Sinar matahari masuk ke kamar menerpa wajahku. Tak terasa ternyata aku tidur cukup lama. Ya, bagaimana tidak lama, setelah kejadian tengah malam tadi baru menjelang subuh aku bisa memejamkan mata ini. Aku segera beranjak dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi dalam kamarku. Walaupun sudah siang hari, tapi air di daerah sini tetap dingin. Segar sekali rasanya. Setelah selasai mandi dan mengenakan pakaian santai, aku segera keluar kamar untuk menyapa kakek dan nenekku dan menuju meja makan untuk mengisi perutku yang mulai keroncongan.
Sedang asiknya menikmati makan, tiba-tiba nenekku datang. "Tumben kamu bangun siang, ga bisa tidur?" Tanya nenek.
"Lumayan nek, masih adaptasi sama suasana disini." jawabku menutupi kejadian semalam.
"Loh, tapi kan udah 5 hari kamu disini nduk. Masa masih belum bisa adaptasi."
Aku menghela nafas mendengar pernyataan nenek barusan. Nenekku ini memang tipe orang yang sangat penasaran dengan hal apapun, apalagi jika beliau belum mendapatkan jawaban dari apa yang ditanyakannya, bisa terus dicecar dengan pertanyaan tanpa henti sampai nenek merasa puas. Beda sekali dengan kakekku yang sangat sabar, bijaksana, dan penyayang. Sepertinya memang benar, jika jodoh manusia itu harus bisa saling melengkapi. Dalam hal ini, kakekku yang melengkapi semua hal tentang nenek. Untung saja sifat buruk nenek yang satu itu tidak ada yang menurun ke kita semua, para anak dan cucu.
"Kok nenek tanya malah ga dijawab?" Tuh kan benar, masih saja nenek menanyakan hal ini.
"Nenek kan itu bukan nanya, tapi bikin pernyataan. Bingung jadinya Sarah mau jawab apa." Jawabku memberi alasan.
"Nenek tadi nanya, kamu kenapa semalem ga bisa tidur? Kan udah 5 hari disini masa masih ga betah?"
"Oh itu, mmmm, iya kurang betah aja nek. Ga biasa suasana malam disini. Terlalu sunyi. Jadinya semalem Sarah main handphone sampai ga terasa mau menjelang subuh." Jawabku akhirnya memberi alasan.
"Yaudah, kamu lanjutin deh makanmu. Nenek mau ke depan dulu."
Fyuuhh, lega hatiku. Akhirnya nenek berhenti menanyakan masalah semalam lagi. Jujur, sebenarnya aku kurang begitu nyaman dengan nenekku sendiri. Entah kenapa, aku merasa nenek itu terlalu arogan, ambisius dan kurang bisa menunjukan rasa sayang untuk kita anak cucunya. Jadi, kami semua lebih dekat ke kakek. Ada masalah keluarga, langsung minta nasihat kakek agar bisa dicarikan jalan keluarnya.
Setelah selesai makan, aku langsung ke dapur mencari Si Mbok. Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan ke beliau termasuk kejadian tadi malam. Aku penasaran, apakah selama tinggal di rumah kakek, Si Mbok dan Pak Slamet sering mendengar suara dari seorang wanita yang sedang menyanyi di tengah malam? Jika benar seperti dugaanku, aku akan segera mencari tahu ada misteri apa dibalik ini semua. Sebenarnya ini sama sekali bukan diriku yang percaya dengan hal-hal misterius seperti ini, tapi entah kenapa kali ini aku merasa harus menemukan jawabannya karena aku mempunyai firasat, semua ini berhubungan dengan orang dalam keluarga besarku.
Aku melihat Si Mbok sedang membersihkan dapur, segera ku hampiri beliau dan menepuk pelan pundaknya.
"Astaghfirullah, Ya Allah!!!" Teriak Si Mbok kaget.
"Hahaha, maaf mbok. Kaget ya?" Aku hanya terkekeh melihat reaksi Si Mbok.
"Ya ampun Non Sarah, ngagetin Si Mbok aja. Ada apa non?"
"Gak apa-apa mbok. Ngomong-ngomong sibuk ga?"
