49Hari berganti. Pagi itu, Lilakanti mengantarkan Azrina ke sekolahnya, sekaligus menemui kepala sekolah, untuk meminta izin tidak sekolah hingga akhir tahun ajaran nanti. Sesuai dengan hasil kesepakatan bersama Farisyasa, Azrina akan kembali bersekolah di tempat itu sepulangnya mereka dari Kanada. Sebab usianya yang baru 6 tahun bulan Agustus nanti, kemungkinan Azrina akan terlalu dini untuk masuk SD. Kendatipun sedikit berat, tetapi akhirnya kepala sekolah mengizinkan Azrina untuk cuti. Setelahnya, Lilakanti berpamitan untuk berangkat ke kantor. Sedangkan saat pulang nanti Azrina akan dijemput Damhuri. Sekian menit terlewati, Lilakanti telah berada di motornya yang dipacu dengan santai. Dia tidak mau mengebut agar bisa menikmati suasana jalanan, yang akan dikenangnya nanti. Setibanya di kantor, Lilakanti dipanggil resepsionis yang menjelaskan bila dirinya ditunggu di ruang rapat. Perempuan berbaju biru bergegas memasuki lift dan menekan angka 3. Lilakanti bertanya-tanya dalam
50 Hari-hari terakhir berada di Bandung, digunakan Farisyasa dan Lilakanti untuk lebih mendekatkan diri ke keluarga. Tidak hanya pada keluarga inti, tetapi mereka juga mendatangi para Paman dan Bibi untuk bersilaturahmi. Sekaligus berpamitan. Awal malam itu, mereka mendatangi rumah orang tua Harun yang tidak terlalu jauh dari kediaman Damhuri. Harun yang tengah dinas sebagai pengawas pasukan penjaga keamanan area Bandung, turut hadir bersama istrinya. Selain Farisyasa dan Lilakanti, Damhuri dan yang lainnya ikut hadir. Hingga suasana rumah itu terlihat ramai dan penuh gelak tawa. "Sayang, kita tugasnya nggak barengan, Kang," tutur Harun. "Kamu kapan berangkat ke Kanada?" tanya Farisyasa. "Tahun depan. Antara Agustus dan September. Nunggu bayi agak gedean dan bisa dibawa perjalanan jauh." "Berarti masih ada Arudra di sana." "Mas Arudra, tugas berapa tahun?" "Dua." "Alhamdulillah. Aku ada teman sesama orang Sunda." "Bilal juga ada, kan. Sama istrinya." "Oh, jadi Bilal yang b
51Semenjak sore hingga waktu magrib tiba, Farisyasa dan Lilakanti berkeliling ke rumah ketua RT dan tetangga terdekat. Mereka berpamitan sekaligus memohon maaf, bila ada perkataan ataupun perbuatan yang salah. Seusai salat Magrib, keluarga kecil itu hendak makan, ketika didatangi banyak orang. Farisyasa dan yang lainnya terkejut menyaksikan Damhuri serta Nazeem hadir dengan keluarga besar. Begitu pula dengan para sahabat terdekat. Dalam sekejap ruang tamu dan ruang tengah menjadi penuh orang. Divia dan para perempuan bekerjasama menyajikan aneka panganan di meja makan. Kemudian mereka bergabung dengan yang lainnya, duduk bersila di lantai untuk membaca doa bersama. Setelahnya, semua orang antre untuk mengambil ransum. Lilakanti menyiapkan makanan putrinya terlebih dahulu. Dia hendak menyuapi Azrina, tetapi dicegah Elmeira. "Biar aku yang ngurus Rina, Teh," tukas Elmeira sembari mengambil piring dari tangan Kakak iparnya. "Kamu makan dulu, Ra," balas Lilakanti. "Sote tadi aku su
