Sore itu setelah menghabiskan waktu dengan Mas Hanif, aku langsung masuk ke kamar dan mulai membereskan barang-barang yang kubawa saat datang ke rumah kakek. Aku harus segera kembali ke ibu kota karena ada pekerjaan penting yang tidak bisa dialihkan ke orang lain. Tidak terasa ternyata waktu sudah menunjukkan waktu magrib. Aku segera membawa badanku ini ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Aku memang bukan seorang yang ahli beribadah, tapi setidaknya aku selalu usahakan agar tidak menunda-nunda melaksanakan kewajibanku sebagai umat beragama.
Selesai berwudhu aku lalu sholat di dalam kamar dan setelahnya aku langsung keluar kamar untuk menuju ruang makan karena sebentar lagi makan malam akan dimulai. Tak kulihat kakek di rumah karena seperti biasa beliau ada di masjid untuk sholat berjamaah. Sementara nenek kulihat sedang asyik menonton layar televisi. Nenekku termasuk orang yang susah jika disuruh untuk melaksanakan perintah agama. Ada hal aneh yang baru ku ketahui setelah beberapa hari aku menginap di sini, nenekku suka sekali melempar sesuatu di pojokkan rumah sambil mulutnya komat-kamit seperti membaca mantra.
Pernah aku bertanya ke kakek apa yang sedang dilakukan oleh nenek, tapi kakek hanya tersenyum dan bilang untuk jangan diikuti. Pernah juga aku bertanya ke Mas Hanif dan jawabannya hampir sama dengan kakek. Menurutku ini sungguh aneh, dan semakin membuatku tidak nyaman jika berdekatan dengan nenekku sendiri.
Aku memang dibilang jarang mengunjungi kakek dan nenek di desa. Selain karena pekerjaanku yang padat, juga karena diriku yang lumayan susah untuk tidur malam jika bukan di rumah sendiri. Maka dari itu, hampir setiap ada acara keluarga yang mengharuskan untuk datang ke rumah kakek dan nenek, pasti aku tidak ikut karena harus menginap selama beberapa hari di sana. Hanya saat hari raya agama saja aku menyempatkan diri untuk berkunjung ke kediaman mereka di desa. Aku juga bingung sendiri, kenapa tiba-tiba saja saat ini aku dengan rela hati mau berlibur di rumah kakek walaupun hanya untuk beberapa hari. Ternyata, ada suatu kejadian yang membuatku menjadi sangat penasaran dibuatnya.
Tiba waktunya untuk makan malam. Tidak ada rasa canggung di diri kami berempat yang sudah duduk di ruang makan. Nenek pun kulihat tak menunjukkan keanehan lainnya. Begitupun dengan kakek yang terlihat lahap memakan masakan buatan Si Mbok.
"Kamu besok jalan jam berapa dek?" Tanya Mas Hanif.
"Jam 9 pagi aja mas, biar ga kesorean juga sampai rumah. Jadi aku masih bisa istirahat sampai besoknya." Jawabku.
"Kok dadakan pulangnya sih nduk? Kakek masih kangen padahal." Kata kakekku menimpali.
"Iya kek, Sarah ada tugas dadakan dari kantor keluar kota. Ga bisa diwakilin kata atasan Sarah."
"Alah, itu kantormu emang ga bisa lihat orang lagi seneng nduk, baru juga liburan udah disuruh kerja lagi aja." Kata nenekku ikut menimpali obrolanku dan kakek.
"Ya gak apa-apa nek, namanya Sarah kerja disana, harus selalu siap kalau dikasih tugas dadakan. Sarah juga seneng kok sama pekerjaannya."
"Emang kamu kerja dimana dan jadi apa dek?" Tanya Mas Hanif.
"Manager Pemasaran di perusahaan real estate mas." Jawabku.