"Ga sih non, ini udah selesai. Non Sarah ada perlu sama mbok?"
"Sedikit, ada yang mau Sarah tanyain ke mbok."
"Boleh, tanya aja non."
"Mbok, suka denger suara cewek nyanyi gak kalau tengah malam disini?"
"Cewek nyanyi? Ah, nggak non. Si Mbok ga pernah denger suara aneh-aneh disini apalagi suara cewek nyanyi tengah malam. Kenapa gitu non?"
"Gitu ya mbok. Hmm, Sarah kasih tau tapi mbok jangan bilang siapa-siapa dulu ya. Semalem Sarah denger ada cewek nyanyi disini, tengah malam mbok. Habis itu, suaranya pindah ke dekat kamar Sarah, baru hilang menjelang subuh, makanya Sarah bangun kesiangan ini, karena baru bisa tidur habis suara itu hilang." Jelasku panjang ke Si Mbok.
"Hiii, Non Sarah jangan nakutin Si Mbok gitu ah. Si Mbok ga pernah denger suara itu, jangan sampai denger deh non". Jawab Si Mbok sambil bergidik.
"Hahaha, hayooo takut ya? Hayooo hati-hati loh nanti malam Si Mbok di datengin terus dia nyanyi di kuping mbok." Jawabku menakuti Si Mbok sambil menampilkan ekspresi seram.
"Ah non, jangan gitu ah. Udah mbok mau lanjut dulu ini, mau siapin bahan-bahan masakan buat di masak nanti sore."
"Oke mbok, hahahaha."
Aku segera keluar dari dapur dan menuju ke halaman belakang untuk bersantai. Di sana, aku menuju ke arah ayunan besi yang berada di dekat kolam ikan. Aku asyik melihat ikan-ikan peliharaan kakek yang berisi Ikan Mas dan Ikan Koi. Sedang asik melihat ikan, ternyata Mas Hanif sudah ikut duduk di dalam ayunan besi.
"Dor!!! Bengong aja!" Teriak Mas Hanif mengagetkanku.
"Ih mas ngangetin aja deh." Ucapku sambil mengelus dada.
"Salah sendiri ngapain bengong, masih siang juga. Kenapa sih dek?"
"Gak apa-apa mas, lagi mikirin sesuatu aja."
"Mikirin apa? Siapa tau mas bisa bantu."
Setelah kupikir-pikir, akhirnya aku akan memberitahukan Mas Hanif tentang hal semalam.
"Semalam, Sarah denger suara cewek nyanyi mas. Suaranya lirih banget, kayak orang lagi sedih gitu. Bikin merinding dengernya,hiii."
Mendengar jawabanku membuat Mas Hanif malah tertawa kencang.
"Hahahaha, kamu takut? Loh kok jadi penakut begini? Katanya pemberani." Cibirnya.
"Hfft, Mas Hanif mau ngasih solusi atau ledekin sih? Kalau cuma ledekin mendingan masuk ke dalam aja sana." Usirku dengan sebal.
"Oke-oke maaf, hehehe. Mas Hanif serius deh sekarang. Ayok lanjut lagi, semalem maksudnya nyanyi gimana?"
Akupun menceritakan hal semalam tanpa terlewat sedikitpun. Mas Hanif mendengarkan ceritaku dengan serius. Sesekali ia menganggukkan kepala tanda mengerti. Hingga pada akhirnya,
"Mas tau kok dek. Beberapa kali pernah denger suara itu pas tengah malam." Ucapnya, cukup membuatku terkejut.
"Beneran mas? Pertama kali pas kapan? Terakhir kali denger kapan?" Tanyaku lagi.
"Pertama kali ya udah lupa, udah lama soalnya. Tapi kayaknya pas mas lagi buat tugas kuliah, tengah malem juga mas denger suara itu. Terakhir bulan kemarin sebelum kamu dateng ke sini." Jawab Mas Hanif.
"Mas Hanif cerita ke kakek kalau denger suara itu?"
"Awalnya, tapi kakek bilang ga ada apa-apa disini, walaupun ini rumah tua tapi kata kakek di sini ada yang jaga, jadi ga mungkin ada yang aneh-aneh di sini."