52Ruang rapat di lantai tiga kantor PG, siang itu terlihat ramai orang. Hampir semua anggota PG, PC dan PCD datang. Demikian pula staf ketiga perkumpulan itu, dan para pengawal muda PBK. Tio yang berdiri di podium, menyampaikan pidato yang cukup panjang mengenai berbagai kemajuan bisnis semua anggota perkumpulan tersebut. Selanjutnya, Tio memanggil belasan orang, yang segera maju ke depan. Para lelaki bersetelan jas hitam itu berdiri dan berbaris dengan rapi. Tatapan mereka arahkan pada khalayak yang juga memandangi mereka dengan saksama. "Teman-teman kita ini, adalah kloter pertama yang akan berangkat ke Kanada. Mereka akan menjadi pegawai beberapa proyek yang akan dimulai pengerjaannya bulan depan. Setelah musim dingin berakhir," ujar Tio. "Ethan yang mengantarkan teman-teman PG dan PC, akan tinggal di sana sampai tiga bulan mendatang. Ethan punya tugas khusus, yakni menghubungkan rekan-rekan kita dengan rekanan bisnis asli Kanada. Sekaligus membantu mereka untuk mempelajari ba
53Sesuai janji, Baron tiba di hotel menjelang jam 9 pagi. Dia datang bersama Deandre, Erfinda dan Nohan, serta membawakan titipan buah tangan dari keluarganya di Bogor. Farisyasa menyambut semua tamunya dengan ramah. Dia menjamu mereka di restoran hotel, supaya lebih bebas berbincang. Kala Baron meminta waktu untuk bermain bersama Azrina, Lilakanti terpaksa mengiakan. Perempuan bermata besar terus mengamati mantan suaminya yang sedang menemani Azrina berenang bersama Erfinda. "Kamu temui Wirya di kantornya, Re. Tanya jelas-jelas tentang tawaran dari para komisaris CRYSTAL," tukas Farisyasa. "Aku, Kasyafani dan yang lainnya cuma nanam saham. Lainnya, HWZ-ZUB yang urus," lanjutnya. "HWZ-ZUB?" tanya Deandre. "Hendri, Wirya, Zein, Zulfi, Ubaid dan Bayu," terang Farisyasa yang menjadikan Deandre tersenyum. "Aku harus banyak menghafal singkatan nama para bos." "Yang penting-penting saja." Farisyasa terdiam sejenak, kemudian dia melanjutkan perkataan. "Aku nggak bisa pegang banyak pe
54Penerbangan lebih dari 20 jam telah tuntas. Kelompok pimpinan Ibrahim keluar dari pintu kedatangan bandara Vancouver. Mereka disambut sopir bus sewaan, dan seorang staf dari Janitra Grup. Farisyasa menggendong Azrina yang masih mengantuk, memasuki bus kecil dan menempati kursi terdekat dengan pintu. Lilakanti menduduki kursi di samping kiri Azrina, sedangkan Farisyasa berpindah ke kursi depan. Setelah memastikan semua penumpang masuk dan barang-barang terangkut, Ibrahim menaiki bus dan menempati kursi di sebelah kiri Farisyasa. Sopir melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang. Sang staf membagikan kotak kue, yang segera dinikmati para penumpang. "Mama, aku mau pegang salju," pinta Azrina sambil menunjuk ke luar kaca. "Nanti, nyampe di apartemen baru bisa pegang," jawab Lilakanti sembari merapikan rambut putrinya yang kusut. "Rambutnya dikepang aja, ya? Biar nggak berantakan," lanjutnya sambil memulai mengepang. "Mau minum susu." "Habis, Kak. Teh dulu, mau?" "Hu um." Azrina
55Detik terjalin menjadi menit. Putaran waktu merotasi hari hingga berganti ke minggu dan bulan. Musim dingin telah berakhir di Vancouver. Bunga-bunga bermekaran dengan indah untuk menyambut musim semi nan cerah. Lilakanti sudah memiliki teman-teman baru, yakni para penghuni apartemen tempatnya tinggal. Demikian pula dengan Azrina. Bahkan gadis kecil tersebut ikut bersekolah di kindegarten, yang letaknya tidak jauh dari bangunan apartemen. Selain berteman dengan penghuni, Lilakanti juga makin akrab dengan Thalita Pangestu, anak Tanvir Pangestu, sekaligus keponakan Linggha. Thalita dan Devi, sahabatnya, tengah menempuh pendidikan sarjana di tahun terakhir. Selain kuliah, keduanya juga menyambi kerja untuk mengelola kafe milik Falea, istri Benigno, yang dulu sempat menetap di Vancouver selama dua tahun.Lilakanti juga bekerja di kafe itu sebagai staf keuangan sekaligus kasir freelance. Waktu kerjanya dimulai dari jam 9 pagi hingga 3 sore.Lilakanti juga kian dekat dengan Rosemund al
