Belum resmi menikah, sudah seperti ini sifatnya Gio kepada Dara. Dia tidak mendapatkan respons baik dari pria yang dia pertahankan selama ini. Gio memang pria yang sangat dia sayangi lebih dari apa pun. Meski banyak yang berusaha untuk mendekati dia di perusahaan Arga. Tapi perasaan Dara hanya tertuju pada Gio semata.
Robi beberapa kali mengatakan juga bahwa seharusnya Dara mencari pria lain saja dibandingkan dengan Gio yang seperti anak kecil. Memutuskan hubungan sepihak, kadang membuat Dara menangis seperti orang bodoh.
Ah, itu memang tidak seharusnya dilakukan oleh seorang pria yang akan menjadi calon pemimpin rumah tangga. Tapi bagi Robi, sifat kekanakan Gio memang tidak akan pernah bisa bersikap dewasa sebentar saja pada Dara.
Buktinya sekarang, buru-buru dia mengantarkan sepupunya ini.
Tapi begitu Dara memberitahu bahwa Gio telah membatalkan janji temu mereka. Rasanya itu sakit sekali.
“Kapan putus sama, Gio?”
Dara menoleh menghapus pesan yang baru saja dikirimkan oleh Gio rasanya tidak penting sekali dia telah bersiap-siap tapi pria itu selalu saja begini. Bersabar harus berapa kali lagi kalau terus saja seperti ini. Setiap orang juga memiliki batas kesabaran yang harus dia pikirkan juga, kan?
Tak ingin memperpanjang masalah. “Ayo kita pergi ngopi. Aku juga butuh donat, Rob.”
Pria itu mengangguk. Karena dia akan jadi pelariannya Dara setiap kali dia sakit hati. Ya, namanya juga Dara. Ke mana dia akan pergi selain pada Robi atau ayahnya Robi. Kalau mengandalkan Leta, mereka tidak akur sama sekali. Bahkan dengan orangtuanya pun Dara tidak akur sama sekali karena akan selalu ada di pihaknya Leta.
Mereka berada di dalam mobil, Dara seperti orang gila juga kelihatannya. Kalau sudah bersama dengan Robi, mungkin sifat polos yang diperlihatkan oleh Dara ini akan berbeda sekali jika sudah dengannya.
Pria ini mampu menghibur sepupunya kala dia sedang dalam keadaan kalut.
“Kita ke kafe mana?”
“Terserah kakak saja, aku kan ikut kakak. Aku pengin mabuk rasanya.”
Robi menoyor kepala gadis ini dengan tangan kirinya sampai Dara mengaduh kesakitan dengan cukup keras dia menoyornya. “Apaan sih. Aku kan cuman bilang pengen mabuk aja rasanya.”
“Emangnya kalau kamu mabuk semua masalah akan selesai? Yang ada kamu akan dapat masalah baru lagi. Aku juga bakalan bilang ke Papa aku kalau kamu mabuk.”
“Sekali doang, Kak. Pengin. Capek tahu nggak jalani hubungan sama dia.”
Dia menarik napas dalam dengan pemikiran yang cukup singkat dengan memikirkan kalau mabuk adalah jalan terbaik dari semua masalah yang telah dia hadapi ini. Memang benar kalau pikirannya Dara itu sudah lelah sekali dengan tingkahnya Gio. Selama ini pria itu memang sudah sangat menyebalkan.
“Kamu putusin kek. Jangan dilanjutin, dari pacaran aja sudah lihat kan kelakuan dia. Masa kamu mau lanjutin?”
Maka dari itu sekarang dia harus berpikir lagi bagaimana dia harus bisa mengubah pikirannya Gio agar jadi pria yang jatuh cinta padanya. Mengejar Dara dan tidak mau kehilangan Dara. Mereka akan menikah sebentar lagi. Tidak akan lucu rasanya pacaran bertahun-tahun tapi sikap Gio yang membuat semuanya hancur.