"Ada yang jaga? Maksudnya gimana mas?"
"Ya itu yang jaga, yang gak kelihatan. Mas sih iya-iyain aja saat itu. Ya mas pikir, asal ga ganggu mas, ga nampakin wujud biarin aja. Lagian kita hidup memang berdampingan toh dengan makhluk seperti itu, jadi masing-masing saja ga usah saling mengganggu."
"Tapi nyanyi tengah malam itu kan ganggu mas."
"Buat kamu ganggu, buat mas sih gak. Hahahaha."
"Ih sebel ah!" Jawabku sambil memukul pelan lengan Mas Hanif.
"Terus kita sekarang gimana mas? Mas gak penasaran gitu kenapa selalu tengah malam suara itu muncul?" Tanyaku kembali.
"Sebenernya penasaran. Sudah beberapa kali juga mas coba nanya ke kakek, tapi jawaban Kakek selalu sama katanya gak ada apa-apa di sini. Yaudah, akhirnya mas ambil kesimpulan kalau memang ada sesuatu hal yang kakek tutupin. Mas ga mau maksa kakek cerita, tunggu waktunya biar nanti kakek sendiri yang ceritain ke kita." Jelas Mas Hanif.
"Tapi aku tetep penasaran mas. Aku mau nyari tau sendiri kalau begitu. Aneh aja, aku ngerasa ada sesuatu hal yang terjadi dan suara itu seperti pesan buatku. Semacam meminta pertolongan begitu."
"Hahahaha, kamu. Ini seperti bukan kamu loh. Sarah yang Mas Hanif kenal itu cuek dan selalu berpikir logis akan suatu masalah, bukan malah penasaran sama hal-hal misterius kayak gini." Ejek Mas Hanif.
"Tau lah mas, aku juga bingung. Seperti ada yang mendorongku untuk mencari tau semuanya. Semoga hanya perasaanku saja." Jawabku.
"Amin.."
Sore itu setelah menghabiskan waktu dengan Mas Hanif, aku langsung masuk ke kamar dan mulai membereskan barang-barang yang kubawa saat datang ke rumah kakek. Aku harus segera kembali ke ibu kota karena ada pekerjaan penting yang tidak bisa dialihkan ke orang lain. Tidak terasa ternyata waktu sudah menunjukkan waktu magrib. Aku segera membawa badanku ini ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Aku memang bukan seorang yang ahli beribadah, tapi setidaknya aku selalu usahakan agar tidak menunda-nunda melaksanakan kewajibanku sebagai umat beragama.Selesai berwudhu aku lalu sholat di dalam kamar dan setelahnya aku langsung keluar kamar untuk menuju ruang makan karena sebentar lagi makan malam akan dimulai. Tak kulihat kakek di rumah karena seperti biasa beliau ada di masjid untuk sholat berjamaah. Sementara nenek kulihat sedang asyik menonton layar televisi. Nenekku termasuk orang yang susah jika disuruh untuk melaksanakan perintah agama. Ada hal aneh yang baru ku ket
"Siapa kamu? Mau kamu apa?!""Dek, bangun dek! Kamu kenapa?" Kurasakan tamparan pelan di pipiku yang berasal dari Mas Hanif.Aku tiba-tiba terbangun karena merasa seperti ada yang menarik sukmaku masuk kembali ke dalam badanku. Dengan peluh yang bercucuran di kening dan detak jantung yang lumayan cepat, aku melihat keadaan sekelilingku. Bingung, kenapa tiba-tiba aku berada di kamar dengan posisi tidur?"Kamu mimpi apa dek kok sampai kayak orang ketakutan gitu? Liat nih keringat kamu banyak banget keluarnya." Tanya Mas Hanif.Ahhh, akhirnya aku paham bahwa ternyata aku sedang bermimpi tadi. Tapi, mimpi itu terasa sangat nyata sehingga aku tidak bisa membedakan berada di dunia mana aku saat itu. Kulihat jam yang menempel di dinding, waktu telah menunjukkan pukul 2 malam. Sama persis saat aku juga terbangun di dalam mimpiku. Aku takut, kali ini aku masih tetap dalam keadaan bermimpi.