56Jumat pagi, seunit mobil SUV biru tua melaju di jalan raya menuju bandara Vancouver. Langdon, supervisor proyek yang berada di kursi samping kiri sopir, menerangkan berbagai hal tentang Quebec pada penumpang lainnya. Quebec adalah provinsi di timur laut Kanada, yang merupakan provinsi terbesar dari 10 provinsi di negara itu. Sebagian besar penduduknya tinggal di bagian selatan provinsi tersebut.Sebagai salah satu provinsi pendiri Kanada dan satu-satunya provinsi dengan mayoritas penduduk berbahasa Prancis, pemerintah provinsi Quebec memiliki kendali yang signifikan atas urusan-urusannya.Langdon yang orang tuanya bermukim di pinggir Kota Quebec, begitu antusias menerangkan kota kelahirannya. Sesampainya di bandara, semua orang turun. Andi, Ibrahim dan Maher bergegas menurunkan semua koper dan tas travel dari bagasi, kemudian mereka ikut menyalami sang sopir yang akan kembali ke tempat proyek. Langdon dan Farisyasa jalan berdampingan sambil menyeret koper masing-masing. Lilakant
60Jalinan masa terus berjalan. Tibalah hari yang ditunggu-tunggu semua umat Islam di seluruh dunia. Farisyasa dan Lilakanti serta yang lainnya berangkat menuju gedung KBRI di pusat kota, dengan menggunakan tiga mobil SUV. Sesampainya di tempat tujuan, mereka turun dan bergabung dengan banyak orang, yang juga hendak menunaikan salat Ied. Azrina mengulaskan senyuman saat bertemu dengan beberapa bocah asal Indonesia, yang ikut bersama orang tua masing-masing. Puluhan menit terlewati, salat Iedul Fitri telah usai. Semua orang beranjak memasuki ruangan luas dan antre di beberapa meja prasmanan. Lilakanti mengambilkan makanan buat anaknya terlebih dahulu, kemudian dia mengambil opor, rendang dan sambal goreng kentang cukup banyak untuknya sendiri. Dia hanya menuangkan sedikit lontong ke piring. Kemudian Lilakanti meraih beberapa tusuk sate dan meletakkannya ke atas lontong. "Ma, yakin habis segitu banyak?" tanya Farisyasa, sesaat setelah Lilakanti menduduki kursi di sebelah kanannya.
59Hari berganti menjadi minggu. Farisyasa telah pulih dan beraktivitas seperti biasa. Namun, dia terpaksa tidak berpuasa, sampai kondisi perutnya benar-benar sembuh. Lilakanti tetap menjadi Ibu rumah tangga sepenuhnya. Dia tidak mau Azrina sendirian jika ditinggal bekerja. Gadis kecil tersebut juga masih cuti sekolah, supaya bisa menjalankan ibadah puasa dengan lancar. Pagi itu, Farisyasa baru selesai mandi ketika Lilakanti menerobos ke toilet. Pria bermata sipit, terkejut melihat istrinya yang tengah mengeluarkan isi perut ke kloset. Dengan sigap, Farisyasa memegangi Lilakanti dengan tangan kiri. Sementara tangan kanannya memyambar selang shower kecil dan menyirami kloset hingga bersih. Setelahnya, Farisyasa menuntun Lilakanti ke kamar. Dia membantu menyelimuti perempuan tersebut yang mengeluh kedinginan. Farisyasa meraba dahi Lilakanti dan kaget karena kening istrinya panas. Pria yang hanya mengenakan handuk, mengambil termoteter dari laci untuk mengukur suhu tubuh Lilakanti.