"Yowes kalau itu sudah tanggung jawab kamu maka segera dilakukan, sudah sekarang habiskan makanannya terus istirahat." Kata kakek menengahi.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Setelah selesai makan malam tadi, aku langsung masuk ke dalam kamar untuk merebahkan tubuhku, sementara Mas Hanif pamit pergi karena ada keperluan sebentar. Akupun akhirnya tertidur karena merasa badan ini sangat lelah. Aku bermimpi, di alam bawah sadarku, aku melihat seorang gadis sedang duduk sendirian di tepi sungai sambil menekuk kedua lututnya dan menangis. Ku hampiri dia dan aku tepuk pundaknya, seketika dia menengok dan tiba-tiba dia berucap "tolong aku. Tolong balaskan dendamku!"
Aku terbangun tepat saat dia meminta dibalaskan dendamnya. Aku bingung, siapa gadis itu? Dan apa hubungannya denganku? Aku mendudukkan diriku di kasur, kulihat jam telah menunjukkan pukul 2 malam. Lagi dan lagi aku terbangun di tengah malam seperti ini. Aku pun beranjak ke arah meja di dalam kamar untuk mengambil air minum. Namun kulihat ternyata gelas tidak terisi air. Ah sial, aku lupa mengisinya tadi sebelum aku masuk ke kamar.
Dengan sedikit perasaan was-was, aku beranjak keluar dari kamar menuju dapur untuk mengambil minum. Sambil komat-kamit membaca doa yang ku bisa, aku berjalan menuju dapur dengan pelan-pelan, persis seperti maling yang beraksi di malam hari. Lagi-lagi aku merasa takut malam ini, aku takut mendengar suara itu lagi. Entah mengapa, perasaan itu selalu muncul saat tengah malam berbarengan dengan aku yang terbangun dari tidur.
Ruang tengah sudah gelap karena semua lampu dimatikan, cahaya satu-satunya hanya berasal dari dapur, itupun berasal dari bohlam lampu warna kuning yang tidak terlalu besar watt nya. Sesampainya di dapur, aku segera membuka kulkas dan mengambil botol air minum lalu segera kembali ke kamar.
Ketika melewati ruang tengah, tiba-tiba aku mendengar suara tangisan perempuan. Suara itu seolah-olah ada di dekatku. Aku lalu berhenti berjalan untuk menajamkan pendengaranku. Seketika aku merasa seluruh tubuhku merinding. Ada rasa takut yang muncul dalam diriku. Seorang Sarah yang pemberani tiba-tiba lenyap dalam sekejap karena mendengar suara perempuan menangis di malam hari. Aku mengambil nafas dan menghembuskannya pelan-pelan. Sambil berdoa, aku segera mencari sumber suara itu. Tapi tak juga kutemukan sumbernya di mana seolah-olah suara itu memang sudah memenuhi seluruh ruang tengah ini. Aku masih mencoba berfikir positif bahwa suara tangisan itu hanyalah khayalanku saja. Namun, suara itu terus ada di sekitarku, bahkan isakkannya terdengar sangat menyayat hati.
Saat sedang fokus mencari sumber suara tangisan itu, tiba-tiba terdengar kembali suara perempuan yang berbisik di kupingku. Aku sangat terkejut karena tiba-tiba suara itu berucap "balaskan dendamku kepada Kemala!"
******
SMA Damai, 1958.
"Awwww!!!" Terdengar rintihan kesakitan dari seorang siswa perempuan di sekolah itu.
Dedi dan seluruh siswa siswi yang sedang berada di sekitar taman pun menengok ke arah sumber suara. Ternyata suara tersebut berasal dari seorang gadis berparas manis dan cantik yang sedang berjongkok sambil mengelus lututnya yang terlihat mengeluarkan sedikit darah.
Dedi yang berada terdekat dari gadis itu langsung berlari menghampirinya.
"Kamu gak apa-apa?" Tanya Dedi sambil membantu membereskan buku-buku gadis itu yang telah jatuh berantakan.
"Lututku sakit, berdarah sedikit." Jawab gadis tersebut dengan suaranya yang lirih karena menahan sakit.