Pagi ini aku terbangun dari tidur dengan badan yang terasa sedikit lebih lemas karena tidurku yang kurang nyenyak semalam. Sebenarnya aku masih enggan untuk beranjak dari kasur, masih ingin melanjutkan tidur kembali sampai siang nanti, namun mengingat jika jam 9 pagi nanti aku harus segera pulang ke rumah orang tuaku di ibu kota, jadi mau tidak mau aku harus segera membersihkan diriku ini agar menjadi segar kembali.Air mandi yang dingin memang sukses membuat mata dan badanku menjadi lebih segar. Tidak butuh waktu lama (karena sudah di kejar oleh waktu), aku segera menyelesaikan ritual mandiku hanya dalam waktu 10 menit. Selesai mandi dan berpakaian, aku lalu keluar dari kamar dan menuju ke ruang makan untuk sarapan. Hanya terlihat kakek dan Mas Hanif saja yang sedang sarapan di meja makan. Sementara keberadaan nenek saat ku tanyakan kepada kakek, ternyata sedang pergi ke luar desa untuk menemui kerabatnya karena ada urusan yang penting."De
"Aaaaaaaa!!! Mama tolong!!!"Aku sangat terkejut sampai tidak menyadari bahwa aku telah meneriaki mamaku dengan sedikit histeris. Cepat-cepat aku menyelesaikan mandiku tanpa mempedulikan sisa-sisa sabun di tubuh sudah hilang atau belum.Aku langsung keluar dari kamar mandi dengan badan yang hanya tertutupi oleh handuk. Sementara di luar kamar terdengar suara mama dan Mas Hanif yang menggedor pintu kamarku dengan panik.Aku segera membuka kunci pintu dan langsung memeluk mama dengan erat. Seluruh badanku bergetar hebat, kakiku terasa lemas seperti tidak bertulang. Sambil di peluk mama, aku di bawa ke kursi kerjaku yang ada di dalam kamar. Mas Hanif memberikanku segelas minuman agar aku merasa lebih tenang."Kamu kenapa sayang? Kok teriak-teriak?" Tanya mama."Sarah lihat ada perempuan di kamar mandi mah. Dia liatin sarah sambil senyum yang serem gitu." Jawabku lemas. Mas Hanif tan
"Mas Dedi!" Terdengar dari kejauhan suara teriakan seorang wanita yang sedang memanggil nama kekasihnya. Laki-laki tersebut sedang berada di tengah-tengah sawah milik warga yang membayar jasanya untuk membantu mengurusi sawah milik warga tersebut.Laki-laki itu bernama Dedi Firmansyah. Seorang pekerja keras yang berasal dari keluarga sederhana. Parasnya tampan, dengan badannya yang tinggi tegap dan juga otot-otot lengan yang terlihat kokoh semakin menambah kesan maskulin yang ada di dalam diri lelaki tersebut.Dari kejauhan, Dedi melihat wanitanya itu sedang berjalan menuju dirinya sambil membawa rantang berisi makan siangnya. Sudah menjadi kebiasaan dari wanita tersebut yang selalu membawakan makan siang untuk calon suaminya agar tidak kelaparan saat sedang bekerja."Tumben kamu sudah dateng jam segini, Sih?" Tanya Dedi ke wanita itu yang ternyata bernama Asih.Asih hanya tersenyum sambil menjawab,
Dedi tidak menyadari bahwa ada seekor ular besar yang sedang menunggu mangsa di tengah jalan yang akan Dedi lewati. Dia terus berjalan tanpa memiliki firasat apapun bahwa sedang ada bahaya yang sedang mengintai dirinya.Tak lama lagi dia akan sampai di tujuan selanjutnya. Sawah yang berada tidak jauh dari deretan pohon-pohon pisang.Sreeettttt…Terdengar suara gesekan daun kering di tanah. Dedi pun menghentikan langkahnya dan menajamkan penglihatannya namun tidak melihat ada sesuatu yang aneh di dekatnya.Sreett.. Srettt..Sstt.. Ssttt…Suara gesekkan daun kembali berbunyi ditambah dengan suara desisan yang tentu saja langsung membuat Dedi terpaku diam di tempat. Akhirnya dia menemukan apa yang di carinya, ternyata itu seekor ular piton berukuran lumayan besar yang sedang berada di tengah-tengah jalan seolah-olah menunggu buruannya sendiri
