Tania bergerak pelan. Kelopak matanya pun terbuka pelan-pelan. Kejadian tadi pagi melintas lagi di depan matanya. Membuat anak itu takut dan mengalami trauma.Tania kembali menangis sesenggukan sambil menggumamkan nama ibunya."Mommy ... Papi jahat, Mommy di mana ...""Tania ..."Suara seseorang yang memanggil namanya membuat Tania menolehkan kepala. Ia mendapati Nora berjalan mendekat ke arahnya."Tania kenapa menangis, Sayang?" Nora duduk di pinggir sofa di dekat Tania."Papi jahat, Tante," jawab Tania sesenggukan."Papi jahat gimana, Nak?" tanya Nora sambil mengamati wajah Tania lebih dekat."Papi ..."Suara deheman Jeff yang muncul tiba-tiba menghentikan Tania.Jeff ikut menghampiri Tania yang membuat anak itu langsung memeluk dan menyembunyikan mukanya di dada Nora.Tindakan Tania membuat Nora memandang ke arah Jeff penuh tanda tanya.Jeff mengangkat bahu pura-pura tidak tahu."Tata tadi mimpi apa, Sayang? Pasti mimpi buruk lagi. Makanya Papi bilang sebelum tidur baca doa dulu. K
Sudah sejak tadi Audry mondar-mandir sendiri di apartemen Dypta. Hingga sesiang ini belum ada kabar dari lelaki yang dicintainya itu. Seharusnya Dypta sudah kembali karena sudah lewat satu jam dari jam pulang sekolah Tania.Audry kemudian memutuskan untuk menelepon ke sekolah Tania. Ia ingin minta izin pada gurunya agar bisa bicara dengan Tania."Duh, ngapain sih aku nelfon ke sana. Ini kan sudah jam pulang sekolah. Tania pasti sudah dijemput." Audry baru menyadari hal itu bersamaan dengan suara seseorang yang terdengar di seberang sana. "Halo, selamat siang," sapa suara lembut itu."Siang, Miss Oliv. Ini Audry, orang tua Tania. Saya ingin bertanya apa Tania sudah dijemput atau masih di sana?""Lho, Tania hari ini kan tidak masuk, Bu." Miss Oliv tampak kaget mendengar pertanyaan Audry."Tidak masuk kenapa, Miss?" tanya Audry heran. Pikiran cemas mulai mengejar tanpa bisa dicegah.Miss Oliv terdiam. Tidak memahami situasi ini."Maaf, sebelumnya saya lupa bilang. Saya sedang di luar ko
Semua terjadi begitu cepat. Nora terkapar di tempat tidur dengan kondisi yang sangat mengejutkan. Dia mencoba bunuh diri dengan cara memotong urat nadinya. Semua syok mengetahuinya. Yang mereka tahu Nora adalah pribadi yang ceria dan enerjik. Lantas apa masalahnya Nora ingin menghadap pencipta secepat itu?Tak lama berselang polisi pun datang mengamankan. Mereka memasang police line di sepanjang rumah Jeff. Mereka juga mengamankan satu-satunya barang bukti yang ditemukan di sana. Yaitu sebuah pisau silet yang tajam.Rumah mewah itu diperiksa. Termasuk para penghuninya diwawancara satu demi satu. Audry sangat syok juga merasa ketakutan dan tertekan. Cara mereka memeriksanya begitu mengintimidasi Audry.“Ibu sedang berada di mana saat kejadian?”“Saya sedang tidur di kamar, Pak,” jawab Audry deg-degan. Bukan apa-apa. Ini adalah pertama kali dalam hidupnya menjalani pemeriksaan formal untuk kasus kriminal yang mengerikan.“Apa Ibu mendengar sesuatu di saat atau sebelum kejadian? Misaln
Audry terkulai lemas. Tubuhnya lunglai seketika mendengar kabar yang disampaikan oleh Inggrid padanya.Bagaimana mungkin itu terjadi? Kenapa statusnya bisa langsung naik dari saksi jadi tersangka?"Yang, siapa yang barusan nelfon?" Suara Dypta membangunkan Audry dari ketermanguan."Inggrid," jawab Audry lirih dengan wajah pucat pasi."Dia bilang apa, Yang?" tanya Dypta lagi."Inggrid minta aku untuk pulang sekarang. Katanya statusku naik jadi tersangka."Tentu Dypta terkejut mendengarnya. Tahu mengenai kasus itu saja sudah membuatnya kaget bukan kepalang, apalagi ketika Audry ditetapkan sebagai pelakunya."Gimana bisa kamu jadi tersangka?""Katanya mereka ngeliat aku di CCTV masuk ke kamar Nora," jawab Audry menyampaikan sesuai dengan yang dikatakan Inggrid padanya tadi."Memangnya kamu masuk ke kamar itu, Yang? Apa yang kamu lakukan di sana?" tanya Dypta menyelidik sambil memerhatikan setiap inci wajah perempuan yang dicintainya."Aku nggak melakukan apa-apa, Dyp. Aku nggak masuk ke