Namun, untuk sekarang ini yang Dara rasakan. Adalah dia harus bertahan dulu dengan Gio sampai pria itu yang memutuskan hubungan. “Yakin kamu mau bertahan sama dia? Sudah kelihatan boroknya gitu.”
Dara mengangguk, menaikkan kakinya di dashboard. “Bangke, kaki diturutin kek.”
Pasalnya wanita itu menaikkan kakinya di dasboard sampai Robi menarik kakinya sampai jatuh. Memang siapa lagi yang punya kelakuan aneh selain Dara. Akan tetapi hanya pada Robi—hanya pada pria itu dia bisa perlihatkan dirinya yang minus dalam kelakuan itu. Sementara pada orang lain, ia memiliki nilai plus. Bahkan pada pria lain pun akan meliriknya sebagai wanita sempurna tanpa ada kekurangan apa pun.
Dara memang pandai sekali memperlihatkan sisi baiknya pada siapa pun itu. Tapi, memang benar juga kalau dia adalah wanita baik-baik.
Mereka berdua telah tiba di salah satu tempat tongkrongan. “Kak, ini kan tempat santai biasa?”
“Nggak ada tempat mabuk segala, Dara. Kamu jangan aneh-aneh. Kamu tahu dampak dari mabuk itu adalah rusak. Selain otak rusak, kamu juga bakalan rusak. Gimana pas kamu mabuk sama pria lain misal, kamu disentuh mereka. Kamu hamil, punya anak tanpa nikah. Lalu anak kamu tanya Maaa, Papa aku mana? Bisa nggak jawabnya? Sementara Mamanya dulu adalah wanita yang liar.”
Dara menjitak kepalanya sendiri. “Nggak usah bodoh, Dara. Kamu bukan wanita murahan. Kamu wanita baik-baik.”
“Baik-baik maka jodohnya juga harus baik-baik. Bukan belangsak kayak si Gio.”
“Aku ke apartemen kamu nanti, tunggu saja.”
Dara membaca pesan dari Gio kalau pria itu akan datang ke tempatnya. “Siapa?” tanya Robi curiga kalau sepupunya akan bertemu lagi dengan manusia jahanam seperti Gio. Sebenarnya sudah lama sekali dia berharap kalau sepupunya putus dengan pria itu. “Jangan bilang itu si bajingan?”
Dara meletakkan ponselnya. “Mau makan aja. Bodo amat sama dia.”
Robi mengangkat jempolnya. “Ini baru si sialan, nggak usah direspons dong. Kamu gimana sih, banyak kok yang mau sama kamu. Teman-teman aku juga banyak yang mau.”
“Kakak kan teman-temannya sultan semua. Mana mungkin manusia burik begini dapat cowok ganteng, kaya tujuh turunan.”
Saat sedang ada di kafe yang dituju oleh Robi tadi. Sebenarnya dia ingin ajak Dara ke tempat lain. Tapi karena gadis ini sedang patah hati, tidak baik kalau diajak ke tempat yang mengerikan. Alias dunia malam yang kadang Robi datangi dengan teman-temannya.
Dia memang tidak peduli soal pergaulan, asal bisa jaga diri. Tapi kalau dengan Dara, dia tidak mungkin menjerumuskan sepupu tersayangnya ini. “Dara, kamu sehat mental, kan?”
Dara makan seperti orang sedang kerasukan. Benar-benar seperti orang yang tidak peduli lagi dengan bentuk tubuhnya. Yang penting dia makan, yang penting dia harus bisa untuk kenyang malam ini karena sudah siap-siap tadi. Tapi rencananya dibatalkan begitu saja oleh Gio.
Menyebalkan adalah ketika sudah berjanji, tapi malah dibatalkan lagi oleh orang yang sudah membuat janji.
Malamnya berakhir dengan Robi, kesalnya masih belum terobati. Tapi Gio mengatakan akan mampir ke tempatnya. Itu menjadi nilai baik baginya harus bermanja dengan calon suaminya yang saat ini sedang berjuang untuknya.
Dara sudah selesai mandi malam itu dan sudah memakai setelan tidurnya. Suara pintu apartemennya diketuk usai dia sedang menggunakan skincare malam.