"Syukurlah kalau begitu, akhirnya kau selamat. Kebetulan juga kau ke sini Di, aku mau menawarkan pekerjaan padamu." Kata Juragan Slamet menawarkan pekerjaan kepadaku. "Kalau boleh tau kerjaan apa, juragan?" Tanyaku. "Kamu mandorin sawahku yang ada di utara desa, luasnya kurang lebih 1 hektar. Kamu laporin kegiatan buruh di sana sama yang ngatur jam kerja mereka. Kalau tiba-tiba ada masalah di sana, kamu bisa langsung lapor ke Agus atau Fakhri, mereka tangan kananku. Nanti biar mereka yang turun tangan menyelesaikan masalahnya." Jawab Juragan Slamet menjelaskan. Jujur dari dalam hati Dedi merasa senang mendapatkan tawaran pekerjaan dari Juragan Slamet, karena kalau untuk urusan upah pekerjanya, Juragan Slamet terkenal royal dan juga suka memberi beberapa hasil panen untuk para pekerjanya sehingga kehidupan para pekerjanya sedikit terjamin. Namun di balik itu semua, Juragan Slamet terkenal juga
"Berhenti kalian di situ!" Teriakkan teman Mas Hanif mengagetkan kami bertiga.Terlihat orang itu menatap lurus ke arah kami sambil menggerakkan mulutnya seolah-olah sedang merapalkan sebuah doa atau mantra untuk mengusir sesuatu yang tidak terlihat."Kenapa Gas?" Teriakkan balasan dari Mas Hanif yang bingung melihat tingkah laku temannya itu.Namun tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya, hanya terlihat matanya yang masih menatap tajam ke arah tempat kami berdiri. Suasana malam yang sunyi semakin menambah kesan mencekam. Sesekali terdengar suara lolongan anjing dari kejauhan. Padahal ini masih belum terlalu larut dan jalanan menuju arah rumah temannya Mas Hanif ini masih sangat ramai dengan segala macam aktivitas manusia di sana. Tapi entah mengapa hanya di tempat ini saja tiba-tiba suasana menjadi terasa sangat menakutkan."Alhamdulillah sudah pergi. Ayo sekarang kalian masuk ke dalam dulu." Aj
Kemala terlihat begitu mengenaskan. Duduk di lantai kamar dengan pandangan mata yang kosong. “Bu,” sekali lagi Anita memanggil nama Kemala, bermaksud untuk menanyakan keadaannya, namun tak ada jawaban apapun yang keluar dari mulut Kemala.Dedi pun akhirnya menghampiri Kemala, berjalan dengan perlahan-lahan karena takut terkena pecahan kaca dari meja rias. Dedi kini berjongkok di hadapan Kemala dan bertanya, “kamu kenapa lagi?”Memang terkesan kasar saat seorang suami menanyakan keadaan istrinya seperti itu, tapi memang begitulah sikap Dedi sehari-hari kepada Kemala, tidak pernah basa basi dan langsung kepada intinya.Mendengar suara Dedi, secara perlahan Kemala mulai menunjukkan reaksinya. Kemala menatap wajah suaminya terlebih dahulu, dan tak lama kemudian tiba-tiba saja dia menangis sendu sambil mengangkat jari telunjuknya ke arah meja rias.“Tadi Asih ada di situ, mas.”“Asih? Siapa Asih?” terdenga
“Sarah?” Andre terkejut begitu mengetahui bahwa di belakangnya telah ada sosok Sarah, kekasihnya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Sarah. “kamu udah lama di sini? Kenapa gak ngabarin aku?” Andre berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Sarah walaupun sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir jika Sarah akan berfikir yang tidak-tidak mengenai dirinya yang sedang bersama wanita lain.“Aku udah dari tadi ada di sini, maksudnya mau ngasih kamu suprise. Ngomong-ngomong dia siapa, Ndre?” tanya Sarah.“Ah, iya sebentar aku kenalin dulu. Anggun, kesini!”Anggun berjalan menuju Sarah dan Andre dengan langkahnya yang di buat seanggun mungkin. Dengan perasaan yang tidak menentu, dia akhirnya berhadapan langsung dengan Sarah setelah selama ini dia hanya mencari tahu sosok sarah –gadis yang berhasil mengalihkan perasaan Andre darinya- lewat media sosial.“Anggun, kenalin ini pacarku Sarah. Sarah, ini Ang