"Duduk dulu di situ." Ajak Dedi sambil membantunya berdiri dan mendudukannya di bangku taman sekolah.
"Terimakasih."
Swittt swiitttt…
Ciyee ciyeee,,.ekhem ajakin kenalan Di!
Terdengar teriakan ledekan dari gerombolan teman-teman Dedi di pojokan taman. Dedi pun hanya bisa tersenyum dan menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal sama sekali. Baru kali ini dia merasa malu dengan ledekan teman-temannya karena secara otomatis semua mata para siswa dan beberapa guru yang lewat di taman langsung melihat ke arah dirinya.
"Ehm, masih sakit?" Tanya Dedi kembali berbasa-basi demi menutupi rasa gugupnya.
"Ga kok, makasih ya." Jawab gadis itu sambil tersenyum manis.
"Sama-sama, ini bukunya. Ngomong-ngomong nama kamu siapa? Kok aku ga pernah lihat sebelumnya?" Tanya Dedi kembali
"Namaku Asih." Jawabnya sambil tersenyum.
"Siapa kamu? Mau kamu apa?!""Dek, bangun dek! Kamu kenapa?" Kurasakan tamparan pelan di pipiku yang berasal dari Mas Hanif.Aku tiba-tiba terbangun karena merasa seperti ada yang menarik sukmaku masuk kembali ke dalam badanku. Dengan peluh yang bercucuran di kening dan detak jantung yang lumayan cepat, aku melihat keadaan sekelilingku. Bingung, kenapa tiba-tiba aku berada di kamar dengan posisi tidur?"Kamu mimpi apa dek kok sampai kayak orang ketakutan gitu? Liat nih keringat kamu banyak banget keluarnya." Tanya Mas Hanif.Ahhh, akhirnya aku paham bahwa ternyata aku sedang bermimpi tadi. Tapi, mimpi itu terasa sangat nyata sehingga aku tidak bisa membedakan berada di dunia mana aku saat itu. Kulihat jam yang menempel di dinding, waktu telah menunjukkan pukul 2 malam. Sama persis saat aku juga terbangun di dalam mimpiku. Aku takut, kali ini aku masih tetap dalam keadaan bermimpi.
Pagi ini aku terbangun dari tidur dengan badan yang terasa sedikit lebih lemas karena tidurku yang kurang nyenyak semalam. Sebenarnya aku masih enggan untuk beranjak dari kasur, masih ingin melanjutkan tidur kembali sampai siang nanti, namun mengingat jika jam 9 pagi nanti aku harus segera pulang ke rumah orang tuaku di ibu kota, jadi mau tidak mau aku harus segera membersihkan diriku ini agar menjadi segar kembali.Air mandi yang dingin memang sukses membuat mata dan badanku menjadi lebih segar. Tidak butuh waktu lama (karena sudah di kejar oleh waktu), aku segera menyelesaikan ritual mandiku hanya dalam waktu 10 menit. Selesai mandi dan berpakaian, aku lalu keluar dari kamar dan menuju ke ruang makan untuk sarapan. Hanya terlihat kakek dan Mas Hanif saja yang sedang sarapan di meja makan. Sementara keberadaan nenek saat ku tanyakan kepada kakek, ternyata sedang pergi ke luar desa untuk menemui kerabatnya karena ada urusan yang penting."De
"Aaaaaaaa!!! Mama tolong!!!"Aku sangat terkejut sampai tidak menyadari bahwa aku telah meneriaki mamaku dengan sedikit histeris. Cepat-cepat aku menyelesaikan mandiku tanpa mempedulikan sisa-sisa sabun di tubuh sudah hilang atau belum.Aku langsung keluar dari kamar mandi dengan badan yang hanya tertutupi oleh handuk. Sementara di luar kamar terdengar suara mama dan Mas Hanif yang menggedor pintu kamarku dengan panik.Aku segera membuka kunci pintu dan langsung memeluk mama dengan erat. Seluruh badanku bergetar hebat, kakiku terasa lemas seperti tidak bertulang. Sambil di peluk mama, aku di bawa ke kursi kerjaku yang ada di dalam kamar. Mas Hanif memberikanku segelas minuman agar aku merasa lebih tenang."Kamu kenapa sayang? Kok teriak-teriak?" Tanya mama."Sarah lihat ada perempuan di kamar mandi mah. Dia liatin sarah sambil senyum yang serem gitu." Jawabku lemas. Mas Hanif tan