Audry dan Dypta tidak langsung turun. Mereka masih berada di dalam taksi dengan tangan saling menggenggam, menguatkan satu sama lain.“Dyp …,” gumam Audry dengan ketukan jantung yang semakin menghentak. Meski sudah mencoba menguatkan nyali, namun Audry tidak akan mengingkari jika ketakutannya lebih mendominasi.“Nggak usah takut, Yang, ada aku. Apa pun yang terjadi setelah ini nggak akan berpengaruh apa-apa pada hubungan kita. Walaupun dunia meninggalkanmu aku akan tetap mencintaimu,” ucap Dypta lembut dengan mata teduhnya.Audry menatap Dypta dengan perasaan terharu, matanya hampir saja berkabut.Keduanya kemudian turun dari taksi setelah menguatkan diri. Dypta berjalan sambil merangkul Audry. Langkah mereka diiringi puluhan pasang mata. Audry memberi senyum pada mereka semua seakan tidak terjadi apa-apa karena memang ia tidak melakukan apa pun. Audry tidak bersalah. Ia yakin sepenuhnya malam itu tidur di kamar dengan Tania sampai pagi.Jeff menyongsong ketika melihat Audry datang de
Laki-laki itu memandang Audry. Netranya menyorot begitu lekat, seakan ingin mengukur kedalaman mata perempuan itu.“Pak, hanya Bapak yang bisa membantu saya. Bapak adalah harapan terakhir saya.” Audry memohon sekali lagi dengan mata berkaca-kaca.Namun rupanya air mata Audry tidak menggoyahkan hati laki-laki itu. Dia sama sekali tidak merasa tergugah.“Sebelumnya tolong maafkan saya, Bu Audry, saya memang pengacara, namun saya juga harus memegang teguh kode etik profesi saya. Saya tidak mungkin membela orang yang jelas-jelas bersalah.”Apa yang baru saja didengarnya membuat kekecewaan Audry menjadi berlipat-lipat. Harapannya kandas detik itu juga.“Saya setuju dengan pendapat Bapak, tapi Bapak belum mencoba untuk membela saya, Bapak belum melakukan apa-apa, jadi bagaimana mungkin Bapak langsung memvonis saya dengan mutlak?””Saya mengerti perasaan Ibu, saya ikut prihatin. Tapi, Bu, tanpa bermaksud menyinggung saya ingin mengatakan, saya adalah praktisi hukum sementara Ibu adalah orang
Jeff menoleh ke sumber suara dan melempar senyum pada Dypta yang berdiri beberapa meter di belakangnya. Ia menunggu hingga Dypta berjalan mendekat."Om, aku mau bicara sebentar sama Om.""Mau bicara apa? Waktuku tidak banyak," jawab Jeff dingin."Kenapa Om tega memfitnah istri Om sendiri? Aku dan Audry memang bersalah tapi aku sama sekali nggak menyangka kalau ternyata Om akan sekejam itu. Audry lagi hamil, Om, dan sekarang dia dipenjara.""Wajar saja dia ditahan karena dia memang bersalah. Siapa pun yang terbukti bersalah tidak akan bisa lolos dari jerat hukum.""Tapi Audry tidak bersalah. Ini semua pasti permainan busuk Om. Apa tidak ada sedikit saja rasa kasihan di hati Om? Apa Om tidak punya hati nurani?"Jeff tersenyum asimetris kemudian memasukkan kedua tangannya ke saku celana. "Sebaiknya tanyakan itu pada dirimu sendiri. Apa kamu tidak punya hati nurani sehingga dengan tega meniduri istriku, hmm?""Masalah itu sudah lama kita bahas, Om. Semuanya sudah berlalu. Yang aku bicarak
Manajer resto tentu saja terkejut mendengar jawaban Dypta. Tadinya ia pikir Dypta akan menolak. Pria itu kemudian memperbaiki letak kacamatanya yang melorot ke hidung sambil menatap Dypta dengan lebih lekat. Ia heran kenapa Dypta bersedia menerima tawarannya.“Kenapa kamu mau? Kamu tidak merasa gengsi?”“Tidak, Pak.” Dypta menjawab tanpa ragu. “Saya butuh uang, sebentar lagi istri saya akan melahirkan,” sambungnya berbohong.“Baik. Kalau begitu kamu bisa langsung kerja sekarang.”“Sekarang, Pak?””Kamu keberatan?”“Sama sekali tidak, Pak,” jawab Dypta sekali lagi. Ia hanya terkejut karena ternyata semua sekilat itu.Manajer resto kemudian memanggil salah seorang staf dapur dan mengenalkan Dypta padanya. Dypta diberi pakaian ganti dan sebuah apron yang harus dipakai. Pria itu juga mengenalkan area dapur dan menguraikan secara singkat tugas dan tanggung jawab Dypta apa saja. Lalu lelaki itu pergi meninggalkan Dypta sendiri.Dypta memandang nanar pada tumpukan peralatan makan yng menggun