Segera dia keluar untuk menemui pria itu.
Membuka pintu, Gio membawa sebuah paper bag untuknya. “Ini apa?”
“Apalagi? Itu skincare kamu.”
Ah sialnya marahnya Dara hilang seketika waktu calon suaminya mengerti dengan kebutuhannya. “Pasti tinggal sedikit, kan?”
Dara mengangguk lalu memeluk Gio. Pelukannya dibalas oleh pria itu.
“Mau minum apa?”
Pelukan itu dilepaskan. Lalu Gio menatap matanya. “Hmm, jus jeruk barangkali.”
“Sudah malam.”
“Oke, kalau gitu aku butuh susu hangat.”
“Tunggu, ya.”
Dara pergi ke dapur meninggalkan Gio sendirian. Di dapur ketika dia sedang sibuk mengaduk susu yang baru saja dia tuangkan air panas. Tiba-tiba dirinya dipeluk dari belakang.
Aroma tengkuknya Dara menguar sekali, Gio menginginkan lebih. Mereka telah pacaran cukup lama sekali tapi tidak mendapatkan apa pun dari Dara. Sementara dia juga pria normal dan ingin melakukan itu pada hubungannya. Lagi pula dia akan menikah dengan Dara.
Diciumnya tengkuk itu, lalu pelukannya ke perut Dara. Deru napasnya memburu seolah dia ingin melakukan itu malam ini. “Sayang, ayo ke kamar.”
Dara tidak menolak ketika dirinya berbalik, malah Gio menggendongnya ke sana. Tubuhnya diletakkan di atas tempat tidur. Ia ditindih oleh Gio dan terjadi ciuman yang lembut sehingga ia memejamkan mata. Sialnya meskipun tidak disentuh pada area tertentu, akan tetapi Dara merasakan kalau di daerah kewanitaannya cukup terasa rangsangan itu.
Waktu Gio membuka kancing baju tidurnya, dia menahan tangan pria itu. “Belum waktunya.”
“Nggak akan hamil, Dara.”
“Sekalipun, aku nggak mau menodai hubungan dengan nafsu semata. Kita sama-sama dewasa. Aku tahu soal itu. Tapi untuk seks di luar nikah. Aku adalah wanita yang akan menolak itu.”
“Aku tahu kamu perawan, aku bakalan belajar nggak hamili kamu.”
“Gio, please. Kamu pernah bilang kalau hubungan kita ini sehat, kan?”
Pria itu bangun dari atas tubuhnya Dara dan mengangguk. “Baiklah, terserah kamu. Aku pulang dulu.”
Dara benar-benar dibuat meradang oleh pria ini. Hanya menginginkan seks. Beberapa kali dia harus menahan diri ketika mereka melakukan pemanasan. Dara juga akui kalau dirinya menginginkan itu. Tapi masih tidak berani melakukannya karena dia akan rugi sekali jika disentuh di luar pernikahan.
Robi pernah mengatakan juga kepadanya bahwa seks di luar nikah akan berdampak buruk pada hubungan. Kemungkinan besarnya akan ditinggalkan ketika sudah tidak puas lagi. Maka itu yang tidak diinginkan oleh Dara dan masih menjadi perawan sampai saat ini meski hubungannya dengan Gio sudah cukup lama.
Andai saja mereka telah menikah, sudah bisa dipastikan kalau Dara akan bertelanjang bulat di depan suaminya untuk memancing hubungan itu. Dia tidak akan malu lagi. Tapi saat ini dia dan Gio masih dalam rencana pernikahan yang tidak seharusnya mereka lakukan hubungan badan yang bisa membuat Dara depresi kalau dirinya ditinggalkan.