"Mas Dedi!" Terdengar dari kejauhan suara teriakan seorang wanita yang sedang memanggil nama kekasihnya. Laki-laki tersebut sedang berada di tengah-tengah sawah milik warga yang membayar jasanya untuk membantu mengurusi sawah milik warga tersebut.Laki-laki itu bernama Dedi Firmansyah. Seorang pekerja keras yang berasal dari keluarga sederhana. Parasnya tampan, dengan badannya yang tinggi tegap dan juga otot-otot lengan yang terlihat kokoh semakin menambah kesan maskulin yang ada di dalam diri lelaki tersebut.Dari kejauhan, Dedi melihat wanitanya itu sedang berjalan menuju dirinya sambil membawa rantang berisi makan siangnya. Sudah menjadi kebiasaan dari wanita tersebut yang selalu membawakan makan siang untuk calon suaminya agar tidak kelaparan saat sedang bekerja."Tumben kamu sudah dateng jam segini, Sih?" Tanya Dedi ke wanita itu yang ternyata bernama Asih.Asih hanya tersenyum sambil menjawab,
Dedi tidak menyadari bahwa ada seekor ular besar yang sedang menunggu mangsa di tengah jalan yang akan Dedi lewati. Dia terus berjalan tanpa memiliki firasat apapun bahwa sedang ada bahaya yang sedang mengintai dirinya.Tak lama lagi dia akan sampai di tujuan selanjutnya. Sawah yang berada tidak jauh dari deretan pohon-pohon pisang.Sreeettttt…Terdengar suara gesekan daun kering di tanah. Dedi pun menghentikan langkahnya dan menajamkan penglihatannya namun tidak melihat ada sesuatu yang aneh di dekatnya.Sreett.. Srettt..Sstt.. Ssttt…Suara gesekkan daun kembali berbunyi ditambah dengan suara desisan yang tentu saja langsung membuat Dedi terpaku diam di tempat. Akhirnya dia menemukan apa yang di carinya, ternyata itu seekor ular piton berukuran lumayan besar yang sedang berada di tengah-tengah jalan seolah-olah menunggu buruannya sendiri
"Syukurlah kalau begitu, akhirnya kau selamat. Kebetulan juga kau ke sini Di, aku mau menawarkan pekerjaan padamu." Kata Juragan Slamet menawarkan pekerjaan kepadaku. "Kalau boleh tau kerjaan apa, juragan?" Tanyaku. "Kamu mandorin sawahku yang ada di utara desa, luasnya kurang lebih 1 hektar. Kamu laporin kegiatan buruh di sana sama yang ngatur jam kerja mereka. Kalau tiba-tiba ada masalah di sana, kamu bisa langsung lapor ke Agus atau Fakhri, mereka tangan kananku. Nanti biar mereka yang turun tangan menyelesaikan masalahnya." Jawab Juragan Slamet menjelaskan. Jujur dari dalam hati Dedi merasa senang mendapatkan tawaran pekerjaan dari Juragan Slamet, karena kalau untuk urusan upah pekerjanya, Juragan Slamet terkenal royal dan juga suka memberi beberapa hasil panen untuk para pekerjanya sehingga kehidupan para pekerjanya sedikit terjamin. Namun di balik itu semua, Juragan Slamet terkenal juga
"Berhenti kalian di situ!" Teriakkan teman Mas Hanif mengagetkan kami bertiga.Terlihat orang itu menatap lurus ke arah kami sambil menggerakkan mulutnya seolah-olah sedang merapalkan sebuah doa atau mantra untuk mengusir sesuatu yang tidak terlihat."Kenapa Gas?" Teriakkan balasan dari Mas Hanif yang bingung melihat tingkah laku temannya itu.Namun tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya, hanya terlihat matanya yang masih menatap tajam ke arah tempat kami berdiri. Suasana malam yang sunyi semakin menambah kesan mencekam. Sesekali terdengar suara lolongan anjing dari kejauhan. Padahal ini masih belum terlalu larut dan jalanan menuju arah rumah temannya Mas Hanif ini masih sangat ramai dengan segala macam aktivitas manusia di sana. Tapi entah mengapa hanya di tempat ini saja tiba-tiba suasana menjadi terasa sangat menakutkan."Alhamdulillah sudah pergi. Ayo sekarang kalian masuk ke dalam dulu." Aj