“Sarah?” Andre terkejut begitu mengetahui bahwa di belakangnya telah ada sosok Sarah, kekasihnya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Sarah. “kamu udah lama di sini? Kenapa gak ngabarin aku?” Andre berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Sarah walaupun sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir jika Sarah akan berfikir yang tidak-tidak mengenai dirinya yang sedang bersama wanita lain.“Aku udah dari tadi ada di sini, maksudnya mau ngasih kamu suprise. Ngomong-ngomong dia siapa, Ndre?” tanya Sarah.“Ah, iya sebentar aku kenalin dulu. Anggun, kesini!”Anggun berjalan menuju Sarah dan Andre dengan langkahnya yang di buat seanggun mungkin. Dengan perasaan yang tidak menentu, dia akhirnya berhadapan langsung dengan Sarah setelah selama ini dia hanya mencari tahu sosok sarah –gadis yang berhasil mengalihkan perasaan Andre darinya- lewat media sosial.“Anggun, kenalin ini pacarku Sarah. Sarah, ini Ang
Siang itu udara terasa sangat panas, sepanas hati seorang laki-laki setengah baya yang sedang berdiri di jendela menatap hamparan kebun buah yang mengelilingi rumah mungilnya yang berada di tengah-tengah perkebunan.Perawakannya tinggi besar dengan wajah yang masih bisa dibilang awet muda untuk usianya saat ini. Lelaki tua itu bernama Anton, sosok yang mendatangi Rumah Kemala secara tiba-tiba dan mengancam akan menyebarkan rahasia Kemala kepada Dedi.“Kamu terlalu meremehkanku, Kemala. Lihat saja, aku akan menuntut kembali apapun yang sudah menjadi hakku, bahkan jika itu harus menyingkirkan dirimu dan membuat diriku masuk ke dalam penjara!” dengan tersenyum smirk, Anton membalikkan tubuhnya dan duduk di kursi tua kesayangannya. Tak lupa dia menyalakan televisi tabung untuk sekedar melihat-lihat berita yang sedang ramai di perbincangkan oleh masyarakat saat ini.“Ayah?” terdengar suara seorang wanita yang memanggil Anton dengan sebut
“Ampuuunnnnn, maafkan aku Asih! Jangan ganggu aku lagi!”“Kau harus merasakan pembalasanku, dasar wanita biadab! Ha ha ha ha.”“Tidak! Kau sudah mati, Asih! Kau tidak akan bisa menyentuhku!”“Ha ha ha ha, kau akan segera merasakan pembalasan keji dariku!”“Tidaaaakkk! Tolooooong!”“Nek, nenek bangun, nek!” Terdengar suara Evan yang berusaha membangunkan neneknya dari mimpi buruk yang sedang menimpanya.“Hah? Aku di mana?” Tanya Nenek Kemala.“Nenek ada di dalam kamar nenek.”“Syukurlah. Nenek pikir setan itu sudah membawa nenek pergi jauh.”“Setan apa nek? Nenek mimpi apa sampai teriak-teriak histeris gitu?”“Nenek mimpi seram, Van. Ada perempuan jahat yang mau melukai nenek, bahkan mau membunuh nenek, nenek takut sekali, huhuhu,” kata Kemala dengan menunjukkan ekspresi yang sangat ke
Aku sedikit terkejut saat menyentuhnya dan bertanya apakah beliau sedang sakit? Tapi tidak ada tanggapan sama sekali dari mama. Malah mama langsung meninggalkanku begitu saja dan berjalan cepat menuju kamarnya lalu menutup pintu dengan sedikit membanting.Aku terkejut karena tidak biasanya mama bersikap seperti itu, selama ini mama terkenal sebagai wanita yang lemah lembut hatinya. Aku memutuskan untuk mendiaminya terlebih dahulu karena kupikir mama sedang ada masalah dan belum mau masalahnya itu di ketahui oleh anaknya, maka saat itu aku langsung menuju kamarku dan mengistirahatkan tubuhku sampai akhirnya aku tertidur lumayan lama dan terbangun menjelang magrib seperti saat ini.“Pa? Papa?”, teriakku memanggil papa. Rasa takut sudah mulai menyerangku saat ini.“Mas Evan? Mas Ivan?”, kali ini gantian aku meneriakkan dua nama kakak kembarku itu.Tetap tidak terdengar satupun sautan atau jawaban dari anggota keluargaku di rumah ini.
