengan balutan gaut navi ketat. “Oh, Bu Claudia, ada apa?”Claudia, wanita cantik berdarah blasteran, yang merupakan teman kencan satu malam Andi itu, menatapnya dengan senyum. “Tidak. Aku lihat, pak Andi terus menatap kearah sana, karena itu aku menyapa,” ucap Claudia dengan kekeha kecil. “Apa anda kenal dengan pasangan itu?”“Pasangan?” Andi mengerutkan keningnya.“Iya, pasangan. Setauku mereka baru saj
Agni menutup mulutnya, melihat darah yang mengalir deras.“Ti-tidak... Mbok!!”Agni berlari sekuat tenaga menghampiri tubuh mbok Inem yang terbaring di tanah. “Tidak, tidak, Mbok... Mbok bangun!” Agni berteriak dengan keras tetapi mbok Inem hanya membuka matanya sedikit, lalu tersenyum.“Untung saja, mbok tidak terlambat.” Darah mengalir dari dada sebelah kiri, dan celah bibir mbok Inem. Akan tetapi, wanita paruh baya itu tetap tersenyum. “Maafin kelalaian mbok ya, Mbak...”Agni menggeleng, dia tidak ingin wanita yang selalu menemaninya di masa-masa tersulit, terus menyalahkan dirinya. “Mbok tidak salah. Ini murni kecelakaan.”Agni terus berbicara dengan mbok inem, sementara Samudera meminta beberapa orang untuk memanggil tim medis.Tadi, saat keluar dari area hotel, dia melihat ada sebuah klinik didekat sini. Karena kalau mereka memaksa untuk membawa mbok Inem ke kota. Samudera tak
Hari masih sangat pagi, namun suasana di kediaman Pramono sudah mulai ramai. Laras sibuk kesana kemari menyiapkan makanan bersama para maid. Raut kelelahan tergambar jelas di wajah nyonya muda Pramono itu.Entah pantas disebut nyonya muda atau tidak. Karena posisinya, tidak lebih tinggi dari asisten rumah tangga disini. Satu hal yang Laras syukuri sampai saat ini, meskipun mereka bersikap sinis padanya, tetapi keluarga Andi memperlakukan putrinya Laura dengan baik.Hal itu lebih dari cukup untuk Laras. Tidak masalah mereka menghina, atau memperlakukannya seperti bukan manusia, yang penting bagi Laras hanya kebahagiaan putrinya saja.Setelah sarapan pagi siap, satu persatu anggota keluarga Pramono, termasuk Friska, Rani dan Shaka, serta Kinan dan kedua orang tuanya mulai mengisi kursi kosong di meja makan. Laras dan Laura pun ikut mengambil tempat.“Sudah ada kabar dari Andi, Ras?” tanya Friska tiba-tiba.Laras menggeleng pelan. “B
“Selamat pagi....”Agni yang tengah menyiapkan sarapan pagi, dikejutkan dengan sepasang lengan kekar melingkar di pinggangnya.“Pagi, sayang,” jawab Agni dengan senyuman.“Mandi, kak. Abis itu bantu aku bangunin Aska,” ucap Agni lagi pada Suaminya yang tengah memberikan ciuman ciuman kecil pada lehernya.“Hmmm....” Samudera bergumam pelan. Setelah memberikan satu kecupan di bibir Agni, pria itu melepaskan rangkulannya dan kembali ke kamar....Bunyi denting sendok mengiring sarapan pagi mereka, beberapa kali obrolan obrolan kecil turut juga terselip dalam sarapan keluarga kecil itu.Dua bulan sudah terlewat, sejak peristiwa nahas yang merenggut nyawa mbok Inem. Setelah kejadian itu, Agni menjadi lebih protektif pada putranya. Agni bahkan samapi menyerahkan operasional Kafe pada seorang manager profesional, yang direkrut sendiri oleh Samudera. Hal itu ia lakukan agar bisa menemani Aska ke
“Kekasih masa kecil, sekaligus orang yang dijodohkan dengan Samudera....” Mawar memotong ucapan Mayang. Bella tersenyum mendengar ucapan Ibunya, lalu menatap Agni dengan sinis. Mayang terlihat serba salah. Dia sudah tahu seperti apa sifat Mawar. Arogan dan suka pamer, juga provokatif. Mayang hanya bisa meminta maaf pada Agni lewat tatapannya. Sementara Ratna, wanita senja itu menatap Mawar dengan geram. Namun, berbeda dengan Ibu mertua dan neneknya, Agni justru menatap mereka dengan tatapan mengejek. Agni mengangkat sebelah alisnya, sambil menyeringai. “Ekhm... Sepertinya saya belum memperkenalkan diri dengan benar,” ucap Agni sembari mengulurkan tangannya. “Perkenalkan, saya Agni. ISTRI SAHNYA SAMUDERA ADITAMA. Saya adalah, Nyonya Muda keluarga Aditama. Salam kenal!” Agni menekan setiap kata yang diucapkan. Sembari menatap mereka dengan tajam. Ratna menatap cucu menantunya dengan senyum. Rasa bangga tergambar jelas di wajahnya. ‘Ini baru cucu