58Jalinan waktu terus berputar. Tibalah saat membahagiakan bagi seluruh umat Islam di dunia. Bulan Ramadhan menjadi waktu yang paling pas untuk memperbanyak ibadah. Sekaligus melatih kesabaran diri. Bagi Farisyasa dan yang lainnya, berpuasa di tempat di mana Islam adalah agama minoritas, menjadi satu tantangan tersendiri. Sebab mereka harus ekstra keras memperluas kesabaran, bila kebetulan menyaksikan orang-orang yang tengah makan ataupun minum di siang hari. Bila bagi orang dewasa, berpuasa di negeri orang sudah berat. Hal itu menjadi ujian paling sulit yang harus dijalani Azrina. Meskipun di sekolahnya, sang kepala sekolah sudah meminta murid-murid lain untuk tidak bersantap di depan Azrina, tetapi masih ada saja yang melakukannya tanpa sengaja. Seperti hari itu, Azrina menggigit bibir bawah saat menyaksikan seorang temannya tengah meminum susu cokelat. Gadis kecil bersweter biru benar-benar haus, hingga akhirnya Azrina menangis. Sang guru yang bernama Michelle, segera membujuk
57Hari kedua di Quebec, Langdon mengajak rekan-rekannya mengunjungi keluarganya. Perjalanan hampir 30 menit itu usai, saat mereka tiba di pekarangan luas depan rumah besar berarsitektur khas Eropa. Lilakanti terperangah. Dia bahkan memegangi dinding dan pintu model klasik yang sangat disukainya, sembari bergumam sendiri. Kala kedua orang tua Langdon keluar untuk menyalami para tamu, Lilakanti langsung menerangkan kekagumannya akan bangunan itu. Percakapan dilanjutkan di ruang tamu yang terkesan hangat. Sekali lagi Lilakanti terpesona, dan dia sibuk mengamati cerobong asap model lama dengan detail batu bata merah ekspos. "Pa, bisa, nggak? Rumah kita dibikin kayak gini?" tanya Lilakanti setelah kembali duduk di sebelah kiri suaminya. "Bandung sudah panas. Nggak perlu bakaran," jawab Farisyasa. "Iya, nggak usah yang itu. Tapi, dindingnya Mama mau kayak gini." Farisyasa mengangkat alisnya. "Kalau renovasi total, nggak jauh dari 1 miliar, Ma." "Enggak perlu semua. Kamar kita, ruang
56Jumat pagi, seunit mobil SUV biru tua melaju di jalan raya menuju bandara Vancouver. Langdon, supervisor proyek yang berada di kursi samping kiri sopir, menerangkan berbagai hal tentang Quebec pada penumpang lainnya. Quebec adalah provinsi di timur laut Kanada, yang merupakan provinsi terbesar dari 10 provinsi di negara itu. Sebagian besar penduduknya tinggal di bagian selatan provinsi tersebut.Sebagai salah satu provinsi pendiri Kanada dan satu-satunya provinsi dengan mayoritas penduduk berbahasa Prancis, pemerintah provinsi Quebec memiliki kendali yang signifikan atas urusan-urusannya.Langdon yang orang tuanya bermukim di pinggir Kota Quebec, begitu antusias menerangkan kota kelahirannya. Sesampainya di bandara, semua orang turun. Andi, Ibrahim dan Maher bergegas menurunkan semua koper dan tas travel dari bagasi, kemudian mereka ikut menyalami sang sopir yang akan kembali ke tempat proyek. Langdon dan Farisyasa jalan berdampingan sambil menyeret koper masing-masing. Lilakant
55Detik terjalin menjadi menit. Putaran waktu merotasi hari hingga berganti ke minggu dan bulan. Musim dingin telah berakhir di Vancouver. Bunga-bunga bermekaran dengan indah untuk menyambut musim semi nan cerah. Lilakanti sudah memiliki teman-teman baru, yakni para penghuni apartemen tempatnya tinggal. Demikian pula dengan Azrina. Bahkan gadis kecil tersebut ikut bersekolah di kindegarten, yang letaknya tidak jauh dari bangunan apartemen. Selain berteman dengan penghuni, Lilakanti juga makin akrab dengan Thalita Pangestu, anak Tanvir Pangestu, sekaligus keponakan Linggha. Thalita dan Devi, sahabatnya, tengah menempuh pendidikan sarjana di tahun terakhir. Selain kuliah, keduanya juga menyambi kerja untuk mengelola kafe milik Falea, istri Benigno, yang dulu sempat menetap di Vancouver selama dua tahun.Lilakanti juga bekerja di kafe itu sebagai staf keuangan sekaligus kasir freelance. Waktu kerjanya dimulai dari jam 9 pagi hingga 3 sore.Lilakanti juga kian dekat dengan Rosemund al