Bagas mendengarkan cerita Hanif sambil sesekali mengangguk-anggukkan kepalanya.“Gue akhirnya masuk ke dalam rumah, tapi gue berhenti dulu di dapur buat ambil minum. Nah, ini yang bagian epic nya, Si Mbok tiba-tiba dateng dari arah dalem rumah dong dan dia manggil gue, nyuruh supaya gue ke depan rumah buat kumpul sama yang lainnya. Gila gak tuh? Padahal baru aja Mbok itu nyamperin gue ke gudang dan dan dia yang bilang mau nutup pintu gudangnya! Gue bener-bener syok, langsung nengok ke arah gudang dan pintunya emang udah ke kunci lagi. Gue sampai nanyain makanan kesukaan gue buat mastiin kalau yang di depan gue Si Mbok yang asli.”Hanif akhirnya menyelesaikan ceritanya yang lumayan panjang itu dan Bagas memberikan sebuah pernyataan singkat yang cukup membuat Hanif terkejut.“Yang duduk di ayunan tadi, itu makhluk halus yang menyerupai Si Mbok di gudang.”“Hah? Serius lo?”“Iya, dia baik tau mau ngel
“Saya ceritain tapi jangan bilang siapa-siapa dulu ya, Mbok.”Hanif kemudian menceritakan kejadian yang baru saja dia alami tadi ke Si Mbok. Mbok yang mendengar ceritanya pun bergidik ngeri, antara percaya tidak percaya dengan pengalaman mistis yang di alami oleh Hanif.“Hii, beneran itu mas? Mbok jadi merinding ini dengernya,” kata Si Mbok sambil mengelus-ngelus lengan tangannya sendiri.“Beneran, Mbok. Yang bikin Hanif tambah merinding ya, setan lainnya tiba-tiba dateng tapi wujudnya persis Mbok, nyuruh saya pergi dari gudang terus katanya biar dia aja yang nutupin pintu gudangnya. Terus akhirnya saya masuk ke dapur sini ambil minum, lah kok tiba-tiba Mbok dateng lagi dari arah depan rumah dan bilang kalau saya di cariin sama mama di depan. Syok lah saya lihatnya.”“Duh, Mbok kok jadi takut gini ya. Kok itu setan milih menyerupai Mbok sih bukannya yang lain aja yang lebih mudaan sedikit?”“Lah
Tring… tring…Terdengar bunyi pesan masuk dari handphone yang sedang Hanif pegang. Dia segera membuka pesan tersebut dan ternyata itu berasal dari Bagas, teman yang disebutnya sebagai titisan indigo.Bagas: Weiiii, diem-diem aja gak ada kabar, bro!Hanif tersenyum membaca pesan itu, dan dia pun membalas.Hanif: Weiiii, bro! Di rumah aja ini, masih belum tenang ninggalin nenek gue.Ddrttt… ddrttt… ddrttt…Getaran handphone milik Hanif menandakan bahwa ada seseorang yang sedang menghubunginya saat ini. Hanif segera mengambil handphone dan menatap layar nya sekilas, terlihat nama "Bagas" sebagai penanda manusia yang sedang melakukan panggilan dengan nya."Hallo, Gas?" Sapa Hanif begitu menangkat teleponnya.Assalamualaikum, Nif. Gimana masih di kampung?"Masih ini,