Kencan?Oh sialnya Dara yang sudah beberapa kali diberikan harapan palsu oleh Gio baru kali ini bisa berkencan dengan kekasihnya. Setelah kejadian beberapa waktu lalu saat Gio meminta izin untuk menyentuhnya. Mereka tidak lagi berkomunikasi. Dara yang enggan untuk mengalah pada kekasihnya. Lagi pula hubungan seperti itu hanya akan membuat hari sakit sekali. Jadi dia tidak bisa menolak ajakan pria ini kalau memang akan pergi nanti.Dara baru saja siap-siap dan Gio langsung memasukkan ponselnya. Dengan tatapan curiganya Dara kepada kekasih yang telah dia pacari beberapa tahun terakhir. Menampakkan kecurigaan yang tidak ingin diketahui oleh Dara.Ada apa?Permainan apa yang sedang dilakukan oleh Gio.Apa sekarang pria itu sedang bermain api dengannya?“Atasanku yang menghubungi.”Pria itu langsung berkata demikian tanpa ditanyakan oleh Dara. Menghilangkan kecurigaan yang terjadi antara dirinya dan Dara. Sebenarnya yang menghubunginya adalah Leta. Mereka memang sering berkomunikasi.Peras
Dara sudah cukup lelah sekali bekerja hari ini. Robi yang mengantarkan dia untuk pulang ke apartemen istirahat dan tidak diperbolehkan ke mana pun usai dia pergi ke Bandung dengan sepupunya.Jadi pulang dari sana pria itu meminta dia untuk fokus istirahat saja dibandingkan harus mengurus kehidupan asmaranya. Gio juga menghubungi sedari mereka ada di Bandung, pria itu agak posesif dengan Robi. Padahal tidak ada hubungan apa pun yang harus dicemburui. Juga karena Gio memang tipikal yang ingin memiliki dengan sangat.Tapi Dara tidak suka dengan pria semacam itu yang bisa membuat mentalnya tidak baik-baik saja.Sudah sekian lama dia menjalin hubungan tapi jika ada alasan di mana Dara dengan Robi, pasti mereka berdua bertengkar.Jadi, ini yang akan jadi suaminya?Sungguh Dara juga sering sekali tertekan dengan pria semacam ini. Tapi dia mencintai Gio, kapan pun dia butuh, pria itu akan cepat datang kalau Dara butuh. Itu adalah kelebihannya Gio akan selalu ada setiap kali Dara membutuhkan s
“Cieee yang dilamar.”Robi menghampiri Dara yang saat itu sedang bertamu ke rumahnya. Gadis itu memegangi cincin yang diberikan oleh Gio kepadanya. Ekspresi Robi juga tidak bisa berbohong setelah lihat sepupunya akan menikah sebentar lagi. Mereka memang sudah lama sekali pacaran, sudah waktunya untuk mengikat hubungan itu bukan?Robi hanya bisa mendukung apa pun yang jadi keputusannya Dara setelah memilih Gio yang akan jadi suaminya. Hingga dia tidak bisa menolak lagi kalau yang akan jadi suaminya Dara ternyata pria yang sangat menyebalkan selama ini yang sudah berusaha membuat Dara mati rasa dengan pria lain.Banyak pria tampan dan kaya yang menginginkan Dara, tapi entah kenapa Gio yang selalu berhasil meluluhkan hatinya Dara apa pun yang terjadi. Hanya bisa mendukung tanpa mau menghakimi Gio itu seperti apa.Tatapan Dara tidak bisa dibohongi lagi, kalau dia sangat bahagia pulang dari kantor, dijemput oleh Gio untuk makan malam bersama. Lalu pulang ke rumah Robi dengan cincin berteng