54Penerbangan lebih dari 20 jam telah tuntas. Kelompok pimpinan Ibrahim keluar dari pintu kedatangan bandara Vancouver. Mereka disambut sopir bus sewaan, dan seorang staf dari Janitra Grup. Farisyasa menggendong Azrina yang masih mengantuk, memasuki bus kecil dan menempati kursi terdekat dengan pintu. Lilakanti menduduki kursi di samping kiri Azrina, sedangkan Farisyasa berpindah ke kursi depan. Setelah memastikan semua penumpang masuk dan barang-barang terangkut, Ibrahim menaiki bus dan menempati kursi di sebelah kiri Farisyasa. Sopir melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang. Sang staf membagikan kotak kue, yang segera dinikmati para penumpang. "Mama, aku mau pegang salju," pinta Azrina sambil menunjuk ke luar kaca. "Nanti, nyampe di apartemen baru bisa pegang," jawab Lilakanti sembari merapikan rambut putrinya yang kusut. "Rambutnya dikepang aja, ya? Biar nggak berantakan," lanjutnya sambil memulai mengepang. "Mau minum susu." "Habis, Kak. Teh dulu, mau?" "Hu um." Azrina
53Sesuai janji, Baron tiba di hotel menjelang jam 9 pagi. Dia datang bersama Deandre, Erfinda dan Nohan, serta membawakan titipan buah tangan dari keluarganya di Bogor. Farisyasa menyambut semua tamunya dengan ramah. Dia menjamu mereka di restoran hotel, supaya lebih bebas berbincang. Kala Baron meminta waktu untuk bermain bersama Azrina, Lilakanti terpaksa mengiakan. Perempuan bermata besar terus mengamati mantan suaminya yang sedang menemani Azrina berenang bersama Erfinda. "Kamu temui Wirya di kantornya, Re. Tanya jelas-jelas tentang tawaran dari para komisaris CRYSTAL," tukas Farisyasa. "Aku, Kasyafani dan yang lainnya cuma nanam saham. Lainnya, HWZ-ZUB yang urus," lanjutnya. "HWZ-ZUB?" tanya Deandre. "Hendri, Wirya, Zein, Zulfi, Ubaid dan Bayu," terang Farisyasa yang menjadikan Deandre tersenyum. "Aku harus banyak menghafal singkatan nama para bos." "Yang penting-penting saja." Farisyasa terdiam sejenak, kemudian dia melanjutkan perkataan. "Aku nggak bisa pegang banyak pe
52Ruang rapat di lantai tiga kantor PG, siang itu terlihat ramai orang. Hampir semua anggota PG, PC dan PCD datang. Demikian pula staf ketiga perkumpulan itu, dan para pengawal muda PBK. Tio yang berdiri di podium, menyampaikan pidato yang cukup panjang mengenai berbagai kemajuan bisnis semua anggota perkumpulan tersebut. Selanjutnya, Tio memanggil belasan orang, yang segera maju ke depan. Para lelaki bersetelan jas hitam itu berdiri dan berbaris dengan rapi. Tatapan mereka arahkan pada khalayak yang juga memandangi mereka dengan saksama. "Teman-teman kita ini, adalah kloter pertama yang akan berangkat ke Kanada. Mereka akan menjadi pegawai beberapa proyek yang akan dimulai pengerjaannya bulan depan. Setelah musim dingin berakhir," ujar Tio. "Ethan yang mengantarkan teman-teman PG dan PC, akan tinggal di sana sampai tiga bulan mendatang. Ethan punya tugas khusus, yakni menghubungkan rekan-rekan kita dengan rekanan bisnis asli Kanada. Sekaligus membantu mereka untuk mempelajari ba