"Gue akan lakukan mediasi." Bagas pun menerangkan apa yang dimaksud dengan mediasi dan menjelaskan rencana-rencana selanjutnya untuk membantu memecahkan misteri dan menghilangkan teror yang terjadi selama ini."Jadi maksud lo, salah satu dari kita harus bersedia jadi mediatornya?" Tanya Mas Evan setelah mendengarkan penjelasan dari Bagas."Iya, kalau bisa antara lo sama Hanif. Jangan Sarah, kasian soalnya. Biasanya setelah mediasi badan capek dan sakit." Jawab Bagas enteng seperti tanpa beban. Mas Evan dan Mas Hanif langsung terkejut mendengar kalimat terakhir dari Bagas. Karena ini adalah pengalaman pertama mereka bersinggungan dengan hal gaib secara langsung, maka mereka tidak mengetahui dampak yang ditimbulkan setelah menjadi seorang mediator untuk makhluk astral."Lah ada efek juga setelahnya?" Tanya Mas Hanif memastikan."Iya lah, namanya badan manusia dipinjem sebentar buat diisi sama setan, na
Kemala terlihat begitu mengenaskan. Duduk di lantai kamar dengan pandangan mata yang kosong. “Bu,” sekali lagi Anita memanggil nama Kemala, bermaksud untuk menanyakan keadaannya, namun tak ada jawaban apapun yang keluar dari mulut Kemala.Dedi pun akhirnya menghampiri Kemala, berjalan dengan perlahan-lahan karena takut terkena pecahan kaca dari meja rias. Dedi kini berjongkok di hadapan Kemala dan bertanya, “kamu kenapa lagi?”Memang terkesan kasar saat seorang suami menanyakan keadaan istrinya seperti itu, tapi memang begitulah sikap Dedi sehari-hari kepada Kemala, tidak pernah basa basi dan langsung kepada intinya.Mendengar suara Dedi, secara perlahan Kemala mulai menunjukkan reaksinya. Kemala menatap wajah suaminya terlebih dahulu, dan tak lama kemudian tiba-tiba saja dia menangis sendu sambil mengangkat jari telunjuknya ke arah meja rias.“Tadi Asih ada di situ, mas.”“Asih? Siapa Asih?” terdenga
“Sarah?” Andre terkejut begitu mengetahui bahwa di belakangnya telah ada sosok Sarah, kekasihnya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Sarah. “kamu udah lama di sini? Kenapa gak ngabarin aku?” Andre berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Sarah walaupun sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir jika Sarah akan berfikir yang tidak-tidak mengenai dirinya yang sedang bersama wanita lain.“Aku udah dari tadi ada di sini, maksudnya mau ngasih kamu suprise. Ngomong-ngomong dia siapa, Ndre?” tanya Sarah.“Ah, iya sebentar aku kenalin dulu. Anggun, kesini!”Anggun berjalan menuju Sarah dan Andre dengan langkahnya yang di buat seanggun mungkin. Dengan perasaan yang tidak menentu, dia akhirnya berhadapan langsung dengan Sarah setelah selama ini dia hanya mencari tahu sosok sarah –gadis yang berhasil mengalihkan perasaan Andre darinya- lewat media sosial.“Anggun, kenalin ini pacarku Sarah. Sarah, ini Ang