Dara melotot sempurna mendengar kalau kakaknya menikah dengan Gio—kekasihnya Dara sendiri yang sudah dipacarinya lima tahun ini. Rasanya, dia mati kutu ketika pulang dari apartemennya. Dara tinggal di apartemen karena lebih dekat ke kampus dan juga ke kantor. Tapi begitu dia pulang, justru kabar buruk yang menyambutnya. Lalu apa yang bisa dia maklumi, ketika pulang dengan perasaan hancur saat melihat kakaknya dengan perut besar tanpa pemberitahuan apa pun untuk Dara mengenai kakaknya yang telah menikah dengan Gio.Hatinya juga hancur saat dia dan Gio yang selama ini baik-baik saja menyembunyikan bara api yang langsung menyentuh hatinya hingga melepuh. Gio duduk di dekat Leta—kakak perempuan satu-satunya yang Dara punya. Tapi tidak harus mengambil Gio yang sangat Dara cintai. Mereka telah menghabiskan waktu yang cukup lama juga untuk menjalin hubungan.Matanya panas, lidahnya kelu tidak bisa bertanya banyak hal. Orangtuanya hanya terdiam juga begitu Dara pulang. Dara yang selama ini be
Satu Minggu sudah Dara tidak masuk kerja lantaran sakit hati dengan ulah dari kakak juga kekasihnya. Yang Arga sayangkan adalah perilaku orangtuanya Dara yang tidak membela anak kedua mereka sama sekali. Dara dan Leta itu adalah darah daging mereka berdua. Ingat pertama kali Dara mengadu padanya saat itu, ketika Dara mengatakan kalau dia tidak akan kuliah lagi. Melanjutkan pendidikan itu penting. Tapi orangtuanya Dara tidak pernah setuju soal itu. Sampai Arga yang memberikan pekerjaan untuk keponakannya sambil kuliah.Tapi lihatlah sekarang ini keponakannya telah hancur oleh pengkhianatan satu keluarga ditambah lagi satu orang dari luar keluarga—yaitu Gio yang dari awal tidak pernah disetujui oleh Arga.Sewaktu dia hendak berangkat bekerja, dia mengambil tasnya di atas meja. “Ma, nanti kalau sudah selesai beres-beres meja makan. Mama ke kamar, ya! Ajak Dara ngobrol. Ngurung diri terus.”Istrinya juga sayang sekali pada Dara karena mereka tidak punya anak perempuan di keluarga ini. Han
Sialannya ketika Dara merasa asyik bernyanyi di sana ternyata Robi benar-benar membawa temannya ke tempat karaoke ini, kalau orang lain dia tidak akan keberatan. Tapi yang di sini malah Arvin—orang yang bekerjasama dengan Arga.Kalau dia bertingkah di sini sudah pasti akan membuat dirinya malu. Saat dia sedang berusaha untuk bernyanyi karena beberapa hari ini lagu Gayle yang berjudul abcdfu yang sudah sesuai dengan suasana hatinya, tidak akan pernah peduli lagi dengan kehidupan Gio juga kakaknya yang sialan itu sudah mengkhianatinya.Jujur saja kalau dia memang sakit hati dengan dua orang itu—ralat ada empat orang yang sudah mengkhianatinya. Tapi perilakunya Gio yang dia benci ketika sudah menikah namun masih menemui Dara waktu itu ke apartemen seperti tidak terjadi apa-apa. Nyatanya malah menyakiti hatinya Dara sampai hari ini dia benci dengan keadaan itu.Sampai sekarang dia tidak suka kalau ingat dengan kelakuan semua orang yang sudah menyakiti hatinya.“Kenapa diam? Nggak nyanyi l
“Kamu kapan nikah?”Baru saja Arvin menikmati makan malam di rumah keluarga besarnya. Tapi pertanyaan itu sudah mengganggu dia ketika menikmati makanan. Tidak seharusnya ada pertanyaan sialan itu ada di dalam acara ini bukan?Arvin bukan orang yang mudah jatuh cinta. Bahkan setelah dirinya patah hati, sumpahnya tidak akan pernah ia ingkari yaitu untuk tidak akan pernah menikah selamanya. Ini adalah janji yang paling utama sekali diucapkan oleh Arvin pada dirinya sendiri.Ia meletakkan sendok juga garpu. Khadafi bertanya hal yang sudah mengganggu pikirannya Arvin. “Aku nggak akan menikah, Pa.”Khadafi mendengar itu jelas dirinya sudah meradang. “Jangan kurang ajar kamu, ya.”“Papa kayak nggak tahu aja apa yang sudah pernah terjadi padaku. Harusnya Papa jadikan pelajaran kalau aku nggak bisa menikah karena alasan itu.”Namun tetap saja bagi Khadafi anaknya harus tetap menikah. Wanita mana yang ti