Hari berlalu dengan cepat. Tak terasa lima tahun telah berlalu. Putri kecil yang dulu selalu di timang, kini beranjak menjadi gadis kecil yang cantik dan sangat ceria.Kepribadian kedua anak Samudera dan Agni sangat bertolak belakang. Jika Aska sang kakak bersikap dingin dan tidak banyak omong. Maka sang adik Lillian justru sebaliknya. Gadis kecil itu selalu ceria, bahkan mereka sampai menjulukinya little Sunshine.Karena dimana pun ia berada, Lillian selalu menjadi sumber keceriaan, kehangatan dan kebahagiaan.Oh, harus di garis bawahi. Lillian akan sehangat matahari kecil, bagi mereka yang bersikap baik pada keluarganya, tapi akan sebaliknya bagi mereka yang bersikap buruk apalagi yang sengaja ingin menghancurkan keluarganya.Seperti sekarang ini. Samudera yang sangat memanjakan putri kecilnya, sering membawa Lillian ke Kantor. Selain karena tidak bisa jauh dari si kecil, Samudera juga ingin memberikan waktu istirahat pada Agni. Mengingat keaktifan Lill
Samudera berlari di sepanjang koridor Rumah Sakit, dengan diikuti Jona, Rein serta Sherly. Mereka sedang rapat, saat Lautan meneleponnya mengabarkan keadaan Agni.Ternyata tanpa ia sadari, Agni sudah merasa sakit perut sejak subuh, tetapi ditahan sendiri olehnya karena tidak ingin merepotkan orang-orang. Samudera berlari sembari menyekah sudut matanya. Ia merasa menjadi suami paling bodoh yang tidak peka dengan keadaan istrinya.Saat sampai di depan ruang bersalin, Samudera langsung menghampiri Lautan. “Bagaimana keadaan Agni, Yah?”“Dia baik-baik saja, sebaiknya kamu masuk. Sejak tadi dokter terus mencarimu.”Tepat saat Lautan mengatakan hal itu, pintu ruang bersalin terbuka. “Pak Samudera?” Panggil suster.“Saya.”Suster itu tersenyum tipis. “Syukurlah Anda sudah datang. Mari ikut, Saya.”Samudera mengikuti langkah sang Suster.Sepeninggal Samudera, semua orang masih
Tempat pemakaman umum itu terlihat sepi. Ya, kalau ramai namanya pasar. Hehehe Agni dan Samudera saat ini tengah berada di makam kedua orang tua Agni serta ibunda Samudera. Diusia kandungannya yang memasuki 7 bulan, Agni memang berkeinginan untuk mengunjungi makam orang tersayang mereka. Selagi masih bisa ‘kan, karena ia yakin kedepannya pasti mereka akan lebih sibuk lagi mempersiapkan kelahiran. Apalagi nanti saat si kecil sudah lahir. Perhatian mereka pastilah untuk kedua anak mereka. Karena itulah, selagi masih ada waktu seperti sekarang. Lebih baik dimanfaatkan untuk see Hay dengan para orangtua. Agni meletakkan sebuket tulip orange di atas makam ibunya. Ia lalu bersimpuh di depan makam kedua orang tuanya, dan berdoa dengan khusyuk. Hal yang sama juga dilakukan oleh Samudera dan Aska. “Halo Ayah, Bunda, aku kembali. Terakhir kali aku datang, dengan perasaan yang hancur. Waktu itu aku bersimpuh dan menangis sendirian di sini.” Agni menarik
Setelah mengeluarkan isi perutnya, Agni terduduk lemas di sofa ruangan Samudera. Ia sedikit mengerutkan keningnya, saat tidak sengaja menduduki sesuatu. Dan saat melihat benda itu, Agni membelalakkan matanya.“Siapa yang baru datang kemari, Kak?”“Jona, Reinhart? Hanya mereka.”Agni menggeleng. “Perempuan.”“Flora?” Samudera mengangkat sebelah alisnya.“Ck, bukan Bella??” Tuding Agni sembari melipat tangannya di depan dada.“Ada apa?” tanya Sam tanpa daya.“Jawab, kak... Apa Bella berusan kesini?”Samudera memijat pelipisnya. “Ya. Dia baru saja kemari,” jawab Sam sembari menatap Istri cantiknya. “Perusahaan mereka ingin mengajukan kerjasama. Dan dia yang di tunjuk sebagai perwakilan,” jelas Samudera.“Hmm... Pantas saja.”“Ada apa?” Samudera menghampiri Agni, lalu membawanya dalam pel
Namun, suara dari luar berhasil menghentikan aksi gila Mario. Mereka berdua sama-sama terkejut dibuatnya.“Rio!?”Sherly mengembuskan napas lega, berpikir kalau Rio akan berhenti. Nyatanya tidak. Pria itu tetap melanjutkan aksinya.“Rio!?”Barulah saat panggilan kedua, pria itu mengehentikan tindakannya. Ia lalu mengumpat pelan. Kemudian keluar dari paviliun. “Urusan kita belum selesai,” ucapnya. Lalu benar-benar keluar.Setelah bayangan Rio menghilang, kaki Sherly langsung lemas seperti jelly, ia sampai terduduk di lantai.Dia Lalu mengusap pelan dada-nya, sembari bergumam. “Selamat, selamat. Hampir aja, bibir gue nggak perawan lagi.”Dari dalam paviliun, Sherly bisa mendengar percakapan mereka. Ternyata yang memanggil Rio adalah Reinhart. Pria itu mengatakan kalau Rio tengah di cari oleh Samudera. Rio terdengar menolak, tetapi Reinhart menegaskan kalau ini penting. Dan harus sekarang.