“Sarah?” Andre terkejut begitu mengetahui bahwa di belakangnya telah ada sosok Sarah, kekasihnya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Sarah. “kamu udah lama di sini? Kenapa gak ngabarin aku?” Andre berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Sarah walaupun sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir jika Sarah akan berfikir yang tidak-tidak mengenai dirinya yang sedang bersama wanita lain.“Aku udah dari tadi ada di sini, maksudnya mau ngasih kamu suprise. Ngomong-ngomong dia siapa, Ndre?” tanya Sarah.“Ah, iya sebentar aku kenalin dulu. Anggun, kesini!”Anggun berjalan menuju Sarah dan Andre dengan langkahnya yang di buat seanggun mungkin. Dengan perasaan yang tidak menentu, dia akhirnya berhadapan langsung dengan Sarah setelah selama ini dia hanya mencari tahu sosok sarah –gadis yang berhasil mengalihkan perasaan Andre darinya- lewat media sosial.“Anggun, kenalin ini pacarku Sarah. Sarah, ini Ang
Siang itu udara terasa sangat panas, sepanas hati seorang laki-laki setengah baya yang sedang berdiri di jendela menatap hamparan kebun buah yang mengelilingi rumah mungilnya yang berada di tengah-tengah perkebunan.Perawakannya tinggi besar dengan wajah yang masih bisa dibilang awet muda untuk usianya saat ini. Lelaki tua itu bernama Anton, sosok yang mendatangi Rumah Kemala secara tiba-tiba dan mengancam akan menyebarkan rahasia Kemala kepada Dedi.“Kamu terlalu meremehkanku, Kemala. Lihat saja, aku akan menuntut kembali apapun yang sudah menjadi hakku, bahkan jika itu harus menyingkirkan dirimu dan membuat diriku masuk ke dalam penjara!” dengan tersenyum smirk, Anton membalikkan tubuhnya dan duduk di kursi tua kesayangannya. Tak lupa dia menyalakan televisi tabung untuk sekedar melihat-lihat berita yang sedang ramai di perbincangkan oleh masyarakat saat ini.“Ayah?” terdengar suara seorang wanita yang memanggil Anton dengan sebut
“Ampuuunnnnn, maafkan aku Asih! Jangan ganggu aku lagi!”“Kau harus merasakan pembalasanku, dasar wanita biadab! Ha ha ha ha.”“Tidak! Kau sudah mati, Asih! Kau tidak akan bisa menyentuhku!”“Ha ha ha ha, kau akan segera merasakan pembalasan keji dariku!”“Tidaaaakkk! Tolooooong!”“Nek, nenek bangun, nek!” Terdengar suara Evan yang berusaha membangunkan neneknya dari mimpi buruk yang sedang menimpanya.“Hah? Aku di mana?” Tanya Nenek Kemala.“Nenek ada di dalam kamar nenek.”“Syukurlah. Nenek pikir setan itu sudah membawa nenek pergi jauh.”“Setan apa nek? Nenek mimpi apa sampai teriak-teriak histeris gitu?”“Nenek mimpi seram, Van. Ada perempuan jahat yang mau melukai nenek, bahkan mau membunuh nenek, nenek takut sekali, huhuhu,” kata Kemala dengan menunjukkan ekspresi yang sangat ke
Aku sedikit terkejut saat menyentuhnya dan bertanya apakah beliau sedang sakit? Tapi tidak ada tanggapan sama sekali dari mama. Malah mama langsung meninggalkanku begitu saja dan berjalan cepat menuju kamarnya lalu menutup pintu dengan sedikit membanting.Aku terkejut karena tidak biasanya mama bersikap seperti itu, selama ini mama terkenal sebagai wanita yang lemah lembut hatinya. Aku memutuskan untuk mendiaminya terlebih dahulu karena kupikir mama sedang ada masalah dan belum mau masalahnya itu di ketahui oleh anaknya, maka saat itu aku langsung menuju kamarku dan mengistirahatkan tubuhku sampai akhirnya aku tertidur lumayan lama dan terbangun menjelang magrib seperti saat ini.“Pa? Papa?”, teriakku memanggil papa. Rasa takut sudah mulai menyerangku saat ini.“Mas Evan? Mas Ivan?”, kali ini gantian aku meneriakkan dua nama kakak kembarku itu.Tetap tidak terdengar satupun sautan atau jawaban dari anggota keluargaku di rumah ini.