Usai rapat bisnisnya bersama dengan Robi di perusahaan pria itu. Tahu kalau Dara dan Robi adalah saudara sepupu, di dalam ruangan hanya ada Robi dan juga Arvin yang masih tersisa. Sementara Dara melenggang keluar dari ruangan dengan penampilan kasualnya juga dengan rok yang tidak terlalu pendek. Dia keluar dari ruangan itu sembari membawa berkas yang diminta oleh Robi.“Vin, serius sama, Dara?”Belum juga dia bicara apa pun kepada Robi tapi malah ditanya seperti itu. Memang sebelumnya yang merencanakan itu adalah orangtuanya. Akan tetapi tidak kecil kemungkinan kalau papanya ternyata yang sudah menceritakan ini kepada Arga juga kemudian diberitahukan kepada Arvin. “Kamu pasti tahu dari Papa kamu?”Robi memutar bolpoinnya di jarinya berkali-kali sembari dia tertawa dan mengetukkan bolpoin itu ke atas meja. “Ya kita ngobrolnya santai saja, Vin. Aku bukan nggak setuju kamu dekati Dara atau apa pun itu. Akan tetapi kalau Papa kamu cuman mau jodohin kamu lantaran kamu nggak ada pacar atau
Tidak meleset yang dikatakan oleh Arvin mengenai acara malam ini. Beberapa karyawan meminta untuk foto bersama. Selesai itu akan langsung makan-makan dan salah seorang mengambil mikrofon setelah ada instrumen musik yang diputar.Pria itu berjoget di depan Arvin sampai Dara tertawa lepas bahkan Khadafi yang tertawa melihat kelakuan anak buahnya.Lagu dangdut sambil berjoget sampai Arvin malah tertawa melihat kelakuan orang yang menyanyikan lagu untuknya. Tidak sedikit juga yang datang untuk menyawer si pria sampai Arvin juga malah merasa lucu dengan pernikahannya.Arvin mau menyangkal kalau ini bukan konsep yang diinginkan, tapi inilah yang terjadi. Pernikahan dengan segala keseruan dari orang kantornya. Khadafi malah ikut mendekat dan ikut berjoget di sana. Jatuh sudah wibawa seorang bos besar yang malah berjoget di depan banyaknya karyawan yang lain sambil mengeluarkan uangnya dan berjoget di sana.“Papa malah ikutan juga,” kata Arvin yang terus tertawa melihat beberapa orang yang ma
Dara sudah mendengar keputusan dari Sabrina, bahwa ia positif tidak diperbolehkan bekerja oleh mertuanya. Meskipun keinginan itu sangat besar, tapi benar-benar diperlakukan seperti anak kandung. “Itu muka kenapa cemberut, sih?” Arvin menghampiri sembari mengunyah makanan.Dara menatap suaminya yang terus makan. “Kamu kenapa sih makan terus?”“Namanya juga lapar. Kamu datang bulan? Emosian amat sih,”Arvin menyindirnya dan pria itu duduk di sofa menaikkan sebelah kakinya. “Mama nggak bolehin aku kerja.”“Ya nggak masalah kalau nggak dibolehin.”Dara malah tidak dibela oleh suaminya. “Kamu setuju aku nggak kerja?”“Ya gimana, kalau Mama sudah bilang begitu aku nggak bisa komentar. Aku sudah pernah bilang kalau ada pilihan antara kamu sama Mama. Aku nggak bakalan pilih keduanya.”“Jadi, aku nggak boleh kerja?”Arvin masih mengunyah makanannya. “Emang Mama bilang apa sama kamu?” tanya Arvin masih santai menanggapi istrinya.Dara masih sedikit kesal lalu kemudian menjawab. “Mama bilang kal