Mobil Samudera perlahan memasuki pekarangan rumah. Setelah tadi mereka singgah di pasar tradisional untuk membeli bahan-bahan Ketam Cili pesanan Agni.Kepulangan mereka di sambut oleh Lautan dan Mayang, si kembar serta Aska, yang tengah menunggu mereka di teras.Mayang yang melihat Samudera menuntun Agni, bergegas menjemput menantunya itu. “Kalian dari mana, Sayang?” Tanya Mayang.Namun, ia langsung mendapatkan jawabannya, saat melihat Reinhart membuka bagasi dan mengeluarkan belanjaan.“Kalian ingin masak?” Tanya Mayang lagi. Dan kali ini Agni mengangguk cepat.“Iya, Ma. Kita mau masak kepiting pedas,” ucap Agni, sembari menelan ludahnya. Baru menyebut namanya saja, sudah membuatnya lapar.Tingkah Agni berhasil membuat mereka semua tertawa. Terkecuali Rio, yang justru tengah menahan geram karena melihat Reinhart memegang pinggang Sherly. Padahal kenyataannya Sherly hampir jatuh, dan Reinhart sigap menahan
BRAKKK Bunyi bantingan pintu, membuat semua orang yang tengah berada di ruang rapat Aditama Corp itu, terlonjak kaget. Bahkan Samudera yang sejak tadi memejamkan matanya, sembari mendengar laporan bawahannya pun, ikut terkejut. Saat menoleh, terlihat Reinhart berdiri dengan nafas memburu. “Tuan!!” Samudera mengangkat sebelah alisnya. Dengan masih mengatur nafasnya, Reinhart menunjuk kearah meja. Bukan, lebih tepatnya pada benda di depan Samudera. “Handphone, Anda.” “Ada apa, Rein?” Tanya Jonatan penasaran. Pasalnya, tidak biasanya sahabat somplak nya itu, mengacau seperti ini. Apalagi di tengah rapat tahunan seperti sekarang. Reinhart tidak menjawab, dia terus menatap Samudera. Sementara Samudera yang ditatap seperti itu, semakin tidak mengerti. “Ada apa?” tanya Sam. “Handphone Anda mati?” Samudera mengambil telepon genggamnya. Dan ya, seperti kata Reinhart, handphonenya memang mati. Mungkin keha
Aska, Marni, Indira serta Stave dan istrinya, terkejut mendengar ucapan Samudera.“Ayo pulang.” Samudera menggendong Aska dengan sebelah tangan, sementara tangan yang lain, merangkul pinggang Agni, kemudian pergi.Indira mencoba mengejar, tapi ia di halangi oleh para bodyguard Samudera. Reinhart yang baru saja tiba, menatap Indira tajam. “Ekhm... Ibu Indira, benar?” Indira mengangguk.“Oh, bagus. Ada pesan dari Tuan Aditama....” Indira memiliki firasat buruk. Dan benar saja, ucapan Reinhart berikutnya berhasil membuatnya terpaku.“Karena sekolah ini sudah lalai menjaga tuan muda kami, mulai sekarang Aditama Corp akan menghentikan pendanaan untuk sekolah ini. Dan, saya di sini juga bermaksud untuk mengurus kepindahan tuan kecil. Sekian.” Reinhart menutup laporannya dengan wajah datar.Indira pucat pasih. Ingin protes, tapi tidak bisa. Karena kalau salah bertindak, bisa-bisa perusahaan ayahnya yang menj
“Ada apa ini?” Suara berat seorang pria, membuat Indira menghentikan ucapannya. Agni dan Indira sama-sama menoleh ke arah pintu. Di sana berdiri seorang pria bertubuh tambun, yang mengenakan jas biru Dongker. Wajah pria itu terlihat marah, nafasnya juga memburuh. Sepertinya pria itu baru saja berlari kemari. “Sayang....” Wanita bertubuh tambun yang sejak tadi berdiam diri, tiba-tiba berjalan cepat kearah pria di depan pintu. “Ayah....” Anak kecil berpipi chubby yang sejak tadi diam, langsung berbinar saat melihat orang di depan pintu. “Kenapa dengan wajah mu? Kenapa merah seperti ini?” pria itu mengusap wajah istrinya. Wanita bergaun merah tadi, langsung menunjuk Agni. “Karna dia! Dia yang membuat aku seperti ini... Padahal yang salah itu putranya dan aku hanya menegur, tetapi dia langsung marah dan menamparku.” “Benar Ayah! Semua ini perbuatan Tante itu.” Bocah chubby itu ikut memprovokasi. Indira yang melihat