Bagas mendengarkan cerita Hanif sambil sesekali mengangguk-anggukkan kepalanya.“Gue akhirnya masuk ke dalam rumah, tapi gue berhenti dulu di dapur buat ambil minum. Nah, ini yang bagian epic nya, Si Mbok tiba-tiba dateng dari arah dalem rumah dong dan dia manggil gue, nyuruh supaya gue ke depan rumah buat kumpul sama yang lainnya. Gila gak tuh? Padahal baru aja Mbok itu nyamperin gue ke gudang dan dan dia yang bilang mau nutup pintu gudangnya! Gue bener-bener syok, langsung nengok ke arah gudang dan pintunya emang udah ke kunci lagi. Gue sampai nanyain makanan kesukaan gue buat mastiin kalau yang di depan gue Si Mbok yang asli.”Hanif akhirnya menyelesaikan ceritanya yang lumayan panjang itu dan Bagas memberikan sebuah pernyataan singkat yang cukup membuat Hanif terkejut.“Yang duduk di ayunan tadi, itu makhluk halus yang menyerupai Si Mbok di gudang.”“Hah? Serius lo?”“Iya, dia baik tau mau ngel
“Saya ceritain tapi jangan bilang siapa-siapa dulu ya, Mbok.”Hanif kemudian menceritakan kejadian yang baru saja dia alami tadi ke Si Mbok. Mbok yang mendengar ceritanya pun bergidik ngeri, antara percaya tidak percaya dengan pengalaman mistis yang di alami oleh Hanif.“Hii, beneran itu mas? Mbok jadi merinding ini dengernya,” kata Si Mbok sambil mengelus-ngelus lengan tangannya sendiri.“Beneran, Mbok. Yang bikin Hanif tambah merinding ya, setan lainnya tiba-tiba dateng tapi wujudnya persis Mbok, nyuruh saya pergi dari gudang terus katanya biar dia aja yang nutupin pintu gudangnya. Terus akhirnya saya masuk ke dapur sini ambil minum, lah kok tiba-tiba Mbok dateng lagi dari arah depan rumah dan bilang kalau saya di cariin sama mama di depan. Syok lah saya lihatnya.”“Duh, Mbok kok jadi takut gini ya. Kok itu setan milih menyerupai Mbok sih bukannya yang lain aja yang lebih mudaan sedikit?”“Lah
Tring… tring…Terdengar bunyi pesan masuk dari handphone yang sedang Hanif pegang. Dia segera membuka pesan tersebut dan ternyata itu berasal dari Bagas, teman yang disebutnya sebagai titisan indigo.Bagas: Weiiii, diem-diem aja gak ada kabar, bro!Hanif tersenyum membaca pesan itu, dan dia pun membalas.Hanif: Weiiii, bro! Di rumah aja ini, masih belum tenang ninggalin nenek gue.Ddrttt… ddrttt… ddrttt…Getaran handphone milik Hanif menandakan bahwa ada seseorang yang sedang menghubunginya saat ini. Hanif segera mengambil handphone dan menatap layar nya sekilas, terlihat nama "Bagas" sebagai penanda manusia yang sedang melakukan panggilan dengan nya."Hallo, Gas?" Sapa Hanif begitu menangkat teleponnya.Assalamualaikum, Nif. Gimana masih di kampung?"Masih ini,