Pagi-pagi Dara sudah bangun dan mendapati suaminya masih dalam keadaan tidur. Waktu dia melihat suaminya yang tertidur sangat lelap sekali di dekatnya, Dara mengusap pipi Arvin yang bahkan begadang semalam lantaran teman-temannya yang datang dan mengajak mengobrol sampai larut.“Ayo tidur, ngapain coba?” Arvin malah terbangun tapi malah Dara yang tersenyum karena suaminya.Arvin ikut bangun dari tidurnya. “Mas, bangun!”“Aku bangun nggak mau lepasin kamu ntar. Lanjut tidur aja.”Dara tidak mau tidur lagi tapi malah mengganggu suaminya, dia menarik hidung Arvin. Sampai pria itu benar-benar membuka matanya dan menarik Dara ke dalam pelukan. “Sayang, ayo tidur! Aku ngantuk lho.”Dara melepaskan pelukan dan mengambil ponselnya, sudah jam sebelas. “Mas ini jam sebelas lho.”“Masih pagi.”“Pagi apanya, kita yang tidurnya kelamaan. Itu juga gorden nggak dibuka ya kita mikirnya pagi.”“Tidur kenapa sih?”Dara tidak mau tapi Arvin malah terus memeluknya. “Jalan-jalan yuk!”“Eh nanti malam acar
Pengantin baru dengan gaun yang sangat indah di desain sendiri oleh Iriana yang dikhususkan untuk Dara. Tampak begitu cantik dengan balutan gaun indah serta make up yang sangat disukai oleh Dara.Apalagi ketika melihat penampilan Arvin mengenakan kemeja yang serasi dengannya. Pria itu sangat tampan, Dara tersenyum melihat suaminya yang juga sudah siap untuk keluar dari tempat make up mereka.Menikah, dulu pernah diinginkan dengan sangat oleh Dara. Begitu terwujud pun sekarang justru di luar nalarnya kalau ia akan jadi secantik ini di hari pernikahannya. Berterima kasih kepada sang mama yang telah mendesain gaun secantik ini.Dijadikan ratu oleh mertua sendiri di hari bahagianya. Dara berpikir ini akan jadi pesta yang paling bahagia seumur hidupnya. Tidak pernah dibahagiakan dengan cara seperti ini pada waktu yang lalu. Namun khusus untuk hari ini dia merasa sangat bahagia sekali.Arvin menatap istrinya sangat bahagia sekali di hari yang indah ini. “Apa hutangku sudah lunas, sayang?”“
Arvin malah gugup malam harinya pasalnya besok malam adalah acara untuk pesta mereka. Menikah? Berkali-kali kamus di dalam hidupnya berusaha dibuka oleh Arvin untuk mencari itu. Namun tetap tidak ada. Akan tetapi setelah bertemu dengan Dara. Semua itu berbeda sekali dengan apa yang telah direncanakan oleh Arvin.Sewaktu ada di dalam kamar bersama sang istri. Wanita ini malah membaca novel yang ada di kamarnya Arvin. “Apa aku sedang diselingkuhi sama buku?”Dara menoleh ke arahnya. “Kenapa bilang begitu?”“Aku dari tadi ngomong sendirian.”Tapi wanita itu malah kembali fokus lagi terhadap bacaannya. Benar-benar mengabaikan apa yang sudah dikatakan oleh Arvin. Jujur saja kalau Dara terlihat malah makin dewasa setelah menikah. “Sayang, kapan ulang tahun?”Arvin tidur di paha istrinya lalu menyingkirkan buku itu karena tidak terima ditinggalkan oleh istrinya yang hanya fokus pada buku. “Kasih aku hadiah kalau aku ulang tahun.”Pria itu menaruh tangan istrinya di atas kepalanya sendiri. “Y
Dara baru saja keluar dari kamar, menghampiri mertuanya yang sudah ada di ruang tamu lantaran tadi suaminya meminta untuk bersiap-siap. Dan minuman juga sudah tersedia begitu Dara keluar. Dengan sopan dan ekspresi yang bahagia, Dara bersalaman pada Sabrina lalu diminta duduk di sebelah itu. “Maaf, Ma. Tadi abis mandi terus siap-siap.”“Ya sayang nggak apa-apa. Dua hari ke depan nginap di rumah, ya. Soalnya kan mau ada resepsi. Kalian juga nanti di sana istirahat yang baik. Biar kamu nggak usah beres-beres. Kamu juga harus siapkan tenaga, kalau tamu puluhan masih bisa Mama prediksi tenaga yang keluar. Tapi tamunya nggak sedikit. Di hari pertama saja sudah berapa? Kamu nggak bisa santai gitu aja.”Dara sudah bayangkan kalau dirinya pasti akan lelah sekali menghadapi tamunya, dia akan pamerkan gaun resepsi dari ibunya sendiri. Mertuanya sangat menghargai apa yang disiapkan oleh ibunya Dara bahkan dipakai di hari istimewa yaitu di hari pertama.Dara suka sekali dengan desain yang dibuat o
Dara baru saja keluar dari kamar mandi usai dibantai habis-habisan oleh Arvin di sofa saat dirinya sedang asyik menonton televisi tapi Arvin meminta jatahnya. Dara tidak bisa menolak, mencerminkan istri yang taat pada suami. Di mana pun Arvin mau selama tempat itu hanya ada mereka berdua.Memang menjadi pengantin baru rasanya sangat berbeda sekali dengan pacaran waktu itu. Dara merasakan semua tentang hubungan mereka berdua yang menghangat. Sikap Arvin yang juga berbeda saat mereka pacaran dan juga saat menikah.Dara keluar dengan mengeringkan rambutnya. Arvin mandi terlebih dahulu tadi dan kembali ke sofa. “Itu Tante baru abis mandi.”Dara mendekat. “Siapa?”“Xavier tanyain kamu, Siena juga. Katanya kenapa Tante nggak diajak ke rumah mereka.”Arvin memberikan ponsel itu untuk Dara melihat dua keponakannya yang langsung heboh melihat Dara. Arvin malah tertawa karena ulah Dara hari ini yang mencoba menghindarinya
Dara sudah bersiap dan berdandan dengan sangat cantik untuk pergi ke rumah orangtuanya atas keinginan Arvin. Pria itu ingin melihat gaun yang dijanjikan oleh Iriana. Sebentar lagi akan ada resepsi besar-besaran yang sudah dijanjikan oleh mertuanya. Meski tidak akan dihadiri oleh kakaknya Arvin.Kakinya melangkah keluar dari kamar usai diajak oleh suaminya pergi. Dara mengenakan celana berbahan katun dengan kaus berwarna navi dipakai oleh Dara hari ini untuk pergi ke rumah sang orangtua.Waktu itu Dara mengenakan tas yang juga diberikan oleh orangtuanya Arvin.Waktu sedang mengunci pintu kamar. Ponselnya Arvin berdering beberapa kali sampai diangkat oleh Arvin. “Lagi di rumah,” Dara mendengar pembicaraan suaminya entah dengan siapa itu. “Hah, udah di jalan? Oh oke.”Dara yang baru saja berdiri di depan suaminya. Ekspresi Arvin berubah. “Maaf, Dara. Teman-temanku ke sini. Kali ini cukup banyak. Kamu pergi sendiri nggak apa-apa?”“Kita pergi lain kali aja. Biar aku telepon, Mama.”“Nggak
Pernikahan yang dilangsungkan di kediaman Arvin sendiri. Tidak jadi dilaksanakan di rumah orangtuanya Arvin. Tamu juga sudah ramai sekali berdatangan. Acara dilangsungkan pagi hari atas permintaan kakeknya Arvin.Semua keluarga besar juga menyaksikan bagaimana proses pernikahan itu hingga selesai.Arvin duduk masih merasa tidak percaya kalau dia telah menjadi seorang suami. Pernikahan yang awalnya hanyalah sebuah angan-angan dari orangtuanya. Tapi justru ia sendiri yang meminta izin kepada orangtuanya untuk menikah dengan Dara.